BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Selama kurang lebih 1 (satu) bulan terhitung sejak 26 Juli

dokumen-dokumen yang mirip
TOTAL BENCHMARKING : RASIO DAN PEMANFAATANNYA

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 105/PJ/2010 TENTANG PENETAPAN RASIO TOTAL BENCHMARKING TAHAP IV DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Lampiran I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE - 96/PJ/2009 TENTANG : Rasio Total Benhmarking dan Petunjuk Pemanfaatannya

Lampiran I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE 96/PJ/2009. TENTANG : Rasio Total Benhmarking dan Petunjuk Pemanfaatannya

BAB I PENDAHULUAN. adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat

SE - 40/PJ/2012 EMBUATAN BENCHMARK BEHAVIORAL MODEL DAN TINDAK LANJUTNYA

HASIL PENGHITUNGAN RASIO-RASIO TOTAL BENCHMARKING BEBERAPA KLU TERTENTU TAHUN PAJAK : GPM OPM PPM CTTOR NPM DPR 10*pn g py s b pl bl x sp

BAB I PENDAHULUAN. dalam menjalankan pemerintahannya. Tujuan tersebut tertuang dalam Pembukaan

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE - 68/PJ./2010 TENTANG PENETAPAN RASIO TOTAL BENCHMARKING TAHAP III DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

HASIL PENGHITUNGAN RASIO-RASIO TOTAL BENCHMARKING BEBERAPA KLU TERTENTU TAHUN PAJAK : 2005

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak,

RASIO TOTAL BENCHMARKING SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK (STUDI KASUS PADA PT. SEMEN GRESIK (Persero), Tbk. )

RATIO TOTAL BENCHMARKING SESUAIKAH DENGAN KONDISI WAJIB PAJAK? (Studi pada Empat Perusahaah Rokok yang Terdaftar di BEI)

BAB II LANDASAN TEORI

HASIL PENGHITUNGAN RASIO-RASIO TOTAL BENCHMARKING BEBERAPA KLU TERTENTU TAHUN PAJAK : Rasio-Rasio

HASIL PENGHITUNGAN RASIO-RASIO TOTAL BENCHMARKING BEBERAPA KLU TERTENTU TAHUN PAJAK : 2005 Rasio-Rasio

Alice Setiawan dan Arja Sadjiarto Program Akuntansi Pajak Program Studi Akuntansi Universitas Kristen Petra ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. APBN-nya. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat

8.92% % % % % % 5.11% % % % % 6.

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak istilah benchmarking

MANAJEMEN PERPAJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi dana pembangunan Negara, Pemerintah. masyarakat Indonesia, karena berdasarkan tax ratio Indonesia dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Persiapan Pemeriksaan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang. Pajak Bumi dan Bangunan Bandung Tiga. Namun sehubungan dengan

Daftar Pertanyaaan Wawancara dan Jawaban: Pajak dan intensifikasi pajak Orang Pribadi khususnya pada KPP Jakarta Tanah

AKRUAL Jurnal Akuntansi

Daftar Pertanyaan Wawancara dan Jawaban: 1. Apakah tujuan yang melatarbelakangi kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak dan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-03/PJ/2012 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-20/PJ/2017 TENTANG PENGAWASAN WAJIB PAJAK PASCA PERIODE PENGAMPUNAN PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-27/PJ/2012 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 20/PJ/2017 TENTANG

PERENCANAAN PAJAK DARI ASPEK RASIO TOTAL BENCHMARKING, KEBIJAKAN AKUNTANSI, DAN ADMINISTRASI SEBAGAI STRATEGI PENGHEMATAN PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 28/PJ/2012 TENTANG

BAB III OBYEK PENELITIAN. III.1.1. Sejarah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kalideres

BAB II DESKRIPSI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA SAWAH BESAR DUA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbedaan Data antara SPT Tahunan PPh dengan Profil Wajib Pajak

LEMBAR ISIAN HASIL PEMERIKSAAN PROGRAM PENGKAJIAN PENGISIAN SPT WAJIB PAJAK BADAN. 6. Status Badan : (a) Pusat (b) Pusat (c) BUT

STRUKTUR ORGANISASI KANTOR PELAYAN PAJAK (KPP) PRATAMA METRO

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DJP... KANTOR PELAYANAN PAJAK...

TATA CARA PENGAWASAN PEMBAYARAN MASA

PANDUAN PEMANFAATAN DATA FEEDING

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

: Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan KPP Pratama Serpong. 1. Apa tujuan yang melatarbelakangi kegiatan ekstensifikasi Wajib Pajak di

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA Sejarah Singkat Berdirinya Instansi. berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Latar Belakang PT ABC. PT ABC yang merupakan salah satu klien dari KKP Agustinus Mujianto

BAB I PENDAHULUAN. Inspeksi Keuangan (KIK) Surakarta yang membawahi di antaranya KDL Tk. I

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Umum KPP Pratama Medan Polonia. 443/KMK 01/2001, maka pada awal tahun 2002 berdirilah Kantor Pelayanan

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM) A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat

dan Gross Profit Margin atau GPM). b. Membuat perbandingan usaha sektoral maupun lokal. c. Menganalisis rasio kapasitas produksi terhadap omset.

BAB III LATAR BELAKANG INSTITUSI. Besar/ Large Taxpayers Office (LTO) pada tahun 2002 yang diikuti peresmian

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-22/PJ/2013 TENTANG

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

LEMBAR ISIAN HASIL PEMERIKSAAN PROGRAM PENGKAJIAN PENGISIAN SPT WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. IDENTITAS WAJIB PAJAK 1. N P W P N a m a...

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

SE - 120/PJ/2010 PENJAMINAN KUALITAS PEMERIKSAAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya yang dimiliki suatu negara, baik berupa kekayaan alam

BAB III. III.1. Gambaran Umum KPP Pratama Jakarta Matraman KPP ini merupakan pecahan dari KPP Jakarta Timur I yang telah

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK... (11) NOTA DINAS. Nomor :... (2) Tanggal :... (3)

BAB I PENDAHULUAN. 35 tahun di bidang perpajakan seperti penghitungan, pemeriksaan dan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 10/PJ/2018 TENTANG TEMPAT PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN USAHA PENGUSAHA

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

Fokus utama dari pelaporan keuangan adalah laba. Informasi laba merupakan indikator utk menilai kemampuan perusahaan dlm menghasilkan kas di masa

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM. A. Sejarah Singkat KPP Pratama Medan Belawan

BAB II GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM. A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 26/PJ/2017 TENTANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Account Representative

BAB I PENDAHULUAN. Pajak saja, tetapi sudah menjadi masalah penting dalam hidup bernegara.

BAB II HASIL SURVEY. Gambar 2.1 Logo Kanwil DJP Jatim I Surabaya. mengalami beberapa kali perubahan yaitu pada mulanya bernama Kantor

SE - 88/PJ/2010 PENGAWASAN KEPATUHAN PEMBAYARAN MASA

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat kantor pelayanan pajak pratama purwakarta. Kerja Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat di Bandung.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. pengaruh ektensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi Pajak dalam meningkatkan

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN Perbandingan Rencana dan Realisasi Pajak di KPP Pratama Jakarta

Branch Management. Finance for Non Finance. Facilitated By PT. Suzuki Indomobil Sales October 2015

BAB III GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK BADAN DAN ORANG ASING SATU

Prosiding Simposium Nasional Perpajakan 4

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE - 27/PJ/2011 TENTANG PENGAWASAN PEMBAYARAN MASA TAHUN 2011 DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

LAPORAN KEUANGNAN DAN ANALISIS LAPORAN KEUANGAN. Febriyanto, S.E., M.M.

SE - 27/PJ/2012 PENGAWASAN PEMBAYARAN MASA

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-53/PJ/2012 TENTANG

SE - 113/PJ/2010 PENGGALIAN POTENSI DAN PENGAMANAN PENERIMAAN PAJAK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI BARU

BAB I PENDAHULUAN. langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

OPTIMALISASI PENERIMAAN PAJAK SEKTOR USAHA PERIKANAN Tantangan dan Hambatan

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. Pada bab empat ini akan dijelaskan mengenai sejarah

DAFTAR STANDAR PELAYANAN DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

BAB III METODE PENULISAN. Sumber data yang diperoleh oleh penulis adalah dengan melakukan. Data dan Informasi (PDI) pada KPP Pratama Taanjung Karang.

BAB 4 HASIL DAN BAHASAN

BAB IV ANALISIS. 4.1 Penyajian Laporan Laba Rugi PT. Agronesia Divisi Saripetojo

Tata Cara Penyampaian Permohonan Penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah Tata Cara Penetapan Sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah

BAB I PENDAHULUAN. pajak perdagangan internasional) dan penerimaan negara bukan pajak

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM) A. Sejarah Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Kota

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE-03/PJ/2013 TENTANG

BAB III GAMBARAN UMUM

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

Transkripsi:

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1. Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Selama kurang lebih 1 (satu) bulan terhitung sejak 26 Juli 2010 26 Agustus 2010 penulis melaksanakan kerja praktek di KPP Pratama Bandung Majalaya dan penulis ditempatkan di bagian Pengawasan dan Konsultasi III. Dalam menjalankan Kerja Praktek diharapkan penulis dapat membantu dan mendukung proses perusahaan. 3.2. Teknis Pelaksanaan Kerja Praktek Kegiatan kegiatan yang dilakukan selama melaksanakan Kerja Praktek di KPP Pratama Bandung Majalaya adalah membantu kegiatan dari karyawan. Adapun kegiatan rutin yang dilakukan selama mengikuti Kerja Praktek adalah sebagai berikut: 1. Merekam data atau surat yang masuk serta keluar dari Seksi Waskon III 2. Menyampaikan data yang masuk ke Seksi Waskon III 3. Data dari Seksi Waskon III kemudian disampaikan ke Kepala Seksi 4. Mendisposisikan ke staf-staf/ar di Seksi Waskon III 5. Mengantarkan berkas data ke Seksi-seksi lain 22

23 3.3. Hasil Pelaksanaan Kerja Praktek 3.3.1. Pemanfaatan Total Benchmark dan Hubungan Antar Rasio Dalam meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap wajib pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak telah menyusun rasio Total Benchmarking. digunakan sebagai alat bantu untuk menilai kewajaran kinerja keuangan dan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh wajib pajak. Rasio Total Benchmarking memiliki karakteristik sebagai berikut : a. Rasio Total Benchmarking disusun berdasarkan kelompok usaha. b. Benchmarking dilakukan atas rasio-rasio yang berkaitan dengan tingkat laba dan input-input perusahaan. c. Ada keterkaitan antar rasio benchmark. d. Fokus pada penilaian kewajaran kinerja keuangan dan pemenuhan kewajiban perpajakan. Proses pemanfaatan Total Benchmarking sebagi berikut: 1. Nilai rasio-rasio benchmark ditetapkan untuk masing-masing kelompok usaha berdasarkan 5 (lima) digit kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) wajib pajak. Klasifikasi Lapangan Usaha dimaksud adalah KLU sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-34/PJ/2003 tanggal 14 Februari 2003. 2. Penetapan rasio benchmark menggunakan data perpajakan tahun 2005 s.d. 2007.

24 3. Penetapan rasio-rasio benchmark untuk keseluruhan kelompok usaha dilakukan secara bertahap, dan pada tahap awal kelompok usaha yang telah selesai dilakukan penghitungan rasio-rasio benchmark sebanyak 20 (dua puluh) KLU sebagaimana tercantum dalam lampiran I surat edaran ini. 4. Untuk lebih memudahkan dalam penggunaan dan pemanfaatannya, nilai rasio-rasio benchmark akan dimuat dalam Aplikasi Profile wajib pajak Berbasis Web (Approweb). 5. Segera setelah nilai-nilai rasio benchmark termuat dalam Approweb, para Account Representative agar memanfaatkannya dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap wajib pajak yang menjadi tanggung jawabnya. 6. Dalam hal nilai-nilai rasio benchmark belum dapat dimuat dalam Approweb, para Account Representative agar memanfaatkannya secara manual. 7. Tindak lanjut hasil pemanfaatan Total Benchmarking yang berupa himbauan, konseling, atau pemeriksaan mengikuti ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-170/PJ/2007. 8. Memberikan masukan berdasarkan pelaksanaan di lapangan. 9. Masukan dikirimkan kepada Direktur Jenderal Pajak u.p. Direktur Transformasi Proses Bisnis.

25 10. Memerintahkan kepada para Kepala Kantor Wilayah DJP agar memantau pelaksanaan pemanfaatan Total Benchmarking oleh Kantor Pelayanan Pajak. Alur pemanfaatan Total Benchmarking, sebagai berikut: Kantor Pusat DJP Mulai Account Representative Kepala Seksi Pengawasan dan konsultasi Menetapkan rasio-rasio Total Benchmarking Mengupload rasio benchmark ke dalam aprroweb Melihat Dashboard Total Bechmarking pada Approweb Ada WP kategori merah? ya Membuat KKP pemanfaatan Total Benchmarking Menyetujui dan menandatanganikkp pemanfaatan Total Benchmarking Perlu tindak lanjut? tidak ya Tindak Lanjut sesuai PER- 170/PJ/2007 Selesai Sumber: Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-96/PJ/2009 Gambar 3.1 Alur Pemanfaatan Total Benchmarking

26 Rasio-rasio yang berkaitan dengan tingkat laba dan input-input perusahaan yang dilakukan benchmarking terdiri dari : Rasio Kinerja Operasional 1. Gross Profit Margin (GPM) Gross Profit Margin (GPM) merupakan perbandingan anatara laba kotor terhadap penjualan. Nilai GPM dihitung sebagai berikut: Nilai GPM menunjukkan seberapa besar proporsi penjualan perusahaan yang tersisa setelah digunakan untuk menutupi ongkos ubtuk menghasilkan atau memperoleh produk yang dijual. 2. Operating Profit Margin (OPM) Operating Profit Margin Merupakan perbandingan antara laba bersih dari operasi terhadap penjualan. Nilai OPM dihitung sebagai berikut: Nilai OPM menunjukkan seberapa besar proporsi penjualan perusahaan masih tersisa setelah digunakan untuk menutup seluruh biaya operasional perusahaan. Makin besar nilai OPM makin efisien dalam memanfaatkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan penjualan.

27 3. Pretax Profit Margin (PPM) Pretax Profit Margin (PPM) merupakan perbandingan antara laba bersih sebelum pajak terhadap penjualan. Nilai PPM dihitung sebagai berikut: Nilai PPM menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan relatif terhadap niali penjualan. Makin besar PPM menunjukkan makin tingginya tingkat laba bersih yang dihasilkan baik dari kegiatan operasional maupun dari kegiatan lainnya. 4. Corporate Tax to Turn Over Ratio (CTTOR) Corporate Tax to Turn Over Ratio (CTTOR) merupakan rasiopajak penghasilan terutang terhadap penjualan. Nilai CTTOR dihitung sebagai berikut: Nilai CTTOR menunjukkan besarnya PPh yang terutang dalam suatu tahun relaif terhadap penjualan yang dilakukan oleh perusahaan. Makin besar CTTOR menunjukkan makin besar proporsi hasil penjualan perusahaan yang digunakan untuk membayar pajak penghasilan. 5. Net Profit Margin (NPM) Net Profit Margin (NPM) merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak terhadap penjualan. Nilai NPM dihitung sebagai berikur:

28 Nilai NPM menunjukkan besarnya laba bersih yang dihasilkan perusahaan setelah memperhiyungkan PPh yang terutang. Makin besar NPM menunjukkan makin tingginya kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bagi pemilik (pemegang saham). 6. Dividend Payout Ratio (DPR) Dividend Payout Ratio (DPR) merupakan rasio nilai pembayaran dividen terhadap laba bersih. Niali DPR dihitung sebagai berikut: Nilai DPR menunjukkan seberapa besar proporsi laba bersih yang dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen tunai. Rasio PPN 1. Rasio PPN (pn) Rasio PPN merupakan rasio total pajak masukan yang dikreditkan oleh pengusaha kena pajak dalam satu tahun pajak terhadap penjualan, tidak termasuk pajak masukan yang dikreditan dari transaksi antar cabang. Nilai Rasio PPN dihitung sebagi berikut:

29 Rasio Input 1. Rasio Gaji/Penjualan (g) Rasio Gaji/Penjualan merupakan rasio antara jumlah biaya gaji, upah dan tunjangan atau yang sejenisnya yang dibebankan dalam suatu tahun terhadap paenjualan. Nilai Rasio Gaji/Penjualan dihitung sebagai berikut: Nilai g menunjukkan besarnya proporsi hasil penjualan yang digunakan untuk membayar biaya tenaga kerja seperti gaji, upah, tunjangan dan pembayaran lainnya yang berhubungan dengan penggunaan tenaga kerja. Makin tinggi nilai g menunjukkan bahwa suatu perusahaan membutuhkan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi. 2. Rasio Bunga/Penjualan (b) Rasio Bunga/Penjualan merupakan rasio antara total beban bunga terhadap penjualan, tidak termasuk bunga yang dibebankan sebagai biaya diluar usaha (other expense). Nilai Rasio Bunga/Penjualan dihitung sebagai berikut: 3. Rasio Sewa/Penjualan (s) Rasio Sewa/Penjualan merupakan rasio antara total beban dan royalti terhadap penjualan. Nilai Rasio Sewa/Penjualan dihitungn sebagai berikut:

30 4. Rasio Penyusutan/Penjualan (py) RasionPenyusutan/Penjualan merupakan rasio antara total beban penyusutan dan amortisasi terhadap penjualan. Nilai Rasio Penyusutan/Penjualan dihitung sebagai berikut: 5. Rasio Input Lainnya (x) Rasio Input Lainnya merupakan rasio antara total biaya-biaya yang dibebankan dalam suatu tahun buku selain beban gaji/upah, sewa, bunga, penyusutan dan beban luar usaha terhadap penjualan. Nilai Rasio Input Lainnya/Penjualan dihitung sebagai berikut: Rasio aktivitas Luar Usaha 1. Rasio Penghasilan Luar Usaha/Penjualan (pl) Rasio Penghasilan Luar Usaha/Penualan merupakan rasio antara total penghasilan dari luar usaha terhadap penjualan. Nilai RAsio Penghasilan Luar Usaha/Penjualan dihitung sebagai berikut:

31 2. Rasio Biaya Luar Usaha/Penjualan (bl) Rasio Biaya Luar Usaha/Penghasilan merupakan rasio antara total biaya luar usaha terhadap penjualan. Nilai Rasio Biaya Luar Usaha/Penjualan dihitung sebagi berikut: Keseluruhan input dan output sutu perusahaan diukur dalam bentuk rasio terhadap nilai penjualan, hubungan antar rasio dapat dirumuskan dalam suatu persamaan antara lain: 10pn + g + b + x + OPM = 100% 10pn + g + b + x + PPM (pl bl) = 100% 10pn + g + b + x + NPM (pl bl) + CCTOR = 100% Ketiga Persamaan di atas menunjukkan bawha adanya keterkaitan antara rasio. Adanya keterkaitan tersebut mengakibatkan bahwa kewajaran input dan laba suatu perusahaan dapat dinilai dari besarnya rasio masingmasing. Dengan menilai wajib pajak dengan jenis usaha yang sama berdasarkan rasio masing-masing dengan persamaan diatas, kemudian membandingkan dengan rasio-rasio benchmarking. Diperoleh gambaran bagaimana kemungkinan wajib pajak beroperasi serta kinerja keuangan dan kepatuhan perpajakannya. Rasio-rasio Benchmarking dalam bentuk persamaan hubungan antar rasio digunakan sebagai alat bantu dalam melakukan analisis lingkungan

32 usaha maupun dalam melakukan analisis posisi keuangan dan kinerja perusahaan. Contoh: Hubungan antar rasio benchmark jenis usaha Industri Semen dalah sebagai berikut: 10pn + g + b + x + NPM (pl bl) + CCTOR = 100% 39.88% + 8.65% + 1.15% + 40.58% + 16.24% - (1.19% - 0.06%) + 6.60% = 111.97% Dari Persamaan diatas terlihat bahwa jumlah total persamaan adalah 111.97%, diatas 100%. Hal ini karena input berupa bahan baku dari industri semen merupakan barang yang dikenakan PPN. Nilai pn yang tinggi menunjukkan bahwa bahan baku dari usaha ini merupakan yang dikenakan PPN. Input berupa biaya tenaga kerja adalah sebesar 8.65%, cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa standar gaji/upah tenaga kerja dalam jenis usaha ini tergolong tinggi. Input berupa biaya bunga adalah sebesar 1.15%, menunjukkan usaha ini mengandalkan modal sendiri dan modal pinjaman. Total persamaan ini sesuai dengan rasio benchmark.

33 3.3.2. Pemanfaatan Total Benchmarking dalam Melakukan Pengujian Kepatuhan Wajib Pajak Untuk dapat menilai kewajaran kinerja keuangan dan kepatuhan wajib pajak, perlu dilakukan adalah membandingkan analisis rasio-rasio keuangan wajib pajak dengan dengan analisis lingkungan usaha berdasarkan persamaan Total Benchmarking. Dalam pengujian kepatuhan wajib pajak dalam benchmarking yaitu dengan menguji aspek biaya usaha. Biaya usaha meliputi Harga Pokok Penjualan. Biaya usaha wajib pajak dapat dibandingkan dengan benchmark dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Membandingkan rasio HPP/Penjualan terhadap rasio benchmark, HPP/Penjualan = 100% - GPM. 2. Membandingkan rasio biaya usaha lain/penjualan terhadap rasio benchmark dengan rasio, Biaya Usaha Lain/Penjualan = GPM OPM. 3. Membandingkan hasil penjumlahan rasio HPP/penjualan dan Biaya Usaha Lain/Penjualan diatas dengan rasio benchmarknya. 4. Melakukan analisis terhadap hasil pembandingan tersebut. Contoh: PT ABC, dengan KLU 32300 memiliki rasio perusahaan sebagai berikut:

34 Tabel 3.1. Rasio Laporan Keuangan PT. ABC Tahun 2006 GPM OPM g py s b x 18.74% 1.76% 5.42% 0.91% 1.87% 0.00% 13.97% Tabel 3.2. Rasio Total Benchmarking Tahun Pajak 2006 GPM OPM g py s b x 13.74% 8.58% 4.90% 4.39% 1.67% 1.53% 18.15% Sumber : Surat Edaran direktur Jenderal Pajak No. SE-68/PJ/2010 Biaya Usaha WP Benchmark Selisih 1. HPP (100%-GPM) 81.25% 86.26% -5.01% 2. Biaya Usaha Lain (GPM-OPM) 12.97% 5.16% 7.81% 3. Jumlah (1+2) 94.22% 91.42% 2.80% 4. Jumlah g + py + s + b + x 19.28% 30.64% -11.16% 5. Pemakaian Barang Dagangan (3-4) 74.94% 60.78% 14.16% 6. Jumlah (4+5) 94.22% 91.42% 2.80% Berdasarkan pembandingna rasio diatas diketahui bahwa kinerja oerasional perusahaan masih dibawah benchmark karena beban usaha wajib pajak berada 1.39% diatas benchmark. Tingginya beban usaha tersebut karena biaya usaha lain berada 3.71% diatas benchmark. Dengan demikian penelitian harus di fokuskan pada beban usaha lain.

35 Perbandingan antara rasio g, py, s, b dan x wajib pajak terhadap benchmark menunjukkan bahwa masih di bawah benchmark. Dapat disimpulkan bahwa: 1) Rasio g wajib pajak lebih rendah dari benchmark disebabkan WP menggunakan pekerja yang lebih sedikit karena pemanfaatan teknologi yang intensif dan membayar upah yang lebih murah karena faktor lokasi. 2) Rasio py wajib pajak lebih rendah dari benchmark disebabkan wajib pajak tidak melakukan investasi dalam bentuk barang modal dalam beberapa tahun terkhir. 3) Rasio s wajib pajak lebih tinggi dari benchmark disebabkan perusahaan lebih mengandalkan aktiva yang disewa dari pihak lain dalam operasionak perusahaan dibandingkan membeli sendiri. 4) Rasio pemakaian bahan terhadap penjualan wajib pajak di atas benchmark. Berarti bahwa wajib pajak lebih tidak efisien dalam menggunakan bahan baku atau bahan pembantu dan harga perolehan bahan lebih tinggi. Dari selisih diatas terlihat bahwa selisih pemakaian bahan/penjualan terhadap benchmark memiliki tingkat resiko ketidakbenaran yang paling tinggi. Dan dari perbandingan tersebut memiliki tingkat kewajaran di atas benchmark.

36 3.3.3. Hambatan-Hambatan dan Solusi dalam Melaksanakan Verifikasi Kebenaran Pembayaran Pajak dengan Pemanfaatan Total Benchmarking Hambatan-hambatan yang dihadapi KPP Majalaya adalah: 1. Belum optimalnya fungsi tim ekstensifikasi dan intensifikasi yang telah dibentuk. 2. Supply data dari sektor terkait yang kadang sulit didapat karena masalah penegakan hukum (termasuk pemeriksaan dan pengawasan subyek dan obyek pajak). 3. Terbatasnya tenaga penyuluh perpajakan. 4. Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat wajib pajak terhadap hak-hak dan kewajiban-kewajiban perpajakannya. Solusi yang telah dan akan dilakukan diantaranya adalah: 1. Meningkatkan kualitas frekuensi koordinasi 2. Melakukan evaluasi secara berkala 3. Melakukan canvassing, konseling, penyuluhan dan optimalisasi data 4. Penyederhanaan pemenuhan kewajiban perpajakan serta moderenisasi aturan dan metode pemeriksaan dan penagihan.