Rizki Anisa, Djoko M. Hartono dan El Khobar Muhaemin Nazech. Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
Perencanaan Material Recovery Facility Di Kecamatan Kedungkandang Kota Malang

BAB III METODE PERENCANAAN

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA)

Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang

PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY KECAMATAN ARJASA, KABUPATEN JEMBER MATERIAL RECOVERY FACILITY DESIGN FOR ARJASA DISTRICT, JEMBER REGENCY

Kata kunci : Sampah, Reduksi, daur ulang, kawasan komersial dan Malioboro

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA

TUGAS PERENCANAAN PENGELOLAAN SAMPAH SEMESTER GANJIL 2016/2017

PENGELOLAAN SAMPAH DI KAWASAN PURA BESAKIH, KECAMATAN RENDANG, KABUPATEN KARANGASEM DENGAN SISTEM TPST (TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU)

SATUAN TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH DOMESTIK KABUPATEN TANAH DATAR

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang

PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PERDESAAN KABUPATEN PONOROGO ( STUDI KASUS KECAMATAN BUNGKAL )

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

OPTIMALISASI MASA PAKAI TPA MANGGAR KOTA BALIKPAPAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

Kajian Timbulan Sampah Domestik di Kelurahan Sukamenak Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung

SONNY SAPUTRA PEMBIMBING Ir Didik Bambang S.MT

BAB III METODE PERENCANAAN

KONSEP PENANGANAN SAMPAH TL 3104

KAJIAN PENGADAAN DAN PENERAPAN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (TPST) DI TPA km.14 KOTA PALANGKA RAYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TUGAS PERENCANAAN PENGELOLAAN SAMPAH SEMESTER GANJIL 2015/2016

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNG BELIT KABUPATEN ROKAN HULU

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tahun 2012 memiliki total jumlah penduduk sebesar jiwa (BPS, 2013).

Studi Timbulan Komposisi Dan Karakteristik Sampah Domestik Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG,

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH B3 PERMUKIMAN DI KECAMATAN WONOKROMO SURABAYA LISA STUROYYA FAAZ

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

POTENSI PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU ZERO WASTE YANG BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG ABSTRAK

Lampiran IA Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/SE/M/2011 Tanggal : 31 Oktober 2011

PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY DI KECAMATAN SUKOLILO- SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

III. METODOLOGI PENELITIAN

Pengaruh Stasiun Peralihan Antara Terhadap Pengelolaan Sampah Permukiman di Kecamatan Tambaksari, Surabaya

PERENCANAAN PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU PERUMAHAN KOTA CITRA GRAHA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang

ABSTRAK. Kata Kunci : Kabupaten Tabanan, Peran serta masyarakat, pengelolaan sampah, TPS 3R

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. Pendahuluan ABSTRAK:

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH DI TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU LAHUNDAPE KECAMATAN KENDARI BARAT KOTA KENDARI

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

STUDI EMISI KARBON DARI SAMPAH PEMUKIMAN DENGAN PENDEKATAN METODE US-EPA DAN IPCC DI KECAMATAN TEGALSARI SURABAYA PUSAT

EVALUASI DAN OPTIMALISASI MASA PAKAI TPA SUNGAI ANDOK KOTA PADANG PANJANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITY SECARA MANUAL DI TPA BULUSAN BANYUWANGI

PERENCANAAN SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU STUDI KASUS KELURAHAN BANYUMANIK KECAMATAN BANYUMANIK KOTA SEMARANG

BUPATI POLEWALI MANDAR

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dari aktivitas institusi, hasil pertanian dan perkebunan serta sapuan jalan dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kajian Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Secara Terpadu Di Kampung Menoreh Kota Semarang. Tugas Akhir

BAB III STUDI LITERATUR

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MEREDUKSI SAMPAH DI KECAMATAN TENGGILIS MEJOYO, SURABAYA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

1.2 Tujuan Penelitian

Studi Timbulan..., Ayu Nitami, FT UI, 2013

PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI TIMBULAN, KOMPOSISI, DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH KAWASAN PT SEMEN PADANG

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR

PROPOSAL PROYEK AKHIR. Yayuk Tri Wahyuni NRP Dosen Pembimbing Endang Sri Sukaptini, ST. MT

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH B3 PERMUKIMAN DI KECAMATAN WONOKROMO SURABAYA STUDY ON HOUSEHOLD HAZARDOUS WASTE MANAGEMENT AT WONOKROMO DISTRICT SURABAYA

PENGELOLAAN SAMPAH GEDUNG GEOSTECH

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

STUDI TIMBULAN, KOMPOSISI, DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH KAWASAN PT SEMEN PADANG

PERENCANAAN TEKNIS OPERASIONAL PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KECAMATAN JATIASIH, KOTA BEKASI

BAB IV ANALISIS DAN KONSEP PENGELOLAAN SAMPAH

BAB I PENDAHULUAN 6% 1% Gambar 1.1 Sumber Perolehan Sampah di Kota Bandung

SATUAN TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH INSTITUSI KOTA PADANG GENERATED SOLID WASTE AND COMPOSITIONS OF INSTUTIONAL WASTE IN PADANG CITY


POTENSI REDUCE, REUSE, RECYCLE

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai

PERENCANAAN SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU (Studi Kasus RW 01, 02, 03, dan 04 Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang)

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum

4.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Promosi Hygiene

EVALUASI PENGANGKUTAN SAMPAH DAN PENGEMBANGAN SARANA PERSAMPAHAN DI KOTA PALANGKA RAYA

PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA 3R BERBASIS MASYARAKAT Sri Subekti Fakultas Teknik, Teknik Lingkungan Universitas Pandanaran Semarang

DOKUMEN ATURAN BERSAMA DESA KARANGASEM, KECAMATAN PETARUKAN, KABUPATEN PEMALANG

KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH UNTUK MENINGKATKAN PELAYANAN ASET DI KABUPATEN KARAWANG

Transkripsi:

DESAIN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH REDUCE, REUSE, RECYCLE (TPS 3R) TERINTEGRASI BANK SAMPAH PADA KAWASAN PERKAMPUNGAN (STUDI KASUS: KAMPUNG MARUGA, TANGERANG SELATAN) Rizki Anisa, Djoko M. Hartono dan El Khobar Muhaemin Nazech Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia E-mail: rizkianisa@yahoo.com Abstrak Penelitian ini membahas timbulan dan komposisi sampah rumah tangga pada Kampung Maruga, Tangerang Selatan sebagai dasar usulan desain Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) terintegrasi Bank Sampah pada kawasan ini. Metode yang digunakan yaitu SNI 19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Hasil penelitian menyatakan jumlah timbulan sampah saat ini mencapai 0,39 kg/orang/hari. Komposisi sampah rumah tangga di Kampung Maruga terdiri dari 65,8% organik yang berasal dari sisa makanan dan sampah kebun, 11,5% plastik, 9,2% kertas, 3,5% tekstil, 3% adsorbent (pamper dan pembalut), 2,8% logam, 1% kaca, 0,8% kayu, 0,6% limbah B3, 0,4% karet, 0,2% limbah elektronik, 0,1% styrofoam, dan 1% lainnya. Tempat Pengolahan Sampah 3R terintegrasi bank sampah didesain dengan kapasitas 0,835 ton/hari atau 7,7 m 3 /hari. Total luas minimum desain unit pengolahan sampah mencapai 255 m 2 yang terdiri dari area bank sampah, area pencacahan, area pengomposan, area pengayakan, area penyimpanan, kantor, gudang, kamar mandi, balai serbaguna dan lahan berkebun. Design Material Recovery Facility Reduce, Reuse, Recycle (MRF 3R) Integrated with Waste Bank in The Settlement Area (Case Study: Kampung Maruga, Tangerang Selatan) Abstract This study focuses ini the household solid waste generation and composition at Kampung Maruga, Tangerang Selatan for the basis of design Material Recovery Facility Reduce, Reuse, Recycle (MRF 3R) with the integration of Waste Bank in this area. The method which being used is SNI 19-3964-1994 on Methods of Sample Collection and Measurement and The Composition of Urban Waste. The results stated the solid waste currently are 0,39 kg/person/day. The composition of household waste in Kampung Maruga consist of 65,8% organic which is come from food scraps and yard waste, 11,5% plastic, 9,2% paper, 3,5% textil, 3% adsorbent (pampers and band), 2,8% metal, 1% glass, 0,8% wood, 0,6% hazardous waste, 0,4% rubber, 0,2% electronic waste, 0,1% styrofoam, and the other 1%. Material recovery facility with the integration of waste bank is designed with a capacity of 0,835 ton/day or 7,7 m3/day. Total area minimum of material recovery facility design reaches 255 m2 consisting of a waste bank area, enumeration area, composting area, screening area, storage area, office area, toilet, multi purpose couch and plantation area. Keywords: Solid waste generation, solid waste composition, Kampung Maruga, material recovery facility, waste bank. 1

Pendahuluan Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota satelit yang berperan sebagai kota pendukung DKI Jakarta, dimana sebagian besar penduduknya bekerja di Jakarta. Berdasarkan data statistik Tangerang Selatan Dalam Angka (2013) jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan sebanyak 1.405.170 jiwa. Tata ruang Kota Tangerang Selatan berfungsi sebagai permukiman yang mendukung perekonomian Jakarta sesuai dengan arah pengembangan kota berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008. Berdasarkan Citra Satelit Geo Eye tahun 2010, penggunaan lahan terbesar berupa perumahan dengan luas 9.941 Ha atau 67,54%. Sejalan dengan pertambahan penduduk, jumlah permukiman teratur seperti klaster maupun perumahan BTN terus meningkat sehingga permukiman tradisional (perkampungan) yang merupakan permukiman warga asli semakin terdesak. Tingginya laju pertumbuhan penduduk Kota Tangerang Selatan yaitu sebesar 4,74% per tahun selama periode 2000-2010 (diatas rata-rata pertumbuhan nasional sebesar 1,49%) (Badan Pusat Statistik, 2010) akan diiringi dengan peningkatan jumlah timbulan sampah. Pada permukiman teratur, seperti klaster atau perumahan BTN, umumnya telah memiliki sistem pengelolaan sampah yang baik dengan jadwal pengambilan sampah teratur yang selanjutnya dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir. Sedangkan pada perkampungan umumnya tidak memiliki sistem pengelolaan sampah yang baik dan biasanya sampah dibuang sembarang tempat. Salah satu kampung yang terdapat di Tangerang Selatan yang akan dijadikan lokasi penelitian adalah Kampung Maruga, dengan pertimbangan: 1) merupakan perkampungan masyarakat lokal dengan jumlah penduduk 2.119 jiwa/624 KK (Data Administrasi Wilayah, 2012) dan belum memiliki sistem pengelolaan sampah. Menurut Standard Nasional Indonesia (SNI) No. 3242 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah permukiman, idealnya untuk permukiman dengan jumlah Kepala Keluarga minimal 500 KK atau 2500 jiwa memiliki satu Tempat Pengolahan Sampah (TPS); 2) Penduduk yang ada umumnya membuang sampah sembarang tempat; 3) Penduduknya umumnya belum sadar lingkungan karena tingkat pendidikannya rendah (SD-SMA), 4) Daerah ini tidak termasuk cakupan pelayanan pengangkutan sampah Dinas Kebersihan Kota Tangerang Selatan karena truk pengangkut sulit menjangkau lokasi akibat akses jalan yang sempit serta masyarakatnya sebagian besar berpenghasilan rendah sehingga enggan membayar retribusi pelayanan pengangkutan sampah. Kondisi tersebut diatas mengakibatkan banyak penduduk Kampung Maruga yang membuang sampah pada sembarang tempat seperti pada bantaran sungai yang berpotensi 2

mengakibatkan pendangkalan, penyumbatan serta pencemaran air sungai. Untuk itu, kawasan perkampungan perlu difasilitasi dalam pengelolaan sampah sedekat mungkin dengan tempat tinggal penduduk. Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Pembangunan Bidang Persampahan dilaksanakan antara lain melalui pembangunan industri kecil daur ulang sampah di suatu kawasan dengan mengutamakan peran aktif masyarakat. Industri kecil daur ulang ini dapat berupa Tempat Pengolahan Sampah (TPS) dengan desain yang sesuai dengan timbulan dan karakteristik sampah yang ada, dimana pengelolaannya mengutamakan peran serta masyarakat melalui bank sampah yang terintegrasi dengan TPS. Pendekatan melalui TPS lebih tepat dibanding sistem lainnya karena TPS selain dapat menyelesaikan masalah timbunan sampah, juga dapat memberikan manfaat langsung secara ekonomi melalui penjualan kompos dan material lain seperti plastik, logam, kaca, dan sebagainya yang bernilai ekonomi tinggi. Manfaat lain dengan adanya TPS akan meningkatkan kualitas lingkungan kawasan melalui pengelolaan sampah yang lebih baik dan ramah lingkungan. Dalam pengelolaan TPS diperlukan pemilahan sampah di sumber terlebih dahulu, untuk memudahkan pemrosesan selanjutnya. Melalui integrasi TPS dengan Bank Sampah diharapkan akan meningkatkan kinerja TPS. Pengelolaan sampah yang baik melalui pemberdayaan masyarakat akan memberikan pembelajaran bagi masyarakat agar turut bertanggung jawab dalam penanganan sampah yang ramah lingkungan. Hal ini sesuai dengan UU N0.18 Tahun 2008 dimana kebijakan pengelolaan sampah yang hanya bertumpu pada pendekatan kumpul-angkut-buang dengan mengandalkan (Tempat Pemrosesan Akhir) TPA harus diubah dengan pendekatan reduce at source dan resource recycle melalui penerapan 3R. Pada perancangan Tempat Pengolahan Sampah diperlukan data mengenai timbulan sampah berikut komposisinya untuk menentukan pengolahan yang dapat dilakukan serta kapasitas TPS yang dibutuhkan. Maka, adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengukur jumlah timbulan sampah per orang per hari di Kampung Maruga 2. Mengukur persentase jenis komposisi sampah per hari di Kampung Maruga 3. Merancang desain Tempat Pengolahan Sampah serta proses pengolahan yang dapat diterapkan guna mengurangi timbulan sampah pada Kampung Maruga. Tinjauan Teoritis Johan Silas (1993) mengatakan bahwa kampung adalah pemusatan hunian dalam kawasan tertentu di kota yang berkembang secara swadaya. Kampung sebagai bentuk tempat 3

yang tradisional dari masyarakat lokal terhadap pembangunan perkotaan di Indonesia yang telah tumbuh secara alami dan bertahap (Kenworthy, 1997). Namun, proses tersebut berlangsung tanpa perencanaan, bimbingan atau peraturan pemerintah yang sesuai dengan kode bangunan setempat. Proses pembangunan kampung juga cenderung kurang akan penyediaan layanan yang terkoordinasi. Perkembangan pembangunan kampung dilakukan secara bertahap walaupun sering memanfaatkan lahan yang tidak cocok untuk menjadi tempat pemukiman (Sihombing, 2010). Sehingga seringkali memicu berbagai permasalahan lingkungan salah satunya yaitu permasalahan sampah. Sampah atau limbah padat adalah material yang sudah tidak mempunyai nilai lagi atau tidak dapat digunakan lagi (Tchobanoglous, 1993). Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2010 tentang pedoman pengelolaan sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat yang terdiri atas sampah rumah tangga maupun sampah sejenis sampah rumah tangga. Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang sebagian besar terdiri dari sampah organik, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Timbulan sampah dapat diperoleh dengan sampling (estimasi) berdasarkan standar yang sudah tersedia salah satunya mengukur langsung satuan timbulan sampah dari sejumlah sampel (rumah tangga dan non-rumah tangga) yang ditentukan secara random-proposional di sumber selama 8 hari berturut-turut (SNI 19-3964-1994). Beberapa studi memberikan angka timbulan sampah kota di Indonesia berkisar antara 2-3 liter/orang/hari dengan komposisi sampah organik 70-80% (Damanhuri dan Padmi, 2010). Besar timbulan sampah berdasarkan komponen sumber sampah dalam SNI 19-3983-1995 tentang spesifikasi timbulan sampah untuk kota kecil dan kota sedang di Indonesia adalah sebagai berikut: Tabel 1. Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Sampah No Komponen Sumber Sampah Satuan 4 Volume (liter) Berat (kg) 1 Rumah permanen per orang/hari 2,25-2,50 0,35-0,40 2 Rumah semi permanen per orang/hari 2,00-2,25 0,30-0,35 3 Rumah non permanen per orang/hari 1,75-2,00 0,25-0,30 4 Kantor per pegawai/hari 0,50-0,75 0,025-0,10 5 Toko/ruko per petugas/hari 2,50-3,00 0,15-0,35 6 Sekolah per murid/hari 0,10-0,15 0,01-0,02 7 Jalan arteri sekunder per meter/hari 0,10-0,15 0,02-0,1 8 Jalan kolektor sekunder per meter/hari 0,10-0,15 0,01-0,05 9 Jalan lokal per meter 2 /hari 0,05-0,1 0,005-0,025 10 Pasar per meter/hari 0,20-0,60 0,1-0,3 Sumber: SNI 19-3983-1995

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2010 tentang pedoman pengelolaan sampah, pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi perencanaan, pengurangan, dan penanganan sampah. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya menyatakan bahwa peran serta masyarakat pada pengelolaan sampah selain dalam hal membayar retribusi kebersihan adalah diharapkan untuk memilah, mengolah sendiri, memberi kepada yang membutuhkan, menyerahkan kepada pengelola, dan menyediakan wadah terpisah. Sistem Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat (PSBM) dicirikan oleh adanya keterlibatan masyarakat penggunanya dalam kegiatan perencanaan dan pengoperasian sistem tersebut (AMPL, 2008). Salah satu komponen pokok dalam pengelolaan sampah mandiri dan produktif berbasis masyarakat adalah terdapat fasilitas pendukung untuk pengelolaan sampah skala kawasan berupa area kerja pengelolaan sampah yang disebut Tempat Pengolahan Sampah dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yang disingkat menjadi TPS 3R atau di negara lain disebut dengan Material Recovery Facility (MRF). Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, TPS 3R adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, dan pendauran ulang skala kawasan. TPS 3R harus memenuhi persayaratan teknis sebagai berikut: 1) Luas TPS 3R, lebih besar dari 200 m2; 2) Tersedia sarana untuk mengelompokkan sampah menjadi paling sedikit 5 (lima) jenis sampah; 3) TPS 3R dilengkapi dengan ruang pemilahan, pengomposan sampah organik, dan/atau unit penghasil gas bio, gudang, zona penyangga, dan tidak mengganggu estetika serta lalu lintas; 4) Jenis pembangunan penampung sisa pengolahan sampah di TPS 3R bukan merupakan wadah permanen; 5) Penempatan lokasi TPS 3R sedekat mungkin dengan daerah pelayanan dalam radius tidak lebih dari 1 km; 6) Luas lokasi dan kapasitas sesuai kebutuhan; 6) Lokasinya mudah diakses; 8) Tidak mencemari lingkungan; dan 9) Memiliki jadwal pengumpulan dan pengangkutan. Pengoperasian TPS 3R meliputi kegiatan: 1) Penampungan sampah; 2) Pemilahan sampah; 3) Pengolahan sampah organik; 4) Pendaur ulangan sampah non organik; 5) Pengelolaan sampah spesifik rumah tangga dan B3 sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 6) Pengumpulan sampah residu ke dalam container untuk diangkut ke TPA sampah. Pengolahan sampah organik dapat dilakukan melalui komposting. Komposting merupakan upaya mengolah sampah organik melalui proses pembusukan yang terkontrol atau terkendali (USAID). Warrell (2008) memaparkan asas pengomposan yaitu mikroorganisme 5

mengekstrak energi dari unsur organik melalui reaksi eksoterm yang memecah material menjadi material yang lebih sederhana. Komposting skala domestik diantaranya dapat dilakukan dengan 1) windrow; 2) Aerated static pile; 3) In-vessel. Metode windrow merupakan metode yang paling mudah dan murah untuk diterapkan (USAID). Keberadaan TPS 3R dapat diintegrasikan dengan sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat seperti Bank Sampah (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), integrasi sebagai kata benda merupakan pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat, sebagai kata kerja yaitu mengintegrasikan artinya adalah menggabungkan; menyatukan, dan berintegrasi artinya adalah berpadu (bergabung supaya menjadi kesatuan yang utuh). Arti kata bank adalah tempat menyimpan sementara, dan bank sampah adalah tempat menyimpan sementara sampah untuk dipisahkan sesuai macamnya (Juliandoni, 2013). Bank sampah adalah salah satu strategi penerapan 3R dalam pengelolaan sampah di tingkat masyarakat (Kementerian Lingkungan Hidup, 2012). Selain itu, masyarakat dapat memperoleh tambahan penghasilan atas kegiatan penghasilan atas kegiatan menabung sampah yang dihasilkannya (Suwerda dan Yamtana, 2009). Bank sampah dalam suatu kota juga mempunyai peranan penting dalam meraih gelar adipura, karena penilaian tersebut melihat sejauh mana masyarakat kotanya dalam mengelola sampah rumah tangganya sendiri. Manfaat lain dari bank sampah adalah mampu menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar sehingga mampu mengurangi angka pengangguran (Juliandoni, 2013). Alur kerja bank sampah adalah sebagai berikut: 1) Pilah sampah sesuai jenis dari rumah; 2) Setorkan ke bank sampah; 3) Registrasi/pendaftaran; 4) Sampah ditimbang; 5) Dicatat dan dibukukan; 6) Nasabah menerima buku tabungan; 7) Sampah diangkut oleh pengepul. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran jumlah timbulan sampah dan persentase jenis komposisi sampah sebagai input bagi rancangan Tempat Pengolahan Sampah. Variabel penelitian yaitu: 1) Jumlah timbulan sampah per orang dalam satu hari di Kampung Maruga; 2) Persentase jenis komposisi sampah dalam satu hari di Kampung Maruga; 3) Rancangan Tempat Pengolahan Sampah 3R Terintegrasi Bank Sampah yang dapat diterapkan pada Kampung Maruga. Penelitian dilakukan di Kampung Maruga yang terletak di Kelurahan Serua, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan. Luas Kampung Maruga adalah sebesar ± 0,5 km 2. Kampung Maruga 6

terdiri dari satu Rukun Warga yaitu RW 04 yang terdiri dari 7 Rukun Tetangga (RT) dengan 624 Kepala Keluarga (KK) didalamnya. Penduduk tahun 2012 berjumlah 2.139 jiwa dan tahun 2010 berjumlah 2.091 jiwa. Lokasi ini merupakan salah satu perkampungan padat penduduk yang belum memiliki sistem pengelolaan sampah dimana sampah dibuang ke lahan kosong ataupun dibakar. Metode yang digunakan untuk mengukur jumlah timbulan dan persentase jenis komposisi sampah di Kampung Maruga yaitu pengamatan langsung atau observasi dengan teknik pengambilan sampel SNI 19-3964-1994. Sedangkan dalam membuat rancangan Tempat Pengolahan Sampah (TPS) pada Kampung Maruga dilakukan berdasarkan analisis hasil timbulan dan komposisi sampah serta hasil kuesioner. Kuesioner ini diperlukan untuk mendukung usulan alternatif pengelolaan sampah yang akan diajukan untuk masyarakat di Kampung Maruga. Melalui penyebaran kuesioner dapat diketahui kemauan penghuni untuk berpartisipasi dalam sistem pengelolaan sampah yang akan diajukan. Penyebaran kuesioner dilakukan terhadap responden yang berasal dari sampel penelitian pengukuran timbulan limbah padat agar dapat menunjukkan korelasi data kuesioner dengan data timbulan dan komposisi sampah. Penentuan ukuran sampel dihitung dengan Rumus Slovin. Rumus ini digunakan karena ukuran populasi diketahui. Populasi penelitian adalah seluruh penduduk di Kampung Maruga. Dari hasil perhitungan dengan tingkat kepercayaan 80%, didapat total sampel rumah yang harus diambil sampahnya adalah 34 Kepala Keluarga (KK). Teknik sampling yang digunakan adalah pengambilan sampel probabilitas/acak yaitu suatu metode pemilihan sampel, dimana setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Namun, untuk pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified random sampling yaitu teknik pengambilan sampel sederhana dimana sampel diambil berdasarkan tingkatan yang ada dalam populasi. Karena data pendapatan penduduk sulit didapat, maka tingkatan yang digunakan adalah tingkatan luas rumah yang dianggap dapat mewakili tingkat ekonomi masyarakat. Tingkatan luas rumah di Kampung Maruga dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan SNI 3242:2008 tentang pengelolaan sampah di permukiman. Berdasarkan persentase dari jumlah tiap kategori rumah dikalikan dengan jumlah sampel yang telah ditentukan, didapatkan jumlah sampel dari masing-masing kategori adalah sebagai berikut 1) < 36 m 2 sebanyak 17 rumah; 2) 36-45 m 2 sebanyak 14 rumah; 3) > 54 m 2 sebanyak 3 rumah dengan total 34 KK yang terdiri dari 130 penduduk. Berdasarkan SNI 19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Limbah Padat Perkotaan, sampel sampah rumah tangga 7

diambil secara langsung dari sumber yaitu rumah penduduk. Pengambilan data penelitian atau sampel dilakukan selama 8 hari beturut-turut mulai dari hari Sabtu, tanggal 25 Januari 2014, hingga hari Sabtu, tanggal 1 Februari 2014 dan dilaksanakan dalam musim hujan. Pengambilan data yang dilakukan adalah pengukuran timbulan sampah dan pengukuran komposisi sampah. Peralatan yang dibutuhkan dalam proses pengambilan dan pengukuran sampel antara lain: 1) Alat pengambil contoh berupa kantung plastik; 2) Alat pengukur volume contoh berupa kotak berukuran 40 L, yang dilengkapi dengan skala tinggi; 3) Timbangan; 4) Perlengkapan berupa alat pemindah (seperti sekop) dan sarung tangan. Metode pengukuran yang digunakan yaitu sampah terkumpul diukur volumenya dengan wadah pengukur 40 liter dan ditimbang beratnya dan dicatat, kemudian dipisahkan berdasarkan komponen komposisi sampah, ditimbang berat masing-masing komponen dan dicatat beratnya. Dari data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan, yaitu data mengenai timbulan dan komposisi sampah yang dihasilkan di Kampung Maruga serta hasil kuesioner, maka akan dibuat rancangan Tempat Pengolahan Sampah Terintegrasi Bank Sampah yang dapat diterapkan guna mengurangi timbulan sampah pada Kampung Maruga. Hasil Penelitian Maruga. Berikut ini adalah hasil pengukuran timbulan dan komposisi sampah di Kampung Tabel 2. Jumlah Timbulan Sampah Kampung Maruga Setiap Hari Penelitian Timbulan (kg) hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5 hari ke-6 hari ke-7 hari ke-8 57,5 52 48,25 32,85 39,55 36,05 45,35 36,35 Sumber: Hasil Pengukuran, 2014 Tabel 3. Persentase Komposisi Sampah Kampung Maruga No Komponen Berat Rata-rata Persentase (%) 1 Plastik 4,91 11,47 2 Kertas 3,94 9,21 3 Adsorbent 1,27 2,98 4 Logam 1,20 2,81 5 B3 0,26 0,62 6 Kaca 0,44 1,02 7 Elektronik 0,09 0,21 Sumber: Hasil Pengukuran, 2014 8

Tabel 4. Persentase Komposisi Sampah Kampung Maruga (Lanjutan) No Komponen Berat Rata-rata Persentase (%) 8 Tekstil 1,47 3,45 9 Styrofoam 0,06 0,13 10 Karet 0,19 0,44 11 Kayu 0,36 0,84 12 Sisa Makanan & Sampah Kebun 28,14 65,81 13 Lainnya 0,43 1,00 Total 42,76 100,00 Sumber: Hasil Pengukuran, 2014 Selain itu pengambilan data juga dilakukan melalui kuesioner yang ditujukan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan masyarakat terkait pengelolaan sampah dan tanggapan masyarakat akan sistem pengelolaan yang dapat diterapkan, salah satunya yaitu bank sampah. Penyebaran kuesioner ini dilakukan pada dua hari terakhir periode pengambilan data sampel sampah, yaitu tepatnya pada tanggal 31 Januari 2014 hingga 1 Februari 2014. Hasil dari kuesioner menunjukkan rata-rata sekitar 73% masyarakat telah mengetahui jenis sampah organik dan anorganik serta pengertian 3R dan barang-barang yang dapat didaur ulang. Kemauan masyarakat untuk turut serta mengelola sampah merupakan hal yang paling mempengaruhi kesuksesan pengelolaan sampah. Meski selama ini sebagian besar masyarakat tidak memilah sampahnya namun kesediaan masyarakat untuk memilah sampah di rumah sendiri cukup tinggi yaitu 77% penduduk bersedia memilah sampahnya. Sekitar 83% warga telah mengetahui apa yang dimaksud dengan Bank Sampah dan manfaatnya bagi lingkungan serta masyarakat. 23% masyarakat mengetahui Bank Sampah melalui televisi. Kemauan untuk ikut bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah dalam meningkatkan kualitas lingkungan ditunjukkan dengan kemauan warga untuk mengelola Bank Sampah dan ikut dalam kegiatan Bank Sampah sebagai berikut. 9

Berat Total (kg) Tanggapan Terhadap Ajakan Pengelolaan Bank Sampah 45% 10% 45% Merasa tertarik dengan keuntungan yang didapat dan ingin mencari informasi mengenai pengelolaan Bank Sampah Merasa tertarik dan ingin ikut dalam kegiatan pengelolaan Bank Sampah Tidak mau ikut dalam pengelolaan Bank Sampah Gambar 1. Persentase Tanggapan Masyarakat Terhadap Ajakan Pengelolaan Bank Sampah Sumber: Hasil Kuesioner, 2014 Pembahasan sebagai berikut: Dari data timbulan sampah pada tabel 2 kemudian dibuat grafik timbulan sampah 70 60 50 40 30 20 10 0 57,5 25 Januari 2014 52 26 Januari 2014 27 Januari 2014 48,25 28 Januari 2014 32,85 29 Januari 2014 39,55 30 Januari 2014 36,05 31 Januari 2014 45,35 36,35 1 Februari 2014 Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu 1 2 3 4 5 6 7 8 Gambar 2. Grafik Berat Timbulan Sampah Per Hari Sumber: Hasil Pengolahan, 2014 Dari grafik diatas dapat dilihat perubahan timbulan sampah di Kampung Maruga selama 8 hari penelitian. Total berat timbulan sampah terbesar adalah 57,5 kg/hari yang terjadi di hari ke-1 pengukuran. Hal ini terjadi karena di hari pertama pengumpulan sampah, banyak masyarakat yang mengikutsertakan sampah yang dihasilkan di hari-hari sebelumnya, dimana sampah tersebut belum sempat dibuang ke tempat pembuangan sampah ataupun dibakar, sehingga jumlah timbulan tersebut tidak hanya menggambarkan jumlah timbulan di 10

hari tersebut. Kemudian jumlah timbulan cenderung menurun di hari berikutnya, hal ini terjadi karena banyak masyarakat yang beraktivitas di luar rumah pada hari kerja. Namun, di hari Jumat tanggal 31 Januari 2014 jumlah timbulan sampah meningkat cukup signifikan. Hal ini terjadi akibat di tanggal 31 Januari 2014 jatuh sebagai Tahun Baru Imlek yang merupakan hari libur nasional, maka banyak rumah tangga yang mempersiapkan banyak hidangan di hari Kamis, akibatnya jumlah sampah yang dikumpulkan di hari Jumat pagi pun meningkat. Pada hari Minggu berat sampah tinggi juga dikarenakan masyarakat cenderung untuk menghabiskan waktu di rumah sebelum beraktivitas kembali di hari Senin. Berikut ini merupakan grafik persentase komposisi sampah di Kampung Maruga berdasarkan data pada Tabel 3. Adsorbent; 2,98 Tekstil; 3,45 % Logam; % 2,81 % Kertas; 9,21 % Plastik; 11,47 % Sisa Makanan & Sampah Kebun ; 65,81 % Gambar 3. Persentase Komposisi Sampah Kampung Maruga Sumber: Hasil Pengolahan, 2014 Sisa makanan dan sampah kebun (sampah organik) merupakan komponen penyusun limbah padat terbesar di Kampung Maruga (66%). Disusul oleh plastik, yang menyusun 12% dari limbah padat. Berikutnya diisi oleh kertas (9%), tekstil (3%), adsorbent atau pamper dan pembalut (3%), logam (3%), kaca (1%), dan sampah lainnya (1%). Sedangkan adalah kayu, limbah berbahaya dan beracun (B3) yang terdiri dari baterai dan obat-obatan kimia, karet, limbah elektronik, dan styrofoam yang masing-masingnya menyusun < 1% limbah padat di 11

Kampung Maruga. Sisa makanan banyak menyusun komposisi sampah di Kampung Maruga karena sebagian besar masyarakat memiliki usaha makanan. Berdasarkan hasil pengukuran selama 8 hari berturut-turut, berat jenis rata-rata timbulan sampah di Kampung Maruga adalah 108,51 kg/m 3. Timbulan sampah per orang per hari di Kampung Maruga adalah 0,39 kg/orang/hari. Sedangkan timbulan sampah per orang per hari dalam satuan (m 3 /orang/hari) adalah 0,00359. Berdasarkan SNI 19-3983-1995 (Tabel 2), apabila pengamatan lapangan belum tersedia, untuk menghitung besaran sistem pada kota sedang dan kecil dapat digunakan angka timbulan sampah 2-2,5 L/orang/hari atau 0,25-0,4 kg/orang/hari. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat timbulan limbah padat di Kampung Maruga adalah sebesar 0,39 kg/orang/hari dengan volume 3,59 L/orang/hari. Dari perbandingan tersebut, dapat diketahui bahwa berat timbulan di Kampung Maruga sesuai dengan SNI 19-3983-1995 mengenai timbulan limbah padat di kota sedang namun memiliki volume yang lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di Kampung Maruga menghasilkan timbulan limbah padat yang cukup besar di banding rata-rata masyarakat di kota sedang. Potensi reduksi sampah dapat dilihat dari komposisi penyusun sampah di suatu wilayah. Berdasarkan data komposisi yang dihasilkan dari penelitian pengukuran timbulan yang dilakukan, sampah penyusun timbulan di Kampung Maruga didominasi sampah organik yang berupa sisa makanan dan sampah anorganik yang masih dapat dimanfaatkan juga tidak sedikit jumlahnya. Sampah anorganik masih memiliki nilai ekonomi. Sampah yang dihasilkan oleh warga Kampung Maruga sangat berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi kompos dan barang daur ulang. Berdasarkan data jumlah masing-masing komposisi yang telah diukur sebelumnya, maka dapat diketahui berat dan volume sampah menurut potensi pemanfaatannya. Dengan demikian Kampung Maruga memiliki potensi reduksi sampah melalui komposting dan daur ulang sebesar 96% dari total timbulan sampah. Melihat potensi bahan anorganik yang cukup tinggi yaitu 30% maka dapat dikembangkan sebagai bank sampah untuk menarik minat masyarakat memilah sampah sejak di sumber. Kampung Maruga dihuni oleh 2139 penduduk. Sehingga, total berat dan volume sampah yang dihasilkan di Kampung Maruga setiap harinya adalah sebagai berikut: 1. Berat sampah = 834,21 kg/hari 2. Volume sampah (m 3 ) = 7,68 m 3 /hari 3. Volume sampah (L) = 2139 penduduk x 3,59 liter/orang/hari = 7679 liter/hari 12

Maka, untuk keperluan rancangan sistem pengelolaan sampah, timbulan sampah di Kampung Maruga hanya dibulatkan menjadi 835 kg/hari atau sama dengan 0,835 ton/hari dengan volume 7,7 m 3 /hari. Perencanaan pengelolaan sampah dengan konsep TPS 3R terintegrasi Bank Sampah ini dipilih sebagai salah satu upaya mengelola sampah tanpa mengesampingkan faktor ekonomi. Tempat Pengolahan Sampah terintegrasi Bank Sampah merupakan perpaduan TPS dengan bank sampah menjadi suatu kesatuan dimana bank sampah dijadikan sebagai salah satu proses tahapan dalam sistem TPS. Proses pengangkutan sampah ke TPS dilakukan sendiri oleh masyarakat sebagai sumber penghasil dengan adanya Bank Sampah sebagai alat penarik masyarakat untuk menabungkan sampahnya. Integrasi atau penggabungan bank sampah dan TPS akan memberikan manfaat satu sama lain. Bank sampah dapat mengolah dan memanfaat sampah yang diperoleh secara langsung tanpa perlu jauh mengangkutnya. Beban pekerjaan di TPS akan berkurang dengan adanya bank sampah karena proses pemilahan pun tidak lagi dibutuhkan apabila terdapat bank sampah sebagai tahapan pendahulu. Berikut ini merupakan mekanisme bank sampah yang dapat diterapkan. Gambar 4. Mekanisme Bank Sampah Sumber: Hasil Pengolahan, 2014 Proses pengolahan sampah mencakup pengolahan sampah organik dan anorganik. Sampah organik merupakan sampah sisa makanan dan sampah kebun, sampah anorganik merupakan sampah selain kedua jenis sampah tersebut. Proses pengolahan sampah organik akan dilakukan dengan metode komposting. Pengolahan sampah anorganik akan dilakukan dengan bank sampah yang mengumpulkan sampah anorganik yang bernilai ekonomi untuk kemudian dijual ataupun didaur ulang. 13

Pengomposan menggunakan metode windrow. Bahan organik yang telah dicacah kemudian disusun menjadi tumpukan. Bahan baku kompos ditumpuk dengan tinggi tumpukan 0,6 sampai 1 meter, lebar 1-5 meter. Sementara panjangnya disesuaikan dengan kebutuhan. Tipikal bentuk melintang gundukan dapat berupa trapezium. Dalam, tiga puluh sampai empat puluh (30 40) hari suhu akan menurun sampai dengan suhu ruangan berwarna coklat tua atau kehitaman, kemudian kompos masuk pada tahap pematangan selama ± 14 hari. Prasarana yang akan disediakan untuk menunjang kegiatan TPS 3R ini antara lain kantor, balai serbaguna, dan sedikit lahan berkebun. Pada balai serbaguna, akan diadakan kegiatan pelatihan dan praktik pemanfaatan sampah anorganik menjadi barang kerajinan kepada ibu-ibu rumah tangga di Kampung Maruga. Sedangkan sarana yang merupakan peralatan yang dapat digunakan dalam kegiatan penangangan sampah antara lain sekop, pacul, garu, gerobak, kontainer beroda, selang air, sapu, dan sebagainya. Proses pengolahan sampah yang akan dilakukan dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar 5. Proses Pengolahan Sampah Pada TPS 3R Terintegrasi Bank Sampah Sumber: Hasil Pengolahan, 2014 Untuk mendesain tata letak TPS, terlebih dahulu dihitung neraca keseimbangan massa (mass balance) dengan menggunakan data timbulan dan komposisi sampah. Dari neraca massa dapat diketahui kuantitas sampah pada setiap kegiatan pengolahan sampah di TPS, sehingga dapat dilakukan perancangan tata letak TPS. Pembuatan neraca keseimbangan 14

massa menggunakan software STAN dengan satuan berat kilogram. Berdasarkan potensi reduksi yang telah dihitung, residu sampah yang masuk ke TPS sebanyak 4%. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume mencapai 30-50% dari bobot awal tergantung kadar air awal. Dalam perhitungan ini, persentasi reduksi berat bahan yang dikomposkan diasumsikan sebesar 30%. Asumsi residu yang berasal dari hasil pengayakan kompos sebesar 0,1%. Untuk sampah anorganik, diasumsikan seluruh bahan yang telah terpilah dapat diproses secara sempurna dan dapat dijual maupun didaur ulang seluruhnya. Maka, neraca keseimbangan massa TPS 3R terintegrasi bank sampah adalah sebagai berikut. Gambar 6. Neraca Keseimbangan Massa TPS 3R Sumber: Hasil Pengolahan, 2014 Pada dasarnya sebuah TPS terbagi menjadi tiga bagian area utama yaitu area tipping floor, area pemrosesan, dan area penyimpanan. Namun, area tipping floor pada TPS ini bukan merupakan area penghamparan sampah yang telah dikumpulkan oleh armada pengangkut melainkan berwujud area bank sampah. Area bank sampah ini memiliki fungsi yang sama dengan area tipping floor yaitu menerima sampah yang datang ke TPS. Area pemrosesan merupakan area pemrosesan sampah organik menjadi kompos. Area pemrosesan ini terbagi menjadi area pencacahan, area pengomposan, dan area pengayakan kompos. Sampah anorganik yang telah terkumpul akan ditempatkan di area penyimpanan. Berikut ini merupakan luas masing-masing area pada TPS 3R. 1. Bank sampah ini terdiri dari dua area yaitu area pencatatan dan penimbangan. Area pencatatan dan penimbangan masing-masingnya memiliki luas 4 m 2 2. Luas area pencacahan merupakan luas yang diperlukan untuk mesin pencacah dan menyediakan ruang gerak bagi petugas pencacah. Sehingga, luas area pencacahan merupakan luas mesin pencacah yang masing-masing sisinya 15

3. ditambahkan tambahan panjang 1 (meter) di kanan dan kiri sebagai ruang gerak petugas pencacah. Mesin pencacah memiliki ukuran p x l x t = (2000 x 1000 x 1500) mm dengan kapasitas 5-7 m 3 /jam berbahan bakar diesel. Maka, perhitungan luas area pencacahan adalah 12 m 2 Luas area pengomposan ditentukan berdasarkan metode pengomposan dan sarana peralatan yang digunakan. Metode pengomposan menggunakan metode open windrow, dengan lama waktu pengomposan 50 hari (Tchobanoglous, 2002). Ukuran windrow dibulatkan menjadi berukuran tinggi 1 meter dan lebar 2 meter. Luas area yang dibutuhkan adalah 171 m 2 4. Luas area pengayakan kompos disesuaikan dengan dimensi alat pengayak kompos yang ada di pasaran. Maka luas area pengayakan kompos adalah 13,5 m 2 5. Area penyimpanan dirancang untuk dapat menampung material yang dapat terkumpul selama 1 hari atau untuk kapasitas 1 (satu) hari. Luas penimbunan material terpilah dihitung dengan waktu penyimpanan maksimum yaitu selama 1 hari (7 jam kerja) (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013). Maka, luas area penyimpanan yang dibutuhkan adalah 5 m 2 6. Residu akan ditempatkan dalam bak atau kontainer tertutup di dalam TPS untuk menghindari terbentuknya TPS liar disebabkan orang tidak bertanggung jawab yang membuang sampah di bak ini apabila ditempatkan di luar bangunan TPS. Berdasarkan perhitungan jumlah residu dari neraca keseimbangan massa pada Gambar 6 jumlah residu sampah keseluruhan adalah 35,37 kg, maka kebutuhan luas untuk menampung residu adalah 1 m 2 7. Luas kantor yang dibutuhkan apabila di dalam kantor tersedia kamar mandi dengan luas 4 m 2 dan hanya ½ dari tenaga kerja yang bekerja di dalam kantor setiap harinya (luas area 2 m 2 /orang) adalah 14 m 2 8. Gudang diperlukan untuk menyimpan peralatan dan juga kompos yang sudah dikemas dan siap dijual. Penyimpanan kompos dirancang untuk dapat menampung hasil kompos dalam 2 hari karena tidak setiap hari kompos didistribusikan untuk dijual. Peralatan dan perlengkapan memerlukan area penyimpanan sekitar 3 m 2. Luas area gudang yang dibutuhkan adalah 11 m 2 9. Balai serbaguna disamping TPS akan dibangun dengan ukuran minimum 3 meter x 3 meter. Sehingga, luas area balai sebaguna adalah 9 m 2. 16

10. Sisa lahan disamping TPS dapat dimanfaatkan menjadi lahan berkebun untuk meningkatkan nilai jual kompos yang sudah berbentuk pupuk untuk tanaman hias maupun tanaman pangan yang dapat dibudidayakan dan kemudian dijual. Lahan kebun minimum sama dengan luas balai serbaguna yaitu 9 m 2. Maka, luas area minimum yang dibutuhkan untuk Unit Pengolahan Sampah terintegrasi Bank Sampah di Kampung Maruga adalah 245,5 m 2 dibulatkan menjadi 255 m 2. Penempatan lokasi akan dilakukan sedekat mungkin dengan daerah pelayanan dalam radius tidak lebih dari 1 km agar lokasi TPS mudah diakses oleh masyarakat. Terdapat banyak lahan kosong di Kampung Maruga dan terdapat salah satu lokasi yang berada tidak jauh dari jalan raya dan berada di tengah wilayah Kampung Maruga sehingga dapat dicakup dari warga di seluruh penjuru. Bangunan utama TPS 3R ini akan dibangun dengan struktur pasangan bata, sedangkan balai serbaguna dibuat dengan struktur kayu ataupun bambu. Dengan demikian, denah rancangan UPS adalah sebagai berikut: Keterangan: 1. Area pencatatan Bank Sampah 2. Area penimbangan Bank Sampah 3. Area pencacahan 4. Area pengomposan 5. Area pengayakan kompos 6. Area penyimpanan sampah anorganik 7. Gudang 8. Bak residu 9. Kamar mandi 10. Kantor 11. Balai serbaguna 12. Lahan berkebun 13. Lahan parkir Gambar 7. Layout TPS 3R Terintegrasi Bank Sampah Skala 1:200 17

Sumber: Hasil Pengolahan, 2014 Secara umum kendala terhadap keberlanjutan sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah manajemen yang belum baik. Sehingga, peranan terhadap kesempatan kerja dan pendapatan keluarga masih kecil (Nuryani, 2012). TPS perlu dikembangkan selain melalui pengomposan juga daur ulang sampah anorganik melalui pengembangan bank sampah untuk meningkatkan pemasukan untuk keberlanjutan pembiayaan operasional pengelolaan TPS (Aryenti dan Darwati, 2012). Penerapan langkah-langkah keberlanjutan dapat membantu perbaikan manajemen sistem pengelolaan sampah dengan Tempat Pengolahan Sampah Berbasis 3R (TPS 3R) terintegrasi Bank Sampah. Sistem pengelolaan sampah ini harus terus dikembangkan dan direplikasi di daerah-daerah lainnya karena bermanfaat dalam penyediaan pupuk organik, menjaga kebersihan lingkungan dan memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat. Sehingga apabila kesadaran dan kemauan warga untuk berpartisipasi aktif tinggi, sistem ini tidak akan ragu untuk terus berlanjut. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Volume rata-rata seluruh timbulan sampah pada Kampung Maruga adalah sebesar 7,68 m 3 /hari dengan berat 834,21 kg/hari. Sedangkan rata-rata timbulan sebesar 0,39 kg/orang/hari atau 0,00359 m 3 /orang/hari. 2. Sampah pada Kampung Maruga terdiri dari 65,81% organik yang berasal dari sisa makanan dan sampah kebun, 11,47% plastik, 9,21% kertas, 3,45% tekstil, 2,98% adsorbent (pamper dan pembalut), 2,81% logam, 1,02% kaca, 0,84% kayu, 0,62% limbah B3, 0,44% karet, 0,21% limbah elektronik, 0,13% styrofoam, dan 1% lainnya. 3. Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R) terintegrasi Bank Sampah dirancang dengan kapasitas 0,835 ton/hari atau 7,7 m 3 /hari, melayani 100% penduduk di Kampung Maruga (2.139 jiwa). Pengolahan yang dilakukan di TPS 3R ini terdiri dari: a) pengolahan sampah organik menjadi kompos dan b) pengolahan sampah anorganik dengan dijual atau didaur ulang melalui Bank Sampah. TPS 3R ini terdiri dari tiga area utama yaitu area bank sampah, area pemrosesan, dan area penyimpanan dengan luas 18

minimum 255 m 2. Tersedia banyak lahan kosong di Kampung Maruga, sehingga TPS 3R dapat diterapkan pada kawasan ini. Saran Agar pengelolaan TPS 3R yang terintegrasi dengan Bank Sampah dapat terlaksana dengan baik dan berkelanjutan, penulis menyarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Melakukan kegiatan sosialisasi secara rutin dan bertahap kepada warga Kampung Maruga mengenai pengelolaan Tempat Pengolahan Sampah (TPS 3R) terintegrasi Bank Sampah yang akan diterapkan 2. Menerapkan dan melakukan uji coba sistem bank sampah terlebih dahulu dengan melibatkan partisipasi aktif warga Kampung Maruga 3. Perlu adanya monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengelolaan sampah untuk mendapatkan umpan balik (feed back) guna penyempurnaan pengelolaan sampah yang ada 4. Replikasi di daerah permukiman lainnya dapat dilakukan dengan kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah dan ketersediaan lahan yang ada serta karakteristik masyarakat setempat. Daftar Referensi Abadi, Ronny Setiawan. 2013. Keberlanjutan Pengelolaan Sampah Domestik di Kampung Menoreh, Kelurahan Sampangan, Semarang. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota Volume 9 (1): 87-96 Maret 2013. Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan. 2012. Kota Tangerang Selatan Dalam Angka 2012. Tangerang: BPS Kota Tangerang Selatan. Damanhuri, E., dan Padmi,T. 2010. Diktat Kuliah TL-3104. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2009. Pedoman Umum 3R Berbasis Masyarakat di Kawasan Permukiman. Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Departemen Pekerjaan Umum. Direktorat Jenderal Cipta Karya. Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Departemen Pekerjaan Umum. 19

Juliandoni, Adriyandi. 2013. Pelaksanaan Bank Sampah Dalam Sistem Pengelolaan Sampah di Kelurahan Gunung Bahagia Balikpapan. Fakultas hukum Universitas Mulawarman. Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL). 2008. Saatnya Masyarakat Berkawan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kesehatan, dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2012. Implementasi 3R Melalui Bank Sampah. Kementerial Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Kenworthy, J. 1997. Urban Ecology in Indonesia: The Kampung Improvement Program (KIP). Asian Sustainable Development, Murdoch University, Perth. Nuryani, Aan. 2012. Peranan Bank Sampah Gemah Ripah Terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan Keluarga di Kecamatan Bantul Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. Sihombing, Anthony. 2010. Conflicting Images of Kampung and Kota in Jakarta. Saarbrucken: Lambert Academic Publishing. Silas, Johan. 1993. Housing Beyond Home. Surabaya: Pidato Pengukuhan Guru Besar Teknik Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Sri Rachmawati Hidayah Siregar. 2011. Studi Timbulan dan Komposisi Sampah Sebagai Dasar Usulan Desain Unit Pengolahan Sampah Jalan Raya Tajur, Kota Bogor. Depok: Universitas Indonesia. Suwerda, Bambang dan Yamtana. 2009. Gemah Ripah, Bank Sampah Berbasis Masyarakat di Pedukuhan Badegan, Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.2, No.3 Hal 103-107. Tchobanoglous, George. 1993. Integrated Solid Waste Management. Mc. Graw Hill Book Co. Singapore. Tchobanoglous, George and Frank Kreith. 2002. Handbook Of Solid Waste Management Second Edition. Mc. Graw Hill Handbook. Worrell, William A. dan P. Aarne Vesilind. 2008. Solid Waste Engineering. Cengage Learning Asia Pte Ltd (Philippine Branch). United States Agency International Development (USAID). Modul Pelatihan Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Jakarta: Environmental Services Program. 20