BAB II KAJIAN PUSTAKA. diesterifikasi dengan gliserol. Masing masing lemak mengandung sejumlah

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PENAMBAHAN VARIASI KONSENTRASI ASAM SITRAT TERHADAP KUALITAS SINTESIS SABUN TRANSPARAN

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sabun adalah senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

Hasil dari penelitian ini berupa hasil dari pembuatan gliserol hasil samping

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Sejarah Sabun. Seabad kemudian bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di Eropa.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Pengertian Minyak dan Lemak 1.1 TUJUAN PERCOBAAN. Untuk menentukan kadar asam lemak bebas dari suatu minyak / lemak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sifat Fisik Kimia Produk

HASIL DAN PEMBAHASAN

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

PEMANFAATAN KULIT KAPUK SEBAGAI SUMBER BASA DALAM PEMBUATAN SABUN LUNAK TRANSPARAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN LEMAK UJI SAFONIFIKASI

III. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sabun Transparan

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Cuci Piring Cair dari Minyak Goreng Bekas (Jelantah) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP)

METODOLOGI PENELITIAN

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asam asetat dalam ilmu kimia disebut juga acetid acid atau acidum aceticum,

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

PENGARUH PENGGUNAAN BERULANG MINYAK GORENG TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN METODE ALKALIMETRI

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SABUN TRANSPARAN

4 Pembahasan Degumming

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Mandi Padat Transparan dengan Penambahan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) BAB III METODOLOGI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB V PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN

minyak nabati atau hewani yang berbentuk padat, lunak atau cair, berbusa lainnya yang tidak membahayakan kesehatan (SNI, 1994).

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

SABUN MANDI. Disusun Oleh : Nosafarma Muda (M )

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat

PROSES PEMBUATAN SABUN CAIR DARI CAMPURAN MINYAK GORENG BEKAS DAN MINYAK KELAPA

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

Bab III Pelaksanaan Penelitian

LAPORAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Asam Basa dan Garam. Asam Basa dan Garam

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Gliserol dari Epiklorohidrin dan NaOH Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

LAMPIRAN A. Prosedur pembuatan larutan dalam penelitian pemanfaatan minyak goreng bekas. labu takar 250 ml x 0,056 = 14 gram maka

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen

Disusun oleh: Jamaludin Al Anshori, S.Si

Gugus Fungsi Senyawa Karbon

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Ultisol. merupakan tanah yang terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Lemak dan Minyak Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan gliserol. Masing masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai karbon panjang antara C 12 (asam laurat) hingga C 18 (asam stearat) pada lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida membebaskan gliserol. Sifat sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam asam lemak yang digunakan. Komposisi asam asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan (Tambun, 2006:1). Pada umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang sangat sukar larut dan sulit menimbulkan busa. Terlalu besar bagian asam asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi bila terkena udara. Alasan alasan di atas, faktor ekonomis, dan daya jual menyebabkan lemak dan minyak yang dapat dibuat menjadi sabun terbatas. Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu: lipida kompleks (lesitin, sephalin, fosfatida lainnya, glikolipida), sterol yang berada dalam keadaan 5

bebas atau terikat dengan asam lemak, asam lemak bebas, lilin, pigmen yang larut dalam lemak, dan hidrokarbon. Komponen tersebut mempengaruhi warna dan flavor produk (Budimarwanti, 2008 : 1). Gambar 1. Reaksi hidrolisis trigliserida sebagai berikut: Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Pada lemak dan minyak dikenal ada dua tipe kerusakan yang utama, yaitu ketengikan dan hidrolisis. Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau mudah menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang tak jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang tidak dinginkan dalam lemak dan minyak dan produk-produk yang mengandung lemak dan minyak (Raharjo, S. dalam Hermanto, 2010 : 263) 2.2 Sabun Sabun adalah surfaktan atau campuran surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan lemak (kotoran). Sabun memiliki struktur kimiawi dengan panjang rantai karbon C12 hingga C16. Sabun bersifat ampifilik, yaitu pada bagian kepalanya memiliki gugus hidrofilik (polar), sedangkan pada bagian ekornya memiliki gugus hidrofobik (non polar) (Nurhadi, 20012:6). 6

Gambar 2. Persamaan reaksi penyabunan O CH 2 O C R 1 R 1 CO 2 K CH 2 OH O CH O C R 2 + 3 KOH R 2 CO 2 K + CH OH O CH 2 O C R 3 R 3 CO 2 K CH 2 OH Minyak sabun gliserol Sabun adalah produk yang dihasilkan dari reaksi antara asam lemak dengan basa kuat. Sementara itu, sabun yang di dalam SNI (1994) disebut sebagai sabun mandi didefinisikan sebagai sabun natrium yang pada umumnya ditambahkan zat pewangi atau antiseptik dan digunakan untuk membersihkan tubuh dan tidak membahayakan kesehatan. Yui (1996) mengatakan bahwa sabun adalah senyawa garam dari asam monokarboksilat rantai panjang (C 12 -C 18 ) dengan logam alkali yang umumnya berupa natrium (Avitch 2001 dalam Gunawan, 2011) 2.2 1. Sejarah Sabun Tak ada catatan pasti, kapan nenek moyang kita mulai bersabun. Konon, tahun 600 SM masyarakat Funisia di mulut Sungai Rhone sudah membuat sabun dari lemak kambing dan abu kayu khusus. Mereka juga membarterkannya dalam berdagang dengan bangsa Kelt, yang sudah bisa membuat sendiri sabun dari bahan serupa. Pliny (23 79) menyebut sabun dalam Historia Naturalis, sebagai 7

bahan cat rambut dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai masyarakat di Gaul, Prancis (Tambun, 2006 : 104). Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc, kimiawan Prancis, menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa. Sabun pun makin mudah dibuat, alhasil sabun terjangkau bagi semua orang. Di Amerika Utara industri sabun lahir tahun 1800-an. "Pengusaha-"nya mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam panci besi besar. Selanjutnya, adonan dituang dalam cetakan kayu. Setelah mengeras, sabun dipotong-potong, dan dijual dari rumah ke rumah (Tambun, 2006:105). 2.2 2. Jenis - Jenis Sabun Berdasarkan jenisnya, sabun dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sabun opaque, sabun transparan dan sabun translusen. Ketiga jenis sabun tersebut dapat dibedakan dengan mudah dari penampakannya. Sabun opaque adalah jenis sabun yang biasa digunakan sehari-hari yang berbentuk kompak dan tidak tembus cahaya; sabun transparan merupakan sabun yang paling banyak meneruskan cahaya jika pada batang sabun dilewatkan cahaya; sedangkan sabun translucent merupakan sabun yang sifatnya berada di antara sabun transparan dan sabun opaque. Sabun transparan mempunyai harga yang relatif lebih mahal dan umumnya digunakan oleh kalangan menengah atas (Jungermann, dalam Gunawan 2011:9). Sabun mandi terdiri dari cold-made, opaque dan sabun transparan. Sabun mandi cold-made kurang terkenal, tetapi sabun ini mempunyai kemampuan busa baik dalam air garam. Sabun mandi ini biasanya banyak digunakan oleh para 8

pelaut. Sabun opaque adalah jenis sabun mandi yang biasa digunakan sehari-hari. Sabun transparan atau disebut juga sabun gliserin mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan jenis sabun lain, yaitu mempunyai tampilan yang lebih menarik (berkilau) jika dibandingkan dengan jenis sabun lain serta dapat menghasilkan busa lebih lembut di kulit (Jungermann, 1979). Sabun jenis ini mempunyai harga yang sangat mahal dan hanya dapat dikonsumsi oleh kalangan menengah ke atas (Purnamawati, 2006:7). 2.2 3. Sabun Transparan Gambar 3. sabun transparan Sabun transparan dapat dihasilkan dengan sejumlah cara yang berbeda. Salah satu metode yang tertua adalah dengan cara melarutkan sabun dalam alkohol dengan pemanasan lembut untuk membentuk larutan jernih, yang kemudian diberi pewarna dan pewangi. Warna sabun tergantung pada pemilihan bahan awal dan bila tidak digunakan bahan yang berkualitas baik, kemungkinan sabun yang dihasilkan akan berwarna sangat kuning (Butler, dalam Qisti 2009:8). Sabun transparan merupakan sabun yang memilki tingkat transparansi paling tinggi. Ia memancarkan cahaya yang menyebar dalam bentuk partikelpartikel yang kecil, sehingga obyek yang berada di luar sabun akan kelihatan 9

jelas. Obyek dapat terlihat hingga berjarak sampai panjang 6 cm (Cavith, 2001 dalam Purnamawati, 2006:15). Proses pembuatan sabun dapat dilakukan dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi. Pada proses saponifikasi akan diperoleh produk samping berupa gliserol, sedangkan sabun yang diperoleh dengan proses netralisasi tidak menghasilkan gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi antara asam lemak bebas dengan alkali (Fitrianti, 2007) 2.3 Asam Sitrat Asam sitrat diyakini ditemukan oleh alkimiawan Arab-Yemen (kelahiran Iran) yang hidup pada abad ke-8, Jabir Ibn Hayyan. Pada zaman pertengahan, para ilmuwan Eropa membahas sifat asam sari buah lemon dan limau; hal tersebut tercatat dalam ensiklopedia Speculum Majus (Cermin Agung) dari abad ke-13 yang dikumpulkan oleh Vincent dari Beauvais. Asam sitrat pertama kali diisolasi pada tahun 1784 oleh kimiawan Swedia, Carl Wilhelm Scheele, yang mengkristalkannya dari sari buah lemon. Pembuatan asam sitrat skala industri dimulai pada tahun 1860, terutama mengandalkan produksi jeruk dari Italia (Harsanti, 2010) Asam sitrat adalah asam hidroksi trikarboksilat (2 hidroksi 1, 2, 3 propana trikarboksilat) yang diperoleh dari ekstraksi buah-buahan atau hasil proses fermentasi. Asam sitrat merupakan senyawa organik yang pertama kali diisolasi dan dikristalkan oleh Scheele pada tahun 1784 dari sari buah jeruk 10

kemudian dibuat secara komersial pada tahun 1860 di Inggris (Wertheim dan Jeskey dalam Purnamawati, 2006). Gambar 4. Struktur kimia asam sitrat (Dalimunthe, 2009) Keasaman asam sitrat disebabkan oleh adanya tiga gugus karboksil (COOH), dimana dalam bentuk larutan masing-masing gugus akan melepaskan ion protonnya. Jika ini terjadi maka akan terbentuk ion sitrat. Sitrat membuat penyangga yang sangat baik untuk mengendalikan ph (Purnamawati, 2006). Ion sitrat dapat bereaksi dengan banyak ion logam dengan pengkelatan, sehingga digunakan sebagai pengawet dan penghilang kesadahan air. Pada temperatur kamar, asam sitrat berbentuk serbuk Kristal berwarna putih. Serbuk kristal ini dapat berupa bentuk anhydrous (bebas air) atau bentuk monohidrat yang mengandung satu molekul air untuk setiap molekul asam sitrat. Secara kimia, asam sitrat bersifat seperti asam karboksilat lainnya, jika dipanaskan di atas temperatur 175 o C asam sitrat terurai dengan melepaskan karbon dioksida dan air (Harsanti, 2010). Metode yang umum dipakai untuk menyingkirkan kontaminasi logam, yang khususnya bermanfaat sebagai proses tambahan pada deodorisasi adalah dengan memanfaatkan senyawa yang disebut penyapu logam yang dapat membentuk suatu kompleks tidak aktif dengan besi dan logam-logam berat 11

lainnya. Senyawa yang dikenal di mancanegara selama bertahun-tahun sebagai penyapu logam tersebut adalah senyawa-senyawa asam seperti asam fosfat dan asam organik (Purnamawati, 2006). 2.4 Pembuatan Biodiesel dari Minyak Goreng 1 kali Penggorengan Dalam penelitian ini sebelum dilakukan pembuatan pupuk kalium sulfat terlebih dahulu dilakukan pembuatan gliserol hasil samping produksi biodiesel dari minyak goreng bekas 1 kali penggorengan atau reaksi transesterifikasi dan pemurnian gliserol dengan metode acetin. Langkah awal pembuatan gliserol hasil samping produksi biodiesel dari minyak goreng bekas 1 kali penggorengan ini dilakukan untuk menghasilkan biodiesel dengan hasil sampingnya berupa gliserol. Setelah gliserol didapatkan maka dianalisis terlebih dahulu dengan metode acetin untuk memperoleh konversi gliserol. Pada pembuatan gliserol hasil samping produksi biodiesel dari minyak goreng bekas 1 kali penggorengan, 250 ml minyak penggorengan 1 kali dipanaskan pada suhu 100 o C untuk menghilangkan kandungan air yang ada pada minyak. Kemudian suhu diturunkan menjadi 65 o C. Dalam tempat terpisah di campur 50 ml metanol dan 1% katalis KOH, kemudian dipanaskan pada suhu yang sama yaitu 65 o C. Setelah mencapai pada suhu yang sama, keduanya di campur dalam labu leher tiga, dan di refluks dengan kecepatan pengadukan 500 rpm selama 1 jam untuk menghasilkan metil ester dan gliserol kasar. Adapun mekanisme reaksi transesterifikasi yang terjadi antara minyak goreng bekas dengan menggunakan katalis KOH, 12

O H 2 C-OOCR H 2 C-OH R-C-OCH 3 Katalis O HC-OOCR 1 + 3CH 3 OH HC-OH + KOH R 1 - C-OCH 3 H 2 COOCR 2 H 2 C-OH O R 2 - C-OCH 3 Trigliserida Metanol Gliserol Metil ester Gambar 5 Mekanisme Reaksi Transesterfikasi Dalam mekanisme reaksi ini alkohol di reaksikan dengan ester untuk menghasilkan ester baru, sehingga terjadi pemecahan senyawa trigliserida untuk mengadakan migrasi gugus alkil antar ester. Ester baru yang dihasilkan disebut dengan biodiesel (Adam, 2012). Proses reaksi transesterifikasi ini dilakukan dengan dilihat dari kandungan asam lemak yang terdapat dalam minyak. Jika minyak mengandung FFA di atas 5% maka proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan, dan jika asam lemak minyak di bawah 5% maka langsung di transesterifikasi dengan katalis basa. Karena FFA yang terdapat dalam sampel minyak goreng bekas pada penelitian ini adalah 0,106%, maka proses reaksi yang dilakukan langsung menggunakan reaksi transesterifikasi (Hikmah dan Zuliani, 2010) Minyak yang akan di transesterifikasi juga harus memiliki angka asam yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0,5%. Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar 13

tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida (Bradshaw and Meuly, dalam Hikmah dan Zuliani, 2010). Salah satu reaksi kimia yang dapat menghasilkan gliserol adalah proses transesterifikasi minyak nabati menghasilkan metil ester (biodiesel) menggunakan alkohol (metanol) dengan tambahan katalis basa. Dengan pengembangan industri biodiesel yang semakin intensif dengan berbagai jenis minyak nabati sebagai bahan baku, maka produksi gliserol kasar sebagai hasil sampingnya juga akan melimpah. Oleh karena itu diversikan produk olahan menggunakan gliserol perlu dilakukan salah satunya dalam pembuatan sabun transparan (Suryani, 2007). Dari uraian di atas pada proses pembuatan biodiesel yang perlu kita ketahui bahwa jika asam lemak bebas dalam minyak rendah maka reaksi transesterifikasi dengan katalis basa langsung dilakukan tanpa melakukan reaksi esterifikasi tetapi jika, minyak mengandung asam lemak bebas tinggi maka perlu dilakukan reaksi esterifikasi dengan katalis asam. Perlunya reaksi pendahuluan ini untuk mengurangi kandungan asam lemak bebas dalam minyak, kemudian dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi (Adam, 2012) 2.5 Pemurnian Gliserol dengan Metode Acetin Setelah diperoleh gliserol dari hasil samping pembuatan biodiesel dan sebelum digunakan sebagai sampel untuk membuat pupuk kalium sulfat terlebih dahulu gliserol dianalisis dengan metode acetin untuk memperoleh konversi gliserol. Pada pemurnian gliserol dengan metode acetin, Gliserol yang diperoleh dari proses pembuatan biodiesel belum bernilai ekonomis, sebab masih 14

mengandung zat lain selain gliserol. Agar gliserol bernilai ekonomis maka dilakukan pemurnian terlebih dahulu menggunakan analisis gliserol dengan metode acetin. Pada metode acetin gliserol hasil samping pembuatan biodiesel ini masih mengandung metanol. Untuk memisahkan metanol dari gliserol dilakukan pemanasan sampai suhu 60 o C. Tujuan dari pemanasan ini adalah untuk menguapkan sisa metanol, sehingga didapatkan gliserol bebas metanol. Gliserol bebas metanol ditempatkan pada erlenmeyer dan ditambahkan ke dalamnya 3 gram natrium asetat dan 7,5 ml asam asetat anhidrat. Campuran ini selanjutnya dipanaskan selama 1 jam. Dilakukannya pemanasan ini agar campuran larutan bisa tercampur sempurna. Karena pada saat sebelum dilakukan pemanasan natrium asetet dan asam asetat anhidrat tidak bercampur dengan gliserol. Kemudian pada tempat terpisah dipanaskan 50 ml aquades, dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang berisi gliserol, natrium asetat dan asam asetat anhidrat. Kemudian campuran ditambahkan 4 tetes indikator pp, dan dinetralisasikan dengan basa NaOH 3N sampai terbentuk warna merah muda. Ditambahkan lagi dengan 10 ml NaOH 1N, penambahan larutan ini untuk memperoleh NaOH yang berlebihan. Campuran selanjutnya dipanaskan selama 15 menit, pada saat pemanasan warna daripada larutan semakin memudar, ini terjadi karena proses pemanasan mempengaruhi netralisasi pada larutan. Setelah dipanaskan kemudian didinginkan kembali untuk memperoleh netralisasi larutan kembali. Setelah dingin, campuran dititrasi dengan HCl 0,5N sampai warna merah muda hilang atau proses netralisasi berhenti. Setelah dilakukannya metode acetin 15

ini maka didapatkan konversi gliserol dengan menggunakan persamaan pada Lampiran 3 (Adam, 2012) Derajat kemurnian gliserol tertinggi sebesar 98,04%. Sedangkan derajat kemurnian gliserol terendah yaitu 12,45%. Jadi, semakin kecil derajat kemurnian gliserol yang diperoleh maka semakin kecil pula kemurnian gliserolnya dan semakin besar derajat kemurnian yang diperoleh atau mendekati angka kemurnian tertinggi dari gliserol maka semakin besar pula derajat kemurnian gliserol yang digunakan (Mappiratu dan Ijirana, 2009) 2.6 Penjelasan Mengenai Bahan Baku Yang digunakan Pada Pembuatan Sabun Transparan 1. Asam stearat Asam stearat berbentuk padatan berwarna putih kekuningan (Wade dan Weller, 1994). Asam stearat memilki atom karbon C 18 yang merupakan asam lemak jenuh dan berperan dalam memberikan konsistensi dan kekerasan pada produk (Mitsui, 1997). Asam stearat mempunyai titik cair pada suhu 69,4 o C (Ketaren dalam Purnawati, 2006:36). 2. Minyak kelapa Minyak kelapa diperoleh dari kopra yaitu daging buah kelapa yang sudah dikeringkan. Minyak kelapa mengandung asam laurat C 12 yang berperan dalam proses pembentukan sabun dan pembusaan (Cavith dalam Purnawati, 2006:36). 3. Natrium hidroksida (NaOH) NaOH merupakan salah satu jenis alkali (basa) kuat yang bersifat korosif serta mudah menghancurkan jaringan organik yang halus. Ion Na+ dari NaOH 16

bereaksi dengan asam lemak membentuk sabun (Cavith dalam Purnawati, 2006:37). 4. Gliserol Gliserol berbentuk cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa manis. Gliserin diperoleh dari hasil samping proses pembuatan sabun atau dari asam lemak tumbuhan dan hewan (Purnawati, 2006 : 37). 5. Asam sitrat Asam sitrat adalah asam hidroksi trikarboksilat yang diperoleh dari ekstraksi buah-buahan atau hasil proses fermentasi. (Wertheim dan Jeskey, 1956). Asam sitrat berfungsi untuk menurunkan nilai ph (Kirket al. dalam Purnawati, 2006:37) 6. Sukrosa Sukrosa merupakan senyawa nonionik dan mempunyai sifat pengemulsi, pembusaan, deterjensi (detergency),dan pelarutan (solubizing) yang sangat baik (Gupta et al. dalam Purnamawati, 2006:38). 17