Keterbatasan Indeks Gini sebagai Ukuran Ketimpangan Pendapatan dan Solusi Metoda Alternatif

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. ini merupakan besarnya tingkat ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

Westi Riani, 2 Sigit Haryadi. Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung

PERTUMBUHAN, KEMISKINAN, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan. Hal ini bisa terjadi akibat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang dapat menjelaskan secara teoritis kajian mengenai

Prosiding SNaPP2017 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora pissn eissn

Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Volume 1 Nomor 1, Agustus Hal.17-28

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling. Bandar Lampung pada bulan Januari sampai Februari 2015.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN MARET 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara. Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN SEPTEMBER 2015

Pendahuluan Pertumbuhan Ekonomi Sadono Sukirno

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,

ANALISIS DISTRIBUSI PENDAPATAN PADA WARGA RT.006 RW.024 LINGKUNGAN KEBON DALEM KELURAHAN KEPATIHAN KECAMATAN KALIWATES KABUPATEN JEMBER

I. PENDAHULUAN. arti yang seluas-luasnya. Akan tetapi untuk mewujudkan tujuan dari pembangunan

Ada 5 (lima) macam ukuran yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan dalam pembangunan yaitu:

BAB II LANDASAN TEORI. Sudah jelas bahwa pembangunan nasional menentukan GNP (Gross

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar

PERBANDINGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN KELUARGA PETANI KELAPA SAWIT RAKYAT DENGAN PETANI PADI SAWAH

GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAHTANGGA KALIMANTAN TENGAH 2013

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah PDRB sektoral Kabupaten Tulang Bawang

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Sepuluh Implementasi Yang Pertama untuk Membuktikan bahwa The Harmony in Gradation adalah The Formula Everything Sigit Haryadi, 17 Maret 2018

I. PENDAHULUAN. kondisi masyarakat yang lebih baik, yang ditunjukkan oleh kemajuan

Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN SEPTEMBER 2014

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kabupaten/kota di Jawa Tengah dari tahun

Angka Kemiskinan Kabupaten Sekadau 2016

BAB I PENDAHULUAN. signifikan pada sektor tradisional. Sebaliknya distribusi pendapatan semakin

ANALISIS GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA 2017

Medita Ivanni 1, T. Makmur 1, Safrida 1 * 1 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Sistematika Penulisan.3

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017

BAB I PENDAHULUAN. Global (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2015), Julis R. Latumerissa, Perekonomian Indonesia dan Dinamika Ekonomi

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari

ZIRAA AH, Volume 40 Nomor 3, Oktober 2015 Halaman ISSN ELEKTRONIK

IV. METODE PENELITIAN

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Pendekatan produksi: nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan dalam suatu. Distribusi Pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf Hidup

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

PENDAHULUAN. 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAHTANGGA (Studi Kasus: Kecamatan Percut Sei Tuan)

KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTARA KABUPATEN ACEH TENGAH DAN KABUPATEN BENER MERIAH

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN DI KAWASAN PARIWISATA, KECAMATAN KUTA, KABUPATEN BADUNG. Ni Kadek Dian Sri Apriliani I. K. G.

BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai proses kenaikan output

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. Dalam melakukan penelitian tentang Pengaruh Struktur Ekonomi

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN MARET 2014

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

Analisis Pendapatan Petani Karet Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis. Analysis of Rubber Farmers Income in the Bantan Districts Bengkalis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan pembangunan terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu. Pada tahap yang lebih

KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENERIMAAN RUMAH TANGGA PETANI KARET DI DESA MARGO MULYO KECAMATAN PONDOK KUBANG KABUPATEN BENGKULU TENGAH

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk.

BPS PROVINSI LAMPUNG

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

ANALISIS TINGKAT KETIMPANGAN PENDAPATAN DAN KEMISKINAN PETANI PADI

MINGGU KE - 4. Daya Saing Wilayah EKONOMIKA WILAYAH DAN KOTA PL 2271

ANALISIS PENGELUARAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2008 DAN 2009

BAB III METODE PENELITIAN. data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi Produk Domestik


BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara ekonomi, ada beberapa cara untuk memperhitungkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan pada indikator sosial maupun ekonomi menuju kearah yang lebih

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan pendudukyang

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah

DAMPAK PERTUMBUHAN EKONOMI, JUMLAH PENGANGGURAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN SIDOARJO

TINGKAT KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN BURUH TANI TEMBAKAU SKRIPSI

DISTRIBUSI PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH SISTEM BAGI HASIL

BAB II KAJIAN TEORI. Sebuah Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan.

ekonomi K-13 PENDAPATAN NASIONAL K e l a s A. KONSEP PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. 1 Apriliyah S. Napitupulu, Pengaruh Indikator Komposit Indeks

KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA MASYARAKAT DESA DI KECAMATAN PEUKAN BADA KABUPATEN ACEH BESAR

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. berlangsung dalam jangka panjang (Suryana:2000).

ANALISIS DISTRIBUSI PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 PUBLIKASI ILMIAH. Disusun Oleh: FREDY ADI SAPUTRO B

Transkripsi:

Prosiding SNaPP2016 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 EISSN 2303-2472 Keterbatasan Indeks Gini sebagai Ukuran Ketimpangan Pendapatan dan Solusi Metoda Alternatif 1 Westi Riani 1 Program Studi Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116 e-mail: 1 westiriani@ yahoo.com Abstrak. Indeks Gini atau sering disebut juga sebagai Koefisien Gini ditemukan Corrado Gini, seorang sosiolog berkebangsaan Italia pada tahun 1909. Indeks Gini masih digunakan oleh UNDP (United Nation Development Program) untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan penduduk dari semua anggota PBB. Saat ini pemerintah Indonesia menjadikan target capaian Indeks Gini sebagai salah satu sasaran pembangunan. Metode dasar yang digunakan untuk penghitungan indeks Gini adalah dengan membagi penduduk berdasarkan tingkat pendapatannya menjadi tiga kelompok/golongan yaitu golongan berpendapatan tinggi, menengah dan rendah, tetapi tidak memperhitungkan golongan menengah. Penghitungan Indeks Gini yang tidak memperhitungkan golongan berpendapatan menengah, akan menyebabkan indeks Gini yang dihasilkan menjadi tidak akurat. Penghitungan Indeks Gini dengan pembagian kelompok tidak sama dengan 3, akan mungkin menghasilkan indeks lebih besar dari 1 (>1) atau dengan kriteria tidak terdefinisi. Hal ini membuktikan bahwa metode perhitungan indeks Gini ini tidak sempurna sebagai ukuran ketimpangan pendapatan, sehingga perlu disempurnakan dengan metode lain. Salah satu metode alternatif untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah perhitungan Indeks Haryadi.. Kata kunci: Indeks Gini, Indeks Haryadi, Ketimpangan Pendapatan 1. Pendahuluan Pembangunan ekonomi merupakan proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita. Melalui pembangunan ekonomi, pelaksanaan kegiatan perekonomian akan berjalan lebih lancar dan mampu mempercepat proses pertumbuhan ekonomi. Adanya pembangunan ekonomi dimungkinkan terjadinya perubahan struktur perekonomian dari struktur ekonomi agraris menjadi struktur ekonomi industri, sehingga kegiatan ekonomi yang dilaksanakan oleh negara akan menjadi semakin beragam dan juga dinamis. Pada kenyataannya, proses kenaikan pendapatan total yang disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara ini, seringkali menyebabkan timbulnya ketimpangan kesejahteraan yang semakin lebar. Penduduk golongan atas (60% teratas) yaitu golongan menengah dan golongan kaya biasanya mendapatkan porsi kue pembangunan ekonomi dengan tingkat pertumbuhan yang lebih besar, dibandingkan dengan golongan bawah (1-40 % terendah). Di Indonesia, pada periode 2007-2010, ketimpangan dalam distribusi pendapatan justru lebih tinggi dibanding periode sebelumnya. Meski kemiskinan telah mengalami tren yang semakin menurun, artinya penduduk golongan pendapatan bawah juga mengalami kenaikan kesejahteraan, terdapat kecenderungan dimana golongan bawah mengalami pertumbuhan pendapatan yang lebih rendah (2%/tahun) dibandingkan golongan atas dengan tingkat pertumbuhan 6% per tahun (Kemenpan,2012). 708

Keterbatasan Indeks Gini sebagai Ukuran Ketimpangan Pendapatan dan... 709 Aspek pemerataan pendapatan merupakan hal yang penting untuk dipantau, karena pemerataan hasil pembangunan merupakan salah satu strategi dan tujuan pembangunan nasional Indonesia. Ketimpangan dalam menikmati hasil pembangunan di antara kelompok-kelompok penduduk dikhawatirkan akan menimbulkan masalahmasalah sosial. Ketimpangan dalam distribusi pendapatan serta penanggulangan kemiskinan merupakan inti dari semua masalah pembangunan, dan merupakan tujuan utama dari kebijakan pembangunan di banyak Negara (Todaro, 2004:220). Terdapat dua ukuran pokok distribusi pendapatan, yaitu distribusi ukuran dan distribusi fungsional atau distribusi kepemilikan factor-faktor produksi. Distribusi ukuran pendapatan (size distribution of income) secara langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga (Todaro, 2004:222). Pemerintah Indonesia menggunakan capaian Ratio Gini sebagai salah satu target APBN.Tingkat ketimpangan ekonomi antar penduduk atau rasio gini Indonesia hingga Desember 2015 sudah turun ke 0,408 dari 0,413 sejak data terakhir di 2014 atau sesuai dengan target di APBN. (http://www.aktual.com/bappenas-rasio-gini-desember-2015-turun-ke-0408/). Apakah metode perhitungan indeks Gini sudah akurat untuk menghasilkan indicator yang menunjukkan tingkat ketimpangan antar kelompok pendapatan? 2. Tinjauan Pustaka Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk mengukur ketimpangan distribusi pendapatan atau mengetahui apakah distribusi pendapatan timpang atau tidak, yaitu kategorisasi kurva Lorenz, menggunakan koefisien Gini, dan kriteria Bank Dunia. 2.1 Kurva Lorenz Kurva Lorenz menggambarkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase penerima pendapatan dengan persentase pendapatan total yang benar-benar mereka terima selama satu periode tertentu, misalnya satu tahun. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi vertikalnya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi horizontalnya mewakili persentase kumulatif penduduk. Kurvanya sendiri ditempatkan pada diagonal utama bujur sangkar tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat dengan sumbu diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari sumbu diagonal (semakin lengkung), maka mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan nasional semakin timpang dan tidak merata.(lincolin Arsyad,2010). Gambar 1 Kurva Lorentz ISSN 2089-3590, EISSN 2303-2472 Vol 6, No.2, Th, 2016

710 Westi Riani 2.2 Koefisien Gini Koefisien Gini atau Indeks Gini digunakan untuk melihat adanya hubungan antara jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh keluarga atau individu dengan total pendapatan. Indeks Gini sebagai ukuran pemerataan pendapatan mempunyai selang nilai antara 0 sampai dengan 1. Nilai 0 menunjukkan pemerataan yang sempurna, semakin mendekati angka nol bermakna bahwa tingkat pemerataan dari suatu variabel cukup baik. Sedangkan nilai 1 menunjukkan ketimpangan yang paling tinggi yaitu satu orang menguasai semua pendapatan, semakin mendekati angka satu menandakan bahwa telah terjadi ketimpangan atau ketidakmerataan. Penggunaan Koefisien Gini sebagai ukuran agregat untuk tingkat pemerataan, sebetulnya sudah memenuhi empat criteria yang yang sangat dicari, yaitu (1) prinsip anonimitas dimana ukuran ketimpangan tidak tergantung pada apa yang telah menjadi keyakinan, (2) prinsip independensi skala dimana ukuran ketimpangan tidak tergantung pada satuan ukur yang digunakan, (3) prinsip independensi populasi dimana ukuran ketimpangan seharusnya tidak didasarkan pada jumlah penduduk dan (4) prinsip transfer yang memungkinkan ditribusi pendapatan baru yang lebih merata. (Todaro, 2004:227-228). Penghitungan distribusi pendapatan menggunakan data pengeluaran sebagai proxy pendapatan. Walaupun hal ini tidak dapat mencerminkan keadaan yang sebenarnya, namun paling tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk melihat arah dari perkembangan yang terjadi. Metode Perhitungan Koefisien Gini Metode perhitungan Koefisien Gini yang diperkenalkan oleh Corrado Gini pada tahun 1909 melalui bukunya yang berjudul "Concentration and dependency ratios" (in Italian). English translation in Rivista di Politica Economica, 87 (1997), 769 789, adalah : G(Gini INdex) = N j =1 n n i=1 j =1 x i x j (1) Dimana: N = jumlah golongan pendapatan, misal N=3 maka populasi penduduk dibagi menjadi 3 golongan, yaitu berpendapatan tinggi, menengah dan rendah; x = share pendapatan nasional dari masing-masing kelompok, misal x1= 50% artinya kelompok berpendapatan tinggi menyumbang 50 % dari pendapatan nasional. N i=1 2 x j Kriteria Koefisien Gini Koefisien Gini merupakan ukuran ketimpangan agregat yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna). Pada prakteknya, koefisien Gini untuk Negara-negara yang derajad ketimpangannya tinggi berkisar antara 0,50 hingga 0,70. Sedangkan untuk Negara-negara yang distribusi pendapatannya relative merata, koefisien Gini berkisar antara 0,20 hinga 0,35 (Todaro, 2004:226). Kriteria ketimpangan agregat berdasarkan Koefisien Gini adalah : 1. G < 0.35 : ketimpangan rendah 2. 0.35 G 0.5 : ketimpangan sedang 3. G > 0.5 : ketimpangan tinggi Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora

Keterbatasan Indeks Gini sebagai Ukuran Ketimpangan Pendapatan dan... 711 2.3 Kriteria Bank Dunia Menurut Bank Dunia, ketimpangan distribusi pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan masyarakat dari kelompok yang berpendapatan rendah dibandingkan dengan total pendapatan penduduk. Tingkat ketimpangan pendapatan penduduk menurut kriteria Bank Dunia terpusat pada 40 persen penduduk berpendapatan terendah. Tingkat ketimpangan pendapatan penduduk ini digambarkan oleh porsi pendapatan dari kelompok pendapatan ini terhadap seluruh pendapatan penduduk, yang di golongkan sebagai berikut: 1. Kurang dari 12 persen : tingkat ketimpangan pendapatan di anggap tinggi 2. Antara 12 17 persen : tingkat ketimpangan pendapatan di anggap sedang 3. Lebih dari 17 persen : tingkat ketimpangan pendapatan di anggap rendah 3. Pembahasan 3.1 Kelemahan Koefisien Gini Mengacu pada metode perhitungan koefisien Gini, apabila N sama dengan 3, maka pembilang pada rumus Indeks Gini bisa dituliskan menjadi (x1- x2) + (x1- x3) + (x2- x3). Dimana x1 adalah share pendapatan nasional golongan kaya di suatu negara, x2 adalah share pendapatan nasional golongan berpenghasilan menengah dan x3 adalah share pendapatan nasional golongan yang miskin, maka pembilang dalam rumus tadi akan menjadi sama dengan 2 x1-2 x3. Karena penyebut pada rumus Indeks Gini adalah sama dengan 2, maka hasil perhitungan Indeks Gini sebenarnya sama dengan (x1 - x3). Atau dengan kata lain Indeks Gini hanya menghitung selisih antara share pendapatan nasional golongan yang kaya dikurangi dengan share pendapatan nasional golongan yang miskin, tanpa memperhitungkan share pendapatan nasional golongan berpenghasilan menengah. Apabila N (jumlah kelompok/golongan pendapatan) berubah, perhitungan tingkat ketimpangan pendapatan dengan metode perhitungan koefisien Gini akan menghasilkan temuan bahwa peran masing-masing kelompok/golongan pendapatan menjadi tidak konsisten, seperti terdapat pada tabel 1. Berdasarkan temuan pada tabel 1, terlihat bahwa indeks Gini mempunyai keterbatasan sebagai ukuran tingkat ketimpangan/pemerataan distribusi pendapatan. Metode perhitungan koefisien Gini akan menghasilkan hasil perhitungan yang tidak terdefinisikan bila penduduk dikelompokan menjadi golongan-golongan pendapatan yang lebih dari 3 ( N > 3), karena hasil perhitungan indeks Gini menjadi lebih besar dari satu (>1), atau diatas kriteria ukuran Indeks Gini (0<G<1). Pengukuran Indeks Gini harus disertai dengan ketentuan bahwa pembagian golongan/kelompok penduduk berdasarkan tingkat pendapatannya menjadi 3 golongan (N=3). Formula penghitungan Indeks Gini yang mempunyai keterbatasan ini akan menghasilkan ukuran yang menjadi kurang akurat untuk merepresentasikan tingkat ketimpangan yang terjadi. Ini berarti, pengukuran koefisien Gini tidak memenuhi salah satu criteria dasar yang sangat dicari yaitu Prinsip transfer. Dengan asumsi bahwa semua pendapatan yang lain konstan, transfer sejumlah pendapatan dari golongan teratas (kaya) ke golongan miskin (terbawah), akan menghasilkan distribusi pendapatan baru yang lebih merata (Todaro, 2004;228). ISSN 2089-3590, EISSN 2303-2472 Vol 6, No.2, Th, 2016

712 Westi Riani N (Jumlah kelompok atau golongan pendapatan nasional) 2 (X1= golongan Pendapatan tinggi dan X2 = golongan Pendapatan rendah 3 (X1, X2, dan X3: golongan penghasilan tinggi, menengah dan rendah) Tabel 1 Keterbatasan Metoda Perhitungan Indeks Gini Rumus Indeks Gini Temuan 0,5X1 0,5X2 Penerapan formula indeks Gini dengan N=2 dengan share tiap kelompok sama, akan menghasilkan koefisien Gini = 0 X1 X3 4 (X1, X2, X3 dan X4) 1,5X1 + 0,5X2 0,5X3 1,5X4 5 (X1, X2, X3, X4 dan X5) 2X1 + X2 X4 2X5 Saat ini digunakan oleh UNDP untuk menghitung Indeks Gini Negara-negara anggota PBB. Memiliki kelemahan, yaitu tidak memperhitungkan X2 (share dari gol berpendapatan menengah). Memungkinkan terdapat indeks Gini yang sama, dengan share gol X1 dan X3 yang berbeda. Memungkinan hasil perhitungan indeks Gini bernilai lebih dari 100 %, yaitu bila (1,5X1 + 0,5X2) lebih besar dibanding (0,5X3 + 1,5X4). Ada dua kelemahan sekaligus, yaitu: 1. Golongan berpendapatan menengah (X3) tidak diperhatikan dan 2. Dalam perhitungan indeks Gini porsi X1 dan X5 lebih diperhatikan dibandingkan X2 dan X4. Hal ini bisa berakibat ada kemungkinan hasil perhitungan indeks Gini bernilai lebih dari 100 %, yaitu bila (2X1 + X2) lebih besar dibanding (X4 + 2X5). 3.2 Metoda Alternatif Untuk Mengukur Ketimpangan Pendapatan Adanya keterbatasan dalam metoda perhitungannya, koefisien Gini yang diperoleh dari hasil perhitungan menjadi tidak/kurang akurat untuk sebagai ukuran ketimpangan/pemerataan distribusi pendapatan penduduk. Sebagai salah satu target sasaran pembangunan, kurang akuratnya metoda perhitungan Indeks Gini tersebut bisa mendatangkan solusi kebijakan yang tidak tepat sasaran. Untuk itu, perlu dicari alternatif penggunaan metoda lain untuk mengukur kesetaraan atau kesetimbangan, salah satunya adalah mempertimbangkan penggunaan Indeks Haryadi. Formula Indeks Haryadi Indeks Haryadi atau Haryadi Index (HI) merupakan formula baru untuk menentukan tingkat keadilan. Implementasi Indeks Haryadi di dalam Hukum Kompetisi (Competition Law) dimaksudkan untuk menggantikan metoda yang sekarang masih digunakan, yaitu Herfindahl-Hirschman Index (HHI). Implementasi Indeks Haryadi di dalam ilmu statistic untuk menentukan tingkat korelasi. Penerapan Indeks Haryadi di dalam bidang sosiologi dan ekonomi adalah untuk mengevaluasi tingkat kesetaraan. Rumus lengkap dari Haryadi Index dituliskan pada persamaan 2 berikut ini : 1 Haryadi Index of N elements in the union = HI N = N 2 N N N S i + S i S j (2) Secara lebih sederhana, rumus Indeks Haryadi untuk N = 3 dan N = 5 dituliskan pada persamaan 3 dan 4 berikut ini HI(3) = 1/[3 {S12+S22 +S32 +(S2-S1)2+(S3-S1)2+(S3-S2)2}] (3) dimana S1, S2 dan S3 masing-masing adalah share pendapatan nasional dari golongan kaya, golongan menengah dan miskin. i=1 i=1 j =1 2 Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora

Keterbatasan Indeks Gini sebagai Ukuran Ketimpangan Pendapatan dan... 713 HI(5) = 1/[5*{S12+S22+S32+S42+S52+(S2-S1)2+(S3-S1)2+(S4-S1)2+(S5- S1)2+(S3-S2)2+(S4-S2)2+(S5-S2)2+(S4-S3)2+(S5-S3)2+(S5-S4)2}] (4) dimana S1, S2, S3, S4 dan S5 adalah share pendapatan nasional dari golongan kaya, golongan berpendapatan di atas rata-rata, golongan menengah, golongan berpendapatan di bawah rata-rata dan golongan miskin. Kriteria Kesetaraan Pendapatan Menggunakan Indeks Haryadi Kriteria Kesetaraan pendapatan dengan menggunakan Indeks Haryadi mempunyai standar yang berkebalikan dibandingkan dengan Kriteria yang digunakan pada Indeks Gini, karena Indeks Gini adalah rumus untuk menghitung tingkat ketimpangan pendapatan, sementara indeks Haryadi untuk menghitung tingkat kesetaraan. Dengan demikian bila Indeks Gini sama dengan nol, yang merepresentasikan kondisi ketimpangan minimum, maka pada kondisi tersebut hasil perhitungan indeks Haryadi akan sama dengan satu. Sebaliknya bila Indeks Gini sama dengan satu, yang merepresentasikan kondisi ketimpangan maksimum, maka pada kondisi tersebut hasil perhitungan indeks Haryadi akan sama dengan nol. Penentuan tingkat kesetaraan dengan mengacu pada indeks Haryadi mengacu tabel 2: INDEKS HARYADI Tabel 1 Kriteria Kesetaraandengan Indeks Haryadi TINGKAT KESETARAAN (equality) PENDAPATAN 0.95 < HI 1.00 Kesetaraan tingkat penghasilan sempurna 0.75 < HI 0,95 Kesetaraan tingkat penghasilan baik 0.60 < HI 0,75 Kesetaraan tingkat penghasilan hampir timpang 0.50 < HI 0.75 Kesetaraan tingkat penghasilan timpang HI 0.50 HI {(N-1)/2N} Kesetaraan tingkat penghasilan sangat timpang (tidak adil) Tidak berkeadilan sama sekali 4. Perbandingan Indeks Gini Dan Indeks Haryadi Sebagai pembuktian bahwa metode perhitungan koefisien Gini mempunyai keterbatasan, dalam table 3 berikut ditampilkan contoh perhitungan dengan data hipotetis. ISSN 2089-3590, EISSN 2303-2472 Vol 6, No.2, Th, 2016

714 Westi Riani Tabel 3 Contoh perhitungan dengan Metode Indeks Gini dan Metode Indeks Haryadi X1 = 33,3 % Penduduk Yang Berpenghasilan Tinggi Share dari Pendapatan Nasiona X2 = 33,3 % Penduduk Yang Berpenghasilan Menengah X3 = 33,3 % Penduduk Yang Berpenghasilan Rendah Perhitungan Indeks Gini dn Haryadi Index Indeks Gini = X1 X3 Indeks Haryadi = 1/[3 {X1 2 + X2 2 + X3 2 + (X2-X1) 2 +(X3- X1) 2 +(X3-X2) 2 }] 0,50 0,40 0,10 0,40 0,49 0,53 0,35 0,13 0,40 0,51 0,55 0,30 0,15 0,40 0,51 0,58 0,25 0,18 0,40 0,48 0,60 0,20 0,20 0,40 0,44 Pada contoh perhitungan di tabel 3, terdapat lima situasi dari proporsi dalam distribusi pendapatan yang terbagi pada tiga kelompok/golongan (N=3). Dengan penerapan metode perhitungan Koefisien Gini, diperoleh koefisien Gini yang besarannya tetap yaitu 0,40. Dengan data yang sama, penerapan metode perhitungan Indeks Haryadi menghasilkan indeks Haryadi yang bervariasi, yaitu 0,49; 0,51 ; 0,51 ; 0,48 dan 0,44. Mengacu pada temuan adanya keterbatasan metode perhitungan indeks Gini yang terdapat pada table 1, dengan N=3, indeks Gini hanya tergantung pada perbedaan share pendapatan nasional dari kelompok kaya dikurangi share pendapatan nasional dari kelompok miskin, dan tidak memperhitungkan share kelompok berpenghasilan menengah, perhitungan dalam table 3 akan memberikan hasil yang tetap yaitu sama dengan 0,40 atau dengan Kriteria ketimpangan sedang. Dengan kata lain indeks Gini nilainya tetap sama 40 % meski share pendapatan nasional dari kelompok kaya berubah. Perubahan konsentrasi distribusi kekayaan tidak merubah koefisien Gini yang dihasilkan. Pada contoh perhitungan diatas, perubahan share pendapatan nasional kelompok pendapatan tinggi sebesar 50 % (data ke-1) menjadi 60% (data ke-5) yang menunjukan semakin terkonsentrasinya pendapatan nasional pada golongan kaya, tidak merubah besaran Koefisien Gini yang dihasilkan. Hal ini berarti, metode perhitungan Koefisien Gini mempunyai keterbatasan, sehingga hasil perhitungannya menjadi tidak/kurang akurat. Dengan menggunakan metode perhitungan Indeks Haryadi, berdasarkan contoh perhitungan pada table 3 tersebut, bisa diperoleh besaran Indeks Haryadi yang bervariasi. Semakin besar share pendapatan yang diterima kelompok/golongan kaya (data ke-5) akan dihasilkan indeks Haryadi yang semakin kecil yaitu 0,44 atau dengan kriteria kesetaraan yang masuk katagori sangat timpang (tidak adil). 5. Kesimpulan Saat ini, Indeks Gini merupakan ukuran ketimpangan pendapatan yang masih digunakan oleh mayoritas negara-negara di dunia untuk merepresentasikan distribusi hasil-hasil pembangunan. Metode perhitungan indeks Gini mempunyai keterbatasan, dengan menetapkan pembagian kelompok/golongan pendapatan penduduk dalam tiga Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora

Keterbatasan Indeks Gini sebagai Ukuran Ketimpangan Pendapatan dan... 715 katagori saja, yaitu golongan berpendapatan tinggi, menengah dan rendah, tetapi tidak memperhitungkan golongan berpendapatan menengah. Pembagian kelompok / golongan pendapatan dengan kategori yang berbeda yang lebih dari 3 (N>3), akan memungkinkan hasil perhitungan yang diperoleh menjadi lebih besar dari satu (G >1) atau dengan kriteria tidak terdefinisikan. Keterbatasan ini akan menyebabkan metode perhitungan indeks Gini akan menghasilkan ukuran yang tidak akurat. Metode perhitungan Koefisien Gini dengan N=3 tidak memperhitungkan peran golongan menengah (X2). Hal ini akan berimbas pada solusi kebijakan yang bias dan tidak tepat sasaran. Kebijakan pemerintah yang tidak memperhitungkan peran golongan menengah, akan berpotensi untuk menggeser sebagian golongan menengah menjadi golongan miskin baru. Penerapan metode perhitungan Indeks Haryadi menghilangkan keterbatasan dalam metode perhitungan Indeks Gini, sehingga bisa menjadi salah satu metode alternatif pengganti Indeks Gini untuk mengevaluasi tingkat kesetaraan atau tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat. Daftar pustaka Corrado Gini. (1909). Concentration and dependency ratios (in Italian). English translation in Rivista di Politica Economica, 87 (1997), 769 789. Corrado Gini. (1912). Measurement of Inequality of Incomes. The Economic Journal. Blackwell Publishing. 31 (121): 124 126. Lincolin Arsyad.(2010). Ekonomi Pembangunan. Edisi 5. Penerbit UPP STIM YKPN Yogyakarta. Michael P Todaro (2004). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Kedelapan. Penerbit Erlangga.Jakarta. ISBN : 979-688-995-1 Samuelson dan Nordhaus.Jakarta. (2004). Ilmu Makroekonomi. Edisi Tujuh Belas. Penerbit PT Media Global Edukasi. ISBN 979-97855-8-8 Sigit Haryadi. (2016). Haryadi Index Untuk Evaluasi Kompetisi, Kesetaraan dan Korelasi. Lantip Safari Media. ISBN: 978-602-73231-3-1 ISSN 2089-3590, EISSN 2303-2472 Vol 6, No.2, Th, 2016