BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil devisa dari sumber hayati perikanan Indonesia. Menurut James (1989) ikan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

BAB I PENDAHULUAN. misalnya sebagai lauk pauk, hal ini karena rasanya yang enak dan memiliki nilai. pangan juga tidak jauh berbeda (Hadiwiyoto, 1993).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan Tuna terhadap Karakteristik Hedonik Kue Bagea Khas Gorontalo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Sheedy (2006), klasifikasi ilmiah ikan Tenggiri yaitu :

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

Uji Organoleptik Ikan Mujair

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi terhambat dan menyebabkan rickets, sedangkan kekurangan. kalsium pada kelompok dewasa akan menyebabkan Osteoporosis yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kurang optimal. Oleh karena itu, pemenuhan zat gizi harus benar benar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB I PENDAHULUAN. hasil laut yang berlimpah terutama hasil tangkapan ikan. Ikan merupakan sumber

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah mempunyai banyak dampak pada manusia dan lingkungan antara lain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tempe merupakan makanan khas Indonesia yang cukup populer dan

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KERUPUK UDANG ATAU IKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beras bahan makanan yang dihasilkan oleh padi. Meskipun sebagai bahan

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

Natallo Bugar dan Hermansyah, Uji Sensoris Pada Pembuatan Mie Basah Dengan Penambahan Surimi

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam merupakan salah satu komoditas ikan yang dikenal sebagai

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. bisnis ikan air tawar di dunia (Kordi, 2010). Ikan nila memiliki keunggulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Dari sekian

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Gambar 1. Ikan Jangilus (Istiophorus sp.) Sumber : anekailmu48.blogspot.com

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan vitamin dan mineral yang diperoleh dari buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 5,04 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 170 ribu ton per tahun (BPS, 2007). Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kurangnya pemanfaatan kijing dikarenakan belum terdapatnya informasi dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Bidang teknologi pangan terus mengalami perkembangan dari tahun ke

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Llatar Belakang, (2) Identifikasi

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. energi untuk kepentingan berbagai kegiatan dalam kehidupan. Bahan makanan terdiri

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

PENDAHULUAN. yaitu kerupuk berbahan baku pangan nabati (kerupuk singkong, kerupuk aci,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. vitamin dan mineral, sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tuna Ikan tuna (Thunnus sp) tergolong ikan berkualitas baik dan merupakan penghasil devisa dari sumber hayati perikanan Indonesia. Menurut James (1989) ikan tuna mempunyai ciri-ciri: tubuh kaku, sirip belakang kecil dan tubuh panjang. Ikan tuna termasuk keluarga Scombridae, bentuk tubuhnya memanjang seperti cerutu atau torpedo, mempunyai dua sirip punggung, sirip depan biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang, serta mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung dan dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung hypural. Menurut Syafei et al (1989) dalam Maulida (2005), klasifikasi dan identifikasi ikan tuna adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Teleostei Subkelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Subordo : Scombroideae Famili : Scombroidae Genus : Thunnus Spesies : Thunnus albacares Genus ikan ini terdiri atas beberapa spesies, antara lain Thunnus albacares yang paling banyak terdapat di perairan Indonesia. Jenis ini dikenal dengan sebutan tuna atau yellow fin tuna. Ikan ini memiliki cirri-ciri yaitu badan memanjang, bulat

seperti cerutu dan termasuk jenis ikan buas dan bersifat predator. Panjang tubuh dapat mencapai 195 cm, namun umumnya 50-150 cm (Maulida, 2005). Hidup bergerombol kecil (schooling) pada waktu mencari makan. Ikan yellow fin tuna (Thunnus albacares) yang terlihat pada Gambar 1, tergolong ikan perenang cepat, memiliki dua sirip punggung. Sirip depan biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang, pada bagian punggung berwarna biru kehitaman dan berwarna keputihputihan pada bagian perut (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001). Gambar 1. Ikan Yellow Fin Tuna (Thunnus albacares) Ikan tuna (Thunus sp) dapat diolah menjadi beberap produk yang bernilai eknomis tinggi, seperti tuna loin, tuna kaleng, tuna saku, dan lain-lain. Dari pengolahan tersebut dihasilkan limbah berupa kepala, ekor, sirip, tulang, isi perut dan daging merah. 2.2 Limbah Hasil Perikanan Limbah merupakan suatu hasil sampingan yang kurang berharga bahkan merupakan suatu masalah di dalam suatu industri. Menurut Moeljanto (1992) dalam Maulida (2005) limbah perikanan adalah ikan yang terbuang, tercecer dan sisa olahan yang pada suatu saat di tempat tertentu belum dapat dimanfaatkan secara ekonomis.

Jenis limbah dan hasil samping dapat dikelompokkan secara umum menjadi 4 kelompok (Moeljanto, 1992) yaitu : 1. Hasil samping pada penangkapan suatu spesies atau sumber daya misalnya ikan rucah pada penangkapan udang dan ikan cucut pada penangkapan tuna; 2. Sisa pengolahan seperti bagian kepala, tulang, sisik, sirip, isi perut dan daging merah; 3. Surplus dari tangkapan (glut); 4. Sisa distribusi. Limbah pengolahan tuna dihasilkan pada pengolahan pengalengan, pembekuan atau pengolahan tradisional. Umumnya industri pengolahan tuna menghasilkan limbah industri yang cukup besar pada beberapa pusat pengolahan, karena tuna termasuk komoditas penting setelah udang (Ilyas dan Suparno, 2001). Limbah tersebut berupa limbah padat, minyak, air sisa pemasakan dan lain-lain. 2.3 Tulang Ikan tuna Tulang ikan merupakan salah satu limbah hasil pengolahan perikanan yang dapat dimanfaatkan sebagai tepung untuk bahan pangan. Pemanfaatan tepung tulang ikan dapat dilakukan dalam bentuk pengayaan (enrichment) sebagai salah satu upaya fortifikasi zat gizi dalam makanan. Di Jepang pemanfaatan tulang ikan dilakukan untuk memproduksi kalsium dalam bentuk tepung tulang yang dapat dikonsumsi manusia (Nabil, 2005). Tulang ikan banyak mengandung kalsium dalam bentuk kalsium fosfat sebanyak 14% dari total susunan tulang. Bentuk kompleks kalsium fosfat ini terdapat pada tulang dan dapat diserap oleh tubuh dengan baik sekitar 60-70 % (Subangsihe, 1996).

Komponen kalsium pada tulang ikan tuna sangat tinggi, disamping lemak dan protein. Salah satu upaya untuk menghilangkan lemak atau meminimumkan lemak pada tulang ikan agar produk tidak mudah tengik dan tidak berbau adalah dengan menggunakan asam (Nurhayati, 1994). Potensi tulang ikan sampai saat ini memang belum dapat dioptimalkan di Indonesia. Produk olahan tulang ikan tuna hanya digunakan sebatas pada pemenuhan pakan ternak saja belum merambah di bidang pangan. Padahal sebagai negara yang memiliki sumber daya perikanan yang melimpah, Indonesia banyak sekali menghasilkan berbagai macam produk olahan tulang ikan yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber kalsium utama yang lebih terjangkau ketimbang sumber kalsium lain. Presentase hasil sampingan tulang ikan tuna (yellow fin) hasil pemisahan dari daging pada mesin pemisah daging-tulang ikan tuna mencapai 13%. Tulang ikan tuna yang merupakan bahan dasar tepung tulang ikan tuna bisa diperoleh dari pabrikpabrik pengolahan ikan tuna atau dari rumah-rumah makan (Purbayanto, 2008). Tulang ikan tuna bisa diperoleh dengan harga yang murah dan jumlah yang berlimpah sebab tulang ikan tuna merupakan hasil sampingan dari proses pengolahan ikan oleh mesin pemisah tulang ikan (Mulia, 2005). Tahlib (2009), menyatakan bahwa dalam 100 gram tepung tulang ikan tuna (yellow fin) terdapat kalsium 13.19%, protein 26%, lemak 5%, fosfor 10.25%, zat besi 0.03%, natrium 0.36% dan mineral lainnya. Dengan adanya kalsium dan fosfor dalam jumlah mencukupi, maka penyakit degeneratif karena kekurangan kalsium dan fosfor yakni osteoporosis dapat dicegah (Syahroni, 2008).

Berdasarkan uraian di atas maka dibutuhkan sebuah inovasi baru bahan makan yang menggunakan bahan baku dasar lokal sekaligus memiliki kandungan gizi tinggi, khususnya kalsium guna mencegah osteoporosis. Penambahan tepung tulang ikan tuna sebagai bahan baku utama dalam produk makanan akan memberikan banyak dampak positif. 2.4 Kalsium Kalsium adalah mineral yang sangat penting bagi tubuh manusia. Salah satu fungsinya adalah membentuk tulang dan menjaganya agar tetap kuat, tetapi fungsi kalsium bukan hanya untuk tulang, 99% kalsium berada di tulang atau gigi sedangkan 1% sisanya bersikulasi dalam darah dan ini sangat penting dalam kehidupan dan kesehatan (Trilaksani, 2006). Studi ilmiah menunjukkan bahwa dari waktu ke waktu, hilangnya kalsium dari tulang dapat menyebabkan osteoporosis (penyakit tulang), kadang-kadang disebut tulang rapuh, yang dapat menyebabkan tulang tipis dan risiko yang lebih besar patah tulang (Weaver, 2006). Kekurangan kalsium jangka panjang dan pembekuan darah pada wanita menopause, dapat mendorong kearah osteoporosis, di mana tulang memburuk dan dan akhirnya tulang menjadi keropos (Richard, 2002). Semua orang membutuhkan kalsium untuk membangun dan menjaga tulang yang kuat, dan untuk fungsi tubuh yang normal. Tetapi beberapa orang berada pada risiko lebih besar untuk mendapatkan osteoporosis ketika semakin tua. Risiko lebih tinggi terjadi pada wanita dibandingkan pria, terutama wanita yang memiliki tulang yang lebih kecil. Untuk mengurangi risiko osteoporosis, setiap orang harus mengkonsumsi kalsium yang cukup selama masa kanak-kanak dan dewasa muda,

ketika massa tulang terbentuk. Sebagai orang dewasa, kalsium yang di makan membantu untuk menjaga massa tulang ketika tumbuh (Straub, 2007). 2.5 Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Tuna Tepung tulang ikan mempunyai nilai gizi yang tinggi, terutama kandungan kalsium dan fosfor (Nabil, 2005). Tepung tulang ikan tuna juga kaya akan vitamin dan protein serta mempunyai kandungan serat yang rendah (Trilaksani, 2006). Tepung tulang ikan tuna ini dikhususkan untuk konsumsi manusia, sehingga sangat memperhatikan sanitasi dan higiene pada proses pembuatannya, terutama alat pengolahan dan manusia sebagai pengolah. Bahan baku pembuatan tepung tulang ikan untuk konsumsi manusia berupa ikan tulang ikan tuna yang berasal dari pengolahan ikan tuna baik secara industri maupun rumah tangga. Ikan yang digunakan yaitu ikan yang masih segar dan belum mengalami pembusukan (Nabil, 2005). Tepung tulang ikan tuna dapat ditambahkan ke dalam suatu produk makanan, sehingga dapat meningkatkan kandungan gizi makanan tersebut (Maulida, 2005). Tepung tulang ikan belum banyak dimanfaatkan, mengingat pengolahan tepung tulang ikan belum banyak dilakukan oleh pabrik-pabrik pengolahan ikan (Agustin, 2003). Selama ini banyak pengolahan ikan atau limbah ikan hanya pada pemenuhan pakan ternak saja, belum merambah ke bidang pangan. Selain baik untuk kesehatan manusia, tepung tulang ikan tuna diharapkan juga menjadi suatu nilai tambah dalam mendukung program diversifikasi pangan (Mulia, 2004). Proses pengolahan tepung tulang ikan tuna diawali dengan tulang ikan dicuci untuk dibersihkan dari kotoran dan darah, tahap selanjutnya perebusan selama 12

jam (4 jam pertahap). Selesai direbus tulang ikan dicuci dengan air. Tulang ikan direndam dengan larutan jeruk nipis (1:9) selama 6 jam, kemudian tulang ikan dicuci dengan air. Tahap selanjutnya tulang ikan tersebut dikeringkan dalam autoclave selama 1 jam pada suhu 121 C. Fungsi dari proses ini adalah untuk mensterilkan tulang dari mikroba dan menghilangkan lemak yang terdapat pada tulang. Selain itu protein akan terdenaturasi dan menggumpal. Pemanasan ini juga bertujuan untuk mengempukkan tulang ikan sehingga mempermudah proses selanjutnya. Pengeringan dengan oven suhu ± 60 C selama 5 jam. Tahap selanjutnya adalah penggilingan dengan hammer mill. Langkah terakhir adalah pengayakan dengan ayakan berukuran 100 mesh (Maulida, 2005). Perusahaan di Amerika, International Seafood of Alaska (ISA) memproduksi tepung tulang ikan dengan harapan mengandung mineral seperti kalsium dan fosfor yang tinggi dan dapat digunakan sebagai bahan alam untuk mengatasi penyakit osteoporosis pada wanita. Kandungan gizi tepung tulang ikan produksi ISA tersebut disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan zat gizi tepung tulang ikan produksi ISA Zat Gizi Jumlah Kadar air 3.6% Kadar abu 33.1% Kadar lemak 5.6% Kadar protein 34.2% Kadar kalsium 11.9% Karbohidrat 23.5.% Sumber : Rans (2002) dalam Nabil (2005)

2.6 Kue Bagea Kue bagea adalah jenis kue tradisional khas Gorontalo, yang dimasak melalui proses pemanggangan. Kue bagea mempunyai ciri-ciri khusus yaitu bentuknya agak tebal, padat, renyah, dan rasanya agak manis. Industri kue bagea khas Gorontalo ini perkembangannya tidak terlalu pesat karena kurang mendapat dukungan dan perhatian dari pemerintah daerah sehingga produk ini belum dikenal luas oleh masyarakat dari daerah lain. Untuk memperoleh nilai gizi kue bagea yang cukup tinggi, dan memperkaya kandungan mineral berupa kalsium maka dilakukan penambahan tepung tulang ikan tuna kedalam produk kue bagea tersebut. Sehingga diharapkan dengan mengkonsumsi kue bagea yang ditambahkan tepung tulang ikan tuna menjadi sumber alternatif pemenuhan kalsium sehingga dampak defesiensi kalsium yang menimbulkan osteoporosis yang selama ini terjadi dapat teratasi. Kue bagea dapat dikategorikan sebagai jenis biskuit, dan berdasarkan SNI 01-2973-1992 Syarat dan mutu biskuit dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Syarat Mutu Biskuit (SNI 01-2973-1992) Kriteria Persyaratan Air Maksimum 5% Protein Maksimum 6% Lemak Maksimum 9,5% Karbohidrat Maksimum 70% Abu Maksimum 2 % Bau dan rasa Normal, tidak tengik Warna Normal Logam berbahaya Negatif Sumber : BSN

2.7 Penilaian Sensori (Organoleptik) Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan. Pengukuran terhadap nilai/tingkat kesan, kesadaran dan sikap disebut pengukuran subyektif atau penilaian subyektif. Disebut penilaian subyektif karena hasil penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku atau yang melakukan pengukuran (Rahayu, 2010). Menurut Soekarto (2008), Penilaian indrawi/0rganoleptik ada enam tahap yaitu pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut. Indra yang digunakan dalam menilai sifat indrawi suatu produk adalah : 1. Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan bentuk, berat jenis, panjang lebar dan diameter serta bentuk bahan. 2. Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis dan halus. 3. Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang menandakan produk tersebut telah mengalami kerusakan.

4. Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa, maka rasa manis dapat dengan mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah, rasa asam pada pinggir lidah dan rasa pahit pada bagian belakang lidah. Rangsangan penyebab timbulnya kesan dapat dikategorikan dalam beberapa tingkatan, yang disebut ambang rangsangan (threshold). Dikenal beberapa ambang rangsangan, yaitu ambang mutlak (absolute threshold) yaitu benda perangsang terkecil yang dapat menghasilkan kesan atau tanggapan, Misalnya konsentrasi yang terkecil dari larutan garam yang dapat dibedakan rasanya dari cairan pelarutnya yaitu air murni, ambang pengenalan (recognition threshold), meliputi pengenalan atau identifikasi jenis kesan, ambang pembedaan (difference threshold) yaitu perbedaan terkecil dari rangsangan yang masih dapat dikenali. Besarnya ambang pembedaan tergantung dari jenis rangsangan, jenis penginderaan dan besarnya rangsangan itu sendiri (Kartika, 1988). 2.8 Metode Bayes Metode bayes merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan keputusan yang optimal (Marimin dan Maghfiroh 2010). Metode ini memberikan cara yang mendasar dalam memasukkan informasih eksternal ke dalam proses analisa data. Metode bayes untuk suatu analisis data digunakan untuk mempermudah pengambilan keputusan dari beberapa kriteria yang ada (Kismiantini, 2010).