PENGUNGKAPAN SUSTAINABILITY REPORTING TAHUN 2006 PADA ENAM PERUSAHAAN DI INDUSTRI PERTAMBANGAN. Oleh GITA NUURRISMAILA AKBAR H

dokumen-dokumen yang mirip
PENGUNGKAPAN SUSTAINABILITY REPORTING TAHUN 2006 PADA ENAM PERUSAHAAN DI INDUSTRI PERTAMBANGAN. Oleh GITA NUURRISMAILA AKBAR H

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, sosial, maupun ekonomi.dampak negatif yang ditimbulkan. dampak atas keseimbangan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan lingkungan menjadi semakin menarik seiring dengan adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu kepedulian organisasi bisnis

BAB I PENDAHULUAN. wacana CSR berkembang. Munculnya KTT Bumi di Rio pada 1992

BAB 1 PENDAHULUAN. kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development)

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya kesadaran dan kepekaan para stakeholders perusahaan, maka

BAB I PENDAHULUAN. Melihat ketatnya persaingan di industri transportasi, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. bisa hanya berfokus kepada laba saja. Perusahaan dituntut untuk lebih

PENGUNGKAPAN INFORMASI SOSIAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DALAM LAPORAN TAHUNAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility mungkin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) dan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan corporate

BAB 1 PENDAHULUAN. jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility-csr) dimana perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan atau dalam bahasa Inggris adalah enterprise terdiri dari satu

BAB I PENDAHULUAN. Hal inilah yang mendorong perubahan paradigma para pemegang saham dan

BAB I PENDAHULUAN. beroperasi untuk mewujudkan tujuan perusahaan baik jangka pendek maupun dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi situasi ekonomi pasar bebas. Perkembangan bisnis dalam

PENDAHULUAN. Tanggung jawab sosial (Social Responsibility) pada hakekatnya adalah hal

BAB I PENDAHULUAN. Tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan Corporate

I. PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas usaha tersebut (Badan Pusat Statistik, 2013). Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. kontribusinya dalam kehidupan komunitas lokal sebagai rekanan dalam kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan semata (single bottom line), melainkan juga beberapa aspek penting

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai sebuah sistem dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu alat yang digunakan oleh manajemen untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan laba untuk sebesar-besarnya kemakmuran pemagang saham.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi ditandai dengan perkembangan industri pada. umumnya. Perkembangan industri merupakan hasil dari perkembangan

PEDOMAN PERILAKU Code of Conduct KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kesejahteraan bersama yang berkelanjutan (sustainable. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menghendaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Teori Kecenderungan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan banyak masyarakat, baik secara perorangan maupun kelompok,

BAB I. Pada awalnya bisnis dibangun dengan paradigma single bottom line

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini topik kinerja sosial terhadap stakeholders menjadi topik yang

BAB I PENDAHULUAN. Maraknya pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR),

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya alam yang berlimpah, yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. dan negatif. Di satu sisi, perusahaan menyediakan barang dan jasa yang diperlukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah meningkatkan nilai perusahaan secara berkelanjutan (sustainable) dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pedoman merupakan alat atau acuan yang digunakan untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam dunia industri yang sangat menuntut perbaikan berkelanjutan

Bab 1. Pendahuluan. untuk menjawab tantangan yang terus berkembang di industri telekomunikasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. selama beberapa tahun terakhir ini. Banyak orang berbicara tentang CSR dan

BAB I PENDAHULUAN. semakin maraknya komitmen untuk melaksanakan good governance. Pelaksanaan

pemerintah melalui peraturan daerah. Contoh kerugian jangka panjang adalah menurunnya tingkat kepercayaan perusahaan di mata masyarakat, menurunnya

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab pada aspek keuntungan secara ekonomis saja, yaitu nilai

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) adalah salah satu kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam memenangkan persaingan didalam dunia usaha adalah meningkatnya profit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penerapan sistem tata kelola perusahaan yang baik atau Good

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari kegiatan atau tindakan ekonomi perusahaan. Kegiatan produksi yang

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban yang harus dilaksanakan oleh suatu perusahaan dimana merupakan

09Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility (CSR)).

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Informasi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi para investor dan calon

LAMPIRAN. 1. Surat Tugas 2. Daftar hadir peserta pengabdian masyarakat 3. Materi pengabdian masyarakat 4. Foto kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ditengah perkembangan ekonomi yang semakin meningkat, hampir

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai awal munculnya konsep pembangunan berkelanjutan adalah karena

BAB 1 PENDAHULUAN. dikelola untuk menghasilkan barang atau jasa (output) kepada pelanggan

BAB I PENDAHULUAN. media pengungkapan (disclosure) maupun perangkat evaluasi dan monitoring

BAB I PENDAHULUAN. diterima lagi. Perkembangan dunia usaha saat ini menuntut perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kerusakan lingkungan dan masyarakat (Prastowo dan Huda, 2011:39).


BAB I PENDAHULUAN. saham atau pihak-pihak yang mempunyai kepentingan keuangan tetapi juga

Keynote Speech. Nurhaida Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. antara investor dengan perusahaan yang dilakukan melalui perdagangan instrumen

12Pasca. Kewirausahaan, Etika Profesi dan Hukum Bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan sebuah komunitas negaranegara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pentingnya Corporate Social Responsibility (CSR) harus dilandasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. kinerja keuangan perusahaan namun juga ingin mengetahui mengenai kinerja non

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berkaitan dengan lingkungan, khususnya masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan keunggulan kompetitif (competitive advantage) bisnisnya agar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. modal. Berpihaknya perusahaan kepada pemilik modal mengakibatkan perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. revolusi industri (akuntansi konvensional) menyebabkan pelaporan akuntansi

Transkripsi:

PENGUNGKAPAN SUSTAINABILITY REPORTING TAHUN 2006 PADA ENAM PERUSAHAAN DI INDUSTRI PERTAMBANGAN Oleh GITA NUURRISMAILA AKBAR H24104081 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

ABSTRAK Gita Nuurrismaila Akbar. H24104081. Pengungkapan Sustainability Reporting Tahun 2006 pada Enam Perusahaan di Industri Pertambangan. Di bawah bimbingan Beatrice Mantoroadi Perusahaan tambang merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang eksplorasi alam yang dapat menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan sekitar dan mendapat perhatian lebih besar dari masyarakat serta tuntutan agar dapat bertanggung jawab. Aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan perusahaan yaitu reklamasi alam, reboisasi, revegetasi lahan, pengelolaan limbah, tanggung jawab terhadap kesehatan dan keselamatan baik karyawan maupun masyarakat sekitar, dan lain-lain. Dari semua itu, lahirlah konsep CSR (Corporate Social Responsibility). CSR merupakan bagian dari GCG (Good Corporate Governance) yaitu prinsip akuntabilitas, transparansi dan tanggung jawab. Untuk itu perlu adanya transparansi dalam melaporkan Sustainability Reporting ( Laporan CSR) perusahaan agar dapat memperoleh kepercayaan dan nilai bagi stakeholder (pemerintah, masyarakat dan pemegang saham) yang akan mendukung keberlanjutan perusahaan atas aktivitas-aktivitas yang telah dilakukannya mencakup aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (Triple Bottom Line). Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui pengungkapan indikator-indikator kinerja ekonomi, sosial dan lingkungan perusahaan dalam Sustainability Reporting periode tahun 2006, (2) Mengetahui tingkat keluasan dan kedalaman Sustainability Reporting tersebut dengan pendekatan skoring dan (3) Mengetahui tingkat level dari Sustainability Reporting masing-masing perusahaan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2008 sampai dengan Mei 2008. Lokasi pengumpulan dan pengolahan data diperoleh dari publikasi instansi yaitu Ikatan Akuntansi Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat kuantitatif dan kualitatif dalam periode tahun 2006. Data yang digunakan adalah laporan keberlanjutan (Sustainability Reporting) tahun 2006 dari masing-masing perusahaan di industri Pertambangan dengan mengambil sampel 6 (enam) Perusahaan yaitu PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM), PT Freeport Indonesia (PTFI), PT Internasional Nickel Indonesia Tbk (INCO), PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Timah Tbk (TIMAH). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel untuk menghitung total skoring indikator-indikator kinerja ekonomi, sosial dan lingkungan serta membuat grafik sebagai ringkasannya. Sedangkan untuk mengetahui pengungkapan kinerja ekonomi, sosial dan lingkungan, penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk memperoleh gambaran secara rinci mengenai pengungkapan Sustainability Reporting masing-masing perusahaan. Untuk mengukur pengungkapan Sustainability Reporting perusahaan yaitu dengan mengacu GRI G3 (Third Generation) Guideliness yang baru dikeluarkan pada tahun 2006. Analisis pengungkapan laporan tersebut dilakukan teknik skoring dalam bentuk : (1) Naratif (Penjabaran) : dengan nilai skor sebesar 1. (2) Grafik/Tabel : dengan nilai skor sebesar 2. (3) Non-moneter (Hal yang tidak berhubungan dengan keuangan, seperti hari, orang, kg, meter, hektar) : dengan nilai skor sebesar 3. (4) Moneter (Hal yang berhubungan dengan keuangan) : dengan nilai skor sebesar 4. Lalu dikelompokkan sesuai dengan kategori menurut Chapman

and Milne (2003), Sedangkan untuk mengetahui level Sustainability Reporting masing-masing perusahaan yaitu dengan menggunakan Kriteria Level Aplikasi (Application Level Criteria) dari GRI Application Level. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengungkapan komponen GRI terbesar yaitu KPC dengan 70 komponen indikator dari 79 komponen (88,61%), diikuti oleh PT Aneka Tambang Tbk sebesar 38 Komponen Indikator (48,10%), PT Timah Tbk sebesar 24 Komponen Indikator (30,38%), PT Freeport Indonesia sebesar 20 Komponen Indikator (25,32%), PT Tambang Batu Bara Bukit Asam sebesar 19 Komponen Indikator (24,05%) dan pengungkapan komponen terkecil yaitu INCO sebesar 5 Komponen Indikator (6,33%). Tingkat keluasan dan kedalaman (Breadth and Depth) dari Sustainability Reporting 6 sampel perusahaan di Industri Pertambangan pada kategori Trailblazers (skor antara 121-140) yaitu KPC dengan skor 134, kategori Pressing Hard (skor antara 61-80) yaitu PT Aneka Tambang Tbk, kategori Not So Hot (skor antara 41-60) yaitu PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk, PT Freeport Indonesia dan PT Timah Tbk sedangkan kategori terendah Bottom Crawler (skor antara 0-20) yaitu PT Internasional Nickel Indonesia Tbk dengan skor 15. Sedangkan level Sustainability Reporting tertinggi yaitu KPC dengan tingkat Level A, diikuti dengan ANTAM pada Level B+, PTFI dan TIMAH di Level B, PTBA pada Level C+ dan terakhir INCO di Level C.

PENGUNGKAPAN SUSTAINABILITY REPORTING TAHUN 2006 PADA ENAM PERUSAHAAN DI INDUSTRI PERTAMBANGAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Oleh GITA NUURRISMAILA AKBAR H24104081 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN PENGUNGKAPAN SUSTAINABILITY REPORTING TAHUN 2006 PADA ENAM PERUSAHAAN DI INDUSTRI PERTAMBANGAN SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI Pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Oleh GITA NUURRISMAILA AKBAR H24104081 Menyetujui, Juni 2008 Beatrice Mantoroadi, SE.Ak, MM Dosen Pembimbing Mengetahui, Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.sc. Ketua Departemen Tanggal Ujian : 9 Juni 2008 Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 20 Agustus 1986. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan M. Mudji Akbar dan Eulis Mintarsih. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Dian Pratiwi Bogor pada tahun 1992, lalu melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Pengadilan I Bogor. Pada tahun 1998, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Bogor dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Bogor dan masuk dalam program IPA pada tahun 2001. Pada tahun 2004, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis tidak aktif terlibat dalam kegiatan organisasi mahasiswa namun pada tahun 2006, penulis ikut berpartisipasi sebagai panitia dalam acara Advertising Combination yang diselenggarakan oleh Himpunan Profesi (Himpro) Departemen Manajemen yaitu Centre of Management.

KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Pencapaian pembangunan berkelanjutan (Sustainability Development) yang diaplikasikan dengan penerapan Good Corporate Governance (GCG) dalam perusahaan. Salah satunya dengan mengimplementasikan prinsip tanggung jawab sosial dan transparansi serta akuntabilitas dalam pelaporannya. Sehingga diperlukan informasi yang jelas bagi seluruh stakeholder perusahaan. Skripsi ini berjudul Pengungkapan Sustainability Reporting Tahun 2006 Pada Enam Perusahaan di Industri Pertambangan. Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moriil maupun materiil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Beatrice Mantoroadi, SE. Ak, MM sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, inspirasi, motivasi, saran dan pengarahan kepada penulis. 2. Dr. Ir. Abdul Kohar. M.Sc dan Wita Juwita Ermawati. S.TP, MM atas kesediaannya untuk meluangkan waktu menjadi dosen penguji. 3. Staf Perpustakaan Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI), Jakarta yang telah membantu memberikan informasi dalam skripsi ini. 4. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Manajemen, FEM IPB. 5. Papa dan Mama tercinta yang telah memberikan kasih sayang yang tidak ternilai serta do`a yang tulus. Aji (My Twins), Fakih dan Haudly buat semua keributan dan keceriaan di rumah. 6. Pandu Triyuda, Amd atas semua semangat, kasih sayang, pengertian dan kesabarannya.

7. Teman satu bimbingan Bilqis dan Ayu buat semangat dan semua bantuannya. 8. Best Friends : Billie Congoria, Iqyoh San, Nyai Windi, Nishyonk, Doclo dan Fidobz (+ ii) buat semua kebersamaan kita. I`ll miss u all... 9. Semua Teman-teman Manajemen`41, sebuah kenangan yang tidak akan terlupakan. 10. Teman masa kecil ku Ecqa, Phe-end, Miecan, Abank, dan semuanya. 11. Asrama A3/301 Kaka Vina, Ai dan Rina 12. Ayu Raulito, Puri, Ima, Fina. 13. A tse dan om Duth. 14. Fafa kecil yang lucu 15. Mas-mas rental yang telah meminjamkan komputernya selama ini. 16. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Akhir kata, semua kekurangan dalam skripsi ini berasal dari diri penulis. Namun penulis akan berusaha memperbaikinya dengan seluruh kemampuan yang ada. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan demi kemajuan ke arah yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin. Bogor, Juni 2008 Penulis

DAFTAR ISI ABSTRAK RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 6 1.3. Tujuan Penelitian... 7 1.4. Manfaat Penelitian... 7 1.5. Batasan Penelitian... 8 II. TINJAUAN PUSTAKA... 9 2.1. Corporate Social Responsibility (CSR)... 9 2.2. Tahap-tahap Penerapan CSR... 11 2.3. CSR dan Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT)... 13 2.4. Konsep Triple Bottom Line... 15 2.5. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainability Development)... 17 2.5.1. Pengertian Berkelanjutan... 17 2.5.2. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan... 17 2.5.3. Konsep Dasar Pembangunan Berkelanjutan... 19 2.5.4. Komponen Pembangunan Berkelanjutan... 19 2.5.4.1. Keberlanjutan di Bidang Manusia (Human Sustainability)... 19 2.5.4.2. Keberlanjutan di Bidang Sosial (Social Sustainability)... 20 2.5.4.3. Keberlanjutan di Bidang Lingkungan (Environmental Sustainability)... 21 2.5.4.4. Keberlanjutan di Bidang Ekonomi (Economic Sustainability)... 21 2.5.5. Prinsip-Prinsip keberlanjutan... 21 2.5.6. Pentingnya Pembangunan Berkelanjutan... 21 2.5.7. Manfaat Pembangunan Berkelanjutan... 22 2.6. Pelaporan Program CSR... 23 2.7. Global Reporting Initiative (GRI) G3 Sustainability Reporting Guidelines (Panduan Laporan Keberlanjutan GRI G3)... 25 2.8 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu... 27

III. METODE PENELITIAN... 30 3.1. Kerangka Pemikiran... 30 3.2. Metode Penelitian... 32 3.2.1. Pengumpulan Data... 32 3.2.2. Pengolahan dan Analisis Data... 32 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 35 4.1. Gambaran Umum Perusahaan... 35 4.1.1. PT Aneka Tambang Tbk... 35 4.1.2. PT Freeport Indonesia... 35 4.1.3. PT Internasional Nickel Indonesia Tbk... 36 4.1.4. PT Kaltim Prima Coal... 37 4.1.5. PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk... 38 4.1.6. PT Timah Tbk... 38 4.2. Pengungkapan Sustainability Reporting Tahun 2006 Perusahaan di Industri Pertambangan berdasarkan Global Reporting Initiative (GRI) G3 Guideliness... 40 4.2.1. Pengungkapan Sustainability Reporting PT Aneka Tambang Tbk... 40 4.2.2. Pengungkapan Sustainability Reporting PT Freeport Indonesia... 52 4.2.3. Pengungkapan Sustainability Reporting PT Internasional Nickel Indonesia Tbk 61 4.2.4. Pengungkapan Sustainability Reporting PT Kaltim Prima Coal... 63 4.2.5. Pengungkapan Sustainability Reporting PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk... 84 4.2.6. Pengungkapan Sustainability Reporting PT Timah Tbk... 94 4.3. Pengungkapan Sustainability Reporting Perusahaan di Industri Pertambangan berdasarkan Skoring... 104 4.3.1. PT Aneka Tambang Tbk... 105 4.3.2. PT Freeport Indonesia... 106 4.3.3. PT Internasional Nickel Indonesia Tbk... 107 4.3.4. PT Kaltim Prima Coal... 108 4.3.5. PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk... 110 4.3.6. PT Timah Tbk... 111 4.4. Tingkatan level Sustainability Reporting Perusahaan di Industri Pertambangan... 113 4.4.1. PT Aneka Tambang Tbk... 113 4.4.2. PT Freeport Indonesia... 114 4.4.3. PT Internasional Nickel Indonesia Tbk... 114 4.4.4. PT Kaltim Prima Coal... 115 4.4.5. PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk... 116 4.4.6. PT Timah Tbk... 117

KESIMPULAN DAN SARAN... 118 A. KESIMPULAN... 118 B. SARAN... 119 DAFTAR PUSTAKA... 120 LAMPIRAN... 122 DAFTAR ISTILAH DAN DEFINISI... 139

DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Jumlah Penduduk Miskin (dalam Juta Jiwa)... 3 2. Prinsip-prinsip Keberlanjutan... 22 3. Tipe Pelaporan dan Waktu Awal Publikasi... 24 4. Pengelompokkan Kategori berdasarkan Skor... 33 5. Pengungkapan Laporan Keberlanjutan Tahun 2006 PT Aneka Tambang Tbk... 41 6. Pengungkapan Laporan Keberlanjutan Tahun 2006 PT Freeport Indonesia... 53 7. Pengungkapan Laporan Keberlanjutan Tahun 2006 PT Internasional Nickel Indonesia Tbk... 61 8. Pengungkapan Laporan Keberlanjutan Tahun 2006 PT Kaltim Prima Coal... 63 9. Pengungkapan Laporan Keberlanjutan Tahun 2006 PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk... 85 10. Pengungkapan Laporan Keberlanjutan Tahun 2006 PT Timah Tbk... 94 11. Perhitungan Skoring Komponen Indikator Kinerja PT Aneka Tambang Tbk... 105 12. Perhitungan Skoring Komponen Indikator Kinerja PT Freeport Indonesia... 106 13. Perhitungan Skoring Komponen Indikator Kinerja PT Internasional Nickel Indonesia Tbk... 107 14. Perhitungan Skoring Komponen Indikator Kinerja PT Kaltim Prima Coal... 109 15. Perhitungan Skoring Komponen Indikator Kinerja PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk... 110 16. Perhitungan Skoring Komponen Indikator Kinerja PT Timah Tbk... 111 17. Pengelompokkan Kategori tingkat keluasan dan kedalaman Sustainability Reporting 6 Perusahaan di Industri Pertambangan periode tahun 2006... 112 18. Pengungkapan Profil GRI G3 PT Aneka Tambang Tbk... 113 19. Pengungkapan Profil GRI G3 PT Freeport Indonesia... 114 20. Pengungkapan Profil GRI G3 PT Internasional Nickel Indonesia Tbk... 115 21. Pengungkapan Profil GRI G3 PT Kaltim Prima Coal... 115 22. Pengungkapan Profil GRI G3 PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk... 116 23. Pengungkapan Profil GRI G3 PT Timah Tbk... 117

DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Triple Bottom Line... 16 2. Bagan Kerangka Pemikiran... 31 3. Kriteria Level Aplikasi (Application Level Criteria)... 34 4. Pengungkapan Kinerja Perusahaan di Industri Pertambangan Berdasarkan GRI G3 Guidelines... 104 5. Komponen indikator kinerja PT Aneka Tambang Tbk... 106 6. Komponen indikator kinerja PT Freeport Indonesia... 107 7. Komponen indikator kinerja PT Internasional Nickel Indonesia Tbk.. 108 8. Komponen indikator kinerja PT Kaltim Prima Coal... 108 9. Komponen indikator kinerja PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk 110 10. Komponen indikator kinerja PT Timah Tbk... 111 11. Grafik Tingkat Keluasan dan Kedalaman dari Sustainability Reporting Tahun 2006... 112

DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. GRI G3 Guidelines... 122 2. Pengungkapan GRI Kriteria Level Aplikasi... 130 3. Pengungkapan Komponen Kinerja Perusahaan berdasarkan GRI G3 Guidelines... 135 4. Rekapitulasi Profil Sampel Perusahaan Go Public... 138

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Umumnya perusahaan dalam bidang pertambangan lebih mendapatkan perhatian dari masyarakat dibandingkan dengan perusahaan non tambang. Perusahaan tambang merupakan perusahaan yang bergerak dalam usaha eksplorasi alam sehingga diwajibkan untuk melakukan fungsi tanggung jawab sosialnya terhadap dampak dari kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan khususnya bagi masyarakat sekitar dan lingkungan. Kegiatan yang dapat dilakukan yaitu reklamasi alam, reboisasi, revegetasi, pengelolaan limbah (baik limbah padat, cair bahkan limbah B3/Bahan Berbahaya dan Beracun), tanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat dan karyawan, dan lain-lain. Konflik dalam pelaksanaan otonomi daerah bidang energi dan sumber daya mineral meliputi: (1) kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota, (2) tumpang tindih lahan pertambangan dengan kegiatan sektor kehutanan, royalti dan revenue sharing antara pusat dan daerah, (3) permintaan daerah untuk bisa menerima secara langsung royalti dari perusahaan pertambangan, (4) keterbatasan akses daerah atas data produksi dan potensi energi dan sumber daya mineral, (5) peraturan perundangundangan yang ada belum memadai serta adanya peraturan yang saling bertentangan dan tumpang tindih, (6) perizinan baru yang tumpang tindih dengan perizinan sebelumnya, (7) kesulitan teknis untuk mengeluarkan perizinan, khususnya Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), dan (8) persoalan terkait dengan program community development (Arif dalam Koran Tempo, 2008) Pada prinsipnya konflik diatas berkembang karena kurangnya komunikasi antara pemerintah pusat, daerah dan masyarakat setempat serta kurangnya pemahaman dan konsistensi masing-masing pihak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Kondisi tersebut juga terkait dengan lemahnya potensi sumber daya manusia di daerah di samping kurangnya sarana dan prasarana (Arif dalam Koran Tempo, 2008).

Masalah-masalah yang terjadi di industri pertambangan seperti penambangan liar, kurangnya komunikasi dengan pemerintah dan masyarakat, konflik kepemilikan lahan dan lain-lain menimbulkan dampak bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Masalah sosial global yang terjadi saat ini adalah kemiskinan sebagai akibat dari ketidakseimbangan dalam bagi hasil penerimaan dan pengelolaan sumber daya alam. Masalah lain yang juga perlu diperhatikan oleh perusahaan yaitu masalah lingkungan hidup seperti bencana alam dan global warming. Dari semua masalah yang ditimbulkan perusahaan khususnya di industri pertambangan ini menuntut perusahaan dalam menjalankan usahanya dengan bertanggung jawab dan memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan adanya tuntutan tersebut, kemudian meningkatnya kesadaran dan kepekaan dari manajemen perusahaan maka lahirlah konsep tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan pertumbuhan dan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang. Sehingga CSR merupakan investasi masa depan perusahaan untuk menciptakan pembangunan berkelanjutan (Sustainability Development). Kontribusi perusahaan dalam pembangunan dan pengembangan Indonesia tidak hanya ditentukan lewat kegiatan bisnis, tetapi juga pada seberapa besar kontribusinya terhadap lingkungan sekitar. Perusahaan bisa mempengaruhi percepatan Millenium Development Goals (MDGs) melalui aktivitas utama (bisnis), investasi sosial dan filantropi, program CSR serta advokasi kebijakan. (Erna Witoelar, Duta Besar MDGs dalam Warta Ekonomi, 2007). Program CSR merupakan proses jangka panjang sehingga jika dilaksanakan dengan baik, akan membantu mengurangi masalah sosial global seperti kemiskinan di berbagai negara. Hal tersebut selaras dengan tujuan MDGs pada KTT Millenium (Millenium Summit) bulan September tahun 2000. Berdasarkan Tabel 1., perkembangan penduduk miskin di Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan pada tahun 2008 meskipun terjadi penurunan di tahun-tahun sebelumnya. Oleh karena itu, menjadi bagian dari

tugas perusahaan untuk membantu pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan ini dengan berbagai bentuk implementasi dari CSR. Tabel 1. Jumlah Penduduk Miskin (dalam juta jiwa) Tahun Jumlah 2002 38.4 2003 37.3 2004 36.1 2005 35.1 2006 39.3 2007 37.17 2008 41.5 Sumber : BPS dalam Republika, 2008 Pada 3-14 Juni 1992, PBB menyelenggarakan konferensi khusus tentang Masalah Lingkungan dan Pembangunan (United Nations Conference on Environment and Development/UNCED) atau yang lebih dikenal dengan KTT Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro, Brazil. Hasil dari KTT tersebut antara lain Agenda 21, yang merupakan rencana komprehensif mengenai program pembangunan berkelanjutan ketika memasuki abad ke-21. (Wibisono, 2007) Jaminan nilai perusahaan akan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable) tidak hanya dilihat dari faktor kondisi keuangannya saja (single bottom line), namun perusahaan perlu memperhatikan dimensi terkait lainnya seperti dimensi sosial dan lingkungan sekitar. Dengan kata lain, perusahaan harus menerapkan konsep triple bottom line (profit, people dan planet) atau 3BL. Hal tersebut sebagai akibat dari timbulnya resistensi dari masyarakat sekitar diberbagai tempat dan waktu terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Terdapat tiga stakeholder inti yang diharapkan mendukung penuh dalam pembangunan berkelanjutan, diantaranya adalah perusahaan, pemerintah dan masyarakat. Dalam implementasi kegiatan CSR, ketiga elemen tersebut harus saling berinteraksi dan mendukung. Sehingga proses pengambilan keputusan, menjalankan keputusan dan pertanggungjawaban dari implementasi CSR dapat dilakukan bersama-sama.

Makin maraknya perusahaan-perusahaan mengimplementasikan CSR dalam bentuk pengembangan masyarakat (Community Development) hal tersebut dilakukan untuk mendekatkan perusahaan kepada masyarakat. Kegiatan yang lazim dilakukan perusahaan adalah kegiatan filantropis (dalam bentuk kegiatan amal) dan menyelenggarakan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (Community Development). Bentuk implementasi CSR bisa bermacam-macam mulai dari beasiswa, pemberian bantuan kepada korban bencana alam hingga penghijauan. CSR merupakan sendi pembangunan Good Corporate Governance (GCG) dengan prisip transparansi serta akuntabilitas (Ahmad Hadibroto, Ketua Ikatan Akuntansi Indonesia, 2004). Sesuai dengan prinsip akuntabilitas, perusahaan perlu mengungkapkan berbagai aktivitas-aktivitas sosial sebagai wujud kepedulian kepada masyarakat berupa laporan tanggung jawab sosial yang membahas pencatatan setiap transaksi keuangan perusahaan yang mempengaruhi lingkungan masyarakat. Namun masih lemahnya implementasi Good Corporate Governance (GCG) dari perusahaan menyebabkan perusahaan tidak dapat mencapai tujuannya berupa profit yang maksimal, tidak mampu mengembangkan perusahaan dalam persaingan bisnis serta tidak dapat memenuhi berbagai kepentingan stakeholder. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain adalah minimnya keterbukaan perusahaan berupa pelaporan kinerja keuangan, kewajiban kredit dan pengelolaan perusahaan terutama bagi perusahaan yang belum go public, kurangnya pemberdayaan komisaris sebagai organ pengawasan terhadap aktivitas manajemen dan ketidakmampuan akuntan dan auditor memberi kontribusi atas sistem pengawasan keuangan perusahaan. (Sekretaris Kementerian BUMN, 2002) Implementasi CSR belum tercapai dengan baik karena CSR merupakan bagian dari prinsip Good Corporate Governance (GCG) yaitu Responsibility (pertanggungjawaban) dimana perusahaan dituntut untuk mematuhi peraturan yang berlaku diantaranya masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. (Wibisono, 2007)

Menghadapi tren global dan retensi masyarakat, maka sudah saatnya setiap perusahaan memandang serius pengaruh dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan dari setiap aktivitas bisnisnya, serta berusaha membuat laporan setiap tahunnya, yaitu pelaporan kinerja sosial dan lingkungan perusahaan (Environmental and Social Reporting). Laporan bersifat non finansial yang dapat digunakan sebagai bahan evaluasi oleh perusahaan dalam melihat dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan serta sebagai alat komunikasi perusahaan dengan stakeholdernya. Bermacam-macam standar pelaporan dan kerangka kerja telah dibentuk untuk mengakomodasikan pengungkapan dari triple bottom line. Meliputi AccountAbility s AA1000 standard, Global Reporting Intiative s (GRI) Sustainability Reporting Guidelines dan Social Accountability International s SA8000 standard. Yang terbaru yaitu kerangka kerja G3 GRI pada tahun 2006. G3 GRI yang baru-baru ini disetujui oleh Indonesian National Center for Sustainability Reporting (NCSR) untuk diadopsikan oleh perusahaanperusahaan di Indonesia. (Sihotang dan Margareth, 2008) Saat ini banyak perusahaan yang telah mengeluarkan Sustainability Reporting (laporan CSR) sendiri berdasarkan kerangka kerja G3 GRI dan masih bersifat sukarela (voluntarily), dalam pelaporan CSR pun masingmasing perusahaan menempuh cara yang beragam. Perusahaan berhak memilih bentuk pelaporan yang sesuai dengan kebutuhan atau kompleksitas organisasinya. GRI merupakan organisasi internasional yang independen, yang mengukur kemajuan pelaksanaan CSR berdasarkan triple bottom line (profit, people & planet). Laporan CSR tak hanya sekadar memuat kegiatan sosial perusahaan semata. Lebih dari itu, laporan CSR memiliki fungsi yang strategis, yaitu menjadi tolok ukur keberlanjutan suatu perusahaan. Untuk itu, GRI mengeluarkan standar pelaporan CSR perusahaan yang memuat indikatorindikator kinerja perusahaan yang mencakup konsep triple bottom line. Meskipun masih bersifat sukarela namun perusahaan berupaya membuat Sustainability Reporting agar dapat diketahui oleh stakeholder sebagai barometer menilai potensi keberlanjutan perusahaan dalam

mangimplementasikan CSR. Khususnya bagi perusahaan yang bergerak di industri pertambangan, seperti PT Aneka Tambang Tbk, PT Freeport Indonesia, PT Internasional Nickel Indonesia Tbk, PT Kaltim Prima Coal, PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk. Karena hal tersebut dapat meningkatkan kepercayaan baik bagi stakeholder internal perusahaan maupun masyarakat sekitar yang akan membentuk keberlanjutan perusahaan di masa yang akan datang. 1.2. Perumusan Masalah Dewan Perwakilan Rakyat telah menyetujui disahkannya UU Perseroan Terbatas (UU PT) pasal 74 ayat 1 sampai dengan ayat 4 pada Jumat 20 Juli 2007. Dengan UU tersebut, maka perusahaan wajib melaksanakan tanggung jawab sosial kepada masyarakat dan lingkungan. Meskipun UU PT tersebut menimbulkan kontroversi dalam masyarakat namun hal ini mempengaruhi visi dan misi perusahaan untuk mengeluarkan kebijakan CSR. Kebijakan CSR yang telah dirumuskan mengandung berbagai bentuk implementasi CSR dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan yang harus dijalankan perusahaan. Sebagai implikasi dari mengimplementasikan CSR, maka perusahaan perlu melakukan evaluasi terhadap semua kegiatan yang telah dilakukan untuk dituangkan dalam Sustainability Reporting. Sebagai bentuk pengungkapan aspek triple bottom line yang telah dilakukan oleh perusahaan, biasanya dibuat Sustainability Reporting yang mencakup indikator-indikator kinerja perusahaan yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Sustainability Reporting tersebut bisa dilaporkan terpisah dari laporan tahunan perusahaan maupun menjadi bagian dari laporan tahunan perusahaan. Namun tidak semua perusahaan di Indonesia, hanya 12 perusahaan yang telah memiliki Sustainability Reporting tahun 2006 dan menginformasikannya kepada stakeholder perusahaan (Darwin, 2008). Hal tersebut tergantung dari komitmen manajemen masing-masing perusahaan. Untuk itu, perlu diketahui hasil dari komitmen perusahaan tersebut khususnya perusahaan pada Industri Pertambangan yang tertuang dalam Sustainability Reporting perusahaannya

dengan mengacu pada Global Reporting Intiative s (GRI) G3 Sustainability Reporting Guidelines. Dari hal yang telah dikemukakan diatas maka, perumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengungkapan indikator-indikator kinerja ekonomi, sosial dan lingkungan perusahaan di Industri Pertambangan dalam Sustainability Reporting periode tahun 2006? 2. Bagaimana tingkat keluasan dan kedalaman Sustainability Reporting tersebut dengan pendekatan skoring? 3. Termasuk dalam level apakah Sustainability Reporting masing-masing perusahaan tersebut? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengungkapan indikator-indikator kinerja ekonomi, sosial dan lingkungan perusahaan dalam Sustainability Reporting periode tahun 2006. 2. Mengetahui tingkat keluasan dan kedalaman Sustainability Reporting tersebut dengan pendekatan skoring. 3. Mengetahui tingkat level dari Sustainability Reporting masing-masing perusahaan. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Diharapkan dapat mampu memberikan acuan kepada perusahaan untuk mengeluarkan Sustainability Reporting sebagai bahan evaluasi dan komunikasi terhadap stakeholder. 2. Dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya di bidang Corporate Social Responsibility (CSR).

1.5. Batasan Penelitian Batasan dari penelitian ini yaitu sampel perusahaan yang diambil dalam penelitian ini merupakan perusahaan di industri pertambangan yang telah memiliki Sustainability Reporting periode tahun 2006 yang baru dikeluarkan pada tahun 2007.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Corporate Social Responsibility (CSR) CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (triple bottom line) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. (Wibisono, 2007) Menurut The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), dalam publikasinya Making Good Business Sense mendefinisikan CSR sebagai komitmen dunia untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. (Wibisono, 2007) Bank Dunia memandang CSR sebagai the commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representatives, the local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development.. Versi Uni Eropa, yaitu CSR is a concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on voluntary basis. (Wibisono, 2007) Menurut Kotler dan Lee dalam Mulyadi. D (2007), tanggung jawab sosial adalah komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan penerapan praktek bisnis yang baik dan sumbangsih sumberdaya yang dimiliki perusahaan. Sedangkan menurut Robbins dan Coulter dalam Asih. M (2007), tanggung jawab sosial perusahaan adalah kewajiban perusahaan bisnis yang dituntut oleh hukum dan pertimbangan ekonomi, untuk mengejar berbagai sasaran jangka panjang yang baik bagi masyarakat.

Menurut Syam (2007), Pandangan lain tentang CSR yang lebih komprehensif, dikemukakan oleh Prince of Wales International Business Forum yang di Indonesia dipromosikan oleh Indonesia Business Links. CSR menyangkut lima pilar yaitu : 1. Building Human, adalah menyangkut kemampuan perusahaan untuk memiliki dukungan sumber daya manusia yang andal (internal) dan masyarakat (ekternal). Perusahaan dituntut untuk melakukan pemberdayaan, biasanya melalui community development. 2. Strengthening Economies, adalah memberdayakan ekonomi komunitas. 3. Assesing Social Cohesion, maksudnya perusahaan menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitar agar tidak menimbulkan konflik. 4. Encouraging Good Governance, artinya perusahaan dijalankan dalam tata kelola yang baik. 5. Protecting The Environment, artinya perusahaan harus menjaga kelestarian lingkungan. Kotler dan Lee dalam Mulyadi. D (2007), mengidentifikasi enam pilihan program bagi perusahaan untuk melakukan inisiatif dan aktivitas yang berkaitan dengan berbagai masalah sosial sebagai wujud komitmen dari tanggung jawab sosial perusahaan. Keenam inisiatif sosial yang bisa diputuskan oleh perusahaan adalah : 1. Cause Promotions, dalam bentuk memberikan kontribusi dana atau penggalangan dana untuk meningkatkan kesadaran akan masalahmasalah sosial tertentu, seperti misalnya bahaya narkotika. 2. Cause-related Marketing, yaitu bentuk kontribusi perusahaan dengan menyisihkan sepersekian persen dari pendapatan sebagai donasi bagi masalah sosial tertentu, untuk periode tertentu atau produk tertentu. 3. Corporate Social Marketing, dengan membantu pengembangan maupun implementasi dari kampanye dengan fokus untuk mengubah perilaku tertentu yang mempunyai pengaruh negatif, seperti misalnya, kebiasaan berlalu lintas yang tidak beradab.

4. Corporate Philantrophy, berupa inisiatif perusahaan dengan memberikan kontribusi langsung kepada suatu aktivitas amal, lebih sering dalam bentuk donasi atau sumbangan tunai. 5. Community Volunteering, yang memberikan bantuan dan mendorong karyawan serta mitra bisnisnya untuk secara sukarela terlibat dan membantu masyarakat setempat. 6. Social Responsible Business Practices, yang berupa inisiatif dimana perusahaan mengadopsi dan melakukan praktik bisnis tertentu serta investasi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas komunitas dan melindungi lingkungan. 2.2. Tahap-Tahap Penerapan CSR Menurut Wibisono (2007) perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan CSR menggunakan tahapan sebagai berikut : 1. Tahap Perencanaan Perencanaan terdiri atas tiga langkah utama yaitu Awareness Building, CSR Assessement dan CSR Manual Building. Awareness Building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting CSR dan komitmen manajemen. Upaya ini dapat dilakukan antara lain melalui seminar, lokakarya, diskusi kelompok dan lain-lain. CSR Assessement merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif. Langkah selanjutnya adalah membangun CSR Manual. Hasil penilaian merupakan dasar penyusunan manual atau pedoman implementasi CSR. Upaya yang mesti dilakukan antara lain melalui benchmarking, menggali dari referensi atau bagi perusahaan yang menginginkan langkah praktis, penyusunan manual ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Manual ini merupakan inti dari perencanaan karena memberikan petunjuk pelaksanaan CSR bagi komponen perusahaan. Penyusunan

manual CSR dinuat sebagai acuan, pedoman dan panduan dalam pengelolaan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan oleh perusahaan. Pedoman ini diharapkan mampu memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak seluruh elemen perusahaan guna tercapainya program yang terpadu, efektif dan efesien. 2. Tahap Implementasi Perencanaan sebaik apapun tidak akan berarti dan tidak akan berdampak apapun bila tidak diimplementasikan dengan baik. Akibatnya tujuan CSR secara keseluruhan tidak akan tercapai, masyarakat tidak merasakan manfaat yang optimal. Padahal, anggaran yang telah dikeluarkan tidak kecil. Oleh karena itu, perlu disusun strategi untuk menjalankan rencana yang telah dirancang. Tahap implementasi terdiri atas tiga langkah utama yakni sosialisasi, pelaksanaan dan internalisasi. Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CSR khususnya mengenai pedoman penerapan CSR. Tujuan utama sosialisasi ini adalah program CSR mendapat dukungan penuh dari seluruh komponen perusahaan, sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan lancar. Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pada dasarnya harus sejalan dengan pedoman CSR yang ada, berdasar pada roadmap yang telah disusun. Sedangkan internalisasi adalah tahap jangka panjang. Internalisasi mencakup upaya-upaya memperkenalkan CSR di dalam seluruh proses bisnis perusahaan misalnya melalui sistem manajemen kinerja, prosedur pengadaaan, proses produksi, pemasaran dan proses bisnis lainnya.sehingga penerapan CSR menjadi strategi perusahaan bukan lagi sebagai upaya untuk compliance tapi sudah beyond compliance. 3. Tahap Evaluasi Setelah program CSR diimplementasikan, langkah berikutnya adalah evaluasi program. Tahap evaluasi adalah tahap yang diperlukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana

efektifitas penerapan CSR. Evaluasi dilakukan untuk pengambilan keputusan. Misalnya keputusan untuk menghentikan, melanjutkan atau memperbaiki dan mengembangkan aspek-aspek tertentu dari program yang telah diimplementasikan. Evaluasi juga bisa dilakukan dengan meminta pihak independen untuk melakukan audit implementasi atas praktik CSR yang telah dilakukan. Langkah ini tidak terbatas pada kepatuhan terhadap peraturan dan prosedur operasi standar tetapi juga mencakup pengendalian risiko perusahaan. Evaluasi dalam bentuk assessement audit atau scoring juga dapat dilakukan secara mandatori. 4. Tahap Pelaporan Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material yang relevan mengenai perusahaan. Jadi selain berfungsi untuk keperluan shareholder juga untuk stakeholder lainnya yang memerlukan. 2.3. CSR dan Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT) Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT) pasal 74 ayat 1 sampai dengan ayat 4 yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Jumat 20 Juli 2007 menyatakan bahwa : Pasal 74 ayat 1 menyatakan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan CSR. Pasal 74 ayat 2 berbunyi, tanggung jawab sosial dan lingkungan itu merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Pasal 74 ayat 3 menggariskan bahwa perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagimana pasal 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 74 ayat 4 menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.

Bagi perusahaan yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia, pengungkapan kegiatan sosial seperti CSR telah diatur dalam Peraturan Bapepam No.KEP-13/BL/2006 tanggal 7 Desember 2006 sebagai pengganti Peraturan Bapepam No.KEP-38/PM/1996. Peraturan itu diupayakan memberikan gambaran yang jelas tentang kinerja manajemen kepada publik. Serta diharapkan dapat membuat manajemen mengungkapkan informasi lain di luar yang telah diwajibkan. Kondisi tersebut bisa terjadi selama perusahaan akan memperoleh manfaat yang lebih besar daripada biaya yang dikorbankan. Kompas dalam Asih. M (2007), menyatakan bahwa UU PT Pasal 74 Ayat 1 sampai 4 memiliki multitafsir dan berpotensi tumpang tindih dengan aturan pada tingkat bawahnya. Misalnya, peraturan tentang lingkungan hidup mengharuskan limbah dari kegiatan produksi dikelola oleh perusahaan sesuai standar yang dimasukkan pemerintah, belum jelas apakah masuk dalam bentuk CSR yang dimasukkan dalam UU PT atau ada bentuk lain. Multitafsir CSR dalam UU PT ini terjadi karena dalam UU PT ini tidak mendefinisikan CSR secara jelas, belum ada kesamaan persepsi mengenai CSR dikalangan pelaku usaha, pemerintah dan DPR. Apalagi pengaturan CSR dalam UU PT disahkan oleh DPR tanpa proses partisipatif pelaku usaha. Untuk itu pemerintah dan pelaku usaha perlu mengupayakan komunikasi lebih baik untuk menjembatani kesenjangan persepsi tentang CSR. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini juga akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP), pengusaha di Indonesia mengaharapkan PP yang mengatur CSR tidak membuat aturan yang menetapkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan perseroan untuk membiayai pelaksanaan CSR, karena hal tersebut sama saja dengan pajak tambahan. Selain itu, pengusaha di Indonesia juga mengharapkan dengan ditetapkannya CSR dalam UU PT yang lebih lanjut akan diatur dalam PP, tidak akan merugikan iklim investasi Indonesia. Kewajiban untuk melaksanakan CSR dalam UU PT sebaiknya diimbangai insentif berupa pengurangan pajak karena tanpa insentif suatu perusahaan bisa menempuh berbagai car agar kewajiban tersebut tidak dilaksanakan. Sebaliknya jika ada insentif sebgai imbalan, CSR akan dilaksanakan dengan baik dan benar (Kompas dalam Asih. M, 2007).

2.4. Konsep Triple Bottom Line Istilah Triple Bottom Line dipopulerkan oleh John Elkington pada tahun 1997 melalui bukunya Cannibals with Forks, the Triple Bottom line of Twentieth Century Business. Elkington mengembangkan konsep triple bottom line dalam istilah economic prosperity, environmental quality dan social justice. Elkington memberi pandangan bahwa perusahaan yang ingin berkelanjutan harus memperhatikan 3P. Selain mengejar profit, perusahaan juga mesti memperhatikan dan terlibat pada pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet) dapat terlihat pada gambar 1. Dalam gagasan tersebut, perusahaan tidak lagi berpijak pada single bottom line, yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi finansialnya saja, namun juga harus memperhatikan aspek sosial dan lingkungannya. 1. Profit (Keuntungan) Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. Tidak heran apabila fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit atau mendongkrak harga saham setinggi-tingginya, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Inilah bentuk tanggung jawab ekonomi yang paling esensial terhadap pemegang saham. Profit sendiri pada hakikatnya merupakan tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Sedangkan aktivitas yang dapat ditempuh antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya, sehingga perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif yang dapat memberikan nilai tambah semaksimal mungkin. Peningkatan produktivitas bisa diperoleh dengan memperbaiki manajemen kerja melalui penyederhanaan proses, mengurangi aktivitas yang tidak efisien, menghemat waktu proses dan pelayanan. Termasuk juga menggunakan material sehemat mungkin dan biaya serendah mungkin.

Hubungan ini kemudian diilustrasikan dalam bentuk segi tiga sebagai berikut : Gambar 1. Triple Bottom Line (Wibisono, 2007) 2. People ( Masyarakat Pemangku Kepentingan) Masyarakat merupakan stakeholder penting bagi perusahaan, karena dukungan mereka sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan. Sehingga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan perusahaan. Untuk itu jika ingin tetap bertahan dan diterima, perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat sekitar. Selain itu juga perlu disadari bahwa operasi perusahaan berpotensi memberikan dampak kepada masyarakat. 3. Planet (Lingkungan) Unsur ketiga yang mesti diperhatikan juga adalah lingkungan. Lingkungan adalah sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang kehidupan manusia. Semua kegiatan yang manusia lakukan berhubungan dengan lingkungan. Lingkungan dapat menjadi teman atau musuh manusia tergantung bagaimana memperlakukannya. Hubungan manusia dengan lingkungan adalah hubungan sebab akibat, dimana jika manusia merawat lingkungan, maka lingkungan pun akan memberikan manfaat kepada manusia. Sebaliknya, jka lingkungan dirusak, maka akan mendapat akibatnya.

Namun sebagian besar dari manusia masih kurang peduli dengan lingkungan sekitar. Hal ini antara lain disebabkan karena tidak ada keuntungan langsung di dalamnya. Keuntungan merupakan inti dari dunia bisnis, namun banyak pelaku industri yang haya mementingkan bagaimana menghasilkan laba sebesar-besarnya tanpa melakukan upaya pelestarian lingkungan. Kurangnya kepedulian terhadap lingkungan berakibat dengan timbulnya bermacam penyakit, bencana lingkungan atau kerusakan alam lainnya. Mendongkrak laba dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi memang penting namun tidak kalah pentingnya juga memperhatikan kelestarian lingkungan. Untuk itu perlu penerapan konsep Triple Bottom Line atau 3BL, yakni profit, people dan planet. 2.5. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainability Development) 2.5.1. Pengertian Keberlanjutan Keberlanjutan perusahaan adalah suatu pendekatan bisnis yang menciptakan nilai pemegang saham secara jangka panjang dengan menggunakan peluang-peluang yang ada dan mengelola risiko yang diukur dari segi ekonomi, lingkungan dan pembangunan sosial. Pemimpin perusahaan berkelanjutan meningkatkan nilai jangka panjang pemegang saham dengan cara menyusun strategi dan manajemen mereka untuk mengusahakan dengan terus menerus pasar potensial bagi keberlanjutan produk dan jasa sedangkan dalam waktu yang sama dengan sukses mengurangi dan menghindari biaya dan risiko berkelanjutan. (www.sustainability-indexes.com, 2006). 2.5.2. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan Hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro, Brazil, 1992 telah menyepakati perubahan sebuah paradigma pembangunan yang selama ini dilaksanakan. Dari sebuah paradigma yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi (economic growth) menjadi pembangunan berkelanjutan (sustainability development). Menurut Budimanta, dkk (2004), Pembangunan berkelanjutan adalah suatu gagasan paradigma yang berupaya untuk dapat memenuhi

kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu sasaran utama dari pembangunan berkelanjutan adalah upayanya dalam meningkatkan taraf hidup manusia sehingga kemiskinan dapat ditekan sedemikian rupa. Kemiskinan memang merupakan masalah utama yang dihadapi oleh dunia. Kemiskinan tidak hanya akan mengurangi akses masyarakat untuk mendapatkan sumbersumber penghidupannya namun juga akan meningkatkan kerawanan sosial karena akan selalu memunculkan rasa ketidakpuasan dan kecurigaan antar pihak. Kemiskinan disini tidak hanya berbicara pada dimensi kesempatan ekonomi semata tetapi juga kemampuan untuk mengelola diri sendiri dan pemberdayaannya. Salah satu usulan utama yang berkembang adalah untuk dapat mempunyai kemampuan berkembang, dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebagai usaha untuk melepaskan diri dari keterbatasan kesempatan ekonomi dan juga tidak melupakan azas-azas keberlanjutan lainnya seperti sosial dan lingkungan. Kemudian hasil ini dimatangkan dalam pertemuan Yohanesburg tahun 2002 dengan mengacu pada keberlanjutan dalam sektor manusia, sosial, lingkungan dan ekonomi. Menurut Lonergan dalam Yakin (1997) untuk menjamin terlaksananya pembangunan yang berwawasan lingkungan/ berkelanjutan, ada 3 dimensi penting yang harus dipertimbangkan yaitu: 1. Dimensi ekonomi, yang menghubungkan antara pengaruhpengaruh unsur makroekonomi dan mikroekonomi pada lingkungan dan bagaimana sumberdaya alam diperlakukan dalam analisa ekonomi. 2. Dimensi politik, yang mencakup proses politik yang menentukan penampilan dan sosok pembangunan, pertumbuhan pendidikan dan degradasi lingkungan pada semua negara. Dimensi ini juga

termasuk peranannya sebagai agen masyarakat dan struktur sosial dan pengaruhnya terhadap lingkungan. 3. Dimensi sosial dan budaya, yang mengkaitkan antara tradisi atau sejarah, dominasi ilmu pengetahuan barat serta pola pemikiran dan tradisi agama. Ketiga dimensi ini berinteraksi satu sama lain untuk mendorong terciptanya pembangunan berkelanjutan (sustainability development). 2.5.3. Konsep Dasar Pembangunan Berkelanjutan Dalam konsep dasar pembangunan berkelanjutan ada 2 aspek penting yang menjadi perhatian utama yaitu lingkungan (environment) dan pembangunan (development). Oleh karena itu, pembangunan berkelanjutan berarti pembangunan yang baik dari sudut pandang lingkungan. Berwawasan lingkungan berarti adanya keharmonisan dalam hubungan manusia dan alamnya. Pada sisi lain, pembangunan merupakan proses perubahan yang terus menerus yang ditandakan oleh kegiatan pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi sebagai modal untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, kedua aspek ini harus berjalan secara harmonis dan terpadu serta memperoleh perhatian yang sama dalam kebijaksanaan pembangunan.(yakin, 1997) Konsep dasar pembangunan berkelanjutan berawal dari gagasan bahwa sumber daya itu terbatas (langka) dalam memenuhi kebutuhan manusia (human needs) yang cenderung tidak terbatas, sehingga perlu dilestarikan dan dipelihara supaya bisa dimanfaatkan baik untuk generasi kini dan yang akan datang (Yakin, 1997). 2.5.4. Komponen Pembangunan Berkelanjutan Untuk memahami konsep keberlanjutan (sustainability) harus dijelaskan empat komponen yang merupakan bagian dari keberlanjutan itu sendiri, yaitu : manusia (human), sosial (social), lingkungan (environment) dan ekonomi (economic). 2.5.4.1. Keberlanjutan di Bidang Manusia (Human Sustainability) Yaitu adanya pemeliharaan terhadap modal manusia (human capital) secara individual, yang terdiri dari kesehatan, pendidikan,

keterampilan, pengetahuan, kepemimpinan dan akses terhadap jasa modal manusia. Maksudnya adalah suatu kualitas kemampuan individu baik dari segi fisik maupun non fisik untuk mampu berkreasi dan mampu menanggapi segala perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan. Kemampuan ini menjadi dasar dalam keberlanjutan bagi diri individu itu sendiri dalam menata pola kehidupan yang sesuai dengan pranata sosial yang mendukungnya. Dapat terlihat bahwa human sustainability merupakan modal yang pokok dalam melaksanakan kegiatan selanjutnya bagi manusia. Dan tentunya tidak akan terlepas dari pola kehidupan budaya yang melingkupi manusia itu sendiri tanpa harus merubah secara total kebudayaannya, akan tetapi munculnya upaya elastisitas dalam memahami kebudayaan dan pola hidup lain. Pola kehidupan yang kecukupan (subsisten) diusahakan untuk berubah menjadi pola hidup berkelanjutan dengan menggunakan modal yang sudah diperoleh. Dasar kehidupan keberlanjutan adalah diawali dari kehidupan masa sekarang yang tidak meninggalkan permasalahan bagi kehidupan generasi selanjutnya. 2.5.4.2. Keberlanjutan di Bidang Sosial (Social Sustainability) Yaitu adanya modal sosial, biaya untuk kebersamaan dan fasilitas kerjasama. Hal ini dapat dicapai melalui partisipasi secara sistematis dan kekuatan masyarakat sipil termasuk didalamnya pemerintah, kerjasama antar komuniti, hubungan antar kelompok dalam masyarakat, pertukaran, toleransi, etika, pertemanan dan kejujuran. Yang tercermin pada aturan-aturan, hukum dan disiplin menuju ke arah kebersamaan. Menghindari marginalisasi komuniti atau menghindari perusakan kebudayaan. Keberlanjutan di bidang sosial ini pada dasarnya merupakan keberlanjutan dari bertahannya pranata sosial dalam mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi. Artinya ada suatu kemampuan pranata sosial dalam menanggapi dan mengolah perubahan-