BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adapun konseptual yang akan dibahas dalam bab ini adalah. 5. Kekuatan keluarga dalam meningkatkan kesejahteraan anak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN MUTU (KEPUASAN PELANGGAN)_AEP NURUL HIDAYAH_(RKM )_REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN_POLITEKNIK TEDC BANDUNG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawatan anak telah mengalami pergeseran yang sangat mendasar, anak sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Family Centered Care

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penampilan rumah sakit dapat diketahui dari beberapa indikator antara lain : a. Cakupan dan mutu pelayanan dilihat melalui indikator :

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang bekerja sama dengan ikatan saling berbagi dan kedekatan emosi dan

BAB I PENDAHULUAN. tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan keterbaruan penelitian.

DEFENISI HOSPITALISASI Suatu keadaan sakit dan perlu dirawat di Rumah Sakit yang terjadi pada anak maupun keluarganya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

KONSEP HOSPITALISASI. BY: NUR ASNAH, S.Kep.Ns.M.Kep

BAB 1 PENDAHULUAN. Keluarga merupakan orang terdekat dari seseorang yang mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu unik yang mempunyai kebutuhan sesuai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Wong (2009) Masa kanak-kanak awal yaitu pada usia 3 6 tahun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. asuhan keperawatan yang berkesinambungan (Raden dan Traft dalam. dimanapun pasien berada. Kegagalan untuk memberikan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, adalah orang yang berada di bawah usia 18 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri, lingkungan yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses yang dapat diprediksi. Proses pertumbuhan dan. tumbuh dan kembang sejak awal yaitu pada masa kanak-kanak (Potter &

HOSPITALISASI. NS. Apriyani Puji Hastuti, S.Kep

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses

Setiap bayi memiliki pola temperamen yang berbeda beda. Dimana

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan sampai dengan usia 18 tahun (IDAI, 2014). Anak merupakan individu

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua

BAB I PENDAHULUAN. spesifik dan berbeda dengan orang dewasa. Anak yang sakit. hospitalisasi. Hospitalisasi dapat berdampak buruk pada

BAB I PENDAHULUAN. kembang anak dipengaruhi oleh faktor bawaan (i nternal) dan faktor lingkungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa anak prasekolah (3-5 tahun) adalah masa yang menyenangkan dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan motorik, verbal, dan ketrampilan sosial secara. terhadap kebersihan dan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Hospitalisasi anak merupakan suatu proses karena suatu alasan yang

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi fisiologis dan psikososial secara bertahap. Setiap tahap psikososial

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 2004). Hospitalisasi sering menjadi krisis utama yang harus dihadapi anak,

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dalam perawatan atau

Lilis Maghfuroh Program Studi S1 Keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Menjalani perawatan di rumah sakit (hospitalisasi) merupakan pengalaman

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan seseorang yang memiliki rentang usia sejak anak dilahirkan

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Atraumatic Care

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter dan tenaga

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

BAB 1 PENDAHULUAN. kesempatan cukup untuk bermain akan menjadi orang dewasa yang mudah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan anak sakit dan hospitalisasi dapat menimbulkan krisis

BAB I PENDAHULUAN. Bermain adalah pekerjaan anak-anak semua usia dan. merupakan kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan, tanpa

BAB I PENDAHULUAN. perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kecemasan merupakan perasaan yang timbul akibat ketakutan, raguragu,

BAB 1 PENDAHULUAN. krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status

BAB I PENDAHULUAN. sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dunia, seperti yang disampaikan oleh UNICEF sebagai salah. anak, perlindungan dan pengembangan anak (James, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organisation (WHO) tahun 2003 mendefinisikan sehat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang

1. Bab II Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk krisis atau stressor utama yang terlihat pada anak. Anak-anak sangat rentan

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. hidup mereka. Anak juga seringkali menjalani prosedur yang membuat. Anak-anak cenderung merespon hospitalisasi dengan munculnya

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang tidak jelas, dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan. menekan sistem kekebalan tubuh (Wardhana, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungannya dengan upaya stimulasi yang dapat dilakukan, sekalipun anak

BAB I PENDAHULUAN. anak (Undang-Undang Perlindungan Anak, 2002).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang menjadi pintu layanan terdepan dalam. hubungan dengan masyarakat adalah di rumah sakit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat anak dirawat di rumah sakit, dampak. hospitalisasi pada anak dan keluarga tidak dapat dihindarkan.

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Hospitalisasi merupakan kebutuhan klien untuk dirawat karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN SIKAP KOPERATIF ANAK USIA PRA SEKOLAH SELAMA PROSEDUR INJEKSI INTRAVENA DI RSUD PROF. DR.

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan ini sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan jiwa seseorang. yang berarti akan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa.

BAB I PENDAHULUAN. yang mengharuskan mereka dirawat di rumah sakit (Pieter, 2011). Berdasarkan survei dari Word Health Organization (WHO) pada tahun

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan krisis yang sering dimiliki anak. Anak-anak, terutama saat

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit dan dirawat di rumah sakit khususnya bagi anak-anak dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan kesehatan bagi masyarakat. Menanggapi hal ini,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Adapun konseptual yang akan dibahas dalam bab ini adalah A.Konsep Keluarga 1. Defenisi Keluarga 2. Karakteristik Keluarga 3. Tipe Keluarga 4. Fungsi Keluarga 5. Kekuatan keluarga dalam meningkatkan kesejahteraan anak 6. Peran keluarga dalam proses hospitalisasi anak B. Konsep Hospitalisasi 1. Pengertian Hospitalisasi 2. Efek Hospital pada anak 3. Dampak hospitalisasi 4. Keuntungan hospitalisasi 5. Respon anak terhadap hospitalisasi 6. Respon orang tua terhadap proses hospitalisasi anak C. Konsep Perawat 1. Pengertian perawat 2. Peran perawat dalam hospitalisasi anak

A. Konsep Keluarga 1. Defenisi Keluarga Menurut Friedman 1998, keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama, dengan keterikatan aturan dan emosional dari individu yang mempunyai peran yang masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Suprajitno,2004). 2. Karakteristik Keluarga Keluaga terdiri dari orang-orang yang disatukan dalam ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi,para anggota sebuah keluarga hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial keluarga seperti suami-istri, ayah-ibu, anak lakilaki,anak perempuan dan saudara keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri (Friedman,1988 ). 3. Tipe Keluarga Keluarga inti carier ganda,suami,istri dan anak-anak hidup dalam rumah tangga yang sama. Keluarga-keluarga yang melakukan perkawinan yang pertama, keluargakeluarga dengan orang tua campuran atau orang tua istri (Friedman 1998 ). 4. Fungsi Keluarga Friedman 1998 mengindenfikasikan lima fungsi dasar keluarga yaitu : a. Fungsi Efektif Fungsi efektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga, Fungsi efektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Fungsi efektif meliputi : Saling mengasuh, kasih saying, saling menerima,

kehangatan, saling mendukung antara anggota keluarga, saling menghargai, bila anggota keluarga serta selalu mempertahankan iklim yang positif maka fungsi efektif akan tercapai. Ikatan dan identifikasi, ikatan keluarga dimulai sejak pasangan sepakat memulai hidup baru. b. Fungsi sosialisasi Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu, yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkunan sosial. c. Fungsi Reproduksi Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga berencana maka fungsi ini sedikit terkontrol. d. Fungsi Ekonomi Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga, seperti kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal (Rumah). e. Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktik asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan kelarga melaksanakan pemeliharaan keluarga yang melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah keluarga (Suprajitno 2004). 5. Kekuatan keluarga dalam meningkatkan kesejahteraan anak(friedman, 1998 ) Pada dasarnya tugas dan fungsi keluarga adalah merawat fisik anak, mendidik anak untuk menyesuaikan diri dengan budaya, dan menerima tanggung jawab atas kesejahteraan anak baik secara fisik maupun psikologis. Tugas dan fungsi ini untuk

keluarga untuk menjalankan baik dalam kondisi anak-anak sehari-hari di rumah ataupun apabila anak sakit dan dirawat di rumah sakit. a. Komitmen yang kuat untuk kesejahteraan anggota keluarga Kesepakatan antara orang tua dan anggota keluarga yang ada bahwa upaya untuk meningkatkan kesejahteraan anak adalah prioritas dalam keluarga, menjadi satu hal yang sangat penting baik menyangkut kesejahteraan fisik maupun psikologisnya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan prilaku keluarga diantaranya penggunaan keuangan dan sumber lain yang ada dalam keluarga di tunjukkan untuk kepentingan anak. b. Penghargaan dan dorongan terhadap anggota keluarga Penghargaan dapat diberikan dalam bentuk materi dan bukan materi, penghargaan dalam bentuk materi dapat berupa hadiah mainan, pakaian, rekreasi dan alat sekolah sedangkan penghargaan bukan bentuk non materi dapat berupa pujian. c. Upaya untuk meluangkan waktu bersama Komitmen keluarga untuk berupaya meluangkan waktu bersama merupakan hal yang paling penting sebagai media untuk saling tukar pikiran antara orang tua anak yang satu dengan anak yang lainnya. d. Komunikasi dan interaksi positif antar anggota keluarga Komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak sebaliknya merupakan hal yang positif untuk mendukung peningkatan kesejahteraan anak dan keluarga. e. Kejelasan aturan, nilai dan keyakinan Penanaman nilai dan kenyakinan serta aturan disiplin bagi anak harus ditanamkan sejak dini sejalan dengan perkembangan kognitif anak dan dilaksanakan secara terus- menerus secara konsisten.

f. Strategi koping yang positif Kemampuan koping yang positif harus dilatih dan dibiasakan pada anggota keluarga, yaitu kemampuan strategis kearah pemecahan masalah dan bukan menggunakan strategi koping yang negatif seperti mengingkari,marah dan menyalahkan orang lain. g. Kemampuan memecahkan masalah secara positif Hal ini berkaitan dengan pola penggunaan strategi koping yng positif karena pada dasarnya kemampuan keluarga dalam memecahkan masalah secara positif menunjukkan kemampuan menggunakan strategi koping yang positif. h. Berpikir positif terhadap segala prilaku anggota keluarga Prilaku anak sering kali menguji kesabaran oran tua, apabila mereka berperilaku negatif,sebenarnya karena mereka belum mempunyai kemampuan untuk melukukannya,karena pada dasarnya masih dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, jadi orang tua harus berperan mengarahkannya. i. Fleksibel dan mudah beradaptasi dalam mengarahkan peran Kemampuan untuk beradaptasi dan fleksibel terhadap situasi yang dihadapi dalam menjalankan kehidupan sehari-hari memerlukan latihan dan tidak akan diperoleh secara otomatis, keyakinan tentang nilai yang dimiliki dan pengalaman menghadapi masalah juga akan mempengaruhi anggota keluarga untuk bersikap fleksibel dan beradaptasi dengan mudah terhadap perubahan atau situasi yang dihadapi. j. Keseimbangan antara kepentingan pekerjaan dan kepentingan anggota keluarga Pekerjaan anggota keluarga adalah suatu sumber penghasilan bagi anggota keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan fisik, psikologi, spiritual keluarga. Ini merupakan satu tantangan anggota keluarga untuk menyikapi secara bijaksana karena

keseimbangan antara pekerjaan dan waktu untuk keluarga adalah hal utama yang harus di penuhi. 6. Peran keluarga dalam proses hospitalisasi Menurut canam, (1993) berkaitan dengan perawatan anak dirumah sakit yang dijalankan keluarga dalam perawatan anak dirumah sakit sangat mempengaruhi dalam pencapaian tujuan perawat anak. Tugas tersebut adalah : a. Menerima kondisi anak Tugas ini dapat dijadikan dengan cara mencari arti dari kondisi sakit anaknya dan mengembangkan koping yang konstruktif. Untuk itu praktek untuk menjalankan agama dan ibadah sangat bermanfaat untuk mengembangkan koping yang konstruktif. b. Mengelola kondisi anak Hal yang positif dilakukan adalah dengan cara membina hubungan yang positif dengan petugas kesehatan sehingga dapat menggunakan sumber daya yang ada pada mereka dan dapat memahami kondisi anak dengan baik. Orang tua perlu disosialisasikan dengan sistem pelayanan yang ada. c. Memenuhi kebutuhan perkembangan anak Keluarga dapat menjalankan tugas ini dengan cara membantu menurunkan dampak negatif dari kondisi anak, mengasuh anak sebagaimana biasanya dan memperlakukan anak seperti anak lain yang ada dirumah.

d. Memenuhi kebutuhan perkembangan anak di rumah Hal ini dapat di capai dengan mempertahankan hubungan antara untuk mengembangkan kondisi anak dirumah sakit dan di rumah,walaupun waktu tertentu anak di rumah sakit menjadi prioritas utama. e. Menghadapi stressor dengan positif Keluarga harus mencegah adanya penumpukan stress yang ada pada keluarga dengan mengembangkan koping yang positif, yaitu kearah pemecahan masalah. Hal ini dapat dilakukan adalah dengan mengklarifikasi masalah dan tugas yang dapat dikelola, dan dapat menurunkan reaksi emosi. Untuk itu penting sekali adanya kenyakinan spiritual keluarga yang menguatkan harapan dan kenyakinan untuk memecahkan setiap masalah secara positif. f. Membantu keluarga untuk mengelola perasaan yang ada Orang tua harus belajar mengelola perasaan anggota keluarga. Cara yang dapat dilakukan adalah mengidentifikasi perasaan, mencari dukungan positif. Apabila ada kelompok orang tua yang mempunyai masalah anak yang sama, hal ini sangat membantu sebagai tempat berbagi perasaan dan pengalaman. g. Mendidik anggota keluarga yang lain tentang kondisi anakyang sedang sakit Orang tua harus memiliki pemahaman yang tepat tentang kondisi anak, sehingga dapat memberikan pengertian pada anggota keluarga yang lain tentang kondisi anaknya yang sakit dan memiliki koping yang positif. Jawab pertanyaan anak sesuai kepastiannya untuk dapat di mengerti, tetapi harus jujur dan buat diskusi dengan keluarga tentang maalah yang berhuungan.

h. Mengembangkan sistem dukungan sosial Upaya ini dapat dilakukan dengan cara membuat jaringan kerja sama dengan anggota keluarga yang lain, kerabat, atau kawan. Dan menggunakan jaringan kerja sama sebagai sumber pemecahan masalah. B. Konsep Hospitalisasi 1. Pengertian Hopitalisasi Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah. Selama proses tersebut, anak dan orang tua harus dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh stress (Wong, 2000). Penyakit dan hospitalisasi sering kali menjadi krisis pertama yang harus dihadapi anak. Anak-anak sangat rentang terhadap krisis penyakit dan hispitalisasi kerena stress akibat perubahan dari keadaan sehat biasa dan rutinitas lingkungan, dan anak memiliki jumlah mekanisme koping yang terbatas untuk menyelesaikan stressor (kejadian-kejadian yang menimbulkan stres). Stres utama dari hospitalisasi adalah perpisahan, kehilangan kendali, secara tubuh dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis-krisis tersebut dipengaruhi oleh usia perkembangan mereka, pengalaman mereka sebelumnya dengan penyakit, perpisahan atau hospitalisasi. 2. Efek hospitalisasi terhadap anak Anak-anak dapat bereaksi terhadap stres hospitalisasi sebelum mereka masuk, selama hospitalisasi, dan setelah pemulangan. Konsep sakit yang dimiliki anak bahkan

lebih penting dibandingkan usia dan kematangan intelektual dalam memperkirakan tingkat kecemasan sebelum hospitalisasi ( carson, Grafley, dan council, 1992 ; clatworty,simon dan tiedeman, 1999). a. Faktor resiko individual Sejumlah faktor resiko membuat anak-anak tertentu lebih rentan terhadap stress hospitalisasi dibandingkan dengan lainnya. Mungkin kerena perpisahan merupakan masalah penting seputar hospitalisasi bagi anak-anak yang lebih mudah, anak yang aktif dan bekeinginan kuat cenderung lebih baik ketika dihospitalisasi bila dibandingkan anak yang pasif. Akibatnya, perawat harus mewaspadai anak-anak yang menerima secara pasif semua perubahan dan permintaan, anak ini dapat memerlukan dukungan yang lebih banyak dari pada anak yang lebih aktif. b. Perubahan pada populasi pediatrik Saat ini populasi pediatrik dirumah sakit mengalami perubahan drastis, meskipun terdapat kecenderungan memendeknya lama rawat. Sifat dan kondisi anak kecenderungan bahkan mereka aakan mengalami prosedur yang lebih invasif dan traumatik pada saat mereka di hospitalisasi. Faktor inilah yang membuat mereka lebih rentang terhadap dampak emosional dari hospitalisasi dan enyebabkan kebutuhan mereka menjnadi berbeda. Perhatikan pada tahun-tahun sekarang telah berfokus pada peningkatan jumlah pada anak-anak yang tumbuh dirumah sakit ( Britton dan Johnton, 1993 ), rencana pemulangan menjadi lama karena kompleknya asuhan medis dan keperawatan. Tanpa perhatian yang khusus yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan psikososial dan perkembangan anak di lingkungan rumah sakit.

3. Dampak Hospitalisasi Hospitalisasi atau sakit dan dirawat dirumah sakit bagi anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan tidak aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit dan pengobatan. Penyebab anak stres meliputi psikososial (berpisah dengan orang tua, keluarga lain, teman dan perubahan peran), fisiologis (kurang tidur, perasaan nyeri, imobilisasi dan tidak mengontrol diri), lingkungan asing (kebiasaan sehari-hari berubah) Reaksi orang tua, kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan dan dampak terhadap masa depan anak, frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan pengobatan serta tidak familernya peraturan rumah sakit 4. Keuntungan Hospitalisasi Meskipun hospitalisasi dapat dan biasa menimbulkan stres bagi anak-anak, tetapi hospitalisasi juga bermanfaat. Manfaat yang paling nyata adalah pulih dari sakit, tetapi hospitalisasi juga dapat memberi kesempatan pada anak-anak untuk mengatasi stres dan merasa kompoten dalam kemampuan koping mereka. 5. Reaksi anak terhadap proses hospitalisasi perkembangan adalah : Menurut supartini (2002) reaksi anak yang dirawat dirumah sakit sesuai tahapan a. Masa bayi (0-1 tahun) Masalah utama yang terjadi adalah karena dampak perpisahan dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya diri dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dari enam bulan tejadi stranger anxiety atau cemas apabila, berhadapan dengan orang

yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang muncul pada anak usia ini adalah menangis, marah dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan merasa cemas karena perpisahan dan prilaku yang ditunjukkan adalah dengan menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan exspresi wajah yang tidak menyenangkan. b. Masa toddler (2-3Tahun) Anak usia toddler biasanya bereaksi terhadap hospitalisasi terhadap sumber stress yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon prilaku anak sesuai dengan tahapannya, yaitu tahap proses, putus asa dan pengingkaran. Pada tahap pengingkaran, prilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tua, atau menolak perhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap putus asa, prilaku yang ditunjukkan adalah, menangis berurang, anak tidak akatif, kurang menunjukkan minat, untuk bermain dan makan, sedih, apatis. Pada tahap pengingkaran prilaku yang ditunjukan adalah secara sama, mulai menerima perpisahan, membina hubungan secara dangkal dan akan memulai menyukai ligkungan. Oleh karena adanya pembatasan pergerakannya anak akan kehilangan kemampuannya untuk mengontrol diri dan akan menjadi tergantung pada lingkungannya. Akhirnya, anak akan kembali mundur pada kemampuan sebelumnya atau regresi. Prilaku yang dialami atau nyeri yang dirasakan karena mendapatkan tindakan yang invasif seperti injeksi, infus, pengambilan darah, anak akan menangis, menggigit bibir dan memukul. Walaupun demikian anak dapat menunjukkan lokasi rasa nyeri dan mengkomunikasikan rasa nyerinya.

c. Masa prasekola (3-6Tahun) Perawatan anak dirumah sakit memaksakan untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman. Penuh kasih sayang dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia pra sekolah ialah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara berlahan, dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan, perawatan di rumah sakit juga membuat anak kehilangan kontrol dirinya. Perawatan anak dirumah sakit juga mengharuskan adanya pemabatasan aktifitas anak sehingga anak merasa kan kehilangan kekuatan diri. Perawatan anak dirumah sakit sering diekspresikan anak pra sekolah sebagai hukuman sehingga anak merasa malu dan takut, bersalah. Ketakutan anak terhaadap perlukaan, muncul karena anak menganggap atau tindakan dan prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbukan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama terhadap perawat dan ketergantungannya terhadap orang tua. d. Masa sekolah (6-12 Tahun) Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak berpisah dengan lingkungan yang dicintainya yaitu keluarga dan kelompok sosialnya dan menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol dan juga terjadi dirawat di rumah sakit karena adanaya pembatasan aktifitas. Kehilangan kontrol tersebut berdampak terhadap perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya, karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan karena adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap adanya perlakuan fisik atau nyeri yang ditunjukkan ekspresi verbal maupun non verbal,

karena anak sudah mengkontaminasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol perlakuan jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan memegang sesuatu dengan erat. e. Masa remaja (13-18 Tahun) Anak usia remaja mengekspresikan perawatan di rumah sakit mengakibatkan timbulnya perasaaan cemas karena berpisah dengan teman sebayanya. Dan anak remaja begitu percaya dan sering kali terpengaruh terhadap teman sebayanya. Apabila dirawat di rumah sakit anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas karena perpisahan itu. Pembatasan aktifitas di rumah sakit membuat anak kehilangan kontrol dirinya dan menjadi tergantung pada keluarga atau petugas kesehatan di rumah sakit. Reaksi yang timbul akibat pembatasan aktifitas ini adalah dengan menolak tindakan dan perawatan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau kooperatif terhadap petugas atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien, dan petugas kesehatan. Perasaan sakit karena perlakuan atau pembedahan menimbulkan respon anak bertanya-tanya menarik diri dari lingkungan, dan menolak kehadiran orang lain. 6. Respon orang tua terhadap proses hospitalisasi Respon keluarga yaitu suatu reaksi yang diberikan keluarga terhadap keinginan untuk menanggapi kebutuhan yang ada pada dirinya (kotler 1988). Perawatan anak dirumah sakit tidak hanya menimbulkan stress pada orang tua. Orang tua juga merasa ada sesuatu yang hilang dalam kehidupan keluarganya, dan hal ini juga terlihat bahwa perawatan anak selama dirawat di rumah sakit lebih banyak menimbulkan stress pada orang tua dan hal ini telah banyak dibuktikan oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Dan dari hal ini, timbul

reaksi dari strees orang tua terhadap perawatan anak yang dirawat di rumah sakit yang meliputi (Supartini, 2000). 1. Kecemasan, ini termasuk dalam kelompok emosi primer dan meliputi perasaan waswas, bimbang, kuatir, kaget, bingung dan merasa terancam. Untuk menghilangkan kecemasan harus memperkuat respon menghindar. Namun dengan begitu hidup orang itu akan sangat terbatas setelah beberapa pengalaman yang menyakitkan. 2. Marah, dalam kelompok amarah sebagai emosi primer termasuk gusar, tegang, kesal, jengkel, dendam, merasa terpaksa dan sebagainya. Ketidakmampuan mengatasi dan mengenal kemarahannya sering merupakan komponen dari penyesuaian diri dan hal ini merupakan sumber kecemasan tersendiri. Untuk orang seperti ini, pelatihan ketegasan dapat membantu : dianjurkan untuk mngungkapkan perasaan marah secara tegas dan jelas bila perasaan diungkapkan dengan baik, jelas, dan tegas. Bila kita berbagi perasaan maka hal ini dapat menguatkan relasi, isolasi dan mengangkat harga diri. Sebaliknya ada orang yang terlalu banyak dan tidak dapat mengerem luapan amarahnya sehingga mereka menggangu orang lain. 3. Sedih, dalam kelompok sedih sebagai termasuk emosi primer termasuk susah, putus asa, iba, rasa bersalah tak berdaya terpojok dan sebagainya. Bila kesedihan terlalu lama maka timbulah tanda-tanda depresi dengan triasnya: rasa sedih, putus asa sehingga timbul pikiran lebih baik mati saja. Depresi bisa terjadi setelah mengalami kehilangan dari sesuatu yang sangat disayangi, pengalaman tidak berdaya sering mengakibatkan depresi. 4. Stressor dan reaksi keluarga sehubungan denagn hospitalisasi anak, jika anak harus menjalani hospitalisasi akan memberikan pengaruh terhadap anggota keluarga dan fungsi keluarga (Wong dan Whaley, 1999). Reaksi orang tua dipengaruhi oleh tingkat keseriusan

penyakit anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan hospitalisasi, prosedur pengobatan kekuatan ego individu, kemampuan koping, kebudayaan dan kepercayaan. 7. Kepuasan pelanggan Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan kebutuhan pelanggan dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelanggan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan pelayanan yang lebih baik, lebih efesien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayangan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efesien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayan terhadap populasi sasaran (Triajmojo, 2006). Dalam rangka mengembangkan mekanisme pemberian pelayan yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan, perlu mengetahui apa yang diperlukan pelanggan tentang jenis, bentuk dan orang yang memberi pelayanan. a. Mengukur kepuasan pelanggan di rumah sakit Kepuasan pelanggan adalah indikator pertama dari standar suatu rumah sakit dan merupakan suatu ukuran mutu pelayanan. Kepuasan pelanggan yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi propitabilitas rumah sakit, sedangkan sikap karyawan terhadap pelanggan juga akan berdampak terhadap

kepuasan pelanggan dimana kebutuhan pelanggan dari waktu kewaktu akan meningkat, begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan yang diberikan. Kepuasan pelanggan, sangat berhubungan dengan kenyamanan, keramahan, dan kecepatan pelayanan. Kepuasan pelayanan merupakan indikator yang berhubungan dengan jumlah keluhan pelanggan atau keluarga, kritik dalam kolom surat pembaca, pengaduan mal praktek, laporan dari staf medik dan perawatan dan sebagainya. Bentuk kongkret untuk mengukur kepuasan pelanggan rumah sakit, dalam seminar survei kepuasan pelanggan di rumah sakit, Junadi (2007), mengemukakan ada empat aspek yang dapat diukur yaitu : kenyamanan, hubungan pelanggan dengan petugas, kompetensi petugas dan biaya. 1. Kenyaman, aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi rumah sakit, kebersihan, kenyaman ruangan,makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah,kesegaran ruangan dan lain-lain. 2. Hubungan, pelanggan dengan petugas rumah sakit, dapat dijabarkan dengan pertanyaan yang menyangkut keramahan, informasi yang diberikan, sejauh mana tingkat komunikasi, response, support, seberapa tanggap dokter/perawat diruangan IGD, rawat jual, rawat inap, farmasi, kemudahan dokter/perawat dihubungi, keteraturan pemberian meal, obat, pengukuran suhu dan sebagainya.. 3. Kompetensi teknis petugas, dapat dijaarkan dalam pertanyaan kecepatan pelayanan pendaftaran, keterampilan dalam menggunakan teknologi, pengalaman petugas medis, gelar medis yang dimiliki, terkenal, keberanian mengambil tindakan,dan sebagainya.

4. Biaya, dapat dijabarkan dalam pertanyaan kewajaran biaya, kejelasan komponen biaya, biaya pelayanan, pembandingan dengan rumah sakit sejenis lainnya, tingkat masyarakan yang berobat, ada tidaknya keringanan bagi masyarakat miskin dan sebagainya. Kepuasan pelanggan mencerminkan mutu pelayanan rumah sakit. Dalam konsep quality assurance (QA), kepuasan pelanggan dipandang sebagai unsur penentu penilaian baik buruknya sebuah rumah sakit. Unsur penentu menyadari empat komponen yang mempengaruhi kepuasan adalah : aspek klinis, efisiensi dan efektifitas dan keselamatan pelanggan. Aspek Klinis,merupakan komponen yang menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terkait medis dengan teknis medis. Efesiensi dan Efektivitas, menunjukkan pada pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagosa dan terapi yang berlebihan. Aspek keselamatan pelanggan, adalah upaya perlindungan pelanggan dari halhal yang dapat membahayakan keselamatan pelanggan, seperti jatuh, kebakaran dan lainlain. Kepuasan pelanggan, sangat berhubungan dengan kenyamanan, keramahan dan kecepatan pelayanan.. http://cokroaminoto.blogetery.com/2008/08/28/meningkatkan-kepuasan-pelayanan-kepadapelanggan-sebuah-tinjauan-manajemen-di-rumah-sakit-respon-untuk-dodo/ 5. Peran perawat dalam hospitalisasi Perawat sangat berperan dalam hospitalisasi,dimana perawat merupakan suatu sentral dalam pelayanan sehat sakit. Fungsi peralatan kesehatan keluarga tidak hanya merupakan suatu fungsi yang mendasar dan vital, melainkan fungsi yang memangku suatu fokus dalam keluarga-keluarga yang sehat dan berfungsi dengan baik. Signifikasi dari fungsi yang efektif dalam bidang ini menyatakan semakin banyak keluarga menjalankan

fungsi yang vital kepada anggota keluarganya secara sukses, semakin kuat fungsi keluarga itu ( Friedman, 1998 ). Peran perawat dalam hospitalisasi adalah sebagai pelaksana kesehatan, pendidik, administrasi, peneliti, konseling ( Friedman 1998 ). 1. Peran sebagai pelaksana keperawatan Yaitu seluruh kegiatan upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan perawat dalam meningkatkan pelayanan dirumah sakit dan perawat dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab dalam memberikan asuhan keperawatan dari melakukan pengkajian, menyusun rencana keperawatan sesuai diagnosa keperawatan, melaksanakan intervensi sampai pada mengevaluasi dan mendokumentasikan secara tertulis kepada rekam medik setiap selesai melaksanakan tugas. 2. Peran sebagai pendidik Dalam memberikan pendidikan dan pemahaman kepada individu, keluarga, kelompok dan rumah sakit secara terorganisir dalam rangka menanamkan prilaku seperti yang diharapkan untuk meningkatkan tingkat kesehatan yang optimal. Pengajaran yang dilakukan bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, fokus pengajaran dapat berbentuk : penamaan perilaku sehat meningkatkan nutrisi dan diit olahraga, pengelolaan stress pendidikan tentang proses penyakit dan peningnya pengobatan lanjutan, pentingnya tentang penggunaan obat dan pendidikan tentang keperawatan mandiri.

5. Peran sebagai administrasi Perawat kesehatan diharapkan dapat mengelola berbagai kegiatan pelayanan kesehatan sesuai dengan beban petugas dan tanggung jawab yang diemban kepadanya. Tanggungjawabnya adalah melakukan pengelolahan terhadap suatu permasalahan, mengambil keputusan dalam pemecahan masalah, pengelolaan tenaga, membuat mekanisme kontrol, kerja sama lintas sektoral dan lintas program, bersosialisasi dengan masyarakat. 6. Peran sebagai konseling Perawat kesehatan merupakan tempat bertanya oleh individu, keluarga, kelompok masyarakat untuk memecahkan berbagai persoalan dan masalah keperawatan yang mereka hadapi. Peran ini dapat dihadapi dengan konsultasi dengan petugas kesehatan, sebagai konseling perawat menjelaskan kepada pasien aktifitas keperawatan diri, menilai apakah klien memahapi hal-hal yang dijelaskan dan mengevaluasi kemajuan dalam pembelajaran. Perawat menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan klien serta melibatkan sumber-sumber yang lain, misalnya keluarga dalam pengajaran yang direncanakannya (Pery dan Poter, 2005). 7. Perawat sebagai peneliti Yaitu melakukan identifikasi terhadap fenomena yang terjadi dimasyarakat yang dapat berpengaruh pada penurunan kesehatan, selanjutnya penelitian dilaksanakan dalam kaitannya untuk menemukan faktor yang menjadi pencetus atau penyebab terjadinya permasalahan tersebut melalui penelitian dan hasil dari penelitian diaplikasikan dalam praktek keperawatan.