BAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010.

dokumen-dokumen yang mirip
KISI-KISI SOAL UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) MADRASAH ALIYAH (MA) TAHUN PELAJARAN 2015/2016

SOAL UJI COBA HASIL BELAJAR PAI

IMAMAH DALAM PANDANGAN POLITIK SUNNI DAN SYI AH

Apa reaksi Anda ketika tahun 1971 Cak Nur melontarkan gagasan Islam, yes! Partai Islam, No!?

KELAS BIMBINGAN MENENGAH PEPERIKSAAN PERTENGAHAN TAHUN 2015 SEJARAH ISLAM KBM 3

KRITIK PENDAPAT ULAMA KALAM TENTANG ALIRAN MURJI AH. Disusun Guna Memenuhi Tugas. Mata kuliah : Ilmu Tauhid. Dosen Pengampu : Drs.

BAB I PENDAHULUAN. Agama Islam di Indonesia merupakan agama terbesar di dunia. Waktu

BAB IV ANALISIS SIYASAH DUSTURIYAH TERHADAP PENYELENGGARAAN SISTEM PRESIDENSIAL DENGAN FORMAT KOALISI

BAB IV ANALISIS FIKIH SIYASAH TERHADAP PELAKSANAAN PERGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DPRD FKB PEMKOT MOJOKERTO PERIODE

Oleh: Hafidz Abdurrahman

KISI-KISI SOAL UAMBN MADRASAH ALIYAH TAHUN PELAJARAN 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemilihan umum melibatkan

SILABUS PEMBELAJARAN: SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada

Pendidikan Agama Islam

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL SURVEI SURVEI SYARIAH 2014 SEM Institute

MENDAMAIKAN PERSAUDARAAN SEIMAN

Penjelasan singkat tentang khilafah minhajjin nubuwwah berdasarkan hadith

PEMERINTAHAN DAN PENTADBIRAN

Di antaranya pemahaman tersebut adalah:

KISI-KISI UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) TAHUN PELAJARAN

Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq

BAB V KESIMPULAN. Dalam sejarah perkembangan umat Islam, munculnya aliran teologi Islam

PERADABAN ISLAM MASA BANI UMAYYAH. Oleh : SAEPUL ANWAR

BAB IV. Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 2 Tahun 2008 Tentang Partai. Politik, dalam pasal 1 ayat (1) yang berbunyi : Partai politik adalah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

ISLAM DAN DEMOKRASI. UNIVERSITAS MERCU BUANA BEKASI Sholahudin Malik, S.Ag, M.Si. MATA KULIAH AGAMA ISLAM. Modul ke: 13Fakultas.

ULANGAN HARIAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS XI

`BAB I A. LATAR BELAKANG

PENDIDIKAN PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan oleh latar belakang Negara yang berbeda. Penggunaan sistem. Islam (Masa Nabi Muhammad) dapat menciptakan masyarakat yang

KHILAFAH DAN KESATUAN UMAT

SEJARAH ISLAM AHMADIN

BAB IV ANALISIS Mekanisme PAW Anggota DPR/DPRD Menurut UU RI No 27 Tahun 2009 dalam Persepektif Fiqh Siyasah

SILABUS PEMBELAJARAN

Kelompok 4. Sadri wahyudi Siti cholifah Sarah haikal

KELAS X SMAN 5 PADANG. Pilihlah Jawaban Yang Paling Tepat Pada Soal di Bawah Ini!

BAB V KESIMPULAN. sekularisasi dari istilah sosiologis merupakan menduniawikan nilai-nilai

Islam dan Demokrasi. Disusun oleh : AL-RHAZALI MITRA ANUGRAH F FEBRIAN DELI NOVELIAWATI C.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) KELAS KONTROL

Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan

Tinggal di kawasan Semenanjung Tanah Arab Terdapat wilayah seperti Syam, Nadz,Yaman, Oman Mekah, Madinah dan Thaif merupakan ibu kota penting

BAB I PENDAHULUAN. meliputi semua aspek kehidupan. Salah satu aspek yang diatur pula dalam Islam

DAFTAR ISi KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I - PROSES LAHIRNYA.DAN FASE-FASE PEMERINTAHAN BANI UMAYYAH 1

BAB I PENDAHULUAN. harus dijaga di Indonesia yang hidup di dalamnyaberbagai macam suku, ras,

KISI-KISI SOAL UAMBN MADRASAH IBTIDAIYAH TAHUN PELAJARAN 2011/2012

BAB IV KARAKTERISTIK PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID TENTANG HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA

BAB IV ANALISIS. A. Persamaan dan Perbedaan Pendapat Mazhab Syafi i dan Mazhab Hanbali Tentang Hukum Menjual Reruntuhan Bangunan Masjid

BAB V PENUTUP. Pada bagian terakhir ini penulis berusaha untuk menyimpulkan dari

MASALAH PEMBARUAN PEMIKIRAN DALAM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Allah telah menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa al-quran karena

PPMDI. Pemikiran Politik Islam. Zaman Klasik dan Pertengahan. bektibeza.com

SEKULARISASI DITINJAU KEMBALI 1

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir Hizbut Tahrir Indonesia

POLITIK ISLAM DAN MASYARAKAT MADANI OLEH: DENNY PRITIANTO SA ADAH NURAINI LINA DWI ASTUTI

NO SK / KD INDIKATOR MATERI BOBOT 1 Menceritakan sejarah berdirinya Dinasty Al Ayyubiyah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

ALI ABD AL-RAZIQ : IDE NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah segala sesuatu pandangan atau cara hidup yang dapat mengatur

KELAS BIMBINGAN MENENGAH PEPERIKSAAN PERTENGAHAN TAHUN 2015 SEJARAH ISLAM KBM 2

Islam dan Sekularisme

Albania Negeri Muslim di Benua Biru?

BAB I PENDAHULUAN. Imam Ahmad bin Hanbal merupakan salah satu dari tokoh madzab dalam Agama

IJTIHAD SEBAGAI JALAN PEMECAHAN KASUS HUKUM

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

PENDIDIKAN PANCASILA. Pancasila Sebagai Ideologi Negara. Modul ke: 05Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen S1

MUQODDIMAH DAN ISI ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA MUHAMMADIYAH. Pertemuan ke-6

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adakah sistem ketatanegaraan menurut islam? Pertanyaan ini barangkali

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman Rasulullah SAW, hadis belumlah dibukukan, beliau tidak sempat

BAB V PENUTUP. Politik Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin Tahun , penulis

BAB I PENDAHULUAN. urusan rakyat, pemimpin hendaknya orang yang benar-benar bisa dipercaya,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB VI KESIMPULAN. kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI

Oleh: Hafidz Abdurrahman, Lajnah Tsaqafiyah DPP HTI

BAB I PENDAHULUAN. bidang yang sangat pantas dijadikan referensi nomor wahid sepanjang masa. bahkan setan pun tak ingin berpapasan dengannya di jalan.

Perjuangan Nabi di Kota Madinah dalam Menegakan Agama Islam

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB III PEMILU DALAM PANDANGAN FIQH SIYASAH. tidak ditentukan oleh Pemilu dengan prosedur-prosedur yang ketat. Prinsip

BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS

BAB IV ANALISIS HEDGING TERHADAP KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK-BBM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

KONSEP SEKULARISASI DALAM PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID

Islam: pemikiran kenegaraan & pemerintahan. Sinopsis:

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

PANCASILA PANCASILA DAN AGAMA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi.

SANG PENARIK GERBONG ITU 1

Edisi 02/ I/ Dzulhijjah/ 1425 H Januari/ 2005 M)

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM ( KELAS XI GANJIL )

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara. Islam telah mengaturnya sedemikian rupa sehingga

UKHUWAH ISLAMIYYAH Oleh : Agus Gustiwang Saputra

APATISME PEMBICARAAN NEGARA ISLAM 1

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

A. Persamaan Pemikiran Imam Mawardi dengan Ali Abdul Raziq tentang Konsep

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

SILABUS PEMBELAJARAN. Alokasi Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran Penilaian Indikator. Sumber Belajar (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

MEMILIH PEMIMPIN YANG BENAR PERSPEKTIF ISLAM Oleh: Dr. Marzuki, M.Ag.

KEMENTERIAN PELAJARAN MALAYSIA

Nag2oO9. Item Objektif. M.S Rajah berikut menunjukkan suasana di Madinah sebelum hijrah Nabi Muhammad s.a.w. ke Madinah.

Transkripsi:

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Islam kultural dalam konsep Nurcholish Madjid tercermin dalam tiga tema pokok, yaitu sekularisasi, Islam Yes, Partai Islam No, dan tidak ada konsep Negara Islam atau apologi negara Islam. Ketiga konsep pemikirannya itu diproklamirkan pada tanggal 2 Januari 1970 dan 30 Oktober 1972. Sekularisasi menjadi faktor utama dalam merumuskan dua tema berikutnya. Menurut Nurcholish Madjid sekularisasi dimaksudkan untuk menduniawikan nilai-nilai yang sudah semestinya bersifat duniawi (profan), dan melepaskan umat Islam dari kecenderungan untuk meng-ukhrawi-kannya. Dengan kata lain, sekularisasi dalam pandangan Nurcholish Madjid adalah desakralisasi terhadap segala sesuatu selain hal-hal yang benar-benar bersifat Illahiah (transendental), yaitu dunia ini. Sekularisasi dalam pandangan Nurcholish Madjid bukan dimaksudkan sebagai penerapan dari sekularisme. Untuk mendukung pandangannya itu, dia mengutip pendapat yang dikemukakan oleh Robert N. Bellah, Talcott Parson, dan Harvey Cox. Dengan sekularisasi, maka segala sesuatu selain Allah, dalam pandangan Nurcholish Madjid, menjadi tidak sakral. Dalam hal ini partai Islam dan konsep negara Islam juga menjadi tidak sakral karena ia merupakan urusan duniawi. Karena kedua hal tersebut tidak sakral maka umat Islam dibenarkan untuk melakukan ijtihad demi kemajuan umat Islam dan untuk menghadapi tantangan zaman. Dengan demikian, umat Islam tidak memiliki beban apabila tidak memilih partai Islam atau tidak menegakkan negara Islam. Namun di sini, menurut saya, Nurcholish Madjid tidak memberikan batasan-batasan yang jelas apa saja yang harus dikenakan konsep sekularisasinya. Saya berpendapat bahwa tidak semua hal yang berkaitan dengan dunia harus disekularisasikan atau didesakralisasikan. Terdapat beberapa masalah yang harus tetap disakralkan, misalnya seperti perkawinan. Bagaimanapun juga perkawinan dalam Islam harus tetap disakralkan karena jika tidak disakralkan yang akan muncul perzinahan yang merajalela. 168

Selain itu, konsep sekularisasi Nurcholish Madjid yang tidak mengenal batasan semua nilai-nilai duniawi menjadi tidak mutlak karena hanya Allah yang mutlak menurut saya akan mengakibatkan semua nilai-nilai yang ada menjadi relatif. Dengan demikian, pendapatnya sendiri juga akan terkena relativitas ini karena ia merupakan bagian dari pemikiran yang menyangkut masalah-masalah keduniawian, bukan sesuatu yang berkaitan dengan Allah. Apakah pendapat Nurcholish Madjid ini tidak menjadi relatif? Saya rasa ini tidak mungkin karena sebagaimana yang dikatakan Nurcholish Madjid sendiri segala sesuatu yang berkaitan dengan duniawi harus disekularisasikan atau didesakralisasikan. Jika semua pendapat menjadi relatif lalu pendapat manakah atau pendapat siapakah yang akan menjadi pegangan umat Islam? Dua alasan di atas yang menjadikan saya kurang setuju dengan konsep sekularisasi Nurcholish Madjid karena dia tidak memberikan batasan-batasan yang jelas. Seharusnya, Nurcholish Madjid memberikan batasan yang jelas misalnya konsep sekularisasinya hanya dikenakan kepada partai politik Islam dan negara Islam. Sementara lainnya tidak. Sementara itu, gagasan Islam kultural Nurcholish Madjid yang menekankan pentingnya dilaksanakannya nilai-nilai substansi Islam, yaitu keadilan, kesamaan, partisipasi, musyawarah, dan lain sebagainya tanpa harus dalam kerangka negara Islam, dapat saya terima. Nilai-nilai keislaman tersebut dapat dilaksanakan oleh organisasi-organisasi non-politik, seperti organisasi pendidikan, dakwah, seni, dan lain sebagainya. Apabila nilai-nilai keislaman tersebut telah dilaksanakan maka suatu negara, menurut Nurcholish Madjid, apa pun bentuknya, telah sesuai dengan Islam. Negara Indonesia yang memiliki ideologi Pancasila tidak bertentangan dengan Islam karena nilai-nilai keislaman telah terkandung dalam sila-sila Pancasila. Oleh karena itu, umat Islam di Indonesia tidak perlu atau bahkan tidak diharuskan mendirikan negara Islam di Indonesia. Pendapat Nurcholish Madjid yang menyatakan bahwa tidak ada negara Islam dalam pandangan saya dapat dibenarkan. Apalagi pendapatnya ini dikemukakan pada masa awal Orde Baru yang tidak simpati kepada Islam politik. Dengan mengemukakan pandangan itu, umat Islam dapat berperan aktif dalam

pembangunan bangsa Indonesia karena pemerintah Orde Baru tidak lagi mencurigai mereka sebagai penentang ideologi negara (Pancasila). Selain itu, menurut saya sebutan negara Islam secara formal memang tidak pernah ditemukan dalam sejarah Islam klasik (pada masa Nabi dan Khalifah Rasyidin). Pada masa Nabi SAW memang benar bahwa hukum atau aturan-aturan yang diterapkan adalah hukum Islam, tetapi Nabi SAW sendiri tidak pernah secara eksplisit menyebutkan negara yang dipimpinnya itu sebagai negara Islam. Begitu pula pada masa Khalifah Rasyidin. Nabi SAW menyerahkan sepenuhnya sistem kenegaraan kepada ijtihad umat Islam. Misalnya dalam hal pemilihan kepala pemerintahan pada masa Khalifah Rasyidin. Abu Bakar dipilih sebagai Khalifah menggunakan sistem pemilihan yang dilakukan oleh kaum Muhajirin dan Anshar. Sementara itu, Umar bin Khattab dipilih melalui surat wasiat dari Abu Bakar. Artinya, Umar dipilih sebagai khalifah melalui penunjukan Abu Bakar. Adapun Utsman bin Affan dipilih berdasarkan perwakilan. Dalam hal ini, sebelum Umar meninggal, dia telah menunjuk enam orang sahabat terkemuka untuk memilih di antara mereka menjadi khalifah. Dalam pemilihan itulah Utsman terpilih sebagai khalifah. Terakhir Ali bin Abi Thalib. Dia dipilih oleh umat Islam tanpa melalui perwakilan ataupun penunjukan melainkan dipilih langsung oleh umat, karena pada saat itu umat Islam menganggap sahabat yang paling layak dan masih hidup untuk dijadikan khalifah adalah Ali. Dari pemilihan keempat Khalifah ini terlihat bahwa yang menentukan adalah ijtihad umat Islam (sahabat). Sesudah masa Khalifah Rasyidin, yaitu pada masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah, yang ada adalah sistem negara Kerajaan (Monarki Absolut) karena yang memerintah adalah keturunan dari Muawiyah bin Abi Sufyan dan Bani Abbas. Dalam istilah Nurcholish Madjid masa ini adalah sistem negara Suku. Pada masa ini umat Islam tidak memiliki hak untuk memerintah karena yang berhak memerintah adalah keturunan raja. Walaupun keturunan raja itu seorang yang tidak memiliki akhlak seorang muslim ia tetap dibenarkan menjadi khalifah seperti Khalifah Yazid bin Muawiyah yang terkenal kejam karena telah membunuh cucu Nabi SAW, Husein bin Ali. Selain itu, Yazid juga dikenal sebagai seorang pemabuk. Jika dilihat dari ajaran atau nilai-nilai Islam sudah jelas

bahwa ia tidak pantas untuk dijadikan sebagai seorang pemimpin. Tetapi dikarenakan sistem negara yang ada ketika itu bukan negara Islam maka hal itu sah-sah saja. Di samping itu, menurut saya apabila negara Islam berhasil ditegakkan maka hukum Islam seperti apa yang akan ditegakkan dalam negara itu. Misalnya dalam hukum fiqh, apakah hukum yang akan ditegakkan hukum yang bermazhab Maliki, Syafi i, Hanafi, Hambali, Ja fari, atau lainnya? Dalam bidang teologi, apakah teologi yang akan diakui oleh negara itu teologi Asy ariyah, Mu tazilah, Qadariyah, Jabariyah, Murjiah atau lainnya. Di Indonesia misalnya apakah yang akan diakui secara sah oleh pemerintah adalah NU, Muhammadiyah, Persis, atau lainnya? Atau misalnya negara yang telah berdiri itu tidak merujuk kepada salah satu mazhab atau golongan yang ada, melainkan berdasarkan penafsiran baru terhadap ayat-ayat Alquran dan Hadis, maka yang berhak menafsirkan itu siapa? Apakah mazhab yang telah ada dapat menerima penafsiran baru itu? Mengenai masalah Qunut yang sangat sepele, contohnya saja, antara NU dan Muhammadiyah tidak pernah menemukan kata sepakat. Itu dalam ibadah. Dalam bidang ekonomi, misalnya, ada yang mengatakan bahwa bunga bank haram, tetapi ada juga yang mengatakan bunga bank tidak haram. Belum lagi masalah penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri. Masalah-masalah ini justru akan membuat umat Islam yang berada dalam Negara Islam menjadi pecah dan tidak bersatu. Jadi, apa gunanya mendirikan suatu negara yang bernama negara Islam tetapi yang terjadi malah perpecahan di kalangan umat Islam. Sementara itu, menurut saya, dengan menjadikan Islam sebagai ideologi negara akan mengakibatkan Islam setara dengan ideologi-ideologi lainnya, seperti Pancasila, demokrasi, sosialisme, dan komunisme. Islam seharusnya lebih tinggi dari ideologi-ideologi itu. Artinya, Islam seharusnya ditempatkan sebagai sumber bagi ideologi-ideologi yang telah ada, bukan menjadikan Islam setara dengan ideologi-ideologi itu. Dengan menjadikan Islam sebagai ideologi, justru akan merendahkan Islam apabila negara tersebut melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Atas pertimbangan-pertimbangan di atas, saya setuju atau membenarkan pendapat Nurcholish Madjid yang menyatakan tidak ada negara Islam. Saya setuju

bahwa yang terpenting adalah dilaksanakannya nilai-nilai keislaman, seperti musyawarah, keadilan, persamaan hak, dan lain sebagainya. Umat Islam dapat mendorong pemerintah melaksanakan nilai-nilai tersebut melalui organisasiorganisasi kemasyarakatan, pendidikan, dakwah, dan lain sebagainya. Jika nilai-nilai itu bisa dikembangkan, maka apa yang diinginkan oleh Nurcholish Madjid bahwa masyarakat Indonesia akan menjadi masyarakat Qurani yang secara tegas menerima yang ma ruf dan menolak yang mungkar dapat tercapai. Dengan begitu kita dibenarkan, lanjut Nurcholish Madjid, memandang Indonesia sebagai sebuah Negara Muslim. Setelah mengkaji pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh Nurcholish Madjid, saya berkesimpulan bahwa dia sebenarnya menginginkan nilai-nilai keislaman diterapkan di Indonesia, tetapi bukan dalam kerangka formal negara Islam. Dengan tidak menyebutkan secara formal Indonesia sebagai negara Islam, maka nilai-nilai keislaman itu dapat diterima oleh semua golongan dan pemeluk agama lainnya tanpa harus merasa bahwa mereka telah melaksanakan nilai-nilai keislaman. Apalagi tulisan ini mengkaji hubungan Islam dengan negara pada masa Orde Baru yang pada awalnya tidak bersimpati pada Islam. Pendapat Nurcholish Madjid ini dapat melepaskan umat Islam dari kungkungan perjuangan negara Islam yang tidak disukai oleh Orde Baru. Akan tetapi, gagasan Nurcholish Madjid ini kemudian menimbulkan respons yang luas dari berbagai kalangan, terutama kalangan intelektual Muslim Indonesia. Bagi para pengkritiknya, gagasan Nurcholish Madjid dianggap akan membawa kepada penerapan sekularisme dalam Islam. Padahal menurut mereka dalam Islam istilah itu tidak pernah ada. Istilah tersebut menurut mereka hanya ada di Barat atau dalam agama Kristen. Dikarenakan istilah sekularisasi tidak ada dalam Islam maka mereka menolak dengan keras gagasan Nurcholish Madjid tersebut. Dalam hal ini para pengkritik Nurcholish Madjid menyamakan antara sekularisasi dan sekularisme. Dalam pandangan saya, para pengkritik Nurcholish Madjid telah menyamakan antara sekularisasi dengan sekularisme. Padahal, kedua istilah tersebut dalam pandangan Nurcholish Madjid memiliki perbedaan yang jelas. Perbedaan sudut pandang inilah yang menurut saya mengakibatkan perdebatan

mengenai gagasan Nurcholish Madjid lebih banyak berkisar pada permasalahan penggunaan istilah, bukan inti dari gagasannya itu, yaitu membebaskan umat Islam dari mensakralkan partai politik Islam dan konsep negara Islam. Sementara itu dari kalangan yang mendukungnya mencoba memberikan penjelasan bahwa apa yang dikemukakan oleh Nurcholish Madjid tidak menyimpang dari ajaran Islam. Menurut mereka konsep negara Islam atau yang disebut dengan negara Islam tidak ada di dalam Alquran maupun Sunnah. Yang ada di dalam Alquran atau Sunnah, menurut mereka, adalah konsep tentang kehidupan bermasyarakat, seperti persamaan hak, keadilan, dan lain sebagainya. Konsep negera Islam, lanjut mereka, merupakan hasil ijtihad kaum Muslim dalam menghadapi ideologi Barat, seperti demokrasi, kapitalisme, sosialisme, dan komunisme. Setelah melakukan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Islam kultural cukup memberikan pengaruh positif bagi umat Islam di Indonesia pada masa Orde Baru. Ketegasan Islam kultural mengenai tidak adanya negara Islam dan ideologi Islam membuatnya tidak dicurigai oleh rezim Orde Baru. Bahkan Islam kultural mampu merubah persepsi pemerintah Orde Baru yang sebelumnya menganggap Islam mempunyai keinginan besar untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. Dengan berubahnya persepsi pemerintah Orde Baru tersebut, maka pemerintah lebih memperhatikan kepentingan-kepentingan umat Islam, seperti mengirimkan dai ke berbagai daerah transmigrasi, membangun masjid melalui Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila yang dipimpin langsung oleh Soeharto, mendukung pembentukan ICMI, pengesahan undang-undang Peradilan Agama, dan lain sebagainya. Dukungan pemerintah ini tidak akan ada apabila umat Islam masih saja terpaku dengan perjuangan politiknya yaitu terbentuknya negara Islam di Indonesia. Namun harus diakui bahwa setelah masa Orde Baru, setelah rezim itu runtuh pada tahun 1998, gagasan Islam kultural menjadi tidak menarik bagi sebagian kalangan di Indonesia karena mereka mungkin berpandangan bahwa politik akan memudahkan perjuangan umat Islam pada saat kondisi negara dalam masa transisi. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya bermunculan partai-partai politik Islam di Indonesia, seperti Partai Keadilan (kemudian menjadi Partai

Keadilan Sejahtera), Partai Bulan Bintang, Partai Masyumi Baru, dan lain sebagainya. Dengan kembali munculnya partai-partai Islam dapat saya simpulkan bahwa Islam kultural hanya memberikan pengaruh pada masa Orde Baru, yaitu ketika umat Islam tidak memperoleh kesempatan secara politik untuk berkembang dan meraih kekuasaan. Tetapi setelah kesempatan itu ada, umat Islam kembali memperjuangkan cita-citanya melalui jalur politik. Dengan demikian, gagasan Islam kultural Nurcholish Madjid hanya memberikan pengaruhnya ketika pemerintah yang berkuasa tidak memberikan kesempatan untuk berkembangnya Islam politik.