BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi, teknologi informasi komunikasi (TIK) semakin lama

ANALISA KENDALA PELAKSANAAN E-PROCUREMENT DI KOTA SURABAYA

STUDI PENJELAJAHAN TENTANG KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA MELALUI INTERNET DI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Pengadaan barang/jasa pemerintah diperlukan untuk menunjang

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi, teknologi telah menjadi salah satu upaya pemerintah untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. (BUMN). BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya

I. PENDAHULUAN. pengadaan barang seperti pengadaan fasilitas gedung pada suatu instansi

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri dan pertahanan, (2) untuk menyelenggarakan peradilan,

barang dan jasa yang dibutuhkan, untuk mendapatkan mitra kerja yang sesuai dengan kriteria perusahaan diperlukan suatu proses untuk pemilihan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dengan kursus bahasa inggris yang dilaksanakan di sebuah instansi pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pengadaan merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik di Kabupaten Halmahera Utara

REKOMENDASI TINDAKAN DALAM UPAYA MENGATASI HAMBATAN PENYEDIA JASA PADA PROSES PENGADAAN JASA KONSULTANSI SECARA ELEKTRONIK (E-PROCUREMENT)

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat di sektor pelayanan Publik dan mampu meningkatkan

PERSEPSI PENYEDIA JASA KONSTRUKSI TERHADAP EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI AANWIJZING ELEKTRONIK. Yervi Hesna 1,*), Suwardi Siregar 2)

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya

TINGKAT KESIAPAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DALAM PENERAPAN E-PROCUREMENT DI LHOKSEUMAWE

BAB I PENDAHULUAN. layanan yang mereka berikan. Oleh karena itu dibutuhkan pemilihan review

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan barang dan jasa yang tidak disediakan oleh pihak swasta.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan proses pengadaan barang dan jasa untuk mendapatkan. keuangan negara. Penggunaan keuangan negara yang akan dibelanjakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

Akselerasi Daya Dukung E-Procurement dan Model Penumbuhan Iklim Usaha Daerah berbasis E-Gov

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Dalam konteks tata pemerintahan, procurement dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. mencari penyedia barang dan jasa. Proses lelang (procurement) biasanya dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pengelolaan keuangan negara di Indonesia yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kantor, hingga pembelian barang dan jasa untuk kantor pemerintah. Bahkan sektor

DAFTAR ISI... JUDUL KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR LAMPIRAN... ABSTRACT...

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan saat ini masih ditangani secara ad-hoc oleh panitia yang dibentuk dan

ANALISIS PERBANDINGAN PELELANGAN MANUAL DENGAN E-PROCUREMENT

E-PROCUREMENT DAN PENERAPANNYA DI KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA Jumat, 30 Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan di bahas mengenai latar belakang masalah, rumusan

Pengalaman Implementasi dan Perencanaan Ke Depan di Pemerintah Kota Surabaya Drh. SUNARNO ARIS TONO,MSi.

I. PENDAHULUAN. suatu ancaman bagi para pengusaha nasional dan para pengusaha asing yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. perkantoran, baik perkantoran pemerintah atau swasta adalah efisiensi kerja

governance) dan pemerintahan yang bersih (clean government) tetapi juga

PENGELOLAAN TENDER PENGADAAN BARANG DAN JASA YANG BERSIH DAN TRANSPARAN

BAB I PENDAHULUAN. akan mendukung pemerintah dalam menyukseskan pembangunan terutama pada

BAB I PENDAHULUAN. Birokrasi yang berbelit dan kurang akomodatif terhadap gerak ekonomi mulai

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. warganya, dan pasar dengan warga. Dahulu negara memposisikan dirinya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Instansi selaku pengguna barang atau jasa membutuhkan barang atau jasa

ANALISA KESENJANGAN ANTARA SISTEM KONVENSIONAL DAN SISTEM ELEKTRONIK PADA PENYEDIAAN JASA KONSTRUKSI DI PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara pemerintah berkewajiban

SURAT EDARAN NOMOR: 07/SE/M/2012

ANALISIS POTENSI PENYIMPANGAN DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh:

KAJIAN EFISIENSI DAN EFEKTIFITAS AANWIJZING ELEKTONIK PADA PENGADAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DARI SEGI PENYEDIA JASA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

I. PENDAHULUAN. membuat masyarakat dapat ikut berpartisipasi aktif dalam mengontrol setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah yang efektif sangat

TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

Bandung Integrated Resources Management System (BIRMS)

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG IMPLEMENTASI E-PROCUREMENT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG

PBJ, KORUPSI & REFORMASI BIROKRASI

PRINSIP-PRINSIP DASAR, KEBIJAKAN UMUM, ETIKA, TATA CARA KEPEMERINTAHAN YANG BAIK SERTA ASPEK HUKUM DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH

I. PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks dan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan konstruksi. Proses pelelangan yang baik akan menghasilkan output

BAB I PENDAHULUAN. atau individu dan biasanya melalui sebuah kontrak (Wikipedia,2008). 1. Meningkatkan tranparansi dan akuntabilitas

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

Analisis Kualitas Pelayanan E-Procurement pada Pengadaan Barang dan Jasa di Kota Semarang

Lampiran Surat Edaran Menteri Pekerjan Umum Nomor : 12/SE/M/2008 Tanggal : 30 Desember 2008 PROSEDUR PELAKSANAAN PELELANGAN E-PROCUREMENT

BAB I PENDAHULUAN. (Good Governance and Clean Government) adalah kontrol dan. pelaksana, baik itu secara formal maupun informal.

Menuju Akuntabilitas Publik dengan e-government Seminar ICT for Good Governance Paramadina Graduate School Universitas Paramadina 2011

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja

BAB I PENDAHULUAN. Disadari atau tidak, teknologi informasi telah menjadi bagian dari

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Istilah e-procurement diperkenalkan pertama kali di Pemerintah Kabupaten

Nomor : Jakarta, 12 Desember 2007 Lampiran :

BAB 1 PENDAHULUAN. dan memperbaharui teknologi agar sesuai dengan apa yang diharapkan, yaitu

TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Komputer Dan Pemerintahan. Universitas Gunadarma Sistem Informasi 2013/2014

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang bisnis. Pada pemerintahan saat ini, teknologi merupakan penunjang

RANCANG BANGUN SISTEM INFORMASI PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

E-Invoicing dan E-Payment: Pentingnya Aspek Pembayaran Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Robin A. Suryo 1

POKOK KEBIJAKAN DAN IMPLIKASI HUKUM PENGADAAN jasa konsultansi PEMERINTAH

Fakta Korupsi di Sektor Pengadaan Tidak ada korupsi yang ongkosnya semahal korupsi dalam pengadaan barang dan jasa (Donald Strombom, 1998) Bank Dunia

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA SECARA ELEKTRONIK (LPSE) KOTA MEDAN

Membangun (E-Procurement) Pengadaan Barang dan Jasa Dengan Prinsip Good Corporate Governance Dengan Visual UML

E-Government di Indonesia. E-Government Hubungan Internasional

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG IMPLEMENTASI E-PROCUREMENT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN JEMBRANA

BAB I PENDAHULUAN. dikuatkan dan diatur oleh perundang-undangan yang berlaku. Dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Repositori STIE Ekuitas

BAB I PENDAHULUAN. governance dan penyelenggaraan organisasi sektor publik yang efektif, efisien,

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

BAB I PENDAHULUAN. lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh barang dan jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat

MODUL 10 PENGGUNAAN EPROCUREMENT

BAB I PENDAHULUAN. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Barang merupakan benda dalam berbagai bentuk dan uraian seperti, bahan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik good governance, telah mendorong pemerintah pusat dan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem e-procurement atau pengadaan barang/ jasa secara elektronik melalui internet di Indonesia pada perspektif pemerintah dipercaya sebagai alat/instrumen untuk mewujudkan good governance dan pelayanan publik, karena akan meningkatkan efisiensi biaya, efektifitas, waktu siklus yang lebih cepat, meningkatkan transparansi paket pekerjaan yang dilelang, menyediakan publik monitoring yang lebih baik, meningkatkan persaingan yang sehat dan meningkatkan akuntabilitas pemerintah. Setelah diberlakukannya sistem ini, pengeluaran negara dalam hal pengadaan barang/jasa diprediksi dapat ditekan hingga Rp 40 triliun pertahun (Situs Tempo, 2007). Namun dalam beberapa hal, pelaksanaan e-government procurement (e-gp) di Indonesia tidaklah mudah. Banyak kendala yang ditemui dalam pelaksanaannya. Sebagai contoh, baru-baru ini sistem lelang melalui internet di berbagai daerah di Indonesia dikeluhkan para pengusaha penyedia barang/jasa konstruksi. Mereka mendesak pemerintah untuk menunda sistem e-procurement di tahun 2008 dengan alasan banyak terjadi penyalahgunaan e-procurement, termasuk SDM dan pelaksana operasional (Situs Tempo, 2007). Menurut penelitian yang telah dilakukan, sistem lelang elektronik memang belum dapat dilaksanakan secara optimal pada saat ini karena belum dipenuhinya 3 prasyarat pelaksanaan dari pemerintah, yaitu syarat hukum pelaksanaan (belum siapnya payung hukum), syarat teknis pelaksanaan/tingkat kemampuan teknologi dan syarat manajemen /tingkat kemampuan sumber daya manusia (Gokmauli,F, 2008) Dari sisi penyedia jasa konsultansi, keberhasilan dalam mengikuti sistem lelang adalah salah satu faktor penentu kelangsungan hidup perusahaan. Penerapan lelang secara elektronik pada saat ini seharusnya sudah jadi kebutuhan bagi perusahaan konsultansi, mengingat manfaatnya yang cukup banyak dibandingkan dengan cara konvensional, yaitu terjadinya peningkatan efisiensi dalam hal meminimalkan waktu pelaksanaan, mengurangi biaya operasional dan meningkatkan manajemen informasi ke seluruh area pembelian.

Namun, walau telah disadarinya akan hal tersebut, di Indonesia baru sedikit konsultan yang mau dan dapat melaksanakan e-procurement. Salah satu alasannya karena terbatasnya kemampuan sumber daya serta ketersediaan teknologi (Fitria, A.M, 2006). Belum banyak penelitian di Indonesia yang mengemukakan apa hambatan yang dihadapi bila sebuah perusahaan penyedia jasa konsultansi mengikuti pelelangan elektronik. Namun di beberapa negara di Eropa telah dilakukan survei/penelitian untuk mengetahui hambatan (barrier) juga manfaat (driver) pelaksanaan pelelangan secara elektronik. Salah satu penelitian yang menelusuri semua item manfaat dan hambatan di Eropa adalah penelitian yang dilakukan oleh Robert Eadie et.al tahun 2007. Penelitian ini mengacu dari kondisi yang terjadi di beberapa negara yang telah melakukan e-procurement. Penelitian ini lebih lanjut memberikan daftar manfaat & hambatan e-procurement yang dialami penyedia barang/jasa yang melakukan kerjasama pengadaan barang/jasa secara elektronik dengan pemerintah di negaranya tersebut. Berdasarkan penelitian ini, Indonesia dapat memanfaatkannya sebagai acuan dan sumber informasi yang dapat dikembangkan lebih lanjut, untuk mengetahui hambatan yang dapat dialami oleh perusahaan penyedia jasa konsultansi dalam melakukan pelelangan elektronik yang optimal, sehingga tujuan efisiensi dan efektifitas yang diinginkan oleh perusahaan dapat tercapai. 1.2 Perumusan Masalah 1.2.1 Deskripsi Masalah Sistem pengadaan yang saat ini dilakukan oleh pemerintah baru menggunakan sistem pengadaan semi e-procurement plus, e-procurement copy to internet sehingga untuk menuju full e-procurement masih banyak hal yang harus dibenahi, telah diketahui banyak keuntungan yang dapat dinikmati oleh pemerintah dan perusahaan penyedia jasa apabila mampu melakukan lelang secara elektronik (e-procurement). Sebagai contoh, penelitian di Inggris menyebutkan bahwa industri konstruksi di negara tersebut dapat menghemat biaya pelaksanaan proyek sebesar 10% setiap tahunnya dengan menerapkan e-procurement (Latham,

M, 1994). Sama halnya dengan Indonesia, membutuhkan sistem yang mampu meminimalisir penyimpangan dan mampu melakukan penghematan anggaran negara pada proses penyelenggaraan barang/jasa. Penelitian yang dilakukan oleh Rino A. Nugroho, 2006, dapat dijadikan Sebagai contoh, penyimpangan anggaran yang terjadi di Departemen Pekerjaan Umum. Temuan penyimpangan ini dapat dilihat dalam tabel 1.1, Kebocoran Anggaran Departemen Pekerjaan Umum : Tabel 1.1 Kebocoran Anggaran Dep.PU 2002-2004 Tahun Anggaran Persentase Kebocoran Anggaran 2002 3,30% 2003 2,41% 2004 0,26% Rata-rata 1,99% Sumber : Explanatory e-gp in the Departement of Public Work, 2006. Rata-rata anggaran Departemen Pekerjaan Umum untuk tahun anggaran 2002-2004 adalah sebesar Rp. 10.000.000.000.,- dengan demikian rata-rata kebocoran anggaran Departemen Pekerjaan Umum tahun 2002-2004 adalah sebesar Rp.199.000.000.000,-. Sistem pelaksanaan lelang secara konvensional dianggap masih belum mampu untuk menekan kebocoran yang terjadi disebabkan karena seringnya terjadi tatap muka secara langsung antara pengguna jasa dan penyedia jasa pada proses pelelangan barang/jasa, sehingga sangat besar peluang bagi orang-orang yang terkait pelelangan dapat melakukan penyimpangan-penyimpangan, seperti terlihat pada gambar berikut :

Penyuapan Penggelapan Nepotisme Sumbangan Ilegal Nepotisme Bagaimana & Darimana Uang-Barang-Fasilitas Hasil Korupsi Diperoleh Komisi Pemalsuan Pemerasan Bisnis Orang Dalam Penyalahgunaan Wewenang Pilih Kasih Gambar 1.1 Bentuk korupsi dalam PBJ (Indonesian Procurement watch,2005) E-procurement will bring improvements to all aspects of the procurement process (Minahan & Degan, 2001). E-procurement akan membawa perbaikan ke semua aspek dari proses procurement. Proses e-procurement tidak semata mata hanyalah tentang pengadaan barang/jasa tetapi juga menyangkut strategi-strategi dalam pengadaan tersebut (Egbu et.al, 2004). Sektor publik di negara tersebut telah menyelidiki cara untuk mengembangkan strategi dan proses e-procurement selama lebih dari 11 tahun. Namun walaupun telah disadari keuntungankeuntungannya, penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa dalam penerapannya, dokumen tender yang dikirim dalam bentuk format elektronik masih kurang dari 30% dari total seluruh pelaksanaan lelang di negara tersebut (Martin, J, 2003). Di Indonesia, contoh positif dari pelaksanaan e-procurement adalah pelaksanaan sistem EPRO (Elektronik Procurement Rekayasa Online) yang dilakukan oleh PT Rekayasa Industri, dimana pelaksanaannya berhasil meminimalkan waktu pelaksanaan, mengurangi biaya operasional dan meningkatkan manajemen informasi ke seluruh area pembelian. Namun hambatan paling utama dalam penerapan EPRO adalah sangat bergantungnya sistem tersebut pada jaringan infrastruktur teknologi informasi yang dapat mengakibatkan kinerja karyawan akan terganggu apabila sistem down. Serta masih dibutuhkannya pelatihan-pelatihan untuk menerapkan sistem ini kepada

para staf yang terkait agar menjalankan sistem ini secara optimal (Fitria, A.M, 2006). 1.2.2 Signifikansi Masalah Penelitian ini akan meninjau hambatan yang dihadapi penyedia jasa pada saat mengikuti pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-procurement), ada 3 (tiga) aspek hambatan yang akan dibahas pada penelitian yaitu : aspek hukum, aspek manajemen penyedia jasa dan aspek teknis pelaksanaan yang berpengaruh pada penyedia jasa. Bell (2006) mengatakan bahwa Prinsip dari pelelangan elektronik adalah untuk menyediakan sistem yang lebih mendekati sempurna dalam proses input dari penawaran penyedia jasa konsultansi, dengan jalan mengurangi inefisiensi, keterlambatan (mulainya pelaksanaan), dan biaya (yang tidak perlu) yang umumnya ada pada proses tender manual dengan cara pencatatan berulang-ulang. Karena itu penerapan solusi elektronik memang harus mulai digunakan, apabila perusahaan ingin menjadi unggul dan tetap bertahan dalam kompetisi di era baru ini. Keuntungan dari sisi pemerintah apabila menerapkan pelelangan elektronik adalah terciptanya pemerintahan yang transparan, terbuka, adil, efektif dan akuntabel. Namun menilik dari pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang masih terjadi berbagai masalah, maka harus dikenali dahulu karakteristik hambatan hambatan apa saja yang dapat mempengaruhi kelayakan pelaksanaannya tersebut. 1.2.3 Rumusan Masalah Pelelangan Elektronik di Indonesia memiliki banyak manfaat, namun penerapannya ternyata masih sangat kurang, hal ini diakibatkan karena pelaksanaan e-procurement juga memiliki banyak hambatan, contohnya investasi teknologi yang masih tergolong mahal, (warta e-gov, 2007). Penelitian yang dilakukan sebelumnya di Indonesia sebatas kajian e-procurement dari perspektif owner ataupun studi kasus pelaksanaan e-procurement pada suatu perusahaan konstruksi tertentu. Tentu saja daftar hambatan yang didapat dari studi tersebut

sangat subyektif, hanya sebatas kendala yang dihadapi perusahaan yang diteliti tersebut. Penelitian ini akan memanfaatkan Hambatan (barrier) pelaksanaan e- procurement dari sudut pandang penyedia jasa konsultansi pada pelaksanaan pengadaan jasa konsultansi secara elektronik, literatur telah didapat melalui penelitian di Eropa, diharapkan dapat dijadikan sumber acuan penelitian di Indonesia agar didapat gambaran umum hambatan pelaksanaan pelelangan elektronik yang terjadi di Indonesia. Hal ini dilakukan melalui analisa pakar yang mempertimbangkan aspek-aspek hambatan yang dapat berpengaruh terhadap penerapan e-procurement di Indonesia yang sampai saat ini masih melakukan semi e-procurement. Penelitian ini lebih lanjut akan mendata persiapan apa saja yang diperlukan untuk dapat melaksanaan e-procurement melalui pendapat pakar, lalu dianalisa pengaruh hambatan tersebut pada pelaksanaan e-procurement tersebut terhadap penerapannya pada penyedia jasa konsultansi dan memberikan rekomendasi tindakan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu : 1. Hambatan apa yang terjadi pada proses pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-procurement) terhadap penyedia jasa. 2. Bagaimana mengatasi hambatan yang kuat berpengaruh pada proses pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-procurement) terhadap penyedia jasa. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi hambatan pada proses pengadaan barang/jasa konsultansi secara elektronik (e-procurement) terhadap penyedia jasa. 2. Merekomendasikan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan yang kuat berpengaruh pada proses pengadaan barang/jasa konsultansi secara elektronik (e-procurement) terhadap penyedia jasa.

1.4 Batasan Penelitian Dengan banyaknya tinjauan yang dapat dibahas dalam penelitian pada pelelangan elektronik (e-procurement) ini, maka pada penelitian ini Penulis memberi batasan pada : 1. Sudut pandang penelitian adalah pelaksanaan pada pengadaan jasa konsultansi secara elektronik (e-procurement) dari sisi penyedia jasa konsultansi dan pihak yang terkait pada pelaksanaan pelelangan secara elektronik (eprocurement), 3 (tiga) aspek yang akan ditinjau adalah aspek manajemen konsultan, aspek hukum dan aspek teknis pada saat dilakukannya proses pengadaan barang/jasa konsultansi secara elektronik (e-procurement). 2. Penelitian dilakukan dilingkungan Departemen PU, sampel yang diambil adalah pada pelaksanaan e-procurement yang dilakukan di Direktorat Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum, SNVT Jalan dan jembatan Metropolitan pada tahun anggaran 2007, dengan alasan bahwa Bina Marga sebagai instansi publik yang menangani proyek-proyek jalan dan jembatan merupakan salah satu pelopor penggunaan e-procurement di Indonesia. Pengambilan data pada tahun tersebut karena, pelaksanaan e-procurement dianggap sudah cukup optimal dilaksanakan pada tahun anggaran 2007. 3. Model sistem yang dipakai adalah G2B (Government to Business). 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi bagi : 1. Pemerintah, sebagai penentu kebijakan pelaksanan e-procurement, agar menjadi acuan pada saat pembuatan Undang-undang dan teknis pelaksanaan mengenai e-procurement di Indonesia. 2. Perusahaan konsultansi, sebagai pedoman dalam mempersiapkan perusahaan ketika akan mengikuti pelelangan elektronik (e-procurement). 3. Perusahaan Swasta lainnya sebagai acuan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara elektronik baik internal maupun external perusahaan.

1.6 Keaslian Penelitian Ada beberapa penelitian mengenai hambatan dalam e-procurement, yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu antara lain : Dalam Negeri : 1. Florence Gokmauli, Kajian kelayakan pelaksanaan sistem lelang elektronik (eprocurement) pada instansi pemerintah ditinjau dari prasyarat pelaksanaan, Skripsi, Fakultas Teknik, 2008, yang berisi tentang kajian kelayakan pelaksanaan e-procurement ditinjau dari kesiapan undangundang, teknologi dan sumber daya manusia. Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah sistem e-procurement sangat bergantung kepada jaringan infra struktur teknologi informasi yang dapat mengakibatkan kinerja perusahaan terganggu apabila sistem down. 2. Andria Muharami Fitria, Manfaat penerapan electronic procurement rekayasa online (EPRO) pada pelaksanaan proyek konstruksi (studi kasus PT: X), Skripsi Fakultas teknik, 2006. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah penerapan e-procurement di Departemen Pekerjaan Umum belum bisa optimal dilaksanakan karena belum tersedianya 3 (tiga) prasyarat penerapan yaitu : aspek hukum, aspek manajemen dan aspek teknis. Luar Negeri : 1. Robert Eadie, et al, Drivers and Barriers to Public Sector E-Procurement Within Northern Ireland s Construction Industry, Itcon Journal Vol 12 (2007), Published : Februari 2007 http://itcon.org/2007/6/, yang berisi tentang penelitian yang bertujuan mencari manfaat dan hambatan pelaksanaan e- procurement yang dilakukan oleh RSNI (Road Service Northern Ireland), merangkingnya dan melakukan analisa perbandingan terhadap manfaat dan hambatan dari negara lain. Hasil penelitian ini adalah hambatan dan manfaat dari penerapan e-procurement di negara irlandia pada sektor industri konstruksi. 2. Robert Eadie, et al, Identifying and Confirming Drivers and Barriers to E- Procurement in Construction Organisations, MIS IT & ICT Papers Bears

Conference in Srilangka, 12-15 February, 2007, yang berisi tentang penelitian di Inggris, yang bertujuan mencari manfaat dan hambatan pelaksanaan e- procurement dengan menggunakan metode Delphi (analisa pakar), dimana variabel-variabelnya diambil dari manfaat dan hambatan pelaksanaan e- procurement pada industri umum lainnya. 3. Rino A. Nugroho, Explanatory Study of electronic Government Procurement in the Departement of Public Work, 2006, yang berisi tentang penelitian kebocoran anggaran dan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, kemudian mencari metode pelelangan barang/jasa elektronik yang paling efisien dalam mengurangi penyimpangan. Penelitian ini menunjukan bahwa kebijakan untuk mengimplementasikan sistem pengadaan barang/jasa melalui internet, ternyata mampu mengatasi kebocoran anggaran Departemen tersebut Perbedaan penelitian ini adalah penelitian ini mengidentifikasi variabel hambatan yang mungkin terjadi pada penyedia jasa konsultansi pada penerapan pengadaan barang/jasa elektronik di Departemen Pekerjaan Umum melalui studi literatur dan kemudian divalidasi oleh pakar. Selanjutnya penelitian ini akan mengupayakan rekomendasi tindakan (corrective action) agar hambatan-hambatan tersebut bisa diatasi oleh penyedia jasa konsultansi.

1.7. Sistematika Penelitian Penyajian tulisan penelitian ini disusun dengan sistematika penulisan penelitian yang berlaku, yaitu sebagai berikut: BAB 1 Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, identifikasi, batasan dan rumusan masalah, serta menjelaskan tentang maksud, tujuan, manfaat dan kontribusinya maupun sistematika penulisan penelitian. BAB 2 Tinjauan Pustaka Bab ini berisi tentang teori yang berhubungan dengan penelitian agar dapat memberikan gambaran tentang pengadaan jasa konsultansi secara elektronik (e-procurement). BAB 3 Metode Penelitian Bab ini membahas metodologi penelitian yang digunakan, dimulai dari kerangka pikir yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan hipotesa, uraian umum tentang pemilihan metode penelitian, kerangka metode penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisa. BAB 4 Pengumpulan Dan Analisa Data Bab ini menjelaskan mengenai pengumpulan data, pentabulasian data dan analisa data. BAB 5 Hasil Penelitian Dan Bahasan Bab ini berisi tentang hasil dari penelitian dan pembahasan terhadap hasil penelitian tersebut. BAB 6 Kesimpulan Dan Saran Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang dapat dihasilkan dari penelitian ini.