PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 15 PADANG TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Wina Novitasari 1), Suherman 2), Mirna 3) 1 ) FMIPA UNP : email: winanovitasari18@yahoo.com 2,3 )Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP Abstract Student s mathematics concept understanding will be better and more expand if the teacher prepare the learning that can developed student s concept understanding. But mathematics learning that happened in class X SMA Negeri 15 Padang couldn't expand student s mathematics concept understanding optimally. One of the solution for this problem is applying learning cycle model. This research was aimed to see student s mathematics concept understanding during learning cycle model was applied and to compare student s mathematics concept understanding who attend learning cycle model with students who attend conventional learning. Kind of this research was descriptive research and quasi experiment with statistic group design. Result of research indicated that student s mathematics concept understanding had increased during learning cycle model. Student s mathematics concept understanding who attend learning cycle model is better than students who attend conventional learning. Keywords - learning cycle, conventional learning, mathematics concept understanding. PENDAHULUAN Matematika sebagai ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi saat ini menggunakan pola pikir matematika. Oleh karena itu, matematika dalam kehidupan menjadi sangat penting. Matematika sekolah mempunyai peranan sangat penting bagi siswa supaya punya bekal pengetahuan dan untuk pembentukan sikap serta pola pikirnya [1]. Pada Standar Isi Mata Pelajaran Matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah (dikdasmen) dinyatakan bahwa tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami konsep, penalaran, pemecahan masalah, komunikasi dan menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan [2]. Tujuan pembelajaran matematika ini menuntut guru untuk dapat memperhatikan kelima aspek tersebut, sehingga pada proses pembelajaran kelima aspek ini dapat terlaksana secara seimbang. Matematika tersusun secara sederhana dan sistematis, baik dari segi proses maupun bahasanya. Siswa yang dapat mengkomunikasikan ide atau gagasan matematisnya dengan baik cenderung mempunyai pemahaman yang baik terhadap konsep-konsep yang dipelajari dan mampu memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan konsep tersebut. Hal ini disebabkan karena kemampuan pemahaman konsep merupakan dasar untuk mencapai kemampuan matematika yang lebih tinggi, seperti penalaran, pemecahan masalah dan komunikasi. Pemahaman konsep dalam pembelajaran matematika mengharuskan siswa tidak sekedar mengenal dan mengetahui, tetapi mampu mengungkapkan kembali konsep yang telah dipelajari dalam bentuk yang lebih mudah dimengerti serta mampu mengaplikasikannya. Dengan demikian pembelajaran matematika tidak hanya untuk memberikan pengetahuan kepada siswa, akan tetapi untuk membantu siswa memahami konsep matematika dengan benar. Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas X SMA Negeri 15 Padang pada Tanggal 28 Agustus sampai dengan 7 September 2013, diperoleh informasi bahwa pembelajaran matematika di sekolah diawali dengan penjelasan materi oleh guru. Guru menjelaskan defenisi dan rumus-rumus yang berkaitan dengan topik yang dipelajari. Siswa mendengarkan, mencatat, serta mengerjakan latihan soal yang diberikan guru kemudian diakhiri dengan pemberian tugas. Selama pembelajaran berlangsung hanya sebagian kecil siswa yang aktif, siswa kurang berani untuk bertanya kepada guru jika mengalami kesulitan dalam belajar. Rasa tidak percaya diri dan takut ditertawakan temannya membayangi siswa sehingga lebih memilih diam dari pada bertanya. Siswa hanya menerima informasi dari guru tanpa berusaha untuk memahaminya, sehingga ketika guru menanyakan kembali mengenai konsep yang sedang dibicarakan, siswa tidak bisa menjawabnya dengan benar. Pemahaman konsep matematika yang masih rendah terlihat ketika siswa mengerjakan latihan pada materi mengubah pangkat negatif menjadi pangkat positif. Berikut ini adalah salah satu jawaban yang diberikan siswa. 60
Gambar 1. Contoh Jawaban Siswa A Pada Gambar 1 terlihat rendahnya pemahaman konsep matematika siswa. Siswa tidak dapat menyatakan ulang konsep eksponen (pangkat). Pada soal a, siswa menjawab, seharusnya adalah. Demikian juga dengan soal b dan c, siswa mengalami kekeliruan dalam mengubah bentuk pangkat negatif menjadi pangkat positif. Pada umumnya, siswa dalam menyelesaikan soal tersebut mengalami kesalahan yang sama seperti pada Gambar 1, hanya beberapa orang siswa yang dapat menyelesaikan dengan tepat dan benar. Hal ini terjadi karena siswa tidak memahami konsep dalam mengubah pangkat negatif menjadi pangkat positif dengan baik dan benar. Rendahnya pemahaman konsep juga terlihat ketika guru memberikan contoh soal yaitu sederhanakanlah dan nyatakan dengan bentuk positif, kemudian guru mengganti soal menjadi sederhanakanlah bentuk. Banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya, padahal dalam menyelesaikan soal tersebut langkahnya sama dengan langkah pada contoh soal sebelumnya. Siswa kesulitan dalam menyelesaikan soal yang berbeda dengan contoh soal yang diberikan oleh guru. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, terlihat bahwa pemahaman konsep matematika siswa masih rendah. Untuk itu perlu diterapkan model pembelajaran yang mendukung siswa mengembangkan pemahaman konsepnya. Salah satunya adalah dengan menerapkan model pembelajaran learning cycle. Learning cycle merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme. Model pembelajaran learning cycle memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat membangun dan mengoptimalkan pengetahuannya sendiri. Pada model pembelajaran learning cycle terdapat 5 fase pembelajaran. Pada fase pertama yaitu engagement, fase ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangkitkan dan mengembangkan minat dan keingintahuannya (curiosity) tentang topik yang akan diajarkan. Fase kedua yaitu exploration, siswa diberi kesempatan untuk bekerjasama dan bertukar pendapat dalam kelompok yang terdiri 4-5 orang yang mempunyai kemampuan heterogen. Pada fase ini siswa dapat menguji pengetahuan awal serta ide-ide yang telah mereka miliki. Guru membagikan LKS kepada setiap anggota kelompok yang berfungsi untuk menuntun siswa dalam menemukan dan memahami konsep-konsep matematika. Siswa bekerjasama dalam kelompok untuk memahami materi pelajaran dan mengerjakan tugas kelompok yang diberikan pada kelompok masing-masing. Fase ketiga yaitu explanation, siswa diberi kesempatan untuk menjelaskan suatu konsep yang telah dibahas saat diskusi dengan kalimat atau pemikirannya sendiri, siswa lainnya mendengarkan secara kritis penjelasan dari antar siswa. Pada fase yang keempat elaboration, siswa sudah mampu menerapkan konsep dan keterampilan yang telah dipelajari dalam situasi baru dan konteks yang berbeda sehingga siswa memperoleh pembelajaran yang bermakna. Fase yang terakhir yaitu evaluation, pada fase ini akan diketahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap konsep matematika pada materi yang telah dipelajari [3]. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perkembangan pemahaman konsep matematika siswa kelas X SMA Negeri 15 Padang Tahun Pelajaran 2013/2014 selama diterapkan model pembelajaran learning cycle dan untuk mengetahui apakah pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran learning cycle lebih baik daripada pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggabungkan penelitian deskriptif dan penelitian kuasi eksperimen. Penelitian deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan perkembangan pemahaman konsep matematika siswa selama diterapkan model pembelajaran learning cycle. Sedangkan penelitian kuasi eksperimen digunakan untuk melihat pemahaman konsep matematika siswa pada kedua kelas sampel. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Static Group Design yang dapat dilihat pada tabel I berikut [4]. TABEL I RANCANGAN PENELITIAN STATIC GROUP DESIGN Kelas Sampel Treatment Posttest Kelas eksperimen X T Kelas control - T X : Model pembelajaran learning cycle T : Tes pemahaman konsep matematika Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 15 Padang Tahun Pelajaran 2013/2014. Pada penelitian ini dibutuhkan 2 kelas sampel, pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling) dengan pengundian. Pengundian dilakukan dengan cara mengambil gulungan kertas yang di dalamnya tertulis nama kelas X 1 sampai dengan X 9. Kelas hasil pengambilan pertama menjadi kelas eksperimen yaitu kelas X 9, sedangkan kelas hasil pengambilan kedua menjadi kelas kontrol yaitu kelas X 8. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. variabel bebas adalah perlakuan yang diberikan kepada siswa kelas sampel, 61
yaitu penerapan model pembelajaran learning cycle pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Variabel terikat adalah pemahaman konsep matematika siswa pada kedua kelas sampel. Jenis data dalam penelitian ini ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah data hasil kuis siswa pada setiap pertemuan dan pemahaman konsep siswa yang diperoleh dari hasil tes pemahaman konsep pada akhir penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini adalah nilai ujian semester I matematika siswa dan data jumlah siswa kelas X SMA Negeri 15 Padang tahun pelajaran 2013/2014. Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini maka instrumen yang digunakan adalah kuis pada setiap pertemuan dan tes pemahaman konsep matematika pada akhir penelitian. Kuis digunakan untuk mengetahui perkembangan pemahaman konsep matematika siswa selama diterapkan model pembelajaran learning cycle. Tes pemahaman konsep matematika digunakan untuk membandingkan pemahaman konsep matematika siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kuis dianalisis dengan menentukan rata-rata nilai kuis, persentase ketuntasan siswa, dan persentase jumlah siswa yang memperoleh skala 1, skala 2, skala 3, dan skala 4 sesuai dengan rubrik penilaian pemahaman konsep pada setiap pertemuan [5]. Tes pemahaman konsep dianalisis menggunakan uji t dengan bantuan software MINITAB [6]. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perkembangan pemahaman konsep matematika siswa dilihat dari hasil kuis yang diberikan di setiap akhir pertemuan. Soal kuis menggunakan indikator pemahaman konsep matematika siswa dan penskoran berdasarkan rubrik analitik. Perkembangan pemahaman konsep matematika siswa berdasarkan rata-rata nilai kuis dapat dilihat pada Tabel II berikut. TABEL II RATA-RATA NILAI KUIS SISWA Kuis I II III IV V VI Ratarata 83,33 87,20 86,75 89,96 81,12 93,15 Pada Tabel II dapat dilihat bahwa terjadinya peningkatan dan penurunan rata-rata nilai kuis siswa selama diterapkan model pembelajaran learning cycle. Rata-rata nilai kuis siswa meningkat pada kuis II, kuis IV, dan kuis VI, sedangkan pada kuis III dan kuis V mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena materi yang dipelajari pada kuis III dan kuis V memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi sehingga siswa kesulitan dalam membedakan konsep dasar tiap materi. Materi pada kuis III yaitu ingkaran dari suatu pernyataan majemuk dan pada kuis V yaitu nilai kebenaran dari pernyataan berkuantor yang himpunan semestanya diketahui. Perkembangan pemahaman konsep matematika siswa juga dapat dilihat dari persentase jumlah siswa yang tuntas untuk setiap kuis yang diberikan seperti pada Tabel III berikut. TABEL III PERSENTASE JUMLAH SISWA YANG TUNTAS PADA SETIAP KUIS Kuis I II III IV V VI Siswa yang 67,86 89,29 84 73,08 57,14 96,43 Tuntas (%) Pada Tabel III dapat dilihat bahwa terjadinya peningkatan dan penurunan ketuntasan siswa berdasarkan KKM yang di tetapkan sekolah yaitu 75. Ketuntasan siswa meningkat pada kuis II dan kuis VI. Sedangkan pada kuis III, kuis IV, dan kuis V mengalami penurunan. Pada kuis yang diberikan digunakan ketujuh indikator pemahaman konsep matematika siswa yang terdapat dalam Standar Isi Mata Pelajaran Matematika. Namun yang dianalisis untuk melihat perkembangan pemahaman konsep siswa pada masing-masing indikator hanya pada indikator yang berulang pada beberapa kuis dan juga disesuaikan dengan materi yang diberikan. Indikator tersebut adalah menyatakan ulang sebuah konsep, mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya, menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, serta menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu. Perkembangan pemahaman konsep matematika dianalisis berdasarkan skala pada rubrik penilaian pemahaman konsep yaitu skala 1, 2, 3, dan 4. Rata-rata pemahaman konsep matematika siswa untuk setiap indikator yang digunakan berdasarkan skala pada rubrik pemahaman konsep dapat dilihat pada Tabel IV. TABEL IV RATA-RATA PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA Indikator Rata-rata Pemahaman Konsep I II III IV V VI Matematika Indikator A 3,64 3,52 3,77 3,79 Indikator B 3,36 2,86 3,68 Indikator C 3,68 3,24 3,38 Indikator D 3,82 3,54 3,21 Indikator A : Indikator B : Menyatakan ulang sebuah konsep Mengklasifikasikan objek menurut sifatsifat tertentu sesuai dengan konsepnya Indikator C : Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis Indikator D : Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu Pada Tabel IV dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan dan penurunan rata-rata pemahaman konsep matematika siswa pada setiap indikator yang digunakan. Pemahaman konsep matematika siswa pada indikator A mengalami penurunan pada kuis III dan peningkatan pada kuis IV dan kuis VI. Pemahaman konsep matematika siswa pada indikator B mengalami penurunan pada kuis V dan peningkatan pada kuis VI. Hal ini terjadi karena siswa salah dalam menentukan nilai kebenaran dari pernyataan berkuantor yang himpunan semestanya diketahui. 62
Pemahaman konsep matematika siswa pada indikator C mengalami penurunan pada kuis III dan kuis VI. Hal ini terjadi karena pada kuis III dan kuis IV siswa banyak yang tidak tepat dalam merepresentasikan pernyataan majemuk yang diberikan ke dalam simbol logika matematika. Pemahaman konsep matematika siswa pada indikator D mengalami penurunan pada kuis II dan kuis V. Hal ini terjadi karena pada kuis II dan kuis V lebih membutuhkan ketelitian dalam menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu. Akan tetapi hampir semua rata-rata pemahaman konsep matematika siswa berada pada interval 3 sampai 4, kecuali pada indikator mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya di kuis V yaitu 2,86. Hal ini berarti siswa sudah dapat memahami konsep dengan baik dan benar. TABEL V INDIKATOR A Persentase (%) Kuis I 0 3,57 28,57 67,86 III 4 8 20 68 IV 0 11,54 0 88,46 VI 0 0 21,43 78,57 Berdasarkan Tabel V di atas dapat dilihat bahwa pada kuis III persentase siswa yang berada pada skala 3 mengalami penurunan, sedangkan skala 1 dan skala 2 mengalami peningkatan, ini disebabkan karena beberapa orang siswa ada yang tidak tepat dalam menentukan ingkaran dari suatu pernyataan majemuk. Pada kuis IV dan kuis VI persentase siswa yang memperoleh skala 1 adalah 0%, ini berarti tidak ada siswa yang tidak tepat dalam menyatakan ulang sebuah konsep. Sebagian besar siswa dari kuis I sampai dengan kuis VI berada pada skala 3 dan skala 4. Ini berarti sebagian besar siswa sudah mampu dalam menyatakan ulang sebuah konsep dengan benar. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep siswa pada indikator A mengalami peningkatan. TABEL VI INDIKATOR B Kuis Persentase (%) II 17,86 0 10,71 71,43 V 7,14 42,86 7,14 42,86 VI 0 3,57 25 71,43 Berdasarkan Tabel VI di atas dapat dilihat bahwa persentase siswa yang berada pada skala 2 meningkat pada kuis V, sedangkan persentase siswa yang berada pada skala 1, skala 3 dan skala 4 mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena siswa kurang tepat dalam menenentukan nilai kebenaran dari pernyataan berkuantor. Pada kuis VI persentase siswa yang berada pada skala 4 meningkat hingga 71,43% ini berarti sebagian besar siswa sudah mampu mengklasikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya secara tepat dan benar. Persentase siswa yang berada pada skala 1 pada kuis VI mengalami perurunan menjadi 0% ini berarti tidak ada siswa yang tidak tepat dalam mengklasikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya. Jadi dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan dan penurunan pemahaman konsep matematika siswa pada indikator ini yaitu menurun pada kuis V dan meningkat pada kuis VI. Sebagian besar siswa pada kuis II, kuis V, dan kuis VI berada pada skala 3 dan skala 4. Ini berarti sebagian besar siswa sudah mampu dalam mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya dengan benar. Berikut ini salah satu jawaban siswa yang tidak tepat dalam mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya. Diketahui pernyataan berkuantor eksistensial: merupakan bilangan ganjil. Tentukan nilai kebenarannya apabila himpunan semestanya adalah himpunan bilangan prima dari 0 10. Gambar 2. Jawaban Siswa B Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa siswa tidak tepat dalam mengklasifikasikan objek menurut sifar-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya. Hal ini disebabkan karena siswa salah dalam menentukan nilai kebenaran dari pernyataan berkuantor eksistensial yang diberikan. Dalam menjawab soal tersebut, siswa menggunakan konsep dari nilai kebenaran pernyataan berkuantor universal. TABEL VII INDIKATOR C Kuis Persentase (%) I 10,71 0 0 89,29 III 20 4 8 68 IV 15,38 0 15,38 69,23 Berdasarkan Tabel VII di atas, dapat dilihat bahwa persentase siswa yang berada pada skala 1 meningkat pada kuis III dari 10,71% pada kuis I menjadi 20% sedangkan persentase siswa yang berada pada skala 4 menurun dari 89,29% menjadi 68%. Hal ini terjadi karena beberapa orang siswa tidak tepat dalam menyajikan pernyataan majemuk yang diberikan ke dalam simbol logika matematika, begitu juga sebaliknya. Pada kuis IV persentase siswa yang berada pada skala 1 dan skala 2 menurun sedangkan persentase siswa yang berada pada skala 3 dan skala 4 meningkat. Jadi dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan dan penurunan pemahaman 63
konsep matematika siswa pada indikator ini yaitu menurun pada kuis III dan meningkat pada kuis IV. Sebagian besar siswa pada kuis I, kuis III, dan kuis IV berada pada skala 3 dan skala 4. Ini berarti siswa sudah mampu menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis dengan benar. TABEL VIII INDIKATOR D Kuis Persentase (%) I 0 0 17,86 82,14 II 7,14 3,57 17,86 71,43 V 3,57 28,57 14,29 53,57 Berdasarkan Tabel VIII di atas, dapat dilihat bahwa persentase siswa yang berada pada skala 4 mengalami penurunanan pada kuis II dan V yaitu dari 82,14% hingga 53,57%. Persentase siswa yang berada pada pada skala 1 dan skala 2 mengalami peningkatan pada kuis II. Pada kuis V persentase siswa yang berada pada skala 3 dan skala 1 menurun sedangkan skala 2 meningkat. Hal ini terjadi karena pada kuis V untuk menentukan nilai kebenaran dari pernyataan berkuantor yang himpunan semesta pembicaraannya diketahui, dalam menyelesaikannya beberapa orang siswa tidak menyubstitusikan himpunan semesta yang diberikan kedalam pernyataan berkuantor yang ada. Jadi dapat dikatakan bahwa terjadi penurunan pemahaman konsep matematika siswa pada indikator ini. Sebagian besar siswa pada I, kuis II, dan kuis V berada pada skala 3 dan skala 4. Ini berarti siswa sudah mampu dalam menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu dengan benar. Berdasarkan hasil analisis data dapat dilihat bahwa secara umum perkembangan pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen mengalami peningkatan selama diterapkannya model pembelajaran learning cycle. Setiap siswa diberi kesempatan bekerjasama dan bertukar pendapat dalam kelompok untuk menguji pengetahuan awal serta ide-ide yang mereka miliki. Banyaknya ide-ide yang muncul saat diskusi akan menambah pengetahuan dan pemahaman siswa sehingga siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep mereka. Data hasil analisis tes pemahaman konsep matematika siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel IX berikut. TABEL IX HASIL TES PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA Kelas N x Persentase x min S maks ketuntasan E 29 93,75 59,03 74,71 8,92 55,17% K 28 90,97 50,00 68,82 11,88 32,14% E : K : Eksperimen Kontrol Berdasarkan Tabel IX diketahui bahwa rata-rata nilai kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Persentase ketuntasan siswa pada kelas eksperimen juga lebih tinggi dibandingkan persentase ketuntasan siswa pada kelas kontrol dengan KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 75. Simpangan baku pada kelas eksperimen lebih rendah daripada kelas kontrol, ini menunjukkan bahwa nilai pada kelas eksperimen lebih seragam dari pada kelas kontrol. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Berdasarkan analisis data yang dilakukan diperoleh kedua kelas sampel berdistribusi normal dan mempunyai variansi yang homogen, maka untuk menguji hipotesis menggunakan uji-t. Berdasarkan uji hipotesis yang dilakukan menggunakan software Minitab terlihat bahwa pada taraf nyata = 0,05 diperoleh P-value = 0,019. Karena P-value, maka tolak atau terima. Artinya, pemahaman konsep matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle lebih baik daripada pemahaman konsep matematika siswa dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematika siswa pada kelas eksperimen lebih baik daripada pemahaman konsep matematika siswa kelas kontrol. Hal ini tercapai karena siswa mampu membangun pengetahuannya sendiri dan dapat bekerjasama dengan baik dalam kelompok selama proses pembelajaran. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Pemahaman konsep matematika siswa mengalami peningkatan selama diterapkan model pembelajaran learning cycle. 2) Pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran learning cycle lebih baik daripada pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan: 1) Guru diharapkan dapat menerapkan model pembelajaran learning cycle karena model ini dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa. 2) Penelitian ini masih terbatas pada pemahaman konsep matematika siswa. Oleh karena itu, diharapkan kepada rekan peneliti selanjutnya untuk dapat melanjutkan penelitian dengan variabel serta pokok bahasan lain. REFERENSI [1] Suherman, Erman & dkk. 2003. StrategiPembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia. [2] Wardani, Sri. 2008. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika. [3] Wena, Made. 2012. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta : Bumi Aksara. [4] Seniati, L., Yulianto, A., dan Setiadi, B.N. 2011. Psikologi Eksperimen. Jakarta: Indeks. [5] Iryanti, Puji. 2004. Penilaian Untuk Kerja. Yogyakarta: Depdiknas. [6] Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. 64