BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK

BAB VI ALTERNATIF PELINDUNG PANTAI

PEMILIHAN JENIS BANGUNAN PENGAMAN PANTAI

ALTERNATIF PENGAMANAN DAN KAJIAN RESIKO. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 7

PENGAMANAN DAERAH PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN KEARIFAN LOKAL DI BATU PUTIH KOTA BITUNG. Ariestides K. T. Dundu ABSTRAK

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 5 SYSTEM PLANNING

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 9 ALTERNATIF PENGAMANAN DAN KAJIAN RESIKO

(a) Sisi kiri (selatan)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada makalah ini adalah penjelasan mengenai bangunan pantai dan beberapa contohnya.

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENGAMANANAN PANTAI DARI BAHAYA ABRASI DI KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

MENCEGAH KERUSAKAN PANTAI, MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

BAB III METODOLOGI. Studi pustaka terhadap materi desain. Mendata nara sumber dari instansi terkait

Bambang Istijono 1 *, Benny Hidayat 1, Adek Rizaldi 2, dan Andri Yosa Sabri 2

DINAMIKA PANTAI (Abrasi dan Sedimentasi) Makalah Gelombang Yudha Arie Wibowo

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I. Indonesia yang memiliki garis pantai sangat panjang mencapai lebih dari

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ESTIMASI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN GROIN UNTUK MENGATASI EROSI PADA KAWASAN PESISIR PANTAI UTARA TELUK BAGUALA AMBON. Tirza Jesica Kakisina * Abstract

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

ANALISIS DAMPAK PEMBANGUNAN BREAKWATER TERHADAP PERUBAHAN GARIS PANTAI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENANGGULANGAN ABRASI PANTAI UTARA JAWA BARAT DI PANTAI DADAP KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN KAJIAN PENANGANAN STRUKTUR DAN NON-STRUKTUR

Gambar 2.7 Foto di lokasi Mala.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V RENCANA PENANGANAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 1 PENDAHULUAN

BAB V Analisa Peramalan Garis Pantai

. PERENCANAAN SISTEM PERLINDUNGAN PANTAI KENDAL (SHORE PROTECTION SYSTEM PLANNING OF KENDAL)

PERENCANAAN SEAWALL ( TEMBOK LAUT ) DAN BREAK WATER ( PEMECAH GELOMBANG ) UNTUK PENGAMAN PANTAI TUBAN. Suyatno

ALTERNATIF BANGUNAN PENANGGULANGAN ABRASI DI PANTAI MUARA GEMBONG, BEKASI ALIMUDDIN

(Design of The Shore Protection for Muarareja, Tegal)

KERANGKA RAPERMEN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN BATAS SEMPADAN PANTAI

PENGAMANAN PANTAI DI WILAYAH PROVINSI BANTEN Oleh:

Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 08/SE/M/2010. tentang. Pemberlakukan Pedoman Penilaian Kerusakan Pantai Dan Prioritas Penanganannya

BAB V ANALISIS PERAMALAN GARIS PANTAI

Gambar 4.20 Lokasi Alo dominan terjadi crosshore sediment transport akibat gelombang dominan dari arah timur.

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

TEKNOLOGI PENANGGULANGAN DAN PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN PESISIR, PANTAI DAN LAUT UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN PARIWISATA

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 6 PERENCANAAN LAYOUT STRUKTUR BREAKWATER

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 : Definisi visual dari penampang pantai (Sumber : SPM volume 1, 1984) I-1

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

Gambar 4.11 Lokasi 1 Mala (Zoom).

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBAR PENGESAHAN. PERENCANAAN BANGUNAN PELINDUNG PANTAI TAMBAK MULYO, SEMARANG (Design of The Shore Protection for Tambak Mulyo, Semarang)

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

TINGKAT PENERAPAN SISTEM BUDIDAYA MANGROVE PADA MASYARAKAT PULAU UNTUNG JAWA, KEPULAUAN SERIBU

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kewajiban dibalik Keindahan Kita Wilayah Pesisir Bali Oleh: Redaksi Butaru

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

Deteksi Perubahan Garis Pantai Pulau Gili Ketapang Kabupaten Probolinggo

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal

Gambar 4.56 Foto di lokasi Alo Induk.

STUDI KECEPATAN JATUH SEDIMEN DI PANTAI BERLUMPUR (STUDI KASUS LOKASI PANTAI BUNGA BATUBARA SUMATERA UTARA)

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

3.1 Metode Identifikasi

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

Gambar 1.1. Peta Potensi Ikan Perairan Indonesia (Sumber

3. Pelestarian makhluk hidup dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat berupa

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

87 BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI 6.1 Perlindungan Pantai Secara alami pantai telah mempunyai perlindungan alami, tetapi seiring perkembangan waktu garis pantai selalu berubah. Perubahan garis pantai terjadi akibat interaksi antara gelombang laut dan daratan sehingga pantai membuat keseimbangan baru. Berdasarkan perkembangan dari tahun ke tahun dan melalui program GENESIS terlihat bahwa pada Pantai Sayung telah terjadi perubahan garis pantai ke arah daratan. Dapat dikatakan pada Pantai Sayung telah terjadi abrasi akibat pengaruh gelombang sehingga terjadi transpor sedimen sejajar pantai. Kawasan Pantai Sayung merupakan daerah pemukiman penduduk dan terdapat banyak tambak ikan sebagai mata pencarian penduduk sekitar di pesisir pantai. Untuk melindungi pemukiman penduduk dari abrasi pantai diperlukan suatu penanganan yang efektif dan terpadu. Agar penanganan yang dipilih benarbenar dapat bermanfaat bagi warga sekitar. Dalam pemilihan alternatif yang akan diambil untuk menanggulangi abrasi pada Pantai Sayung perlu dipertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi abrasi pada pantai dan tujuan yang akan dicapai serta pengaruh terhadap lingkungan. Berbagai faktor tersebut harus dipertimbangkan secara matang agar solusi yang diambil benar-benar efektif untuk menanggulangi abrasi pada Pantai Sayung. 6.2 Pemilihan Pelindung Pantai Perlindungan pantai dapat dilakukan dengan soft solution atau hard solution. Cara soft solution (non struktur) dapat berupa penanaman pohon bakau (mangrove), pengisian pasir pada pantai (sand nourishment), pemeliharaan karang laut dan gundukan pasir (dunes) di pinggir pantai. Cara hard solution

88 (struktur) penanganan dengan jalan membuat struktur bangunan pelindung pantai, seperti dinding pantai (seawall), groin, jetty atau pemecah gelombang (breakwater). 6.2.1 Soft Solution (Non Struktur) 6.2.1.1 Penanaman Tumbuhan Pelindung Pantai Penanaman tumbuhan pelindung pantai (bakau, nipah dan pohon api-api) dapat dilakukan terhadap pantai berlempung, karena pada pantai berlempung pohon bakau dan pohon api-api dapat tumbuh dengan baik tanpa perlu perawatan yang rumit. Pohon bakau dan pohom api-api dapat mengurangi energi gelombang yang mencapai pantai sehingga pantai terlindung dari serangan gelombang. Penanaman pohon bakau juga dapat mempercepat pertumbuhan pantai karena akar-akar pohon bakau akan menahan sedimen/lumpur yang terbawa arus sehingga akan terjadi pengendapan di sekitar pepohonan bakau. Pohon bakau juga dapat berfungsi sebagai tempat berlindung biota laut dan bagi ikan, sehingga dapat melestarikan kehidupan di sekitar pantai tersebut. Pohon bakau juga berfungsi sebagai penghasil oksigen dan sebagai penyeimbang untuk kelestarian lingkungan pantai (Triatmodjo, 1999). Agar dapat berfungsi dengan efektif diperlukan banyak bibit pohon bakau dan diperlukan area yang sangat luas untuk pelestarian pohon bakau. Perawatan pada masa-masa awal penanaman bakau juga diperlukan, karena pohon bakau memerlukan waktu yang lama agar dapat berfungsi dengan baik sebagai penahan gelombang. Untuk itu diperlukan perencanaan yang matang dan terpadu mulai menanam, memelihara dan perawatan tanaman bakau. 6.2.1.2 Pengisian Pasir (Sand Nourishment) Perlindungan pantai dengan sand nourishment dipilih berdasar pertimbangan kesesuaian dan keharmonisan dengan lingkungan. Metode sand nourishment biasanya memerlukan biaya investasi lebih murah dibandingkan

89 metode lainnya, tetapi biaya operasi dan perawatannya relatif lebih mahal (Triatmodjo, 1999). Prinsip kerja sand nourishment yaitu dengan menambahkan suplai sedimen ke daerah pantai yang potensial akan tererosi. Penambahan sedimen dapat dilakukan dengan menggunakan bahan dari laut maupun dari darat, tergantung ketersediaan material dan kemudahan transportasi. Suplai sedimen berfungsi sebagai cadangan sedimen yang akan di bawa oleh badai (gelombang yang besar) sehingga tidak mengganggu garis pantai. Diusahakan kualitas pasir urugan harus lebih baik atau sama dengan kualitas pasir yang akan diurug atau diameter pasir urugan diusahakan lebih besar atau sama dengan diameter pasir asli (Triatmodjo, 1999). Sand nourishment merupakan cara yang cukup baik dan tidak memberikan dampak negatif pada daerah lain, namun perlu dilakukan secara terus-menerus sehingga memerlukan biaya perawatan yang mahal. Mengingat biaya operasional yang mahal maka sand nourishment hanya dilakukan jika memberikan keuntungan yang cukup besar dan nyata, seperti pantai untuk pariwisata. 6.2.2 Hard Solution (Struktur) 6.2.2.1 Groin (Groyne) Struktur groin dibagi menjadi 2 bagian yaitu difracting dan nondifracting. Groin non-difracting biasanya memiliki panjang yang relatif lebih pendek jika dibandingkan dengan groin difracting. Panjang groin akan efektif menahan sedimen apabila bangunan tersebut menutup lebar surfzone. Namun keadaan tersebut dapat mengakibatkan suplai sedimen ke daerah hilir terhenti sehingga dapat mengakibatkan erosi di daerah hilir. Sehingga panjang groin dibuat 40% sampai dengan 60% dari lebar surfzone dan jarak antar groin adalah 1-3 panjang groin. (Triatmodjo, 1999)

90 Untuk memperkirakan bentuk perubahan garis pantai setelah adanya groin dalam jangka tertentu digunakan Program GENESIS. Perencanaan groin: Kedalaman gelombang pecah (db) = 0,83 m Kemiringan dasar pantai (m) = 0,005 Lebar surfzone Panjang groin = 166 m = (40% - 60%) Lebar surfzone = 40% 166 m = 66,4 m Diambil 60 m Jarak antar groin = 3 panjang groin = 3 60 = 180 m Jumlah groin = 12 buah Panjang, jarak dan jumlah groin tersebut dipakai sebagai input pada program GENESIS. Input yang harus dimasukkan ke dalam program GENESIS untuk simulasi perubahan garis pantai dengan adanya bangunan groin dapat dilihat pada Tabel 6.1 berikut : Tabel 6.1 Input Data Groin Pada GENESIS Groin Keterangan Panjang groin (m) 60 Jarak antar groin (m) 3 x panjang groin = 180 Permeabilitas 0,5 Diletakkan pada grid 18, 27, 47, 56, 65, 74, 83, 92 Jumlah groin (buah) 8

91 Gambar 6.1 Perubahan Garis Pantai Akibat Pemasangan Groin Setelah 10 Tahun Gambar 6.2 Perubahan Garis Pantai Akibat Pemasangan Groin Setelah 20 Tahun Dari Gambar 6.1 dan 6.2 dapat dilihat bahwa dengan adanya groin pada Pantai Sayung dalam jangka lama masih terjadi perubahan garis pantai. Hal ini disebabkan groin hanya dapat mengatasi longshore transport atau perpindahan sedimen sejajar pantai.

92 Groin memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut : a. Kelebihan (Triatmodjo, 1999): Mampu menahan transpor sedimen sepanjang pantai Groin tipe T dapat digunakan sebagai inspeksi dan untuk keperluan wisata b. Kelemahan (Triatmodjo, 1999): Pembangunan groin pada pantai yang tererosi akibat onshore offshore transport dapat mempercepat erosi tersebut Perlindungan pantai dengan groin dapat menyebabkan erosi di daerah hilir. 6.2.2.2 Breakwater (Pemecah Gelombang) Breakwater adalah pemecah gelombang yang ditempatkan secara terpisah-pisah pada jarak tertentu dari garis pantai dengan posisi sejajar pantai. Struktur pemecah gelombang ini dimaksudkan untuk melindungi pantai dari hantaman gelombang yang datang dari arah lepas pantai (Triatmodjo, 1999). Prinsip kerja dari breakwater adalah dengan memanfaatkan difraksi gelombang. Akibat adanya difraksi gelombang akan menimbulkan pengaruh terhadap angkutan sedimen yang dibawa, salah satunya dengan terbentuknya tombolo di belakang posisi breakwater. Penentuan panjang breakwater didasarkan pada tujuan pembentukan garis pantai yang diinginkan, yaitu tombolo atau salient. Tombolo adalah sedimentasi yang terbentuk tepat di belakang bangunan breakwater. Tombolo terjadi apabila jarak antara pemecah gelombang dengan garis pantai lebih kecil dibandingkan panjang pemecah gelombang. Sedangkan salient adalah sedimentasi yang terbentuk pada garis pantai. Berikut ini adalah beberapa kondisi penempatan pemecah gelombang terhadap garis pantai dan ukuran pokok untuk pembentukan tombolo atau salient.

93 Ly/y > 2,0 L y /y > 2,0 L y /y > 0,67 ~ 1,0 L y /y > 2,5 Ly/y > 1,5 ~ 2,0 Ly/y > 1,5 L y /y > 1,0 L y /y > 2 L y /L g Tabel 6.2 Kondisi Pembentukan Tombolo Kondisi Perubahan garis pantai Referensi Tombolo Tombolo ganda Tombolo di laut dangkal Tombolo sementara Tombolo Tombolo ( breakwater seri) Tombolo (breakwater tunggal) Tombolo (breakwater seri) SPM (1894) Gourley (1981) Gourley (1981) Ahrens dan Cox (1990) Daily dan Pope (1986) Daily dan Pope (1986) Suh dan Dalrymple (1987) Suh dan Dalrymple (1987) Ly/y < 1,0 Ly/y < 0,4 ~ 0,5 L y /y < 0,5 ~ 0,67 L y /y < 1 L y /y < 2 L y /L g Ly/y < 1,5 Ly/y < 0,8 ~ 1,5 Tabel 6.3 Kondisi Pembentukan Salient Kondisi Perubahan garis pantai Referensi Tidak ada tombolo Salient Salient Salient (breakwater tunggal) Salient (breakwater seri) Salient yang berkembang Salient yang kecil SPM (1894) Gourley (1981) Daily dan Pope (1986) Suh dan Dalrymple (1987) Suh dan Dalrymple (1987) Ahrens dan Cox (1990) Ahrens dan Cox (1990) Pemecah gelombang L y L g y Garis pantai Gambar 6.3 Sketsa Breakwater Terhadap Garis Pantai Ly y : Panjang breakwater : Jarak breakwater dengan garis pantai

94 Lg : Jarak antar breakwater Menurut Suh dan Dalrymple terjadi perubahan garis pantai akibat multiple breakwater jika : Ly 2L y L g Ly 2L y L g Lg y 0,5 2 L y y y : Membentuk salient : Membentuk tombolo : Membentuk tombolo Direncanakan digunakan pemecah gelombang tipe bawah muka air, sehingga tidak mengganggu pemandangan ke arah laut. Pemecah gelombang direncanakan diletakkan pada bagian pantai yang mengalami abrasi cukup parah. Pemecah gelombang di letakkan pada kedalaman 3,0 m atau sekitar 100 m dari garis pantai. Direncanakan dapat membentuk salient Jarak breakwater ke garis pantai (y) = 100 m Panjang breakwater (L y ) = 100 0,5 ~ 1 = 50 ~ 100 m Diambil panjang breakwater = 60 m adalah: Data-data input yang perlu ditambahkan kedalam program GENESIS Jumlah breakwater = 14 buah Panjang breakwater (L y ) = 60 m Jarak antara breakwater (Lg) = 40 m Jarak antara breakwater dengan garis pantai (y) = 100 m Kedalaman dasar breakwater = 0,5 m Breakwater ditempatkan pada grid = 23-26,28-31, 33-36, 38-41, 43-45, 47-50, 52-54.

95 L 2L y y = y L g 300 2 300 300 150 Terbentuk salient Gambar 6.4 Perubahan Garis Pantai Akibat Breakwater Setelah 10 Tahun Gambar 6.5 Perubahan Garis Pantai Akibat Breakwater Setelah 20 Tahun

96 Breakwater memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut : a. Kelebihan (Triatmodjo, 1999): Tidak dibangun sepanjang garis pantai yang akan dilindungi sehingga volume bahan yang lebih sedikit.. Berfungsi juga untuk mengurangi ketinggian dan meredam energi gelombang. Berfungsi untuk menahan laju sedimen ke arah laut b. Kelemahan (Triatmodjo, 1999): Proses pembangunan relatif lebih sulit dikarenakan pembangunan dilakukan terpisah dari pantai sehingga membutuhkan teknik khusus guna menempatkan peralatan konstruksi. Membutuhkan waktu agar dapat bekerja sesuai dengan fungsinya karena harus menunggu terjadinya tombolo/salient. Merupakan konstruksi berat sehingga biaya pembangunannya mahal. Karena biayanya yang mahal, konstruksi ini jarang digunakan untuk perlindungan pantai. 6.2.2.3 Revetment dan Seawall Revetment dan seawall merupakan bangunan yang digunakan untuk melindungi struktur pantai dari bahaya erosi/abrasi dan gelombang kecil. Revetment dan seawall dibangun pada sepanjang garis pantai yang diprediksikan mengalami abrasi. Revetment dan seawall dimaksudkan untuk melindungi pantai dan daerah dibelakangnya dari serangan gelombang yang dapat mengakibatkan abrasi dan limpasan gelombang. a. Kelebihan (Triatmodjo, 1999): Lebih masif sehingga dapat menahan gelombang yang besar Pada seawall dengan dinding vertikal pemakaian material relatif sedikit

97 Seawall dengan dinding miring mempunyai bidang kontak dengan tanah dasar yang luas sehingga tidak membutuhkan kondisi tanah dasar yang prima Konstruksi relatif murah dan pembangunannya relatif mudah Revetment dengan sisi tegak dapat dimanfaatkan sebagai dermaga b. Kelemahan (Triatmodjo, 1999): Pembangunan seawall dinding tegak pada tanah lunak memerlukan perbaikan tanah atau pemakaian pondasi tiang pancang Pada seawall dinding miring harus diperhatikan tingginya rayapan gelombang yang terjadi, sehingga membutuhkan mercu bangunan yang lebih tinggi Harus diperhatikan kemungkinan terjadinya erosi di kaki bangunan Kurang kuat untuk menahan gelombang yang cukup besar Seawall yang dibangun disepanjang garis pantai akan mengakibatkan perubahan garis pantai setelah 10 seperti ditunjukkan pada Gambar 6.5: Gambar 6.6 Perubahan Garis Pantai Akibat Seawall Setelah 10 Tahun

98 Gambar 6.7 Perubahan Garis Pantai Akibat Seawall Setelah 20 Tahun Kemampuan berbagai alternatif dalam menyelesaikan berbagai macam masalah dapat dilihat pada Tabel 6.4 yang ditunjukkan secara kualitatif. Tabel 6.4 Perbandingan Metode Penanganan Kerusakan Pantai Sistem Kualitatif (DPU, 2005) No. Aspek Penilaian Pemecah Gelombang Lepas Pantai Pemecah Gelombang Terendam Reboisasi Mangrove Revetment/Seawall Groin/Jetty 1 Konservasi alam 2 3 4 Ruang untuk kehidupan biota laut Ruang untuk kegiatan pariwisata/rekreasi Gangguan terhadap pemandangan Χ Χ 5 Perubahan pola gelombang Χ Χ 6 Perubahan pola arus Χ Χ 7 Terjadi gerusan lokal (pada tumit struktur) Χ Χ

99 8 Menginduksi erosi hilir Χ Χ Χ 9 10 11 Menginduksi arus meretas pantai Χ Χ Χ Fungsi sebagai pelindung terhadap bencana alam (tsunami dan gelombang badai) Fungsi sebagai pelindung terhadap banjir pasang air laut (rob) Keterangan: sangat sesuai iya cukup sesuai Χ tidak tidak sesuai Untuk mengatasi permasalahan abrasi pantai di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak, digunakan hard solution yaitu pembangunan struktur pelindung pantai. Pemilihan bangunan pelindung pantai yang akan dipilih berdasarkan keefektifan bangunan tersebut dalam mengatasi abrasi pantai, kesesuaian dengan pola kehidupan penduduk sekitar dimana sebagian besar mata pencariannya sebagai nelayan dan petani tambak, kemudahan pembangunan, bahan baku dan biaya yang akan dikeluarkan untuk pembangunan struktur tersebut, serta berbagai pertimbangan lainnya. Untuk mempermudah pemilihan bangunan pengaman pantai, keterangan simbolis dari Tabel 6.4 akan di konversi menjadi sistem angka (kuantitatif). Penilaian di ambil berdasarkan skala prioritas dari aspek yang di tinjau dikalikan dengan kemampuan masing-masing bangunan dalam menangani aspek yang ditinjau tersebut. Aspek yang ditinjau diurutkan dari prioritas terbesar sampai terkecil. Prioritas terbesar mendapat nilai 10, prioritas kedua dan ketiga bernilai 9 dan 8, dan seterusnya sampai prioritas kesepuluh dengan nilai 1. Kemampuan masing-masing bangunan dalam mengatasi aspek permasalahan diberi nilai dalam skala 1 sampai dengan 10, dimana nilai 1 berarti buruk / tidak naik dan 10 berarti sangat baik.

100 Sebagai salah satu contoh adalah tinjauan terhadap aspek keseimbangan sistem pantai, yang berarti kemampuan suatu bangunan menahan abrasi di suatu wilayah tanpa memberikan efek kerusakan di wilayah pantai lainnya. Offshore breakwater dapat menghasilkan sedimentasi di belakang bangunannya dan hampir tidak mengakibatkan abrasi di wilayah lain, sehingga mendapat nilai 8. Groin dapat mengakibatkan sedimentasi di bagian hulu, tetapi berakibat terhentinya pasokan sedimen di sisi hilir yang mengakibatkan abrasi. Sedangkan revetment/seawall kurang efektif dalam menahan transpor sedimen dan kerusakan garis pantai tetap berpeluang terjadi ujung bangunan. Groin dan revetment dalam hal ini sama-sama mendapat nilai 5. Nilai yang di dapat ketiga bangunan dikalikan dengan nilai yang dimiliki oleh aspek permasalahan, yaitu 10. Sehingga nilai offshore breakwater menjadi 80, groin 50 dan revetment/seawall 50. Bangunan yang mendapat total nilai paling besar akan dipilih untuk menyelesaikan permasalahan abrasi pantai di Kecamatan Sayung. Perbandingan pemilihan bangunan pantai yang akan dipilih disajikan dalam Tabel 6.5

101 Tabel 6.5 Perbandingan Metode Penanganan Kerusakan Pantai Sistem Kuantitatif No. Aspek Penilaian Skala Offshore Seawall / Groin / Prioritas Breakwater Revetment Jetty P N N x P N N x P N N x P (1-10) (1-10) (1-10) (1-10) 1 Keseimbangan sistem pantai 10 8 80 5 50 5 50 2 Sesuai dengan kehidupan sosial budaya penduduk 9 8 72 6 54 7 63 3 Biaya konstruksi 8 6 48 8 64 7 56 4 Kemudahan pelaksanaan 7 6 42 8 56 7 49 5 Kemudahan pemeliharaan 6 6 36 7 42 7 42 6 Kemampuan membentuk sedimentasi 5 8 40 3 15 8 40 7 Kemampuan meredam tinggi dan energi gelombang 4 8 32 7 28 3 12 8 Kemampuan menahan longshore sediment transport 3 5 15 5 15 8 24 9 Kemampuan menahan on-offshore sediment transport 2 8 16 7 14 3 6 10 Ruang untuk kegiatan pariwisata 1 5 5 6 6 7 7 Total 386 344 349 Keterangan: N : Nilai 1 2 : tidak/kurang baik 6-8 : baik 3 5 : cukup baik 9-10 : sangat baik Dari perbandingan alternatif pengamanan pantai pada Tabel 6.5, offshore breakwater mendapat nilai paling tinggi, sehingga dipilih sebagai pengaman pantai yang paling sesuai dengan kondisi di lokasi studi. Selain dari sistem penilaian, offshore breakwater dipilih karena memiliki pengaruh yang baik jika nantinya juga dilakukan pengamanan pantai cara soft solution seperti reboisasi mangrove. Beberapa keuntungan penggunaan offshore breakwater disertai reboisasi mangrove antara lain:

102 1. Sebagai Pelindung Hutan Mangrove Penanaman kembali hutan mangrove seringkali gagal karena bibit mangrove yang baru di tanam belum memiliki akar yang kuat untuk menahan diri dari gelombang ombak yang besar. Dengan adanya breakwater di depan hutan mangrove, akan mengurangi tinggi gelombang datang sehingga tingkat kerusakan mangrove dapat di kurangi. 2. Memperbaiki Ekosistem Lingkungan Pantai Lokasi pekerjaan merupakan pantai berlumpur dengan beberapa sungai yang bermuara disekitarnya. Pasokan sedimen dari sungai-sungai tersebut merupakan media yang mendukung pertumbuhan hutan mangrove. Selain itu hutan mangrove merupakan sumber nutrisi yang sangat kaya bagi budidaya tambak dan tempat pembiakan berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya. Keuntungan lain, hutan mangrove akan menangkap sedimen sehingga lambat laun akan menaikkan elevasi lahan dan membentuk lahan baru. 3. Mendukung Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi Pekerjaan Seperti telah diketahui bahwa lokasi pekerjaan merupakan daerah budidaya tambak sebagai sumber mata pencaharian masyarakat setempat. Salah satu keinginan masyarakat lokal adalah pemulihan lahan mata pencaharian dan pemukiman seperti sebelum terjadi kerusakan. Hutan mangrove mampu menangkap sedimen serta terbentuknya salient dari pengaruh keberadaan offshore breakwater, lambat laun akan menaikkan elevasi lahan dan membentuk lahan baru.