BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Industri farmasi merupakan industri yang menyediakan ataupun memproduksi obat-obatan ataupun bahan baku pembuatan obat. Industri ini memiliki andil yang sangat besar terhadap kualitas kesehatan dalam suatu negara. Hal ini senada dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Maura Linda, Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang mengungkapkan bahwa industri farmasi (produksi obat dan vaksin) memiliki peran yang strategis dan penting untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat serta mempengaruhi ketahanan nasional. (www.biofarma.co.id, Agustus 2014) Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.1799/Menkes/XII/2010, Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi, pengemasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk didistribusikan. Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi. Adapun menurut SK Menkes RI No. 245//Menkes/SK/V/1990, persyaratan untuk memperoleh izin usaha antara lain : a. Merupakan badan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi. b. Memiliki rencana investasi. c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) d. Wajib memenuhi persyaratan (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB sesuai dengan ketentuan SK Menkes No.43/Menkes/SK/II/1988 e. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku, wajib mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga negara Indonesia, masing-masing sebagai penanggung jawab produksi dan penanggung jawab pengawasan mutu sesuai dengan CPOB. 1
f. Obat jadi yang diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan setelah memperoleh izin edar sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Produk utama dari industri farmasi di Indonesia adalah obat-obatan. Jenis obat-obatan yang diproduksi oleh perusahaan farmasi di Indonesia meliputi obat generic, obat nama dagang (branded generic), obat lisensi dan obat tradisional/jamu (herbal medicine). Sedang menurut cara distribusi atau ijin peredarannya, obat-obatan di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori sebagai berikut : a. Daftar Obat G : dimana pemakaian obat harus dengan resep dokter b. Daftar Obat W : pemakaian umum tetapi peredarannya terbatas, dan c. Daftar Obat Umum : penjualan dan pemakaian secara umum. Perusahaan yang terdaftar pada sub-sektor farmasi di Bursa Efek Indonesia sendiri ini antara lain : 1. PT. Darya Varia Laboratoria Tbk.(DVLA) 2. PT.Indofarma (Persero) Tbk. (INAF) 3. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. (KAEF) 4. PT. Kalbe Farma Tbk. (KLBF) 5. PT. Merck Tbk. (MERK) 6. PT. Pyridam Farma Tbk. (PYFA) 7. PT. Schering Plough Indonesia Tbk. (SCPI) 8. PT. Industri Jamu & Farmasi Sido Muncul Tbk. (SIDO) 9. PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk. (SQBB) 10. PT. Tempo Scan Pasific Tbk. (TSPC) Sumber : www.idx.co.id (diakses tanggal 20 Februari 2014) 1.2. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi ini hampir semua negara menaruh perhatian besar terhadap pasar modal. Pasar modal memegang peranan penting bagi kebelangsungan 2
perekonomian negara. Hal ini dikarenakan pasar modal dapat menjalankan dua fungsi sekaligus, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Salah satu produk yang dipasarkan di pasar modal adalah saham. Para investor, selaku penanam modal tentu saja mengharapkan imbal hasil dari penanaman modal tersebut. Menurut Fahmi (2012:86) keuntungan memiliki saham adalah investor dapat memperoleh dividen dan memperoleh capital gain. Capital gain sendiri adalah keuntungan yang diperoleh pada saat saham yang dimilik tersebut di jual kembali pada harga yang lebih mahal. Kemudian untuk penelitian ini, peneliti hanya membatasi pada harga saham dikarenakan tidak semua perusahaan selalu memberikan dividen setiap tahun. Tabel 1.1 Perkembangan Industri Farmasi (dalam milliar) 2009 2010 2011 2012 2013 PMA 1183.1 793.4 1467.4 2769.8 3142.28 PMDN 5850.1 3266 2711.9 5069.5 8886.4 Sumber: data sekunder yang telah diolah Berdasarkan tabel 1.1. mengenai perkembangan industri farmasi, nilai investasi, baik yang berasal dari investor dalam negeri dan luar cenderung fluktuatif. Namun secara umum mulai tahun 2009-2013 nilai investasi mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa investor, baik dalam negeri ataupun luar negeri mulai meyakini bahwa industri farmasi memiliki potensi mendatangkan keuntungan di masa yang akan dating. Pemerintah Indonesia selaku pembuat kebijakan juga turut mendorong perkembangan sektor farmasi ini. Hal ini berdasarkan fakta dikeluarkannya kebijakan dari pemerintah berupa Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) melalui Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Sistem Asuransi Kesehatan Nasional. Dengan kebijakan ini tentu saja membuka peluang industri farmasi untuk mengembangkan serta lebih mengoptimalisasikan pangsa pasarnya. Tentu saja membutuhkan tambahan investasi dari para investor. Industri farmasi nasional mulai bersiap menghadapi Masyarakat Ekonomi 3
ASEAN yang akan diselenggarakan akhir tahun 2015. Hal ini tentu saja memaksa perusahaan farmasi nasional untuk mengembangkan pangsa pasar dan teknologi mereka agar bisa bersaing dengan perusahaan farmasi asing. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan farmasi membutuhkan tambahan dana untuk segera mempersiapkan diri. Menurut Sharpe et al dalam Fahmi (2012:11) karena umumnya investor menginginkan menempatkan investasi pada perusahaan yang bersifat profitable maka perlu kita pahami apa saja yang menyebabkan suatu perusahaan memiliki keuntungan dan bertahan dalam persaingan. Secara umum, suatu keuntungan perusahaan yang tahan lama dalam persaingan bisa datang dari salah satunya perusahaan yang memiliki paten dan rahasia-rahasia. Perusahaan yang dimaksudkan adalah perusahaan yang bergerak di sektor farmasi. Kemudian, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementrian Kesehatan, 96% bahan baku obat (BBO) masih didatangkan dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan industri farmasi dalam negeri. Hal ini menunjukkan potensi pasar obat di Indonesia belum dibarengi kemandirian memproduksi BBO. BBO sendiri adalah bahan yang diproses dan dikemas untuk kemudian menjadi obat jadi yang siap dipasarkan dan dikonsumsi. Oleh karena itu, dibutuhkan sinergi antara para stake holder yang saling mendukung dan berkomitmen kuat untuk mendorong tumbuhnya farmasi dalam memroduksi BBO. Berdasarkan peluang dan kenyataan yang ada, pasar industri farmasi masih sangat terbuka lebar. Baik bagi perusahaan yang bergerak di bidang farmasi maupun bagi para pelaku saham untuk menanamkan investasinya. Khususnya bagi para pelaku saham atau kemudian kita kenal sebagai investor, sebelum menanamkan uangnya di sektor ini, tentu saja harus melakukan analisis terlebih dahulu sebelum menanamkan uangnya. Secara umum, analisis yang biasa dilakukan oleh para investor ialah analisis teknikal dan analisis fundamental. Analisis teknikal adalah analisis yang menggunakan data perubahan harga di masa lalu sebagai upaya untuk memperkirakan harga sekuritas di masa yang akan datang, sedangkan analisis 4
fundamental adalah metode analisis yang didasarkan pada fundamental ekonomi suatu perusahaan. Teknik ini menitikberatkan pada rasio finansial dan kejadiankejadian yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kinerja perusahaan. Analisis fundamental sendiri adalah hal yang sangat mendasar dalam menentukan saham mana yang akan dibeli. Kemudian analisis fundamental sendiri terbagi atas 3 analisis utama yang harus dilakukan para investor. Ketiga analisis tersebut adalah analisis ekonomi makro, analisis industri dan analisis perusahaan. (Tandelilin 2010:338) Analisis ekonomi makro adalah analisis yang dilakukan untuk memprediksi kondisi ekonomi suatu negara secara keseluruhan. Kondisi ekonomi makro merupakan kondisi yang mempengaruhi operasi perusahaan sehari-hari (Kewal 2012). Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro di masa datang akan sangat berguna untuk pembuatan keputusan investasi yang menguntungkan. Oleh karena itu, investor harus mempertimbangkan kondisi ekonomi makro yang bisa membantu investor dalam membuat keputusan investasinya. Gejolak ekonomi makro dapat dilihat dari gejolak inflasi suatu negara. Inflasi yang terlalu tinggi akan menimbulkan kondisi yang menyulitkan para investor dan juga emiten. Gambar 1.1 Grafik Inflasi dan Harga Saham 0.3000 0.2500 0.2000 0.1500 0.1000 0.0500 0.0000 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Inflasi Harga Saham Sumber : data sekunder yang telah diolah Kemudian, analisis berikutnya adalah analisis industri, yaitu analisis yang meneliti bagaimana karakteristik industri itu, bagaimana kinerja perusahaan- 5
perusahaan dalam lingkungan industri itu sendiri. Untuk meneliti kinerja industri sendiri, investor dapat menganalisis melalui pendapatan penjualan industri tersebut. Menurut Deitiana (2011), pertumbuhan pendapatan penjualan mencerminkan manifestasi keberhasilan investasi periode masa lalu dan dapat dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan masa yang akan datang. Pertumbuhan pendapatan penjualan juga merupakan indikator permintaan dan daya saing perusahaan dalam suatu industri. Pertumbuhan pendapatan penjualan perindustrian yang meningkat mencerminkan pendapatan penjualan perusahaanperusahaan di dalam sektor industri turut meningkat. Dengan peningkatan penjualan tersebut, perusahaan mendapatkan pendapatan yang meningkat, sehingga kemampuan membayar deviden juga turut meningkat. Gambar 1.2 Grafik Growth dan Harga Saham 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 2008 2010 2012 2014 Growth Harga Saham Sumber : data sekunder yang telah diolah Analisis yang terakhir adalah analisis perusahaan. Analisis ini memudahkan investor untuk mengestimasi besarnya nilai intrinsik dari saham suatu perusahaan. Analisis perusahaan dilakukan dengan melihat laporan keuangan yang dimiliki oleh perusahaan yang tercermin dari informasi yang diperoleh dari neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas serta hal-hal lain yang turut mendukung sebagai penguat penilaian financial performance tersebut. Menurut Tandelilin (2010:374) instrumen yang paling mendasar dalam analisis ini adalah dengan melihat Earnings per Share. EPS menunjukkan besarnya laba bersih yang akan diterima oleh para pemegang saham. 6
Gambar 1.3 Grafik Earnings Per Share dan Harga Saham 3000.00 2000.00 1000.00 0.00 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 EPS Industri Farmasi Harga Saham Sumber : data sekunder yang telah diolah Beberapa penelitian pernah dilakukan sebelumnya untuk mengetahui pengaruh ketiga analisis tersebut terhadap harga saham. Penelitian yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Kimani (2013) yang meneliti bagaimana pengaruh inflasi terhadap performa saham objek yang diteliti. Inflasi dalam penelitian ini digunakan sebagai variabel dalam menganalisis ekonomi makro. Hasilnya inflasi secara signifikan mempengaruhi negatif kinerja saham. Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Iba dan Wardhana (2012) yang meneliti bagaimana pengaruh inflasi terhadap harga saham. Hasil yang diperoleh adalah inflasi signifikan mempengaruhi negatif pergerakan harga saham yang ditelitinya. Namun ternyata, hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Kewal (2012) yang mendapati hasil bahwa inflasi tidak mempengaruhi signifikan terhadap harga saham. Kemudian penelitian selanjutnya dilakukan oleh Deitiana (2011) yang melakukan penelitian pengaruh growth terhadap harga saham perusahaan yang listing di Indonesia. Growth dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur kinerja industri. Hasilnya menunjukkan bahwa growth tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham sektor perusahaan yang ditelitinya. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan Abadi et al (2012) yang melakukan penelitian terhadap pasar saham di Tehran. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa growth memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Wijaya (2014) juga menyatakan bahwa growth memiliki pengaruh terhadap harga saham. 7
Penelitian sebelumnya juga pernah dilakukan untuk mengetahui bagaimana kinerja perusahaan itu sendiri. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Hunjra (2014) yang meneliti pengaruh Earning per Share (EPS) terhadap harga saham. Hasil yang diperoleh adalah EPS memiliki pengaruh yang signifikan terhadap saham perusahaan non-finansial yang tergabung pada Bursa Efek Karachi. Penelitian lain juga dilakukan oleh Rusli (2011) yang juga meneliti EPS terhadap saham perusahaan manufaktur. Namun hasil yang berbeda didapatkan oleh Rusli, yang menyatakan bahwa EPS tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap saham sektor yang ditelitinya. Berdasarkan fenomena dan berbagai penelitian di atas, peneliti memutuskan untuk membuat penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Inflasi, Growth dan Earning Per Share terhadap Harga Saham (Studi Pada Perusahaan Sub- Sektor Farmasi yang Listing di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013) 1.3. Perumusan Masalah 1. Apakah Inflasi, Growth dan Earning Per Share secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan subsektor farmasi yang listing di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2013? 2. Apakah Inflasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan subsektor farmasi yang listing di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2013? 3. Apakah growth memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan subsektor farmasi yang listing di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2013? 4. Apakah Earning Per Share memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan subsektor farmasi yang listing di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2013? 1.4. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apakah Inflasi, Growth dan Earning Per Share secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan subsektor farmasi yang listing di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2013. 8
2. Untuk mengetahui apakah Inflasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan subsektor farmasi yang listing di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2013. 3. Untuk mengetahui apakah Growth memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan subsektor farmasi yang listing di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2013. 4. Untuk mengetahui apakah Earning Per Share memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan subsektor farmasi yang listing di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2013. 1.5. Kegunaan Penelitian Melalui peneltian ini, maka penulis mengharapkan dapat memberi manfaat yang berguna bagi berbagai pihak. Kegunaan penelitian ini antara lain : 1. Aspek Teoritis Secara ilmiah, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan positif terhadap ilmu keuangan yang berkaitan dengan pengaruh inflasi,growth dan earning per share terhadap harga saham. Selain itu penelitian ini diharapkan menjadi tambahan referensi bagi penelitian selanjutnya. 2. Aspek Praktis Dapat menjadi sumber informasi bagi para investor sebelum mengambil keputusan dalam menginvestasikan dananya di pasar modal secara umumnya dan di sektor farmasi secara khususnya. 1.6. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini disusun untuk memberikan gambaran umum mengenai penelitian yang dilakukan. Sistematika penulisan disusun sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada BAB I ini berisi gambaran umum objek penelitian, latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada BAB II berisi mengenai penelitian sebelumnya, landasan teori yang digunakan sebagai dasar dari analisis penelitian, ruang lingkup penelitian serta kerangka pemikiran BAB III METODE PENELITIAN Pada BAB III berisi mengenai objek penelitian, metode penelitian, jenis dan teknik pengumpulan data BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada BAB IV berisi pembahasan dari penelitian yang berupa analisa pengolahan data yang telah dilakukan dikaitkan dengan teori yang mendasarinya seperti yang telah dilakukan dikaitkan dengan teori yang mendasarinya seperti yang telah diuraikan dalam BAB II dan asumsi yang telah ditetapkan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada BAB V berisi rangkuman seluruh penelitian skripsi ini yang didapatkan dari pembahasan dan kemungkinan saran perbaikan ataupun pendapat yang dikemukakan terkait dengan hasil pengolahan data yang dikaitkan dengan teoriteori yang mendasarinya. 10