Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penegak hukum, tetapi lebih memberikan rasa aman kepada masyarakat.

KEBIJAKAN KEPALA POLISI DAERAH LAMPUNG DALAM UPAYA MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA MASYARAKAT LAMPUNG. (Jurnal Ilmiah) Oleh SEPTIAN ALAM

1. Undang undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA

SOP (STANDART OPERASIONAL PROSEDUR) Tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam teknologi informasi dengan penyebaran norma-norma dan nilai-nilai

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING

LEMBAR WAWANCARA. 1. Kasus-kasus apa saja yang meresahkan dan mengganggu ketertiban

: PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perbedaan pandangan, suku, budaya, dan pergaulan dapat

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mengarah dan menimbulkan hal-hal yang akan merusak tatanan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Negara memiliki kewajiban untuk melindungi tiap-tiap warga negaranya.

PERAN UNITBINMAS (UNIT PEMBINAAN MASYARAKAT) DALAM MENANGGULANGI KENAKALAN REMAJA PELAJAR. (Studi Kasus Pada Polsek Kerjo Kabupaten Karanganyar)

PENGARUSUTAMAAN HAM DALAM PELAYANAN PUBLIK DI POLRES METRO JAKARTA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang melingkupinya yaitu masyarakat. Dari berbagai publikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

BAB II GAMBARAN UMUMTENTANG LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Polsek Tampan kota Pekanbaru

Pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat Sebagai Upaya Reduksi Gejala Gangguan Kamtibmas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia, adalah salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PEMBAGIAN DAER

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SAT BINMAS POLRES BIMA KOTA TAHUN 2016

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN PEMBINAAN MASYARAKAT POLRES LOMBOK TENGAH

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai

Kriminalitas Sebagai Masalah Sosial

BAB IV ANALISIS YURIDIS PERATURAN KAPOLRI NOMOR 1 TAHUN 2009 TERKAIT PENGGUNAAN SENJATA API PADA TUGAS KEPOLISIAN PERSPEKTIF MAS}LAH}AH MURSALAH

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN POLMAS DI PANTAI INDUK DESA TAMAN AYU KAB. LOMBOK BARAT BULAN MARET 2016

BAB I PENDAHULUAN. hukum adalah Negara Republik Indonesia. Negara Indonesia adalah negara

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG TEKNIS PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pifih Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Polisi merupakan sebuah institusi hukum yang cukup tua, setua usia

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG

Sikap Dan Tindakan Kepolisian Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Premanisme Yang Terjadi Di Masyarakat. Oleh : Suzanalisa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai upaya polisi dalam menanggulangi pelanggaran Undang-undang

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN POLMAS DI WILAYAH DUSUN BUNCIT DESA LEMBAR SELATAN KEC. LEMBAR KAB. LOMBOK BARAT TANGGAL 29 SEPTEMBER 2016

BAB III PERANAN PIHAK POLDA SUMATERA UTARA DALAM MENAGGULANGI PENCURIAN KENDARAAN NERMOTOR YANG DILAKUKAN SECARA TERORGANISIR

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA SOSIALISASI PAM LINMAS BAGI PEMBINA LINMAS KECAMATAN KABUPATEN SEMARANG

7. PENUTUP Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. bisa dilakukan secara merata ke daerah-daerah, khususnya di bidang ekonomi

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG PENGAMANAN OBYEK VITAL UNIT PAM OBVIT POLRES LOMBOK TENGAH

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG POLMAS PERAIRAN

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN POLMAS DI DESA GUNUNG MALANG KEC. PRINGGABAYA LOMBOK TIMUR TANGGAL 28 JANUARI 2016

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam

SOP (STANDART OPERASIONAL PROSEDUR) Tentang

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR BHABINKAMTIBMAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

STANDAR OPERATION PROCEDURE (SOP) BID PROPAM POLDA BENGKULU TENTANG PENYUSUNAN LAPORAN BERKALA

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dinamika kegiatan ekonomi,

HARKATPUAN PATROLI TERPADU JAJARAN BAHARKAM POLRI DAN KEWILAYAHAN JAKARTA, 3 S.D. 4 OKTOBER 2017

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum, dengan jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia berdasarkan atas hukum ( rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Tahun Setiap

Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik

NASKAH PUBLIKASI PERANAN POLISI DALAM MENANGANI KASUS PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR DI POLRES WONOGIRI PADA TAHUN

INDIKATOR BIDANG KEAMANAN DAN KETERTIBAN

I. PENDAHULUAN. kepengurusan dengan dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik

JURNAL PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

BAB I PENDAHULUAN. Polri bukanlah satu-satunya alat negara yang bertanggung jawab atas

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi Birokrasi Polri terus mengalami pembaharuan baik dari sisi

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENGAWALAN TAHANAN POLRES MATARAM

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh sekelompok atau suatu rumpun masyarakat. Kata tawuran

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KANTOR PELAYANAN TERPADU SAMSAT DAN SATLANTAS POLTABES SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH LAMPUNG DIREKTORAT PEMBINAAN MASYARAKAT

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam civilian police yang

BAB IV. PENUTUP. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diajukan simpulan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR NO. DOKUMEN : SOP-SAMBANG NUSA/ / /2016

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan dalam berlalu lintas menjadi hal yang karena menyangkut

BAB I PENDAHULUAN. dari Sabang hingga ke Merauke. Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. kekerasan. Hal ini dapat dilihat dari tabel tentang jumlah kejahatan yang

V. PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam suatu organisasi hakekatnya memiliki sumber daya manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap fasilitas-fasilitas umum dan timbulnya korban yang meninggal dunia.

PERAN POLRI DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA CABUL PADA ANAK DI POLSEK KECAMATAN LOLAK KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROVINSI SULAWESI UTARA

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT TAHANAN DAN BARANG BUKTI

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan Polri lebih dari 50 Tahun yang lalu hingga saat ini, dalam kurun

BAB II PENGATURAN TENTANG PERAN POLISI DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN KELAPA SAWIT

Transkripsi:

IMPLEMENTASI SISTEM KEAMANAN SWAKARSA (STUDI PATROLI KEAMANAN POLISI) DI KECAMANTAN KATINGAN HILIR, KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Oleh Santi Bahar Ising dan Indra Chusin Program Studi Administrasi Negara FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya ABSTRAK Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna, makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data yang tampak (Sugiyono, 2007 : 3). Sumber data terdiri dari data primer, (1) Kapolsek Katingan Hilir. (2) Kanit Sabhara Polsek Katingan Hilir. (3) Banit Sabhara Polsek Katingan Hilir. (4) Kepala Desa. (5) Petugas Pos Kamling. (6) Tokoh masyarakat. Data sekunder, (1) Wawancara, (2) Observasi, (3) Dokumentasi. Implementasi sistem keamanan swakarsa (studi patroli keamanan Polisi) di Kecamantan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah masih belum berjalan dengan baik karena (1) Keterbatasan penyediaan fasilitas yang diperlukan dalam rangka penyelenggaran patroli. (2) Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yaitu jumlah personel sabhara hanya ada 4 orang dan jumlah kelurahan sebanyak 2, serta desa sebanyak 6 maka dalam pelaksanaannya tidak efektif dan jarak antara satu desa atau kelurahan dengan yang lainnya jauh walaupun bisa ditempuh dengan kendaraan darat. (3) rendahnya kesadaran para pelaksana yang kurang memahami dan pada gilirannya dapat menimbulkan penyimpangan dalam implementasi di lapangan. (4) Belum di sosialisasikan secara maksimal Peraturan Kepala Badan Pembinaan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Patroli. Kata Kunci : Sistem Keamanan, Patroli Keamanan PENDAHULUAN Masalah keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) merupakan suatu kebutuhan dasar yang senantiasa diharapkan masyarakat dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Oleh karenanya, masyarakat sangat mendambakan adanya keyakinan akan aman dari segala bentuk perbuatan, tindakan dan intimidasi yang mengarah dan menimbulkan hal-hal yang akan merusak tatanan kehidupan bermasyarakat, yang dilakukan oleh orangperorangan dan atau pihak-pihak tertentu lainnya. Dari berbagai kejadian (in-stabilisasi) tersebut yang menjadi pemicu terjadinya tindakan dekonstruktif adalah masalah etnis dan politik yang mengorbankan sebagian besar masyarakat yang tidak bersalah/tidak tahu menahu dengan pokok permasalahan. Untuk menciptakan, menjaga dan melindungi masyarakat Indonesia dari segala bentuk ketidak-amanan dan ketidak-tertiban adalah tugas Kepolisian Republik Indonesia mulai dari tingkat pusat sampai ke seluruh pelosok tanah air. Pada tingkat Kecamatan adalah Kepolisian Sektor (Polsek) yang merupakan perpanjangan tugas Kamtibmas dari Kepolisian Resort (Polres) setempat. Demikian pula di Kabupaten Katingan khususnya di Kecamatan Katingan Hilir yang menimbulkan kekhawatiran, ancaman, dan gangguan Kamtibmas, dirasakan sangat menyolok dan perlu mendapatkan perhatian. Tindak pidana sangat meresahkan masyarakat karena dapat memberikan akibat langsung yang mengakibatkan jatuhnya korban maupun penderitaan bagi korbannya. Adapun pelakupelaku tindak pidana ini tak segan-segan melakukan perbuatan terhadap korban dengan jalan mencederai atau bahkan disertai dengan tindakan-tindakan yang berakibat cacat tubuh atau matinya korban. Keadaan yang demikian sangat menyulitkan bagi pihak Kepolisian dalam menangkal, mencegah, dan Jurnal Ilmiah Administrasi Negara & Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Hal 31

menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat. Akan tetapi dengan adanya patroli dapat mencegah bertemunya niat dan kesempatan yang memungkinkan timbulnya kriminalitas, mencegah gangguan Kamtibmas, memberikan perlindungan, pengayoman, dan rasa aman serta tentram, menjalin hubungan sebagai mitra masyarakat untuk mendapatkan informasi dan partisipasi masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir ini masalah peningkatan kualitas dan kuantitas kejahatan di Indonesia, tahun ke tahun menunjukkan angka yang cenderung terus meningkat. Polda Kalimantan Tengah sebagai instansi yang bertanggung jawab di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat Kalimantan Tengah, telah berusaha semaksimal mungkin dengan berbagai cara dalam rangka menanggulangi gangguan Kamtibmas. Salah satu sarana untuk mencegah bertemunya niat dan kesempatan agar tidak terjadi gangguan Kamtibmas atau pelanggaran hukum, dalam rangka upaya memelihara atau meningkatkan tertib hukum dan upaya membina ketentraman masyarakat guna mewujudkan atau menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat melalui patroli. LANDASAN TEORI Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Dalam implementasi kebijakan, ada satu hal penting yang ditambahkan, yaitu diskresi atau ruang gerak bagi individu pelaksana di lapangan untuk memilih tindakan sendiri yang otonom dalam batas wewenangnya apabila menghadapi situasi khusus, misalnya apabila kebijakan tidak mengatur atau mengatur berbeda dengan kondisi lapangan. Diskresi adalah kehormatan fungsional para pelaksana implementasi kebijakan. Karena kebijakan adalah mati dan kehidupan masyarakat adalah hidup, dalam pelaksana kebijakan, para tingkat tertentu selalu diperlukan penyesuaian kebijakan dengan implementasi. Untuk itu, pelaksana kebijakan perlu diberi ruang gerak untuk melakukan adaptasi tersebut. Secara garis besar kita dapat mengatakan bahwa fungsi implementasi adalah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaransasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai hasil akhir (outcome) kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Oleh sebab itu, fungsi implementasi mencakup pula penciptaan ilmu kebijakan publik yang disebut juga dengan policy delivery system (sistem penyampaian/penerusan kebijakan publik) yang biasanya terdiri dari cara-cara atau sarana-sarana tertentu yang dirancang/didesain secara khusus serta diarahkan menuju tercapainya tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang di kehendaki. Dalam proses implementasi sebuah kebijakan, George C. Edwards, III (dalam Leo Agustino, 2006:149-154) mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi sebuah keberhasilan implementasi sebuah kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah : 1. Komunikasi Menurut George C. Edwards, III persyaratan pertama bagi efektivitas implementasi kebijakan adalah para pelaksana harus mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan, sebab hanya dengan cara demikian proses komunikasi antar sesama akan dapat berjalan dengan baik. 2. Sumber daya Sumber daya yang akan mendukung implementasi kebijakan yang efektif disini menyangkut : staf terampil, wewenang dalam jangkauan tugas, informasi tentang bagaimana melakukan pekerjaan dan fasilitas-fasilitas yang menyangkut sarana prasarana. 3. Sikap implementor / pelaksana Jika para pelaksana bersikap baik karena menerima suatu kebijakan, kemungkinan besar mereka akan melaksanakan kebijakan tersebut secara sungguh-sungguh seperti yang diharapkan pembuat kebijakan. Sebaliknya jika perspektif dan tingkah laku Jurnal Ilmiah Administrasi Negara & Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Hal 32

para pelaksana berbeda dengan para pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan akan mengalami kesulitan. 4. Struktur birokrasi Secara umum birokrasi merupakan suatu badan yang paling sering terlibat dalam implementasi kebijakan secara keseluruhan. Struktur organisasi pelaksana kebijakan mempunyai pengaruh penting pada implementasi kebijakan. Para pelaksana kebijakan dapat saja mengetahui apa yang harus dilakukan, memiliki keinginan serta dukungan fasilitas untuk melakukannya. Tetapi, pada akhirnya tidak dapat berbuat apa-apa terhalang oleh struktur organisasi tempat mereka bekerja. Terdapat dua hal penting dalam stuktur a. Pertama, Standar Operasional Prosedur (SOP) dari internal organisasi berisi standar buku dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang cocok untuk organisasi yang relatif tidak menghadapi perubahan drastis, namun akan sulit menyesuaikan diri terhadap organisasi yang menghendaki perubahan cara-cara yang lazim dilakukan dengan kata lain semakin besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam cara yang lazim dari suatu organisasi, semakin besar pula probabilitas (peluang atau nilai kemungkinan) SOP (Standar Operasional Prosedur) menghambat implementasi. b. Kedua, struktur birokrasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan yang berasal dari luar (eksternal). Tanggung jawab atas suatu bidang kebijakan tidak semata-mata menyatu pada satu instansi melainkan menyebar pada berbagai organisasi yang terlibat, akan tetapi masing-masing organisasi mempertahankan eksistensinya sehingga menyulitkan pelaksanaan organisasi. METODE PENELITIAN Polsek Katingan Hilir, Kecamantan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah. Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kepolisian Sektor (Polsek) Kecamantan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah. Adapun yang menjadi sumber data primer adalah Kapolsek Katingan Hilir, Kanit Sabhara, anggota Polsek Katingan Hilir, Kepala Desa, Ketua RT, security Bank, petugas jaga poskamling, dan tokoh masyarakat. PEMBAHASAN Dalam proses implementasi sebuah kebijakan, George C. Edwards, III (dalam Leo Agustino, 2006:149-154) mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi sebuah keberhasilan implementasi sebuah kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah : 1. Komunikasi Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam rangka pelaksanaan fungsi tersebut diperlukan berbagai upaya tidak terbatas pada Kepolisian saja, tetapi juga harus didukung oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Karena disadari benar dengan segala keterbatasan pihak Kepolisian, tanpa peran serta masyarakat dalam upaya menanggulangi tindak kejahatan yang terjadi, akan sangat sulit bagi pihak Kepolisian mewujudkan rasa aman dan tentram dalam masyarakat. Berdasarkan hasil pengamatan, peneliti berpendapat bahwa proses komunikasi antar pelaksana dengan masyarakat di lapangan belum berjalan dengan baik, nampak adanya kejadian-kejadian yang nyata-nyata telah meresahkan tatanan kehidupan masyarakat, seperti tindak kriminal (perkelahian, pencurian, pemerkosaan, dan kenakalan remaja), dan masalah perdata mengenai sengketa harta benda serta beberapa perselisihan dan perbedaan pendapat yang dapat mengancam Kamtibmas. Untuk mencegah dan mengatasi berbagai bentuk tindakan yang mengancam Kamtibmas, maka kesiapan dan tindakan cepat dari Kepolisian sangat dituntut ada atau tidak adanya informasi dari masyarakat sebagai mitra polisi dalam memelihara keamanan Jurnal Ilmiah Administrasi Negara & Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Hal 33

dan ketertiban masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut Kapolsek Katingan Hilir Iptu Gede Agus Putra Atmaja mengemukakan Apapun yang polisi lakukan dalam usaha dalam mengendalikan kejahatan, mereka harus mengakui bahwa usaha mereka sangat tergantung pada adanya kerjasama dan peran serta masyarakat. 2. Sumber daya Keterbatasan sumber daya yang akan mendukung pelaksanaan patroli menyangkut : personil patroli Polsek Katingan Hilir sebanyak 4 orang sedangkan jumlah kelurahan sebanyak 2 dan desa sebanyak 6, maka dalam pelaksanaannya tidak efektif dan jarak antara satu desa atau kelurahan dengan yang lainnya jauh walaupun bisa ditempuh dengan kendaraan darat, sarana dan prasarana seperti mobil patroli sebanyak 1 unit, inipun sering kali mengalami kerusakan sehingga menghambat petugas Kepolisian untuk melaksanakan kegiatan patroli maupun mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP), sepeda motor dinas sebanyak 2 unit tetapi sepeda motor tersebut hanya dapat digunakan untuk petugas yang tidak ada kendaraan pribadinya, akibatnya pada pelaksanaan patroli tidak dapat berjalan dengan baik. 3. Sikap implementor / pelaksana Kanit Sabhara Bripka Sulis Heri mengakui bahwa aparat Kepolisian tak bisa berbuat apa-apa tanpa peran serta masyarakat. Sehingga, pihaknya menghimbau kepada masyarakat agar menghidupkan kembali sistem keamanan swakarsa. Masyarakat dan Polri adalah satu kesatuan yang harus bersama-sama menjaga setiap tindakan yang mengacaukan keamanan, tegasnya. Kerjasama dan peran serta masyarakat sangat berarti bagi penanggulangan kejahatan. Kesadaran masyarakat dalam berpartisipasi dibidang keamanan dan ketertiban, merupakan potensi pengamanan swakarsa yang perlu ditingkatkan guna menumbuh kembangkan sikap mental, kepekaan dan daya tanggap setiap warga masyarakat dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat. tidak semua anggota polisi mengerti tentang bagaimana peraturan tentang patroli dilaksanakan, peraturan tidak akan mencapai sasaran yang dikehendaki apabila para pelaksanaannya kurang memahami dan pada gilirannya dapat menimbulkan penyimpangan di lapangan. Selain itu, perlu kejelasan perintah yang harus dilaksanakan oleh pelaksana, artinya bahwa perintah yang diterima oleh pelaksana tidak boleh bertentangan satu sama lain dan dituntut peran besar Kepolisian dalam menimbulkan kesadaran diri masyarakat sehingga timbul pemikiran bahwa penanggulangan kejahatan merupakan kepentingan bersama. 4. Struktur birokrasi Kondisi wilayah hukum Polsek Katingan Hilir merupakan wilayah yang sedang berkembang serta memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, sehingga apabila dikembangkan dapat menjadi tulang punggung perekonomian daerah. Dilain pihak situasi dan kondisi wilayah dapat digolongkan dan merupakan hakekat ancaman berkaitan dengan pemekaran wilayah, sehingga apabila tidak mendapatkan penanganan yang tepat maka dapat menyebabkan timbulnya gangguan Kamtibmas. struktur organisasi pelaksana kebijakan mempunyai pengaruh penting pada implementasi kebijakan. Terdapat dua hal penting dalam stuktur : a. Pertama, Standar Operasional Prosedur (SOP) dari internal organisasi berisi standar buku dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang cocok untuk organisasi yang relatif tidak menghadapi perubahan drastis, namun akan sulit menyesuaikan diri terhadap organisasi yang menghendaki perubahan cara-cara yang lazim dilakukan dengan kata lain semakin besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam cara yang lazim dari suatu organisasi, semakin besar pula probabilitas (peluang atau nilai kemungkinan) SOP (Standar Operasional Prosedur) menghambat implementasi. Jurnal Ilmiah Administrasi Negara & Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Hal 34

b. Kedua, struktur birokrasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan yang berasal dari luar (eksternal). Tanggung jawab atas suatu bidang kebijakan tidak semata-mata menyatu pada satu instansi melainkan menyebar pada berbagai organisasi yang terlibat, akan tetapi masingmasing organisasi mempertahankan eksistensinya sehingga menyulitkan pelaksanaan organisasi. KESIMPULAN Dari berbagai uraian pada bab sebelumnya, dapat di simpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Implementasi Peraturan Kepala Badan Pembinaan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Patroli di Polsek Katingan Hilir masih belum berjalan dengan baik dikarenakan adanya keterbatasan sumber daya, stuktur organisasi yang kurang memadai dan kurang efektif, dan komitmen yang rendah di kalangan petugas. 2. Kendala-kendala yang dihadapi Polsek Katingan Hilir dalam rangka Implementasi Peraturan Kepala Badan Pembinaan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Patroli, antara lain adalah : a. Keterbatasan penyediaan fasilitas yang diperlukan dalam rangka penyelenggaran patroli. b. Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yaitu jumlah personel sabhara hanya ada 4 orang dan jumlah kelurahan sebanyak 2 dan desa sebanyak 6 maka dalam pelaksanaannya tidak efektif dan jarak antara satu desa atau kelurahan dengan yang lainnya jauh walaupun bisa ditempuh dengan kendaraan darat. c. Rendahnya kesadaran para pelaksana yang kurang memahami dan pada gilirannya dapat menimbulkan penyimpangan dalam implementasi di lapangan. Selain itu, perlu kejelasan perintah yang harus dilaksanakan oleh pelaksana, artinya bahwa perintah yang diterima oleh pelaksana tidak boleh bertentangan satu sama lain dan dituntut peran besar Kepolisian dalam menimbulkan kesadaran diri masyarakat sehingga timbul pemikiran bahwa penanggulangan kejahatan merupakan kepentingan bersama. Kerjasama dan peran serta masyarakat sangat berarti bagi penanggulangan kejahatan. Kesadaran masyarakat dalam berpartisipasi dibidang keamanan dan ketertiban, merupakan potensi pengamanan swakarsa yang perlu ditingkatkan guna menumbuh kembangkan sikap mental, kepekaan dan daya tanggap setiap warga masyarakat dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat. d. Belum di sosialisasikan secara maksimal Peraturan Kepala Badan Pembinaan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Patroli kepada petugas. SARAN 1. Perlu adanya penyediaan fasilitas sarana dan prasarana guna pelaksanaan patroli. 2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia guna pelaksanaan patroli. 3. Perlu adanya pembinaan dalam pelaksanaannya sehingga arah prioritas dan saran tugas dalam pelaksanaan operasional senantiasa berorientasi pada kinerja dan pelaksanaan tugas-tugas pokok Polri serta perlu adanya kerjasama dan peran serta masyarakat dari sikap acuh tak acuh menjadi siap ikut bertanggung jawab dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat. 4. Perlu adanya sosialisasi secara intensif agar Peraturan Kepala Badan Pembinaan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Patroli dapat dilaksanakan dengan baik. REFERENSI Agustino, Leo, 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta. Jurnal Ilmiah Administrasi Negara & Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Hal 35

Nugroho, Riant, 2003. Public Policy. Jakarta : Elek Media Komutindo. Noor, Juliansyah, Dr. S.E., M.M., 2011, Metodologi Penelitian. Jakarta : Prenada Media Group. Pasolong, Harbani, 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta. Peraturan Kepala Badan Pembinaan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tanggal 31 Desember 2009 tentang Patroli. Peraturan Kapolri Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Sistem Manajemen Pengamanan Organisasi, Perusahaan dan/atau Instansi/Lembaga Pemerintah. Peraturan Kapolri Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor. Sugiyono, 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002. Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jurnal Ilmiah Administrasi Negara & Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Hal 36