1 PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. dari 45 saham dengan likuiditas (liquid) tinggi yang diseleksi melalui beberapa

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dapat memperoleh dana dengan menerbitkan saham dan dijual dipasar

I. PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan secara signifikan yang ditandai oleh meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keputusan investasinya. Selama ini kebijakan BI rate selalu

BAB I PENDAHULUAN. pasar keuangan indeks harga saham gabungan di perbankan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Semakin terintegrasinya ekonomi domestik dengan ekonomi dunia membuat

BAB I PENDAHULUAN. dari penelitian yang akan dilakukan yang berhubungan dengan pengaruh. manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam pasar modal tidaklah terpisah dari stabilitas perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal tidak hanya dimiliki negara-negara industri, bahkan banyak negaranegara

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. beredar juga mempengaruhi perekonomian. Dengan berkurangnya jumlah yang. mengganggu aktivitas perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan investasi di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Di era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. keuntungan di masa-masa yang akan datang (Sunariyah, 2003:4). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman era globalisasi ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. tahun (Samsul, 2006:43). Menurut Undang-undang Pasar Modal No.8 Tahun 1995

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu daya tarik bagi para investor karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, pasar modal telah menjadi bagian penting pada perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan dana untuk membiayai berbagai proyeknya. Dalam hal ini, pasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal

I. PENDAHULUAN. tren pertumbuhan yang membaik. Hal ini dilihat dari beberapa indikator ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Belakangan ini perekonomian dunia sedang mengalami krisis finansial dimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya memiliki umur lebih dari satu tahun. Bentuk instrumen di pasar

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Seorang investor bersedia menanamkan dananya di suatu investasi jika

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. modal menyediakan fasilitas yang mempertemukan antara pihak yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. yang efektif untuk mempercepat pembangunan suatu negara. Dalam era

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Industri barang konsumsi atau consumer goods di Indonesia semakin tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadi pemicu yang kuat bagi manajemen perusahaan untuk. membutuhkan pendanaan dalam jumlah yang sangat besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemajuan perekonomian suatu negara dapat dilihat dari tingkat

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut, atau pada saat yang sama, investasi portofolio di bursa

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan sangat pesat. Pasar modal merupakan. yang bersangkutan (Ang,1997). Pasar Modal memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. keuangan untuk mencapai tujuan kebijakan ekonomi makro karena sector keuangan

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

I. PENDAHULUAN. mempunyai surplus tabungan (saving surplus unit) kepada unit ekonomi yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah sebuah indikator yang

BAB I PENDAHULUAN. representasi untuk menilai kondisi perusahaan-perusahaan

PASAR, INSTITUSI KEUANGAN DAN TINGKAT BUNGA

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan hal yang tidak asing lagi di Indonesia khususnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (KOJA Container Terminal :2008)

BAB I PENDAHULUAN. uang dan pengaruhnya terhadap aset investasi. penghasilan dan atau peningkatan nilai investasi (Husnan, 2005).

1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN. dianggap investasi tersebut menguntungkan. Menurut Tandelilin (2010) investasi

I. PENDAHULUAN. jangka menengah dan dan jangka panjang. Bertemunya pihak yang memerlukan modal

BAB I PENDAHULUAN. pasang surut perekonomian suatu negara. Lembaga keuangan di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. saham dilakukan dengan maksud untuk menambah modal yang kemudian modal

BAB I PENDAHULUAN. seluruh penghasilan saat ini, maka dia dihadapkan pada keputusan investasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pasar modal adalah tempat bertemunya antara pihak yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Singkat Bank Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memperoleh konsumsi dimasa yang akan datang. Investasi apapun. pendapatan dan capital gain seperti yang diharapkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini banyak orang berlomba untuk berinvestasi. Baik itu dari kalangan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan seiring dengan berkembangnya ekonomi Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal dewasa ini telah berkembang dengan sangat pesat. Pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang sangat jelas tercermin dalam Pasal 4 (empat) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara tujuan investasi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

I. PENDAHULUAN. indonesia yang mengalami peningkatan antara lain nilai Gross Domestic Product

PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH DAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM SEKTOR KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. (BEI) sampai tahun 2011, sektor perbankan ini mengalami fluktuasi pada harga

BAB I PENDAHULUAN. era 1997 silam. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya perdagangan di bursa

BAB I PENDAHULUAN. kali perusahaan tidak bisa memenuhi kebutuhan bisnisnya hanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh sejumlah keuntungan di masa depan. Pihak pihak yang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, pasar modal tidak lepas dari pengaruh lingkungan, terutama

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi,

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Perkembangan pasar modal Indonesia Perusahaan Kapitalisasi Pasar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat memiliki gambaran mengenai resiko-resiko yang akan terjadi di pasar modal atau pasar

BAB I PENDAHULUAN. penawaran asset keuangan jangka panjang (Long-term financial asset).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembangunan suatu negara memerlukan dana investasi dalam jumlah

BAB I PENDAHULUAN. harus mulai mengkikis cara berpikir bahwa perusahaan berdiri semata-mata hanya

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyaknya bermunculan perusahaan go publik membuat. Pada era globalisasi ini, peranan pasar modal (capital market) sangat

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri properti saat ini sangat pesat. Kurang lebih 5 tahun

BAB I PENDAHULUAN. diterima untuk tiap investor. Tujuan utama dari aktivitas pasar modal adalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini telah memasuki era globalisasi dimana persaingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasar modal memiliki peranan yang sangat penting dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai salah satu sarana efektif untuk mempercepat pembangunan. menjadi cerminan dinamika ekonomi suatu negara.

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Harga dari sekuritas menunjukkan informasi yang penting bagi investor dalam berinvestasi di saham tertentu. Salah satu pengumuman yang dapat mempengaruhi harga dari sekuritas yaitu pengumuman-pengumuman yang berhubungan dengan pemerintah (Government-Related Announcements) (Jogiyanto 1998), antara lain: (1) Dampak dari peraturan baru, (2) Investigasiinvestigasi terhadap kegiatan perusahaan, (3) Keputusan-keputusan regulator dan lainnya. Peraturan baru mempunyai pengaruh yang positif atau negatif bagi para investor dalam membuat keputusan investasi. Pasar saham Indonesia ada pada tingkat efisien dalam bentuk setengah kuat (Ikram dan Nugroho 2014). Fakta bahwa pasar saham Indonesia efisien dalam bentuk setengah kuat maka tidak ada perbedaan dalam kinerja saham sebelum dan sesudah hari pengumuman karena dalam pasar efisien mustahil bagi investor untuk mengungguli pasar setiap waktu. Adapun Dubow dan Monteiro (2006) meneliti tentang pengukuran pasar efisien pada pengumuman aktifnya Financial Services Authority (FSA) di Inggris terhadap saham FTSE 350 periode 1998 2003 tidak menunjukkan bahwa tingkat insider trading telah jatuh. Artinya tidak berpengaruhnya pengumuman terhadap return saham. Berbeda halnya dengan (Armour et al. 2011) menyatakan bahwa berpengaruhnya kebijakan denda yang dikeluarkan FSA terhadap return emiten perbankan yang terkena sanksi denda dan terdaftar di London Stock Exchange. Adanya perbedaan tersebut membuat badan pengawasan perbankan terlihat mempunyai pengaruh yang penting untuk perekonomian suatu negara. Indonesia sebagi negara berkembang pun mulai melakukan perombakan untuk pengawasan perbankan Indonesia memasuki perkembangan baru dalam membuat hukum perbankan dengan mendirikan lembaga pengawas jasa keuangan. Pengawasan terhadap sektor perbankan yang semula dilakukan oleh Bank Indonesia beralih kepada lembaga independen bernama Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Adapun alasan pemisahan fungsi pengawasan bank dari bank sentral untuk menghindari kemungkinan adanya pertentangan kepentingan antara tugas menjaga kestabilan moneter dan tugas pengawasan bank (Indaryanto 2012). Pembentukan lembaga independen ini tidak hanya dilakukan di Indonesia saja, akan tetapi sudah di lakukan negara-negara lain, yaitu: Inggris, Australia, Perancis, Jepang, dan Korea Selatan. Rencana pembentukan OJK telah lama dicanangkan melalui pasal 34 UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Namun, OJK belum dibentuk pada saat itu walaupun telah diamanatkan bahwa OJK dibentuk sebelum akhir tahun 2002. UU Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan UU Nomor 3 Tahun 1999 menjelaskan bahwa OJK akan dibentuk selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Pada tahun 2011 baru resmi dikeluarkannya UU mengenai lembaga OJK. Berdasarkan UU No 21 tahun 2011, OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. Lembaga ini sudah melakukan pengawasan di sektor jasa keuangan menggantikan fungsi

2 pengawasan Bank Indonesia (BI) dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) agar menjadi terintegrasi dan komprehensif, serta untuk melindungi konsumen industri jasa (Rahyani 2012). Pengawasan pasar modal, lembaga asuransi, dan lembaga pembiayaan yang semula dilaksanakan oleh Bapepam-LK beralih fungsi ke OJK pada akhir tahun 2012. Kemudian pengaturan dan pengawasan sektor perbankan yang semula dilaksanakan oleh BI beralih fungsi ke OJK pada akhir tahun 2013. Sesuai rencana, OJK sudah mengambil alih fungsi regulasi dan pengawasan seluruh sektor keuangan di Indonesia dan resmi aktif pada awal 2014. Pada bulan April tahun 2014 OJK mengeluarkan kebijakan aturan pungutan yang semula masih dibiayai dengan menggunakan APBN akan dibebankan ke pungutan pada industri keuangan yang sudah terdaftar di BEI. Berdasarkan Pasal 32 Ayat 1 RUU OJK disebutkan rencana kerja dan anggaran OJK akan dibiayai dari fee industri jasa keuangan. Peristiwa pembentukan OJK pada saat UU No 21 tahun 2011 yang diundangkan pada 22 November 2011, selanjutnya alih fungsi pengawasan nonperbankan yang semula oleh Bapepam-LK beralih ke OJK akhir Desember 2012 dan alih fungsi pengawasan bank yang semula oleh BI beralih ke OJK akhir Desember 2013, kemudian kebijakan pungutan OJK dikeluarkan April 2014. Urutan pembentukan OJK tentunya akan berpengaruh pada return saham IHSG dan return saham sektor keuangan (JKFINA). Berikut Gambar 1 dan Gambar 2 return indeks saham gabungan (IHSG) dan JKFINA. Return IHSG Tahun 2012-2014 Return IHSG (persentase %) Persen (%) 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0-0,05-0,1-0,15 J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O 2012 2013 2014 Sumber: BEI 2014 (diolah) Gambar 1 Return Indeks Saham Gabungan (IHSG) Persen (%) 0,3 0,2 0,1 0-0,1-0,2-0,3 Return JKFINA Tahun 2012-2014 Return JKFINA J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D 2012 2013 2014 Sumber: BEI 2014 (diolah) Gambar 2 Return Sektor Keuangan (JKFINA)

3 Pada Gambar 1 terlihat return saham gabungan (IHSG) antara tahun 2012-2014 cenderung meningkat di Desember 2012 dan Desember 2013, tetapi cenderung menurun di April 2014. Akhir tahun 2013, IHSG berada pada posisi 4,274.18 atau mengalami penurunan sebesar 0.98% dibandingkan dengan akhir tahun 2012. Gambar 2 menunjukkan return indeks sektoral keuangan (JKFINA) antara tahun 2012 2014 cenderung meningkat di Desember 2012 dan Desember 2013, tetapi cenderung menurun di April 2014. Akhir tahun 2013, Indeks JKFINA berada pada posisi 540.33 atau mengalami penurunan sebesar 1.77% dibandingkan dengan akhir tahun 2012. Analisis dari kedua return tersebut terlihat bahwa return IHSG dan return JKFINA mempunyai pola pergerakan yang sama. Sepanjang tahun 2013, perekonomian global cenderung melambat dan terjadi peningkatan volatilitas di pasar modal dan pasar uang dimana hal tersebut didorong oleh kebijakan berisiko Pemerintah Amerika Serikat seperti pengurangan stimulus The Fed (tapering), perdebatan debt ceiling, dan penghentian sementara layanan Pemerintah AS (government shutdown). Capital reversal terjadi di emerging countries seiring respon pemindahan dana investor global ke safe haven, sehingga harga aset keuangan dan nilai tukar emerging countries melemah signifikan. Perekonomian global tahun 2013 diperkirakan IMF tumbuh 2,9% melambat dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 3,2%. Nilai tukar di ASEAN-5 rata-rata melemah hingga 8,5% dengan depresiasi terbesar di nilai tukar Rupiah hingga 24,3%. Yield obligasi pemerintah 10 tahun di ASEAN-5 meningkat tajam, ratarata hingga 134 bps dengan peningkatan yield terbesar di Indonesia hingga 326 bps. Perlambatan ekonomi juga tercermin pada kinerja makro domestik dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,78%, melambat dibandingkan tahun 2012 yang tumbuh 6,23% YoY. Inflasi meningkat 408 bps menjadi 8,38% akibat pengurangan BBM bersubsidi, kenaikan UMP serta TDL Listrik. Nilai Rupiah juga terdepresiasi dengan sangat tajam hingga 24,3% ke posisi Rp12.171/USD seiring peningkatan volatilitas di pasar uang dan pasar modal. Tekanan inflasi dan pelemahan Rupiah mendorong peningkatan BI Rate hingga 175 bps sepanjang tahun 2013 menuju level 7,5% dan kenaikan suku bunga rata-rata perbankan hingga 150 bps untuk deposit menjadi 7,25% dan kredit menjadi 12%. Berikut Gambar 3 rata-rata tertimbang return tahunan kelompok bank tahun 2012 2014. Persen (%) 20 15 10 5 0-5 -10 Rata-Rata Tertimbang Return Tahunan Kelompok Bank BUMN Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Non Devisa Bank Pembangunan Daerah 2012 2013 2014 Sumber: BEI 2014 (diolah) Gambar 3 Rata-Rata Tertimbang Return Tahunan Kelompok Bank

4 Pada Gambar 3 terlihat bahwa BUMN di tahun 2013 terjadi penurunan nilai return sebesar 2,477% pada tahun 2012 menjadi 0.189%. Penurunan nilai return tersebut dipengaruhi oleh dua saham yang nilai harga sahamnya mengalami penurunan juga yaitu BBTN dan BMRI. Pada saham BBTN dan BMRI pada tahun 2013 menunjukkan penurunan return sebesar -40% dan -3.086%. Meskipun nilai return yang didapatkan oleh saham BBTN jauh lebih kecil dari pada BMRI, namun faktor yang mempengaruhi penurunan grafik disebabkan oleh BMRI. Hasil dari perhitungan menunjukkan bahwa nilai bobot yang didapatkan BMRI lebih besar daripada saham yang lainnya, sehingga pada tahun 2013 pergerakan saham dipengaruhi oleh BMRI. Sedangkan pada tahun 2014 grafik BUMN menunjukkan kenaikan yang sangat pesat, dikarenakan semua saham mengalami kenaikan harga yang sangat pesat juga. Di tahun 2014 terjadi perpindahan pengaruh dari saham BMRI ke BBRI, yang mana nilai bobot BBRI jauh lebih besar daripada BMRI ataupun BBTN dan BBNI. Pada tahun 2012 grafik Bank Swasta Non Devisa menunjukkan kenaikan dikarenakan semua saham mengalami kenaikan harga. Nilai bobot BTPN jauh lebih besar daripada BEKS dan BVIC, sehingga faktor yang mempengaruhi kenaikan disebabkan oleh BTPN. Pada grafik bank swasta non devisa tahun 2013 terjadi penurunan nilai return sebesar 16.965% pada tahun 2012 menjadi -5.908%. Penurunan nilai return tersebut dipengaruhi oleh ketiga saham bank swasta non devisa. Saham BEKS, BTPN, dan BVIC pada tahun 2013 menunjukkan penurunan return sebesar -30%; -18.095%; dan 6.837%. Di tahun 2013, faktor yang mempengaruhi penurunan disebabkan oleh nilai return BTPN. Pada tahun 2012 grafik Bank Pembangunan Daerah menunjukkan kenaikan dikarenakan semua saham mengalami kenaikan harga. Nilai bobot BJBR jauh lebih besar daripada BJTM, sehingga faktor yang mempengaruhi kenaikan disebabkan oleh BJTM. Pada grafik bank pembangunan daerah tahun 2013 terjadi penurunan nilai return sebesar 5.312% pada tahun 2012 menjadi -5.123%. Penurunan nilai return tersebut dipengaruhi oleh kedua saham bank pembangunan daerah. Saham BJBR dan BJTM pada tahun 2013 menunjukkan penurunan return sebesar -16.037% dan -1,315%. Di tahun 2013, faktor yang mempengaruhi penurunan disebabkan oleh nilai return BJBR. Pada grafik Bank Swasta Nasional Devisa di tahun 2013 terjadi penurunan nilai return sebesar 0.852% pada tahun 2012 menjadi -0.184%. Penurunan nilai return tersebut dipengaruhi oleh mayoritas saham yang nilai harga sahamnya mengalami penurunan. Pada saham BDMN dan MEGA pada tahun 2013 menunjukkan penurunan return paling rendah sebesar -33.185% dan -38.805%. Pada bank swasta nasional devisa pergerakan return dipengaruhi oleh BBCA, karena mempunyai kapitalisasi pasar yang sangat besar dibandingkan dengan semua bank swasta nasional devisa lainnya. Di tahun 2013 mengalami penurunan return yang dikarenakan mayoritas saham mengalami penurunan harga saham, meskipun saham BBCA mendapatkan return positif. Sedangkan pada tahun 2014 grafik bank swasta nasional devisa menunjukkan kenaikan, dikarenakan semua saham mengalami kenaikan harga yang tinggi juga. Hingga akhir tahun 2013, kinerja perbankan nasional sedikit menghadapi tekanan baik dalam hal ekspansi bisnis maupun dalam hal profitabilitas. Seiring perlambatan ekonomi, penyaluran kredit perbankan secara tahunan tumbuh di kisaran 22% melambat dibandingkan periode sebelumnya. Likuiditas perbankan

5 juga terlihat cukup ketat seiring tingginya LDR hingga 90% sementara dana masyarakat hanya tumbuh sebesar 13,8% YoY. Meskipun volatilitas kurs dan laju inflasi meningkat, namun kualitas kredit perbankan nasional masih terjaga baik dengan NPL pada kisaran 2% dengan rasio permodalan di kisaran 18%. Resiliensi kinerja perbankan nasional juga didukung kebijakan antisipatif BI untuk menurunkan resiko peningkatan NPL, seperti kebijakan LTV untuk KPR serta kebijakan pembatasan kepemilikan kartu kredit (Bank Mandiri 2013). Adapun saham sub sektor perbankan mempunyai karakteristik high regulated. Sehingga saham sub sektor perbankan lebih menunjukkan adanya pengaruh atau informasi penting yang tercermin dari return saham sub sektor perbankan. Hal ini bisa juga melihat reaksi investor dalam menanggapi terbentuknya OJK di Indonesia dengan adanya abnormal return atau tidak di sekitar peristiwa. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan yang muncul dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh peralihan fungsi Bapepam-LK ke OJK terhadap tingkat efisiensi pasar di sub sektor perbankan? 2. Bagaimana pengaruh peralihan fungsi pengawasan perbankan yang sebelumnya oleh BI beralih ke OJK terhadap tingkat efisiensi pasar di sub sektor perbankan? 3. Bagaimana pengaruh kebijakan OJK tentang aturan pungutan kepada perbankan terhadap tingkat efisiensi pasar di sub sektor perbankan? Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan tersebut maka dirumuskan tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Menganalisis pengaruh peralihan fungsi Bapepam-LK ke OJK terhadap tingkat efisiensi pasar di sub sektor perbankan. 2. Menganalisis pengaruh peralihan fungsi pengawasan perbankan yang sebelumnya oleh BI beralih ke OJK terhadap tingkat efisiensi pasar di sub sektor perbankan. 3. Menganalisis pengaruh kebijakan OJK tentang aturan pungutan kepada perbankan terhadap tingkat efisiensi pasar di sub sektor perbankan. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung diharapkan dapat berguna bagi: 1. Bagi Investor Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor mengenai tingkat harga dan return saham yang diperjualbelikan di pasar modal di sekitar hari pengumuman kebijakan OJK sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam melakukan analisis investasi di pasar modal. 2. Bagi Perusahaan (Emiten) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, informasi dan masukan yang berguna dalam menetapkan kebijakan dan langkah-langkah

6 yang akan diambil oleh perusahaan-perusahaan terkait dengan pengumuman aktifnya lembaga OJK tersebut. 3. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman penulis terkait dengan aktivitas di pasar modal, khususnya terhadap pengaruh kebijakan OJK. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisis pasar saham ada pada tingkat efisiensi pasar bentuk setengah kuat dengan menggunakan metode pengukuran event study seperti penelitian (Fama 1970) untuk menguji efisiensi pasar. Jika pasar bereaksi dengan cepat dan akurat untuk mencapai harga keseimbangan baru yang sepenuhnya mencerminkan informasi yang tersedia, maka kondisi pasar seperti ini disebut dengan pasar efisien. Analisis efisiensi pasar pada return saham di sub sektor perbankan yang tercermin dengan adanya abnormal return pada tiga peristiwa OJK periode 2012-2014. Adapun tiga event yang diteliti, antara lain: (1) peristiwa peralihan fungsi Bapepam-LK ke OJK akhir tahun 2012, (2) peralihan fungsi pengawasan perbankan yang sebelumnya oleh BI beralih ke OJK akhir tahun 2013, dan (3) peristiwa kebijakan OJK tentang aturan pungutan kepada industri keuangan pada April 2014. Penelitian ini dilakukan terhadap 28 emiten perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 2 TINJAUAN PUSTAKA Efficient Market Hypothesis Kunci utama untuk mengukur pasar yang efisien adalah hubungan antara harga sekuritas dengan informasi. Jika pasar bereaksi dengan cepat dan akurat untuk mencapai harga keseimbangan baru yang sepenuhnya mencerminkan informasi yang tersedia, maka kondisi pasar seperti ini disebut dengan pasar efisien (Jogiyanto 1998). Tiga jenis dari efficient market hypothesis (EMH) : bentuk lemah, agak kuat, dan kuat dari hipotesis. Jenis ini dibedakan menurut dugaan mengenai apa yang dimaksud dengan istilah seluruh informasi yang tersedia (Bodie et al. 2014). Hipotesis bentuk lemah (weak form) menyatakan bahwa harga saham sudah mencerminkan seluruh informasi yang dapat diperoleh dengan memeriksa data perdagangan pasar semisal riwayat harga di masa lalu, volume perdagangan, atau suku bunga jangka pendek. Jenis hipotesis ini menyatakan bahwa analisis tren tidaklah berguna. Data harga saham di masa lalu tersedia secara luas dan hampir gratis untuk didapatkan. Hipotesis bentuk lemah menekankan bahwa jika data tersebut menyampaikan sinyal yang tepat mengenai kinerja di masa datang, seluruh investor sudah belajar memanfaatkan sinyal tersebut. Pada akhirnya, sinyal kehilangan nilainya ketika menjadi diketahui secara luas karena membeli sinyal, sebagai contoh, akan segera berakibat pada kenaikan harga. Hipotesis bentuk agak kuat (semistrong form) menyatakan bahwa seluruh informasi yang tersedia secara umum mengenai prospek perusahaan harus sudah

Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB