Perubahan Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD Tahun 1945, Dillema. Menghidupkan Kembali Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala

Relevansi dan Revitalisasi GBHN dalam Perencanaan Pembangunan di Indonesia 1. Tunjung Sulaksono 2

PEMBANGUNAN YES GBHN No!

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

GBHN = Demokrasi Mayoritas Muchamad Ali Safa at 1

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat.

KEWENANGAN MPR UNTUK MELAKUKAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

MAKALAH. Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia. Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

proses perjalanan sejarah arah pembangunan demokrasi apakah penyelenggaranya berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, atau tidak

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD, Hak dan Kewajiban Anggotanya Serta Kelemahan dari DPD Dalam UUD 1945

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA!

AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. struktur organisasi negara, termasuk bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi lembaga

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran kamar kedua dalam

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Peran Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 1

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

BAB V. Kesimpulan. lahir dalam amandemen ketiga. Secara de facto DPD RI baru ada pada tanggal 1

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA

BAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (DKPP) DALAM PEMILU LEGESLATIF DI KABUPATEN

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

BAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

DEMOKRASI PANCASILA. Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH.

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :)

IHWAL GBHN, DARI TEKS KE KONTEKS

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA

Sistem Pemerintahan Presidensial vs Parlementer. Teguh Kurniawan

Hubungan antara MPR dan Presiden

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Hasil amandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa

FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

KEDUDUKAN DAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DI DALAM PROSES LEGISLASI PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Montisa Mariana, SH.,MH

PERLUNYA MENDISAIN ULANG INSTITUSI NEGARA (Ditinjau dari Keuangan Negara)

Transkripsi:

Perubahan Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD Tahun 1945, Dillema Menghidupkan Kembali Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN dan Deficit Demokrasi. Cut Maya Aprita Sari, S.Sos., M.Soc.Sc Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala Email: cutmayaapritasari@unsyiah.ac.id Pendahuluan Pasca reformasi 1998 Indonesia mengalami perubahan yang cukup besar dalam sistem politiknya. Salah satu aspek penting dalam bidang politik yang menjadi sasaran utama perubahan adalah kekuasaan pemerintahan yang pada masa Suharto kekuasaan ini dikelola secara sentralistis, yakni berpusat pada satu institusi atau satu penguasa. Memang tidak semua kekuasaan yang sentralistis senantiasa buruk. Ide Plato tentang the philosopher king yang menunjukkan bahwa kekuasaan sentralistis jika dijalankan oleh seorang penguasa yang amat bijaksana dapat membuahkan hal-hal positif bagi integrasi, keadilan dan perkembangan masyarakat negara yang bersangkutan (Legowo, 2004: 39). Namun yang terjadi di Indonesia adalah sebaliknya, pemerintahan otoriter selama 32 tahun menutup akses demokrasi bagi rakyat, sehingga kejatuhan pemerintahan Orde Lama berpeluang besar untuk menerapkan demokrasi secara komprehensif. Pergantian sistem politik indonesia dari otoriter menuju orde reformasi yang dicirikan dengan liberalisasi politik dan ekonomi, dimana liberalisasi

adalah usaha untuk mengaktifkan kembali hak-hak individu yang pelaksanaannya dilindungi oleh negara dan bebas dari tindakan negara yang sewenang-wenang. Setelah Presiden Suharto turun, pengaktifan hak-hak rakyat terlihat dari adanya suatu partisipasi politik yang tinggi dari rakyat, jumlah partai politik peserta pemilu 1999 pun mengalami lonjakan. Dalam perjalanannya, sistem politik di indonesia pasca reformasi menunjukkan perubahan yang cepat. Terdapat perkembangan positif bahwa dengan runtuhnya rezim Orde Lama, kebebasan sipil yang dulu tidak bisa dinikmati kini dapat dinikmati walaupun terkadang sering kali keluar dari norma-norma yang berlaku. Terlepas dari itu, masyarakat kini lebih bebas berpendapat, menyuarakan aspirasinya dan berpolitik. Dari segi konstitusional, runtuhnya pemerintahan orde lama disusul dengan perubahan UUD 1945 yang berimplikasi kepada berubahnya kedudukan MPR. Pasca reformasi 1998, MPR menjadi lembaga yang kedudukannya sejajar dengan lembaga kenegaraan lainnya. Pemilihan presiden tidak lagi dipilih oleh MPR melainkan dipilih langsung oleh rakyat sehingga presiden tidak bertanggungjawab terhadap MPR. Konsekuensi lainnya adalah GBHN tidak lagi menjadi arah pembangunan Negara. Dihapuskannya GBHN memunculkan banyak pandangan bahwa Indonesia sekarang tidak lagi memiliki haluan bernegara. Tidak adanya GBHN ditakutkan akan menyebabkan Indonesia kehilangan arah pembangunan nasionalnya. Sistem presidensial yang berlaku juga berdampak kepada arah pembangunan nasional yang mengacu kepada visi misi presiden dan dituangkan dalam RPJN. Sehingga berpotensi besar untuk menyelewengkan arah pembangunan nasional demi kepentingan politik presiden maupun partai pendukungnya.

Ketakutan ini menjadi perdebatan panjang dan menghadirkan wacana untuk menghidupkan kembali GBHN. Namun demikian, keinginan ini memerlukan kajian yang komprehensif agar keputusan yang dihasilkan memberikan manfaat yang besar bagi seluruh rakyat Indonesia. Penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan perubahan tatanegara Indonesia pasca empat kali amandemen UUD Tahun 1945 dan penting atau tidaknya menghadirkan kembali perencanaan pembangunan Nasional model GBHN dilihat dari perspektif demokrasi Indonesia. Perubahan Ketatanegaraan pasca amandemen UUD tahun 1945 Pasca diamandemenya UUD 1945 sebanyak empat kali, tatanegaraan Indonesia mengalami perubahan konstitusi. Perubahan amandemen ini mengakibatkan reformasi dibidang ketatanegaraan Indonesia. Beberapa diantaranya adalah dibentuknya sebuah lembaga baru bernama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD). Sejak dibentuknya DPD maka sistem perwakilan di Indonesia berubah dari unikameral menjadi bikameral. Sebagaimana kita ketahui, bentuk Negara kesatuan lebih kompatibel dengan sistem unikameral. Sedangkan bicameral hanya cocok diterapkan di Negara federal. Namun demikian, keberadaan DPD tidak pula dapat dikatakan sebagai bentuk bikameral yang lazim. Terkait dengan kedudukannya, terdapat dua sifat bikameral yaitu Strong Bicameralism jika DPR dan DPD sama kuat dan Soft Bicameralism jika keduanya tidak sama kuat. Dan ternyata, bikameral di Indonesia tidak memenuhi kriteria keduanya. Dalam urusan legislatif, DPD tidak memiliki kekuasaan apapun. DPD hanya memberikan masukan, pertimbangan,

usul, ataupun saran. Sedangkan yang berhak memutuskan adalah DPR (Ashhiddiqie, 2003: 18). DPD yang tadinya dianggap dapat merepresentasikan kepentingan daerah dalam kenyataannya belum berfungsi dengan baik. Ini terlihat dari kebijakan-kebijakan di tingkat nasional masih saja kurang memperhatikan rakyat daerah sehingga muncul ketidakpuasan dan keinginan memisahkan diri dari beberapa daerah di Indonesia. Ketidakpuasan ini disebabkan oleh reaksi serta ketidakpuasan terhadap pembangunan secara fisik, sosial, budaya, dan ekonomi yang tidak seimbang yang dijalankan oleh satu pemerintahan pusat terhadap satu wilayah tertentu (Bahar,1998: 187-188). Selanjutnya, pasca reformasi banyak sekali lembaga-lembaga dan komisikomisi independen yang dibentuk (Ashhiddiqie, 2006: 25-27). Ini menyebabkan terjadinya fragmentasi kekuasaan melihat terbagi-baginya kekuasan kedalam institusi politik baru. Fragmentasi ini menyebabkan fungsi intitusional lembagalembaga Negara saling tumpang tindih yang pada akhirnya menimbulkan ketidakharmonisan antar lembaga. KPK misalnya, secara perlahan-lahan justru mengambil alih fungsi lembaga hukum lainnya seperti kejaksaan dan kepolisian. Wacana menghadirkan kembali Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN dan kelangsungan demokrasi Indonesia. Keberadaan wacana untuk menghadirkan kembali perencanaan Pembangunan nasional model GBHN menambah Persoalan ketatanegaraan diatas. Perlu dipahami bahwa meskipun pasca amandemen UUD 1945 GBHN telah dihapuskan, bukan berarti Indonesia kehilangan arah pembangunan nasionalnya. Di era presiden Megawati, pembangunan Indonesia mengacu kepada UU Sistem perencanaan pembangunan nasional (SPPN) yang kemudian

dijelaskan lebih lanjut dalam UU Pembangunana Jangka Panjang Nasional (RPJP) tahun 2005-2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Visi dan Misi presiden terpilih akan dimuat dalam RPJM untuk dijalankan selama masa pemerintahannya. Hal ini pula diamanatkan dalam UU No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Justru, jika kita tetap memaksakan untuk menerapkan kembali perencanaan pembangunan nasional model GBHN akan muncul masalah baru terkait dengan ketatanegaraan Indonesia dan kelangsungan demokrasi. Permasalahan tersebut antara lain: Pertama, menerapkan kembali GBHN mengharuskan kita untuk memberikan kembali wewenang tertinggi kepada MPR yang secara otomatis akan mengubah sistem presidensial. Hal ini akan berimplikasi kepada bergesernya konsep kedaulatan Negara dan sistem tatanegara indonesia. Dimana semua lembaga Negara harus tunduk kepada GBHN sebagai haluan Negara yang dijalankan oleh tangan MPR. Artinya MPR akan kembali menjadi lembaga tertinggi Negara dan kondisi akan kembali seperti masa sebelum reformasi 1998 serta menunjukkan inkonsistensi Negara dalam memperkuat sistem presidensial. Pola-pola hubungan antar lembaga kenegaraan akan kembali diatur oleh MPR sehingga tidak sesuai dengan prinsip pemisahan kekuasaan Negara dan akan mengarah kepada sistem parlementer. Kedua, berdasarkan hal diatas, lama kelamaan demokrasi mungkin saja akan hilang mengingat MPR memiliki kemungkinan untuk mengganti sistem pemilihan presiden dari pemilihan langsung menjadi pemilihan atas penunjukan MPR. Presiden harus menjalankan haluan Negara berdasarkan apa yang ditetapkan dalam GBHN. Sehingga kalaupun terpilih, seorang presiden tidak memiliki kebebasan untuk menerjemahkan apa yang menjadi keinginan rakyat dan hanya menjalankan pemerintahan berdasarkan GBHN. Selain itu, dalam

Negara yang demokratis, rakyat berhak mengajukan gugatan atas pemberlakuan undang-undang. Sedangkan GBHN tidak dapat digugat. Sehingga esensi demokrasi yang menyiratkan kebebasan berpendapat tentu tidak dapat dilaksanakan. Proses Menuju Defisit Demokrasi Melihat kondisi tatanegara Indonesia pasca amandemen UUD 1945, GBHN tidak perlu dihadirkan kembali dalam perencanaan pembangunan nasional. Menghadirkan kembali GBHN sama dengan mempercepat Indonesia untuk menuju kearah defisit demokrasi. Sanford Levinson (2007) menggambarkannya sebagai kondisi dimana organisasi dan lembaga demokrasi tidak mampu memenuhi prinsip-prinsip demokrasi dalam menghasilkan kebijakan publik. Menghadirkan kembali GBHN akan berdampak kepada perubahan tatanan sistem tata negara Indonesia. GBHN tidak kompetibel dengan sistem presidensial, maka menghadirkan GBHN harus seiring dengan memberlakuan sistem parlementer. MPR akan kembali memegang kekuasaan tertinggi sehingga presiden dapat dipilih oleh MPR. Pemilihan dengan model seperti ini tentu saja menyekat akses kebebasan partisipasi rakyat. Padahal landasan konstitusi yang demokratis adalah kemerdekaan/kebebasan (Revitch dan Abigail, 2005). Mengubah tata Negara akan membutuhkan cost politik yang besar sementara kita tidak dapat menjamin sebesar apa keuntungan yang didapatkan. Pada dasarnya, diberlakukan kembali atau tidaknya GBHN tetap berpotensi membawa Negara kearah defisit demokrasi. Tidak adanya GBHN bisa saja membawa pembangunan nasional yang mengacu kepada visi misi presiden dan

dituangkan dalam RPJN hanya memuat kepentingan politik presiden, partai, dan elit pendukungnya. Disisi lain, jika GBHN diberlakukan kembali, maka demokrasi menjadi taruhannya. Maka persoalan penting yang muncul sekarang bukan terletak pada produk politik yang dihasilkan oleh Negara, ada atau tidaknya GBHN. Melainkan terletak pada implementasi produk hukum tersebut. Baik demokrasi, sistem ketatanegaraan maupun GBHN hanyalah alat politik yang membantu tercapainya tujuan Negara untuk mewujudkan kesejahteraan. Sehingga tugas terberat sebenarnya terletak pada pengawalan atas sistem yang saat ini sedang berlaku serta memperbaiki moral dan prilaku aparatur Negara penyelenggara pemerintahan. Harapannya adalah, penyelenggara pemerintahan mampu menggunakan alat politik tersebut dengan baik dan sesuai tujuan dengan Negara demi ksejahteraan rakyat. Referensi Asshiddiqie, Jimly. 2003. Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945. Seminar Pembangunan Hukum Nasional Viii dengan Tema Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan Berkelanjutan. Diselenggarakan Oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia Ri Denpasar, 14-18 Juli 2003. http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/struktur %20Ketatanegaraan%20RI%20-%20Jimly%20Asshiddiqie.pdf diakses pada 8 September 2016 Asshiddiqie, Jimly. 2006. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi Jakarta. Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI.

Bahar, Saafroedin. 1998. Sumbangan Daerah dalam Proses Nation Building dalam Regionalisme, Nasionalisme, dan Ketahanan Nasional. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Levinson, Sanford. 2007. How the United States Contribute to the democratic deficit in America. Drake Law Review Volume 55, Number 4, Summer 2007. Revitch, Diane and Thernstrom Abigail. 2005. Demokrasi Klasik & Modern. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. TA, Legowo. 2004. Keadilan Sosial, Upaya Mencari Makna Kesejahteraan Bersama di Indonesia.Jakarta: Kompas