BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar III.1 Diagram Alir Program Penelitian

BAB IV PRESENTASI DATA DAN ANALISIS

Perencanaan Bandar Udara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sandhyavitri (2005), bandar udara dibagi menjadi dua bagian

Analisis Nilai ACN dan PCN untuk Struktur Perkerasan Kaku dengan menggunakan Program Airfield. Djunaedi Kosasih 1)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum

PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA

PENDAHULUAN BAB I. berpopulasi tinggi. Melihat kondisi geografisnya, transportasi menjadi salah satu

Perbandingan Metode Perencanaan Perkerasan Kaku Pada Apron Dengan Metode FAA, PCA dan LCN Dari Segi Daya Dukung: Studi Kasus Bandara Juanda

BAB 4 HASIL PEMBAHASAN

ANALISIS DESAIN STRUKTUR PERKERASAN KAKU LANDASAN PESAWAT UDARA BERDASARKAN METODA ICAO TESIS ARIE FIBRYANTO NIM :

Bandar Udara. Eddi Wahyudi, ST,MM

1) Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, FTSP-ITB, Bandung, dan Jurusan Teknik Sipil, FT-Untar, Jakarta.

Analisis Disain Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield

Singkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan.

PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN

Analisa Kekuatan Perkerasan Runway, Taxiway, dan Apron (Studi Kasus Bandar Udara Soekarno Hatta dengan Pesawat Airbus A-380)

Analisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield

parameter, yaitu: tebal /(bidang kontak)^ dan CBR/tekanan roda, serta memisahkan

ANALISIS DESAIN STRUKTUR PERKERASAN KAKU LANDASAN PESAWAT UDARA BERDASARKAN METODA ICAO TESIS ARIE FIBRYANTO NIM :

ANALISIS TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN PADA BANDAR UDARA NUSAWIRU CIJULANG KABUPATEN CIAMIS

Analisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield

BAB II FAKTOR FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PERENCANAAN PERKERASAN PADA LAPANGAN TERBANG

Perencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya

2.3 Dasar - Dasar Perancangan Tebal Lapis Keras Lentur Kapasitas Lalulintas Udara 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penumpang menunggu. Berikut adalah beberapa bagian penting bandar udara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

Menghitung nilai PCN dengan interpolasi linier nilai ACN pesawat sesuai dengan daya dukung perkerasan hasil perhitungan pada

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

BAB IV PENGOLAHAN DATA &ANALISIS. dengan menggunakan Program COMFAA 3.0 adalah sebagai berikut :

BAB III METODE PERENCANAAN. Mulai. Perumusan masalah. Studi literatur. Pengumpulan data sekunder & primer. Selesai

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. jenis data yang diperlukan untuk menunjang proses penelitian, untuk kemudian diolah

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA

Dosen Pembimbing. Mahasiswa. Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD. Sheellfia Juni Permana TUGAS AKHIR ( RC )

ANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI

ANALISIS TEBAL PERKERASAN APRON PADA BANDAR UDARA SENTANI BERBASIS JUMLAH DAN TIPE PESAWAT

ANALISIS PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN RUNWAY, TAXIWAY, DAN APRON BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II MENGGUNAKAN METODE FAA

PERBANDINGAN METODE PERENCANAAN PERKERASAN KAKU PADA APRON DENGAN METODE FAA, PCA DAN LCN DARI SEGI DAYA DUKUNG: STUDI KASUS BANDARA JUANDA

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku atau rigid pavement adalah jenis perkerasan yang

BAB V ANALISA KEBUTUHAN RUANG BANDARA PADA TAHUN RENCANA

JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

Jurnal Penelitian Perhubungan Udara WARTA ARDHIA

PERTEMUAN KE - 1 PENGENALAN

BAB III LANDASAN TEORI. A. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan/ Perancangan Landasan pacu pada Bandar Udara

ANALISA PERENCANAAN PERKERASAN KAKU (RIGID PAVEMENT) APRON BANDAR UDARA SULTAN THAHA SYAIFUDDIN JAMBI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Bandar Udara

BAB 1 PENDAHULUAN. laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali,

Perencanaan Pengembangan Apron Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya

DAFTAR lsi. ii DAFTAR lsi. iv DAFTAR TABEL. vi DAFTAR GAMBAR. vii DAFTAR LAMPIRAN. viii ISTILAH - ISTILAH. ix NOTASI- NOTASI

TUGAS AKKHIR ANALISIS PERANCANGAN TEBAL PERKERASAN APRON BANDARA INTERNASIONAL AHMAD YANI SEMARANG DENGAN METODE FEDERATION AVIATION ADMINISTRATION

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. cara membandingkan hasil perhitungan manual dengan hasil perhitungan

KAJIAN TEKNIS PERENCANAAN PERKERASAN LANDAS PACU

Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213)

Gambar Distribusi Pembebanan Pada Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkerasan kaku (rigid pavement) atau perkerasan beton semen adalah perkerasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR

PERENCANAAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU BANDAR UDARA AHMAD YANI SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PA U PESAW PESA AT A T TER

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor:

PERENCANAAN BANDAR UDARA. Page 1

ANALISIS PERKERASAN LANDAS PACU BANDARA SOEKARNO-HATTA MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FAARFIELD

BAB I PENDAHULUAN. Kelebihan dari konstruksi perkerasan kaku adalah sifat kekakuannya yang. sementara kelemahan dalam menahan beban

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

Analisis Perbandingan Material Slab Beton Pada Perkerasan Apron dengan Menggunakan Program Bantu Elemen Hingga

Variabel-variabel Pesawat

WARTA ARDHIA Jurnal Perhubungan Udara

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. dalam perencanaan jalan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor yang dapat

PENDAHULUAN Perkembangan teknologi di bidang transportasi semakin berkembang. Hal ini dikarenakan banyaknya aktivitas masyarakat dalam melakukan hubun

6.4. Runway End Safety Area (RESA)

ANALISIS TEBAL PERKERASAN APRON PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN HASANUDDIN

Physical Characteristics of Aerodromes

DESAIN TEBAL PERKERASAN DAN PANJANG RUNWAY MENGGUNAKAN METODE FAA; STUDI KASUS BANDARA INTERNASIONAL KUALA NAMU SUMATERA UTARA

Gambar : Marka taxiway pavement-strength limit

Disurvei 3 m Disurvei Elevasi/altituda/ketinggian (Elevation/altitude/height)

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kemampuan untuk mencapai tujuan dalam waktu cepat, berteknologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini telah menjadikan peranan transportasi menjadi sangat

BAB IV PERHITUNGAN PERENCANAAN. Berdasarkan data umum dilapangan pada Bandara Internasional

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Airport) berfungsi sebagai simpul pergerakan penumpang atau barang dari

BAB V ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1. 1 Bandara tersibuk di dunia tahun 2014 versi ACI

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

BAB II STUDI PUSTAKA. disebut perkerasan lentur, sedangkan perkerasan yang dibuat dari slab-slab beton (

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EVALUASI RIGID PAVEMENT APRON BANDARA KALIMARAU BERAU DENGAN METODE FEDERAL AVIATION ADMINISTRATION

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hobbs (1995), ukuran dasar yang sering digunakan untuk

EVALUASI TEBAL PERKERASAN LANDAS PACU DAN PANJANG LANDAS PACU PADA BANDARA HUSEIN SASTRANEGARA ABSTRAK

Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari. persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan pesawat rencana:

STUDI PERBANDINGAN METODE PERENCANAAN PERKERASAN KAKU UNTUK LAPANGAN TERBANG MONICA SARI

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pondasi Pertemuan - 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN A PENGGUNAAN PROGRAM. Program FAARFIELD V1.305 ini dapat di download dari internet, kemudian

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pelat Pertemuan - 2

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perencanaan Bandara Udara Sistem bandar udara terdiri dari dua bagian yaitu sistem sisi udara (air side) dan sistem sisi darat (land side). Sistem air side suatu bandar udara terdiri dari : runway, taxiway dan apron, seperti ditunjukkan pada Gambar II.1 berikut ini : Gambar II.1 Air side lapangan terbang Runway merupakan tempat pesawat udara untuk melakukan take off dan landing, oleh karena itu hal-hal yang perlu dipertimbangkan di dalam desain geometrik runway meliputi : ukuran panjang runway, lebar runway dan jarak penglihatan. Untuk perhitungan panjang runway, digunakan suatu standar yang disebut Aeroplane Reference Field Length (ARFL). ARFL adalah panjang runway minimum yang dibutuhkan untuk take off (ICAO,1999). Setiap pesawat udara mempunyai ARFL yang berbeda yang dikeluarkan oleh pabrik pembuatnya. Pesawat udara dengan jenis yang sama akan memerlukan panjang runway yang berbeda kalau lokasi geografis, ketinggian dari muka laut, kondisi atmosfir dan runway tersebut berbeda. Taxiway adalah jalur untuk pergerakan pesawat udara dari runway ke apron dan sebaliknya atau dari runway ke hanggar pemeliharaan. Taxiway diatur sedemikian sehingga pesawat udara yang baru saja landing tidak mengganggu pesawat udara lain yang sedang menuju runway. Bandar udara yang sibuk perlu dibuat parallel taxiway selain rapid exit taxiway. Taxiway harus bisa digunakan oleh pesawat udara untuk secepatnya keluar dari runway, sehingga runway dapat digunakan landing oleh pesawat udara lain tanpa menunggu lama. 3

4 Apron merupakan tempat pesawat udara parkir, menurunkan dan menaikkan penumpang, pengisian bahan bakar dan aircraft service seperti catering. Luas apron direncanakan berdasarkan berat dan jenis pesawat udara yang akan parkir di apron pada jam tersibuk (peak hour). II.2. Karakteristik Pesawat Terbang Karakteristik pesawat udara sangat menentukan desain perkerasan dan fasilitas suatu bandar udara. Karakteristik pesawat udara yang menjadi acuan dan pertimbangan desain suatu bandar udara meliputi : berat pesawat udara, dimensi pesawat udara, dan konfigurasi sumbu roda pesawat udara. II.2.1. Berat pesawat udara Berat atau bobot pesawat udara pada saat take off dan landing sangat penting diketahui karena bobot pesawat udara merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan panjang runway dan tebal struktur perkerasan. Beberapa macam bobot pesawat udara yang berhubungan dengan operasi penerbangan antara lain : Operating Weight Empty (OWE) yaitu bobot dasar pesawat, termasuk air crew dan semua peralatan yang diperlukan untuk penerbangan, tetapi tidak termasuk payload dan bahan bakar. Pay Load yaitu meliputi bobot penumpang dan bagasinya, serta barang muatan seperti paket kiriman. Zero Fuel Weight adalah bobot pesawat udara tanpa bahan bakar (OWE+payloads) Maximum Ramp Weight adalah bobot pesawat udara (MTOW+fuel) pada saat menghidupkan mesin (start up) di apron hingga menuju ke runway sebelum take off Maximum Take Off Weight (MTOW) adalah bobot pesawat udara maksimum (OWE+fuel+reserve fuel+payloads) yang diijinkan pada saat take off. Maximum Landing Weight (MLW) adalah bobot pesawat udara (OWE+fuel+reserve fuel+payloads) yang diijinkan pada saat landing II.2.2 Dimensi pesawat udara Dimensi pesawat udara menentukan ukuran apron pesawat udara, lebar runway, taxiway, dan jarak antara runway dan taxiway. Dimensi pesawat udara meliputi wingspan, length, height, wheel base, wheel tread dan turning radius.

5 Wingspan adalah panjang sayap pesawat udara, diukur dari ujung sayap kiri sampai ujung sayap kanan. Length adalah panjang badan pesawat udara, diukur dari ujung hidung (nose) sampai ujung ekor (tail) pesawat udara. Height adalah tinggi pesawat udara, diukur dari permukaan perkerasan sampai bagian tertinggi dari pesawat udara (ekor). Wheel Base adalah jarak antara as roda depan (nose gear) sampai as roda utama (main gear). Wheel Tread adalah jarak antara as roda utama kiri dan as roda utama kanan. Turning radius adalah jari-jari minimum yang bisa dicapai pesawat udara pada saat membelok di atas permukaan perkerasan. II.2.3. Konfigurasi roda pesawat udara Konfigurasi roda pesawat udara mempengaruhi penyaluran beban pesawat udara ke perkerasan. Berat pesawat udara didistribusikan ke perkerasan melalui roda depan atau roda hidung (nose gear) dan roda utama (main gear). Main gear menerima hampir seluruh beban pesawat udara, 95 % berat pesawat udara dibebankan pada main gear, sedangkan sekitar 5 % sisanya diterima oleh nose gear (ICAO, 1983). Oleh karena itu main gear digunakan sebagai pedoman dalam menentukan tebal perencanaan perkerasan. Konfigurasi roda pesawat udara terdiri dari : roda tunggal (single wheel), roda ganda (dual wheel), roda tandem ganda (dual tandem) dan complex configuration (double dual tandem) (ICAO, 1983). Berbagai konfigurasi roda pesawat terbang ditunjukkan pada Gambar II.2 berikut ini : Single wheel 0 Dual wheel 00 Dual tandem wheel 00 0...0 00...00 00 00 00 00

6 Complex configuration Pada B -747 00 Pada DC 10 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 S L2 S L1 S T S S D Single DualWheel Dual tandem Keterangan : S = Jarak antara pusat contact area of dual wheels S T = Jarak antara pusat roda tandem SL 1, SL 2 = Jarak antara kaki (leg span) S D = Jarak antara pusat contact area diagonal roda dengan persamaan S D = (S 2 +S 2 T ) Gambar II.2 Konfigurasi roda pesawat udara Struktur perkerasan menerima beban pesawat udara seluas contact area roda pesawat udara terhadap perkerasan dengan radius of contact tergantung pada beban roda. Radius of contact ditulis dengan persamaan sebagai berikut (Horonjeff, 1975) : P a =... (2.1) qπ dimana : a = radius of contact P = total beban pada roda q = tekanan ban (tire pressure) (diasumsikan sama dengan contact pressure)

Contact Pressure = Gear load / ((Contact Area) x ( Number of Wheels)).. (2.2) 7 II.3. Struktur Perkerasan Kaku Struktur perkerasan kaku terdiri dari : tanah dasar, lapisan pondasi dan perkerasan kaku yang berfungsi untuk menahan beban pesawat udara. Material yang menjadi bagian dari struktur perkerasan harus didasarkan atas hasil pengujian di laboratorium. II.3.1 Tanah dasar Tanah dasar (subgrade) merupakan faktor yang terpenting dalam struktur perkerasan karena harus menahan beban-beban yang berada pada permukaan perkerasan. Fungsi perkerasan adalah untuk menyebarkan beban ke tanah dasar, sehingga makin besar kemampuan tanah dasar untuk memikul beban, tebal perkerasan yang dibutuhkan adalah semakin kecil. Subgrade harus dipadatkan agar diperoleh stabilitas daya dukung yang cukup dan seragam. Hasil pengujian daya dukung lapisan subgrade dinyatakan dengan California Bearing ratio (CBR) dan modulus reaksi tanah dasar (k). Modulus k dapat ditentukan dari pengujian pembebanan pelat (plate bearing test) dengan metoda pengujian AASHTO T222-81 untuk perkerasan lentur maupun kaku. Kekuatan daya dukung subgrade untuk perencanaan perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR sedangkan kekuatan daya dukung subgrade untuk perencanaan perkerasan kaku menggunakan nilai modulus reaksi tanah dasar k. Pendekatan nilai k dari berbagai jenis tanah ditunjukkan pada Tabel II.1. Tabel II.1 Nilai k terhadap bahan pondasi Keterangan mengenai bahan pondasi k Sangat jelek < 150 Sedang sampai baik 200 250 Sangat baik > 300 (PCA, Engineering bulletin, 1973) Nilai k yang diperoleh dari pengujian di laboratorium merupakan perbandingan beban (MN/m 2 ) dengan penurunan dari plate bearing (meter atau inch). Nilai k ditulis dengan satuan MN/m 3 atau pci (pound percubic inch).

8 II.3.2 Lapisan pondasi bawah Lapisan pondasi bawah (sub-base) terdiri dari material kerikil (granular) dan batu pecah dengan gradasi baik. Lapisan sub-base berfungsi untuk mengatasi dan mengurangi terjadinya pumping, meningkatkan daya dukung lapisan subgrade sehingga harga k yang meningkat akan mengurangi ketebalan perkerasan yang diperlukan, dan menyediakan permukaan yang rata untuk pelat beton. Untuk meningkatkan nilai k pada perkerasan kaku dan lentur diperlukan stabilisasi lapisan sub-base. Perhitungan nilai k untuk stabilisasi lapisan sub-base dapat dilihat pada Gambar II.3 (ICAO, 1983). Gambar II.3 Pengaruh stabilisasi lapisan sub-base terhadap modulus subgrade II.3.3 Perkerasan kaku Faktor-faktor yang menentukan tebal perkerasan kaku antara lain : jumlah keberangkatan tahunan pesawat udara (annual departure), umur desain (design life), jenis dan karakteristik pesawat udara serta kondisi subgrade dan lapisan sub-base. FAA memperbolehkan perubahan tebal perkerasan pada permukaan yang berbeda, antara lain : Pertama, tebal penuh T diperlukan di tempat yang akan digunakan oleh pesawat udara yang akan berangkat seperti apron, taxiway dan runway. Kedua, tebal perkerasan 0,9T diperlukan di jalur yang akan digunakan oleh pesawat udara yang landing, seperti belokan

runway dengan kecepatan tinggi. Ketiga, tebal perkerasan 0,7T diperlukan di jalur yang jarang dilalui pesawat udara, seperti di tepi (edge), taxiway dan runway. 9 II.4 Beban Roda Tunggal Ekivalen (ESWL) Beban roda tunggal dapat dianggap ekivalen dengan beban roda banyak, konsep beban roda tunggal dikenal dengan istilah equivalent single wheel load (ESWL). Bidang kontak ESWL ini sama dengan bidang kontak dari salah satu susunan roda banyak (multiple wheel). ESWL ditetapkan sebagai beban pada roda tunggal yang menyebabkan nilai parameter yang sama. ESWL umumnya digunakan untuk keperluan desain/evaluasi struktur perkerasan pesawat udara. Secara umum ESWL adalah beban roda tunggal ekivalen yang dapat mengakibatkan tegangan lentur (regangan atau lendutan) di dalam perkerasan yang besarnya sama dengan yang diakibatkan oleh beban yang sesungguhnya bekerja pada roda pesawat udara tertentu yang sedang beroperasi. Pada metoda ICAO, ESWL yang digunakan untuk perhitungan nilai ACN adalah beban roda tunggal ekivalen dengan tekanan roda standar 1,25 MPa pada kondisi tanah dasar standar (20, 40, 80 dan 150 MN/m 3 ) dan tebal perkerasan model, sehingga tegangan lentur standar yang terjadi di dalam perkerasan adalah 2,75 MPa. Nilai ESWL pada metoda ICAO diperoleh setengah kali nilai ACN (1/2 ACN) pesawat udara (ICAO, 1983). II.5 Sifat-Sifat Beton Metoda ICAO menetapkan ketentuan untuk angka poisson (μ) dan modulus elastis (E) yaitu untuk angka poisson adalah 0,15 dan E normalnya sekitar 25.000 sampai 30.000 Mpa (ICAO,1983). E adalah rasio dari tegangan normal tarik atau tekan terhadap regangan yang bersangkutan di bawah batas proporsional dari material. Prosedur pengujian nilai E dan μ beton dapat dibaca pada ASTM-C469 (1992). Data yang diperoleh dari hasil laboratorium pada pengujian nilai E menggunakan persamaan rumus sebagai berikut : E = (S 2 -S 1 ) / (ε 2 0.000050)... (2.3) dimana : S 2 = tegangan menurut 40% dari beban pokok (ultimate load) atau nilai tegangan menurut umur dan berat beton S 1 = tegangan menurut regangan tarik ε 2 = regangan tarik Angka Poisson diperoleh dari persamaan rumus :

10 μ = (ε t2 ε t1 ) / (ε t1 0.000050)... (2.4) dimana : μ = poisson s ratio ε t2 = regangan tekan dari midheight tegangan S 2 ε t1 = regangan tekan dari midheight tegangan S 1 Angka μ yang sering digunakan adalah 0,15 ((ICAO, 1983) dan (Yoder, 1975)). II.5.1 Kuat lentur (Flexural strength) Beban pesawat udara pada perkerasan kaku menghasilkan tegangan tekan (compressive stress) dan kuat lentur (flexural strength). Flexural strength diperoleh dari hasil pengujian modulus keruntuhan (modulus of rupture). Modulus of rupture diperoleh dari persamaan rumus : dimana : PL MR = 2 bd.....(2.5) MR = Modulus of rupture beton MN/m 2 atau psi P L b d = Beban maximum yang menghasilkan keruntuhan beton MN atau lb = Panjang bentang antara dua tumpuan m atau inchi = Lebar bentang contoh pada titik terjadi kehancuran beton = Tebal bentang contoh pada titik terjadi kehancuran beton Prosedur pengujiannya bisa dibaca pada ASTM C-78. Test Modulus of rupture dibuat pada beton dengan umur 7, 14, 28, dan 90 hari. Hasil test 90 hari dipilih oleh FAA dan PCA sebagai flexural strength desain untuk perkerasan kaku dalam perencanaan bandar udara. Flexural strength berhubungan dengan umur beton, bila kita tidak punya hasil test flexural strength umur 90 hari dianjurkan memakai 110% x hasil pengujian beton umur 28 hari untuk desain perkerasan kaku. Pengalaman menunjukkan bahwa beton dengan modulus of rupture 600 psi (4,14 MN/m2) sampai 700 psi (4,83 MN/m2) pada umur 28 hari, akan menghasilkan perkerasan dengan biaya yang paling ekonomis (Yoder, 1975). Hubungan antara flexural strength dan compressive stress yang biasa digunakan dalam desain perkerasan ditunjukkan pada persamaan rumus sebagai berikut. dimana : MR = K fc... (2.6)

11 MR = modulus of rupture (flexural strength) K = konstanta 8,10 atau 9,2 tergantung berbagai parameter Fc = kuat tekan beton (psi) Meskipun diberikan persamaan 2.6, desain perkerasan kaku harus berdasarkan hasil pengujian modulus of rupture. II.5.2 Penerapan konsep kelelahan (fatigue) Prosedur kelelahan (fatigue) yang dikembangkan oleh PCA diterapkan pada perencanaan dan evaluasi perkerasan Bandar udara yang melayani berbagai jenis pesawat udara dengan berbagai konfigurasi roda. Untuk mendapatkan working stress biasanya modulus of rupture beton dibagi dengan faktor keamanan (safety factor). Kerusakan beton akibat repetisi beban pesawat udara ditentukan oleh Stress Rasio yaitu perbandingan antara tegangan (stress) yang terjadi dengan modulus of rupture. Hubungan antara stress ratio dan repetisi beban ijin dapat dilihat pada Tabel II.2 (NAASRA, 1987). Tabel II.2 Rasio Tegangan (stress) dan Pengulangan Beban ijin Stress Ratio* Pengulangan yang diperbolehkan Stress Ratio Pengulangan yang diperbolehkan 0,51 400.000 0.69 2.500 0.52 300.000 0.70 2.000 0.53 240.000 0.71 1.500 0.54 180.000 0.72 1.100 0.55 130.000 0.73 850 0.56 100.000 0.74 650 0.57 75.000 0.75 490 0.58 57.000 0.76 360 0.59 42.000 0.77 270 0.60 32.000 0.78 210 0.61 24.000 0.79 160 0.62 18.000 0.8 120 0.63 14.000 0.81 90 0.64 11.000 0.82 70 0.65 8.000 0.83 50 0.66 6.000 0.84 40 0.67 4.500 0.85 30 0.68 3.500

12 Menurut PCA, penerapan fatigue digunakan antara lain : untuk volume lalu lintas pesawat udara campuran (mix traffic), evaluasi kapasitas perkerasan untuk melayani volume lalu lintas pesawat udara di masa depan atau kapasitas perkerasan untuk memikul sejumlah beban lebih (over load) dan evaluasi pengaruh pesawat udara di masa depan dengan berbagai konfigurasi roda. Darter dan Barenberg (1977) menuliskan hubungan antara stress ratio dan repetisi ijin ke dalam persamaan rumus (perkerasannya tidak dilakukan pemeliharaan) sebagai berikut : log N ijin σ L = 16,61 17,61 Sc...(2.5) dimana : N ijin = Repetisi ijin τ = Flexural stress Sc = Modulus rupture Portland Cement Concrete memberikan juga hubungan antara stress ratio dan repetisi ijin (perkerasannya tidak dilakukan pemeliharaan) dalam persamaan berikut ini : σ L log N = ijin 17,61 17,61. (2.6) Sc sedangkan menurut Portland Cement Association (Packard dan Tayabji,1985), hubungan antara stress ratio dan repetisi ijin dituliskan ke dalam persamaan rumus sebagai berikut : σ L untuk: 0. 55 MR 90 log ( N ijin σ L ) = 11.737 12.077 MR 90.. (2.7) 0.45 σ L < MR 90 < 0.55 N ijin 3.268 4.2577 = σ.... (2.8) L 0.4325 MR90 σ L MR 90 0.45 N =.... (2.9) ijin Kapasitas struktur perkerasan kaku yang melayani beban pada roda pesawat udara adalah perbandingan dari fatigue repetition akibat beban roda pesawat udara dengan repetisi ijin. Untuk menghitung kapasitas struktural total, maka perbandingan fatigue repetition dengan repetisi ijin untuk semua jenis pesawat udara selama masa layan (design life) harus

13 dijumlahkan. Bila jumlahnya < 100 % maka perkerasan tidak akan runtuh di akhir masa layannya, sebaliknya jika melebihi 100 % maka perkerasan akan runtuh. Rumus perhitungan total kerusakan retak lelah (fatigue) dituliskan sebagai berikut : total kerusakan retak lelah = ( N ) * Σ tahunan i n * 100% 100%... (2.10) i ( ) N ijin i dimana: i = masing-masing jenis pesawat udara n = masa layan rencana (tahun) N tahunan = volume keberangkatan tahunan (pesawat udara/tahun) N ijin = jumlah repetisi beban yang diijinkan (pesawat udara) II.6 Tegangan di Dalam Perkerasan Kaku Tegangan di dalam perkerasan kaku terbagi atas tegangan akibat beban roda, akibat perbedaan temperatur dan kelembaban, dan tegangan akibat gesek. Tegangan yang terjadi di dalam beton tersebut akan mempengaruhi desain struktur perkerasan. II.6.1 Tegangan akibat beban roda Metoda untuk menentukan tegangan (stress) pada beton biasanya digunakan adalah metoda Wastergaard. Wastergaard menganggap bahwa slab beton yang terletak di atas subgrade akan elastis hanya pada arah vertikal saja. Penurunan subgrade yang terjadi ditunjukkan pada persamaan rumus :. k = p.......(2.11) Δ dimana : k = modulus subgrade (MN/m 3 atau pci) p = beban (MN/m 2 ) Δ = lendutan pada slab beton (m) Analisa Wastergaard digunakan untuk mengevaluasi stress dan penurunan di dalam slab beton, akan tetapi tidak bisa digunakan untuk menentukan stress dan penurunan lapisan pondasi. Analisa Wastergaard pada perkerasan lapangan terbang adalah untuk menghitung stress dan penurunan pada bagian dalam slab beton dan bagian tepi slab beton atau pada joint. Untuk menentukan tegangan pada perkerasan kaku, digunakan gambar chart yang dibuat oleh Pickett dan Ray (Huang, 2004)

14 II.6.2 Tegangan akibat perbedaan temperatur dan kelembaban Apabila permukaan di atas dan bawah pada beton mempunyai temperatur yang berbeda, pelat cenderung melenting atau melengkung yang dikenal dengan istilah tegangan tekuk (curling) dan lenting/lengkung (warping). Apabila pelat itu ringan dan dapat berubah bentuknya secara bebas, tidak akan terjadi tegangan lenting. Tegangan lenting ditimbulkan oleh perlawanan pelat (akibat beratnya) terhadap perubahan bentuk. Tegangan lenting juga dapat ditimbulkan oleh perbedaan kelembaban antara permukaan atas dan bawah. Karena permukaan atas cenderung lebih cepat kering daripada permukaan bawah, maka makin besar kelembaban makin besar kecenderung pelat untuk memanjang. Pada kenyataannya tegangan lenting jarang dijumpai, namun demikian untuk menghindari terjadinya tegangan lenting maka pengecoran beton tidak dibuat panjang tetapi memotong pengecoran pada jarak-jarak tertentu dengan menggunakan joint. II.6.3 Tegangan akibat gesek Perubahan temperatur mempengaruhi perubahan panjang slab beton. Bila slab beton mengembang maka setengah panjang slab beton bergerak ke arah tepi, gerakannya dari tengah slab ke arah tepi bebas. Begitu sebaliknya pada waktu slab beton menyusut, gesekan antara pondasi dan slab beton akan menahan gerakan ini, maka timbul tegangan di dalam slab beton. Besarnya tegangan dalam beton akibat gaya gesek ditentukan dengan persamaan rumus : Wfl Te =.... (2.12) 24d dimana : Te = tegangan akibat gaya gesek, psi W = berat slab dalam psf (pound square feet) f = koefisien rata-rata tahanan subgrade dianggap 1,5 L = panjang slab, ft d = tebal slab, in II.7 Joint Joint/sambungan dibuat pada perkerasan kaku, agar beton bisa mengembang dan menyusut (shrinkage) sehingga meringankan/mengurangi terjadinya tegangan lentur (flexural stress) akibat gesekan, perubahan temperatur dan perubahan kelembaban. Joint dikategorikan menurut fungsinya yaitu : expansion joint, construction joint dan contraction joint.

15 II.7.1 Expansion joint Sambungan jenis ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan pada pelat untuk mengembang akibat naiknya temperatur melampaui suhu pelaksanaan di lapangan, sehingga terhindar dari tegangan tekan tinggi (high compressive stress) yang bisa menyebabkan slab beton menjadi melengkung. U.S. Army Corp of Engineer menyarankan untuk membuat expansion joint jika tebal perkerasan kurang dari 250 mm (10 inchi) dan betonnya dicor pada musim dingin. Jika expansion joint harus dibuat maka dilengkapi dengan tulangan yang disebut dowel bar. II.7.2 Construction joint Terdapat dua macam bentuk construction joint, yaitu memanjang dan melintang yang diuraikan sebagai berikut : Construction joint arah memanjang adalah terdapat pada tepi setiap jalur pengecoran yang menggunakan tie bar dengan jarak-jarak tertentu pada construction joint arah memanjang. Construction joint melintang adalah sambungan arah melintang yang diperlukan pada akhir pengecoran atau apabila pengecoran diperhitungkan akan berhenti selama setengah jam sambungan melintang. Construction joint arah melintang menggunakan dowel sebagai sambungan arah melintang II.7.3 Contraction joint Tegangan susut terjadi karena penyusutan (shrinkage) beton akibat perubahan temperatur kelembaban. Pada slab beton yang tidak dibuat contraction joint akan terjadi retakan secara random pada seluruh permukaan perkerasan. Contraction joint dibuat dengan membuat alur pada beton dengan alat potong beton (sawed groove) atau ketika mengadakan pengecoran. II.8 Metoda ICAO Perencanaan perkerasan kaku berdasarkan analisa wastergaard yaitu pembebanan di tengah (interior) slab beton. Pada tegangan akibat beban di bagian tepi (edge) dikurangi 25 % untuk transfer beban (transfer load) melewati sambungan. Wastergaard menganalisa roda tunggal (single wheel), roda ganda (dual wheel) maupun roda double dual tandem hanya di bagian tepi sebagai tegangan maksimum. Keberangkatan tahunan (annual departure) berbagai tipe pesawat udara dibutuhkan untuk mendesain perkerasan. Informasi mengenai pengoperasian pesawat udara tersedia di

perencanaan bandar udara (airport master plan), sistem perencanaan bandar udara nasional dan statistik aktivitas bandar udara dan FAA aktivitas lalu lintas udara. 16 II.8.1. Keberangkatan tahunan ekivalen Perhitungan annual departure yang dimaksud adalah nilai annual departure pesawat udara desain (design aircraft) dan pesawat udara lainnya yang akan menggunakan bandar udara yang bersangkutan setelah dikonversi ke dalam annual departure pesawat udara desain. Proses pengkonversian nilai annual departure ini mempertimbangkan gross aircraft pesawat udara dan main gear type (ICAO, 1983). Perkiraan annual departure dari berbagai tipe pesawat udara menghasilkan jumlah pesawat udara dengan konfigurasi roda yang berbeda. Tipe pesawat udara yang menghasilkan tebal perkerasan terbesar adalah pesawat udara desainnya. Pesawat udara desain tidak perlu diambil dari pesawat udara terberat dalam perkiraan (ICAO,1983). Pesawat udara mempunyai tipe main gear dan berat yang berbeda, pengaruh dari konfigurasi roda dan berat pesawat udara harus dihitung dalam pesawat udara desain. Perlu diingat bahwa semua tipe pesawat udara dikonversikan ke tipe roda main gear yang sama dengan tipe roda pesawat udara desain karena tidak praktis untuk membuat kurva grafik setiap main gear type (ICAO, 1983). Faktor konversi yang digunakan untuk penyesuaian tipe roda pendaratan pesawat udara desain dapat dilihat pada Tabel II.3. Tabel II.3 Faktor-faktor untuk mengubah keberangkatan tahunan pesawat udara menjadi keberangkatan tahunan ekivalen pesawat udara desain Poros roda pendaratan Poros roda pendaratan utama Pengali untuk keberangkatan utama pesawat sebenarnya pesawat desain sebenarnya untuk mendapatkan keberangkatan ekivalen Roda Tunggal Roda Ganda Tandem Ganda 0,8 0,5 Roda Ganda Roda Tunggal Tandem Ganda 1,3 0,6 Tandem Ganda Roda Tunggal Roda Ganda 2,0 1,7 Double Tandem Ganda Roda Ganda Tandem Ganda 1,7 1,0 Sumber : ICAO Aerodrome Design Manual, 1983

17 Setelah pesawat terbang dikelompokkan ke dalam konfigurasi roda pendaratan yang sesuai atau sama dengan pesawat udara desain, kemudian dikonversi ke keberangkatan tahunan ekivalen (equivalent annual departure) dengan menggunakan persamaan 2.13. log W 1/ 2 2 R 1 = log R2 x........ (2.13) W1 dimana : R 1 = Keberangkatan tahunan ekivalen pesawat udara desain R 2 = Keberangkatan tahunan yang dikonversi ke dalam main gear pesawat udara desain W 1 = Beban roda pesawat udara desain W 2 = Beban roda pesawat udara Beban roda W 2 adalah 95 % dari gross weight pesawat udara diasumsikan ditumpu oleh main gear. Beban roda (W 2 ) pesawat udara berbadan lebar diasumsikan memiliki berat 300.000 lb pada perhitungan equivalent annual departures (ICAO,1983). Setelah equivalent annual departures ditentukan, desain harus diproses menggunakan kurva desain yang tepat untuk pesawat udara desain. II.8.2 Coverage Pengaruh fatigue akibat repetition beban pesawat udara, dinyatakan dengan coverage. Untuk memperoleh nilai coverage adalah mengalikan annual departure dengan 20 dan membaginya dengan pass to coverage ratio (ICAO,1983). Pass to coverage ratio untuk berbagai tipe roda pesawat udara ditunjukkan pada Tabel II.4. Tabel II.4 Pass to coverage ratio untuk berbagai tipe roda Tipe roda / Jenis pesawat Rasio antara keberangkatan tahunan dengan coverage Roda tunggal 5,18 Roda ganda 3,48 Roda tandem ganda 3,68 Pesawat B-747 3,70 Pesawat DC 10-10 3,64 Pesawat DC 10-30 3,38 Pesawat L-1011 3,62 Sumber : ICAO, Aerodrome (1983)

18 II.8.3 Desain tebal perkerasan kaku landasan pesawat udara Desain perkerasan kaku menggunakan program komputer berdasarkan pada metoda ICAO. Metoda ICAO untuk desain perkerasan kaku menggunakan kurva desain. Kurva desain tersebut berdasarkan pada asumsi pembebanan di tepi slab beton dan hanya untuk tebal beton (ICAO, 1983). Tebal komponen struktur yang lain ditetapkan secara terpisah. Prosedur desain perkerasan kaku secara manual dengan menggunakan kurva desain pada metoda ICAO antara lain : concrete flexural strength ditetapkan menurut metoda pengujian ASTM C-78, normalnya 90 hari flexural strength digunakan untuk desain. Perencana dapat mengasumsikan 90 hari yang aman untuk umur beton sehingga akan menjadi 10 persen lebih tinggi daripada 28 hari umur beton. Nilai flexural strength beton pada umur 28 hari dapat juga digunakan dengan mengalikan faktor 1,10 sampai 1,14. Modulus subgrade k pada sebuah cuaca yang konstan akan mendukung perkerasan dan material dari hasil pengujian plate bearing. Gross weight pesawat udara desain ditunjukkan pada setiap kurva desain dan dikelompokkan menurut sumbu main gear (single wheel, dual wheel, dual tandem), kecuali pesawat udara berbadan lebar, ditunjukkan pada kurva desain tersendiri. Faktor keamanan metoda ICAO adalah 1,36. II.8.4 Aircraft classification number (ACN) ICAO menggunakan nilai ACN dan PCN (pavement classification number) untuk melaporkan kekuatan perkerasan di bandar udara dan pesawat udara yang akan landing, dikenal dengan istilah ACN/PCN. PCN menunjukkan bahwa sebuah pesawat udara dengan ACN yang sama atau lebih kecil dari PCN dapat beroperasi pada perkerasan tergantung batasan tire pressure (ICAO,1983). ACN adalah nilai yang menyatakan pengaruh sebuah pesawat udara ke perkerasan dengan kekuatan subgrade standard. Nilai ACN dapat dihitung dengan menggunakan kurva desain atau persamaan analitis dan program komputer. Salah satu keuntungan utama adalah ACN hanya tergantung pada jenis pesawat udara dan kekuatan subgrade. PCN merupakan nilai yang menyatakan daya dukung perkerasan untuk pengoperasian pesawat udara. PCN yang dilaporkan untuk pesawat terbang ringan yaitu pesawat udara yang memiliki MTOW (maksimum take off weight) kurang dari 5700 kg, dinyatakan dalam berat pesawat udara dan tire pressure. Untuk pesawat udara yang lebih besar, laporan PCN berisi tentang tipe perkerasan, kategori subgrade, kategori tire pressure, dan metoda evaluasi yang digunakan untuk mendapatkan PCN.

19 ICAO memperbolehkan sedikit over load di perkerasan untuk pesawat udara dengan ACN yang sedikit lebih besar daripada PCN yang dilaporkan (ICAO, 1983). Hal ini memungkinkan manajemen bandar udara untuk memperkirakan kriteria operasional optimum untuk perkerasan di bandar udara dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti volume lalu lintas dan umur perkerasan (design life). Ketentuan dasar yang digunakan dalam penentuan nilai ACN adalah Kategori subgrade yaitu dalam metoda ACN-PCN nilai subgrade standar untuk perkerasan beton ditetapkan sebagai nilai k yang dikategorikan berdasarkan : kekuatan tinggi (high strength) k adalah 150 MN/m 3 dan mewakili semua nilai k diatas 120 MN/m 3, kodenya A. Kekuatan menengah (medium strength) nilai k adalah 80 MN/m 3 dan mewakili nilai k antara 60 dan 120 MN/m 3, kodenya B. Kekuatan rendah (low strength) nilai k adalah 40 MN/m 3 dan mewakili nilai k antara 25 dan 60 MN/m 3, kodenya C. Kekuatan sangat rendah (ultra low strength) nilai k adalah 20 MN/m 3 dan mewakili semua nilai k dibawah 25 MN/m 3, kodenya D. Flexural stress pada perkerasan beton adalah flexural stress standar pada perkerasan beton yang ditetapkan dengan nilai σ adalah 2,75 Mpa. Flexural stress yang digunakan untuk desain atau evaluasi perkerasan tidak ada hubungannya dengan flexural stress yang ditetapkan. Pengaruh tire pressure tidak terlalu penting dibandingkan dengan beban pesawat udara dan jarak roda. Oleh karena itu, tire pressure dikategorikan sebagai berikut : tinggi (high), tekanan tanpa batas, kode W. Menengah (medium), tekanan dibatasi sampai 1,50 MPa, kode X. Rendah (low), tekanan dibatasi sampai 1,00 Mpa, kode Y. Sangat rendah (very low), tekanan dibatasi sampai 0,50 MPa, kode Z. Metoda evaluasi : Nilai ACN didefenisikan sama dengan dua kali ESWL yang dinyatakan dalam ribuan kilogram dan tire pressure ESWL diasumsi sama dengan 1,25 Mpa (ICAO,1983). II.9 Metoda FAA Perkerasan kaku untuk bandar udara terdiri dari slab beton yang diletakkan di atas lapisan sub-base dari batu pecah atau yang distabilisasi di atas tanah dasar yang dipadatkan. Sub-base tidak dibutuhkan pada kondisi tertentu. Pelat beton harus mencegah meresapnya air genangan dan memberikan daya dukung yang diperlukan untuk menerima beban pesawat udara. Sub-base memberikan daya dukung yang mantap dan merata untuk perkerasan beton. Perencanaan perkerasan didasarkan pada berat bruto (gross weight) pesawat udara desain dan menggunakan berat keberangkatan maksimum pesawat udara (maximum take off weight of the aircraft). Beban pesawat udara diasumsikan 95 % gross weight dipikul oleh roda pendaratan utama pesawat udara (main landing gear) dan 5 % dipikul oleh roda depan

(nose gear), (ICAO,1983). Untuk annual departure melebihi 25.000, total tebal beton harus ditingkatkan berdasarkan Tabel II.5 di bawah ini. Tabel II.5 Tebal perkerasan untuk annual departure > 25.000 Tingkat keberangkatan tahunan Persen dari 25000 tebal departure (%) 50.000 104 100.000 108 150.000 110 200.000 112 Sumber : ICAO Aerodrome Design Manual, 1983 Tipe dan geometri main landing gear pesawat udara menentukan bagaimana beban pesawat udara didistribusikan pada perkerasan. Penyaluran beban pesawat udara berupa gross weight pesawat udara tersebut tergantung pada dimensi roda, tipe roda, konfigurasi roda, contact area roda dan tekanan roda. Asumsi yang digunakan untuk berbagai tipe dan konfigurasi roda adalah : Pertama, pesawat udara beroda ganda (dual wheel), jarak antara dual wheel untuk pesawat udara ringan adalah 20 inci (0,51 m) (jarak antara pusat roda) dan pesawat udara berat jaraknya antara pusat roda adalah 34 inci (0,86 m). Kedua, Pesawat udara beroda tandem ganda (dual tandem), jarak antara roda dual tandem untuk pesawat udara ringan adalah 20 inci (0,51 m) (jarak dual tandem) dan jarak tandem 45 inci (1,14 m). Untuk pesawat udara berat, jarak dual tandem 30 inci (0,76 m) dan jarak tandem 55 inci (1,40 m), untuk pesawat udara berbadan lebar seperti B-747, DC-10, dan L-1011 diasumsikan sama dengan pesawat udara berat. Tekanan roda (tire pressure) pesawat udara bervariasi antara 75 200 psi (0,52 1,38 MPa) tergantung pada konfigurasi roda dan gross weight pesawat udara. Tire pressure sedikit berpengaruh pada tegangan perkerasan selama gross weight pesawat udara meningkat, diasumsikan tekanan roda maksimum 200 psi (1,38 MPa) mungkin dilewati dengan aman jika parameter lain tidak meningkat (ICAO, 1983) Faktor keamanan metoda FAA berbeda dengan faktor kemanan metoda ICAO. Faktor keamanan metoda FAA ditunjukkan pada Tabel II.6 (Sumber : Yoder & Aerodrome, 1983) Tabel II.6 Faktor keamanan metoda FAA Annual Equivalent Departure of Critical Aircraft Factor of Safety 1200 or less 1,75 1200 to 3000 1,85 3000 to 6000 1,90 Greater than 6000 2,00 20

21 Metoda perencanaan menurut FAA memperhitungkan umur rencana (design life) selama 20 tahun tanpa pemeliharaan yang berarti, apabila tidak ada perubahan jenis pesawat udara yang harus dilayani. Kurva perencanaan perkerasan yang dibuat oleh FAA berdasarkan analisa pembebanan di interior slab beton, analisanya menggunakan teori Watergaard. Langkah-langkah perencanaan metoda FAA sebagai berikut : Membuat forecast annual departure pesawat udara yang harus dilayani oleh perkerasan, menentukan main gear type untuk setiap jenis pesawat udara, menentukan pesawat udara desain dengan prosedur : Perkirakan harga k dari subgrade, atau subbase bila tersedia. Tentukan flexural strength beton, gunakan data-data : flexural strength, harga k, MTOW dan ramalan annual departure, sebagai bahan untuk menentukan tebal perkerasan yang diperoleh dari kurva desain yang sesuai dengan masing-masing tipe pesawat udara. Kurva desain ini digunakan untuk area yang dilalui pesawat udara melintasi joint dengan kecepatan rendah seperti pada ujung runway, holding bay, taxiway dan apron. Bandingkan ketebalan yang diperoleh untuk setiap pesawat udara dengan ramalan lalu lintas. Pesawat udara desain adalah yang menghasilkan perkerasan yang paling tebal. Main gear type pesawat udara yang bukan pesawat desain, dikonversi ke main gear pesawat udara desain dengan menggunakan Tabel II.3. Hitung annual departure pesawat udara desain, kemudian menghitung total equivalent annual departure pada persamaan 2.13. Gunakan nilai : flexural strength, nilai k, MTOW pesawat udara desain dan total equivalent annual departure, sebagai data untuk menghitung perkerasan kaku dengan kurva desain yang sesuai. II.10 Metoda PCA Metoda perencanaan yang dibuat oleh PCA untuk merencanakan perkerasan kaku. didasarkan pada konsep kelelahan (fatigue). Metoda PCA juga digunakan untuk evaluasi kapasitas struktural ketebalan perkerasan kaku yang telah ditentukan. Flexural stress yang digunakan dalam prosedur perencanaan PCA adalah tegangan yang terjadi di interior slab beton. Kurva rencana untuk berbagai tipe pesawat udara telah dibuat oleh PCA dan karena dasar pemikiran analisanya sama dengan FAA, maka bisa digunakan kurva-kurva dari FAA (Yoder, 1975). PCA telah membuat program komputer untuk kurva desain manual yang tidak tersedia pada jenis pesawat udara tertentu. Salah satu data penting yang harus ada dalam merencanakan perkerasan kaku adalah annual departure dan MTOW pesawat udara, sehingga bisa ditentukan working stress yang diijinkan

pada kurva desain. Working stress adalah perbandingan modulus of rupture beton umur 90 hari dengan safety factor. 22 Working MR 90 stress =...(2.14) Safety factor Safety factor yang digunakan metoda PCA dapat dilihat pada Tabel II.7 di bawah ini (Yoder, 1975). Tabel II.7 Faktor keamanan metoda PCA Daerah perkerasan Angka keamanan Kritis : apron, taxiway, ujung landasan 1,7 2,0 sampai jarak 300 m, lantai hangar Non kritis : landasan bagian tengah, shoulder 1,4 1,7 PCA menggunakan konsep kelelahan (fatigue) pada lalu lintas pesawat udara campuran (mix traffic) yang harus dilayani perkerasan. Untuk melihat apakah beton mengalami kerusakan akibat beban repetisi, harus ditentukan dulu stress ratio-nya. Pengujian fatigue pada beton menunjukkan, jika stress rasio < 0,51 maka beton itu dapat menerima beban repetisi sampai pengulangan yang tak terhingga. Akan tetapi bila stress ratio meningkat, beban repetisi ijin akan berkurang, lihat Tabel II.2. Load repetition factor memperlihatkan pengaruh distribusi lateral lalu lintas pesawat udara, pada runway dan taxiway. Load repetition factor dinyatakan dengan coverage pada persamaan 2.15 (Yoder, 1975). 0,75wN C = D..(2.15) 12T dimana : C = Coverages D = Number of operations at full load N = Jumlah roda untuk satu main gear w = Lebar kontak area pada satu roda (in) T = Lebar lalu lintas (ft)

Nilai load repetition factor untuk beberapa tipe pesawat udara menggunakan persamaan 2.15 ditunjukkan pada Tabel II.8. 23 Tabel II.8 Load repetition factor untuk beberapa pesawat udara Load Repetition Factor Pesawat Taxiway Landasan τ = 24 in τ = 48 in τ = 96 in τ = 192 in DC 3 0.12 0.07 0.05 0.03 B-727 0.41 0.23 0.13 0.09 DC 8 dan B 707 0.83 0.46 0.25 0.17 B-747 0.58 0.38 0.33 0.28 C5A 0.74 0.61 0.37 0.25 B-2707 0.52 0.39 0.22 0.16 Concorder 0.83 0.44 0.23 0.15 DC-10-10 dan 0.57 0.40 0.22 0.12 L1011 Future 1.33 0.84 0.44 0.24 Sumber : Yoder E.J. dan Witczak M.W. (1975) Stress Ratio dihitung dengan persamaan rumus sebagai berikut : Stress Ratio = Flexural stress / MR rencana.. (2.16) MR rencana = MR 90 {1-(v / 100)}... (2.17) dimana : MR 90 = modulus of rupture beton umur 90 hari, psi V = koefisien variasi yang bergantung pada kontrol pengecoran beton Tabel II.9 Variasi kekuatan beton Kontrol Pengecoran Koefisien Variasi (%) Sangat bagus < 10 Bagus 10 15 Lumayan 15 20 Jelek > 20 Sumber : Yoder E.J. dan Witczak M.W. (1975)

24 Slab beton yang digunakan perkerasan kaku adalah bervariasi, slab beton yang pendek berkisar antara 20-25 ft (6,1 7,6 m) tanpa pembesian. Variasi panjang slab beton dapat dilihat pada Tabel II.10 (Yoder, 1975). Tabel II.10 Joint Spacing Beton sederhana Beton bertulang Metoda Tebal Beton (in) Memanjang (ft) Melintang (ft) Memanjang (ft) Melintang (ft) FAA 9 12,5 15 - - 9 12 20 20 - - 12 25 25 - - PCA 12 12,5 max 15-20 12,5 max 30-40 12 15 Channelized traffic 12,5 max 25-30 12,5 max 50 > 15 dan 12-15 Nonchannelized Varies 25-30 Varies 50 traffic Sumber : Yoder E.J. dan Witczak M.W. (1975) Perbedaan Metoda ICAO dengan FAA dan PCA diberikan di Tabel II.11 di bawah ini. Tabel II.11 Perbedaan Metoda ICAO, PCA dan FAA ICAO FAA PCA Perhitungan beban -Berdasarkan annual - Berdasarkan annual - Berdasarkan lalu lintas pesawat departure ekivalen departure ekivalen konsep fatigue udara Tegangan pada - Working stress - Flexural strength - Working stress kurva desain Desain perkerasan - Manual - Manual - Manual - Program PDILB - Program PDILB Faktor Keamanan Kritis : 1,36 Kritis : 1,75-2,0 Kritis : 1,7-2,0 Non kritis :1,4-1,7

25 II.11 Program Airfield Program Airfield (Kosasih, 2004) dikembangkan, berdasarkan pada program PDILB yang dikembangkan oleh RG. Packard dari Portland Cement Association (ICAO, 1983), sebagai program aplikasi windows dengan menggunakan bahasa pemrograman C++ dan dukungan database. Program ini didasarkan pada teori Westergaard untuk beban di tengah pelat beton yang ditumpu oleh pondasi dense liquid. Program Airfield digunakan untuk mendesain dan mengevaluasi perkerasan di bandar udara, baik perkerasan lentur maupun perkerasan kaku. Program Airfield menyediakan sejumlah fasilitas penting yang dapat bermanfaat, baik untuk proses desain, maupun untuk proses analisis, struktur perkerasan landasan pesawat udara, yaitu: Dapat digunakan untuk perkerasan kaku dan perkerasan lentur; dimana untuk desain struktur perkerasan lentur, teori yang digunakan adalah teori CBR. Hasil perhitungan tegangan lentur maksimum yang dapat dimanfaatkan untuk membentuk kurva desain yang diperlukan dalam proses desain secara manual. Hasil perhitungan distribusi tegangan lentur yang memungkinkan proses desain dengan kriteria retak lelah dapat dilakukan. Perhitungan nilai LRF yang juga diperlukan dalam proses desain secara manual. Perhitungan kontribusi dari setiap pesawat udara terhadap kerusakan struktur perkerasan, yang kemudian dapat digunakan untuk menentukan masa layan kritis, pesawat udara desain dan jalur desain kritis. Perhitungan nilai ACN/PCN yang diperlukan dalam pengoperasian bandar udara. Dalam program Airfield, pada prinsipnya terdiri dari 6 mode yaitu : Mode 1 : Mendesain Tebal - data input terdiri dari : k subbase/subgrade, MTOW, tire pressure, akan diperoleh tegangan maksimum dan tebal rencana. Mode 2 : Evaluasi Perkerasan Perkerasan yang telah ada (existing pavement), data tebal perkerasan dan modulus subgrade yang diketahui, maka program akan memberikan tegangan maksimum pada kondisi beban tertentu dan radius relative stifness (l). Mode 3 : Membuat Kurva Desain Data dengan berbagai macam nilai l (radius relative stiffness) dan F (berhubungan nilai momen) akan memperbaiki kurva desain pada pesawat udara tertentu (specific aircraft).

26 Mode 4 : Analisa Umum Data nilai l (radius relative stiffness) tertentu dengan berbagai macam putaran sudut (rotation angle) untuk mengetahui fungsi momen (properties of the moment function). Mode 5 : Mendesain Tebal Perkerasan untuk tegangan beton standar 2,75 MPa Data input berupa kekuatan tanah dasar k (subgrade) dan tegangan beton standar 2,75 MPa, maka program akan iterasi sehingga akan diperoleh tebal perkerasan yang dibutuhkan. Mode 6 : Mendesain Tebal dengan kategori standar nilai tanah dasar ACN/PCN Data input berupa tanah dasar pada kategori ACN/PCN dan tegangan beton 2,75 MPa akan diperoleh nilai ACN dan tebal yang dibutuhkan.