I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. umumnya berbahan dasar sereal atau kacang-kacangan, memiliki kandungan

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana.

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar )

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PEDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan pangan menurut Indrasti (2004) adalah dengan

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN FOOD BAR BERBASIS PISANG

KEDELAI-WHEAT GERM SEllAGAI PRODUK SARAPAN FUNGSIONAL

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan lokal, termasuk ubi jalar (Erliana, dkk, 2011). Produksi ubi

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40

I. PENDAHULUAN. (1995) roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang. makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia.

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5) DAN LAMA PERENDAMAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG KECAMBAH KEDELAI

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. bersifat praktis. Salah satu contohnya dalam memenuhi kebutuhan nutrisi

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001),

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

I. PENDAHULUAN. masyarakat, arakat, mulai dari buah, daun, batang, pelepah, sampai jantungnya.

Namun diversifikasi pangan belum sepenuhnya menjawab atau mengimbangi. dalam bukunya An Essay on the Principle of Population, yang mengatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

FORMAT MENAMPILKAN DATA TABEL, GAMBAR & TEHNIK MEMBAHAS

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk semi padat yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan

Transkripsi:

1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu bentuk makanan yang dapat dikembangkan dengan tetap memperhatikan kecukupan kalori dan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh serta praktis adalah makanan padat (food bars). Food bars dapat dijadikan sebagai makanan pengganti nasi, yaitu dengan mengkonsumsi food bars yang disajikan bersamaan dengan daging, telur, sayur-sayuran ataupun keju seperti halnya kita memakan roti, sehingga kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh terpenuhi. Makanan padat pada umumnya dibuat dari campuran bahan pangan yang diperkaya dengan nutrisi, berbentuk padat dan kompak, serta diharapkan dapat mencukupi kebutuhan kalori rata-rata orang Indonesia per hari yang dapat diperoleh dari komponen protein sebesar 10%-15%, lemak sebesar 35%-45% dan karbohidrat sebesar 40%-50% dari total kalori (Widjanarko, 2008). Food bars merupakan makanan ringan yang berbentuk batangan yang umumnya berbahan dasar sereal atau kacang-kacangan, memiliki kandungan karbohidrat dan protein tinggi yang biasa dikonsumsi disela-sela waktu makan. Food bars dapat memenuhi permintaan konsumen akan gizi, praktis, dan rasa, serta dapat mengurangi rasa lapar dalam waktu yang singkat (Christian, 2011). Menurut Widodo (1989), ubi jalar memiliki kandungan nutrisi yang baik, umur yang relatif pendek, dan produksi yang tinggi. Ubi jalar juga dianggap lebih

2 murah, lebih manis, dan banyak mengandung komponen kalori, vitamin A. Selain itu ubi jalar juga merupakan salah satu komoditas lokal sumber serat pangan. Dari gambaran diatas terlihat bahwa ubi jalar memiliki potensi yang sangat layak untuk dipertimbangkan dalam menunjang program diversifikasi pangan yang berbasis pada tepungdan pati. Ubi jalar juga salah satu umbi-umbian yang mudah ditemui di Indonesia. Produktivitas ubi jalar di Indonesia tahun 2013 sebesar 147,47 kwintal/hektar dan meningkat pada tahun 2014 sebesar 152,03 kwintal/hektar. Serta produksi ubi jalar di Indonesia yaitu di Jawa Barat 471.737 ton tahun 2014 (Badan Pusat Statistik, 2015). Ubi jalar yang di olah menjadi tepung merupakan produk ubi jalar setengah jadi, yang dibuat dengan cara menghancurkan ubi jalar dan kemudian dikeringkan, dapat pula dibuat dari gaplek ubi jalar yang dihaluskan atau digiling dengan tingkat kehalusan ± 80 mesh. Tepung ubi jalar memiliki daya simpan yang lebih lama, dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri makanan, dan meningkatkan nilai ubi jalar (Zuraida, 2001). Keong tutut merupakan pangan inferior sehingga pemanfaatannya sebagai makanan masih relatif rendah, padahal keong tutut merupakan salah satu sumber protein yang murah (karena ketersediaanya berlimpah di Indonesia) serta tinggi kalsium dan rendah lemak. Masyarakat Sunda biasanya mengonsumsi keong tutut hanya dalam bentuk dipindang. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengkonsumsi keong tutut dikarenakan perasaan jijik yang menghinggapi sebagian besar masyarakat terkait dengan hasil olahan keong tutut, padahal setiap

3 100 gram BDD (berat dapat dimakan) keong tutut mengandung 64 kkal energi, 11,8 g protein, 5,3 g lemak, 3,0 g karbohidrat, 75,8g air, 122,5 mg fosfor dan 299,2 mg kalsium (Risjad 1996). Oleh karena itu, pengolahan keong tutut menjadi food bars diharapkan dapat menarik perhatian masyarakat untuk mengkonsumsi keong tutut. Bahan baku tepung yang biasa digunakan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan food bars adalah tapioka sehinggga menghasilkan food bars yang renyah. Tapioka merupakan hasil ekstraksi pati ubi kayu yang mengalami pencucican sempurna dan dilanjut dengan pengeringan. Tapioka dari nilai gizi memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi dan mengandung sedikit protein dan lemak. Tapioka termasuk kedalam kategori tepung yang mudah dicerna dan meningkatkan glukosa darah, serta tidak mengandung serat yang meningkatkan resiko mengalami sulit buang air besar (Saadah, 2007). Proses pemanggangan pada food bars dilakukan pada suhu 120 C selama 65 menit untuk menghasilkan produk dengan kadar air tertentu yaitu sekitar 15% - 30%. Kadar air yang terkandung dalam food bars akan mempengaruhi tekstur dari food bars (Ferawati, 2009). Selama ini, bahan baku yang digunakan dalam pembuatan food bars adalah serealia sebagai sumber karbohidrat (pati) dan protein yang digunakan adalah protein nabati yang berasal dari kacang-kacangan (kedelai). Menurunnya ketersediaan serealia dan kedelai di Indonesia, maka penulis ingin melakukan diversifikasi produk olahan dengan menggunakan tepung ubi jalar putih sebagai sumber karbohidrat pengganti tepung serealia dan keong tutut sebagai sumber

4 protein dalam pembuatan food bars. Protein hewani merupakan protein yang kompleks dibandingkan dengan protein nabati, dimana protein hewani memiliki kandungan asam amino essensial yang lebih banyak daripada protein nabati, sehingga diharapakan food bars yang akan dihasilkan memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan food bars yang telah beredar dipasaran. Bahan-bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah tapioka sebagai binders, telur, gula dan margarin. 1.2.Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh perbandingan tepung ubi jalar putih dengan tapioka terhadap karakteristik food bars tutut? 2. Bagaimana pengaruh lama pemanggangan terhadap karakteristik food bars tutut? 3. Bagaimana pengaruh interaksi antara perbandingan tepung ubi jalar putih dengan tapioka dan lama pemanggangan terhadap karakteristik food bars tutut? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh perbandingan tepung ubi jalar putih dengan tapioka dan lama pemanggangan terhadap karakteristik food bars tutut sehingga didapatkan formulasi food bars tutut yang terbaik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan tepung ubi jalar putih dengan tapioka dan lama pemanggangan terhadap karakteristik food bars tutut.

5 1.4. Manfaat Penelitian Memanfaatkan ubi jalar sebagai bahan baku untuk produk pangan. Meningkatkan penganekaragaman dari food bars serta menambah nilai gizi dari food bars. Sebagai informasi dan pengetahuan mengenai pembuatan food bars berbahan baku lokal. 1.5. Kerangka Pemikiran Food bars merupakan produk makanan padat yang tergolong dalam produk pangan semi basah atau Intermediate Moisture Foods (IMF). Produk pangan semi basah umumnya memiliki nilai A w pada kisaran 0,65-0,85 dan berkadar air sekitar 15% - 30%. Food bars merupakan produk pangan semi basah yang berbentuk batang dan merupakan campuran dari berbagai bahan kering, seperti sereal, kacang-kacangan, dan buah-buahan kering yang digabung menjadi satu dengan bantuan binders. Komponen utama yang harus ada dalam food bars adalah komponen makronutrien, seperti karbohidrat, lemak, dan protein. Karbohidrat pada pembuatan food bars ini didapat dari tepung ubi jalar putih, sedangkan protein dan lemak didapat dari tutut (Robson, 1976). Food bars saat ini digunakan sebagai makanan fungsional. Menurut (FAO 2007), pasar pangan fungsional meningkat sebesar 8% sampai 14%. Hal tersebut diperkirakan akan berlanjut dan meningkatkan permintaan terhadap pangan fungsional seiring dengan perubahan demografi populasi serta peningkatan penyakit yang disebabkan oleh gaya hidup. Penelitian ini diharapkan food bars dari tepung ubi jalar putih serta tutut dapat memenuhi kebutuhan asupan nutrisi dan kalori.

6 Menurut penelitian Rahman (2011) mengenai optimasi proses pembuatan food bars berbasis pisang, menyatakan bahwa food bars dibuat dengan bahan dasar tepung pisang, tepung kedelai, dan tepung ubi jalar. Tepung pisang merupakan sumber karbohidrat, tepung kedelai sebagai sumber protein dan sebagai bahan pengikat, sedangkan tepung ubi jalar sebagai sumber karbohidrat dan sebagai bahan pengikat. Suhu dan waktu pemanggangan yang optimal untuk menghasilkan foodbars dengan kualitas yang baik adalah pada saat suhu 120 selama 40 menit dan suhu 140 C selama 5 menit. Menurut penelitian Ladamaya (2014) mengenai pemanfaatan bahan lokal dalam pembuatan food bars, menyatakan bahwa jenis produk food bars dapat dibuat dengan bahan baku tapioka dan diperkaya protein dari tepung kacang hijau dengan tujuan untuk memanfaatkan potensi lokal yang ketersediaannya melimpah serta mudah didapat. Hasil perlakuan terbaik berdasarkan parameter organoleptik yaitu perlakuan rasio tapioka : tepung kacang hijau sebesar 3:2. Menurut Anugrah (2014) mengenai Jack Bar pangan darurat berbasis tepung biji nangka dan tepung limbah kecap, menyatakan formulasi food bars dengan menggunakan tepung biji nangka dan tepung limbah kecap berdasarkan metode RSM (Response Surface Methodology) bahwa untuk menghasilkan food bars yang baik perbandingan tepung yang digunakan adalah 1,5:1, sehingga diperoleh kandungan protein sebesar 7,9-8,1 gram, lemak 9,1 11,7 gram, dan karbohidrat 23-35 gram berdasarkan asumsi bahwa satu bars sama dengan 50 gram bobot kering. Formulasi yang digunakan berdasarkan berat total tepung komposit 100%, kisaran komponen yang digunakan adalah tepung tepung

7 komposit 25% - 30%, tepung terigu 35% - 40%, margarin 7% - 10%, gula 8% - 10%, dan telur 10% -15%. Menurut Penelitian Chandra (2010) mengenai formulasi snack bar tinggi serat berbasis tepung sorgum, tepung maizena, dan tepung ampas tahu,menyatakan pada proses pembuatan snack bars tinggi serat berbasis tepung sorgum, tepung maizena dan tepung ampas tahu diketahui bahwa semakin tinggi persentase penambahan tepung ampas tahu, semakin tinggi kadar total serat pangan. Perbandingan sorgum dengan maizena 3:1 menghasilkan produk dengan kandungan serat pangan lebih tinggi dibandingkan dengan 1:1. Aktivitas antioksidan akan semakin tinggi jika proporsi penambahan sorgum dalam produk tinggi. Formula terbaik pada penelitian ini adalah formula dengan penambahan tepung ampas tahu sebesar 12% dan perbandingan antara sorgum dan maizena 3:1. Selain disukai secara organoleptik, formula ini mengandung total serat pangan 10,68%bk, aktivitas antioksidan 16,59 mg eqivalen vitamin C/100g produk, kadar air 13,21%bk, mineral 1,65%bk, protein 9,50%bk, lemak 16,06%bk, dan karbohidrat 72,79%bk. Formula terbaik dapat memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) serat pangan harian manusia sebesar 15,68%, karbohidrat 8,89%, lemak 9,08%, protein 6,98%, kalsium 10,64%, zat besi 10,23%, dan Zn 8%. Snack bars ini dapat diklaim sebagai pangan sumber serat, kalsium, dan zat besi dengan takaran saji 1 bar. Menurut Penelitian Nugraha (2014) mengenai optimasi formulasi food bar berbahan tambahan (isolat soy protein, dekstrin dan madu) menggunakan program design expert metoda D-Optimal, menyatakan formulasi terbaik pada formulasi

8 optimal food bar (berbahan tambahan ISP, madu, dan dekstrin) yakni berjumlah 19% dan sisanya yang merupakan variabel tetap yaitu tepung ubi jalar kuning 17,5%; kelapa parut kering 15%; tepung kacang merah 7,5%; telur 23%; margarin 14%; dan kismis 4%. Menurut Ferawati (2009) mengenai formulasi dan pembuatan banana bars berbahan dasar tepung kedelai, terigu, singkong, dan pisang sebagai alternatif pangan darurat, menyatakanmenyatakan bahwa pada umumnya ukuran foodbars yang biasanya diproduksi berkisar (9,5 x 1,5 x 2,7) cm. Ketebalan food bars sangat mempengaruhi proses pemanggangan. Semakin tipis ukuran ketebalan foodbars maka dapat mempersingkat waktu pemanggangan, sehingga kemungkinan terjadinya kerusakan zat gizi dapat diminimalisasi. Proses pemangganganpada food bars dilakukan pada suhu 120 o C selama 65 menit untuk menghasilkan produk dengan kadar air tertentu yaitu sekitar 15%-30%. Kadar air yang terkandung dalam food bars akan mempengaruhi tekstur dari food bars. Saat proses pemanggangan akan terjadi proses browning non enzimatis, denaturasi protein dan karamelisasi. Browning non enzimatis akan terjadi akibat reaksi antara gugus amin pada protein keong tutut dan gula pereduksi pada tepung ubi jalar putih dengan adanya pemanasan. Proses denaturasi protein terjadi akibat pemanasan yang melebihi suhu melting temperature protein yaitu kurang dari 100 o C sehingga menyebabkan perubahan struktur molekul protein dan mengakibatkan protein menggumpal serta mengurangi kelarutan protein. Proses karamelisasi akan terjadi akibat pemanggangan pada suhu tinggi menyebabkan sukrosa melebur membentuk karamel.

9 Menurut Christian (2011)mengenai pengolahan banana bars dengan inulin sebagai alternatif pangan darurat, menyatakan suhu dan waktu pemanggangan terbaik untuk pembuatan pangan darurat banana bar adalah 100 o C selama 20 menit. Menurut Rahma (2015) mengenai pengaruh suhu dan waktu pemanggangan terhadap karakteristik food bars berbasis tepung pisang kepok dan ikan lele, menyatakan perlakuan terpilih pada penentuan perbandingan tepung pisang kepok dan ikan lele berdasarkan uji organoleptik (uji hedonik) adalah pada perbandingan tepung pisang kepok dan ikan lele 2:1. Food bars dengan suhu pemanggangan 140 C dan waktu pemanggangan selama 65 menit memiliki daya patah sebesar 374,97% dengan kadar air sebesar 8,37%, kadar pati sebesar 20,82%, kadar lemak sebesar 21,13%, dan kadar protein sebesar 13,67%. Menurut Pratama (2015), mengenai perbandingan tepung sorgum dan tepung kacang hijau dan konsentrasi penstabil terhadap karakteristik food bars, menyatakan suhu dan waktu pemanggangan food bars pada suhu 100 C selama 20 menit. Hasil analisis pada sampel food bars terpilih menghasilkan analisis kadar serat 13,95%, kadar protein 7,94%, kadar lemak 10,55%, kadar pati 32,81%, pada kadar air awal 16,83% dengan suhu 25 o C memiliki umur simpan 17 hari. Prinsip pembuatan food bars pada dasarnya adalah pencampuran (mixing), pemanggangan, Pendinginan, dan pemotongan. Pencampuran pada proses pembuatan snack bars berfungsi agar semua bahan mendapatkan hidrasi yang

10 sempurna pada karbohidrat dan protein, membentuk dan melunakkan gluten, serta menahan gas pada gluten (Amalia, 2011). Hasil penelitian Nurlela (2013) mengenai pengaruh perbandingan ubi jalar dengan tapioka dan telur terhadap karakteristik snack ubi jalar, menunjukkan bahwa perbandingan ubi jalar dengan tapioka berpengaruh terhadap volume pengembangan, kadar air, kadar pati dan rasa snack ubi jalar. Menurut Saadah (2007) mengenai pengaruh perbandingan tepung ubi jalar dengan tapioka dan suhu pemanggangan terhadap karakteristik makanan sarapan flakes ubi Jalar, menyatakan waktu optimum proses pengeringan pada pembuatan tepung ubi jalar yaitu T = 70 0 C selama 6 jam. Xia (2007) mengenai characteristics of bellamnya purificata snail foot protein and enzymatic hydrolysates, menyatakan dalam menyiapkan tutut sebagai bahan konsumsi maka sebaiknya dilakukan perendaman pada tutut. Hal ini dimaksudkan selain untuk membersihkan juga memuaskan tutut sehingga saluran pencernaan tutut bersih. 1.6.Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan diatas: 1. Diduga bahwa perbandingan tepung ubi jalar putih dengan tapioka berpengaruh terhadap karakteristik food bars tutut yang dihasilkan. 2. Diduga bahwa lama pemanggangan berpengaruh terhadap karakteristik food barstutut yang dihasilkan. 3. Diduga bahwa interaksi perbandingan tepung ubi jalar putih dengan tapioka dan lama pemanggangan berpengaruh terhadap karakteristik food bars tutut yang dihasilkan.

11 1.7.Tempat dan Waktu Penelitian Tempat yang digunakan untuk penelitian ini adalah di Laboratorium Penelitian Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan, Bandung. Waktu penelitian direncanakan dilakukan pada bulan Juli 2016.