BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Wilayah negara Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setiap

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (PEMDA), Pemerintah Pusat akan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kunci bagi keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Berapapun besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi. menjadi suatu fenomena yang umumnya sering terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kerja finansial Pemerintah Daerah kepada pihak pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan daerah akhir

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. No. 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No.32 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Kata Kunci: PAD, Belanja Modal, DAU, IPM

BAB I PENDAHULUAN. diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi pemerintahan pada daerah Indonesia di tahun 2001

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. yang efektif dalam menangani sejumlah masalah berkaitan dengan stabilitas dan. pertumbuhan ekonomi di dalam suatu negara demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

PERKEMBANGAN DAN HUBUNGAN DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN BELANJA PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat mengalami perubahan, dimana sebelum reformasi, sistem pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya demokratisasi menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya dan suku bangsa. Wilayah negara Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setiap daerah mempunyai potensi alam dan kebudayaan yang berbeda yang apabila dikelola dengan maksimal akan mampu meningkatkan pembangunan didaerah masing-masing, dengan sistem pemerintahan sentralistik yang pernah dianut Indonesia sebelum masa reformasi, mengakibatkan segala potensi yang ada disetiap daerah tidak mampu dikelola secara maksimal. Untuk meningkatkan pengelolaan potensi daerah, semenjak tahun 1999 pemerintah mengambil kebijakan memberikan kewenangan terhadap daerah untuk mengelola potensi yang ada didaerahnya yang dikenal dengan istilah Otonomi Daerah. Otonomi Daerah diatur secara spesifik dalam Undang- undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah diperbaharui dengan undangundang no 33 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Dengan dikeluarkannya kebijakan ini, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengelola daerahnya dengan tidak bertentangan dengan kebijakan dan Dasar Negara Indonesia. Otonomi Daerah merupakan kewenangan Pemeritah Daerah untuk mengatur dan menjalankan kepentingan masyarakat daerah otonom (Suparmoko,2002). Otonomi Daerah mempunyai tujuan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan 1

bermasyarakat, kesejahteraan sosial, pemerataan, dan pemeliharaan kinerja yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah dan antar daerah (Maimunah,2006). Dengan ditetapkan kebijakan Otonomi Daerah maka pemerintah di daerah diharapkan mampu mengatur seluruh kegiatan daerahnya tersebut dengan madiri tanpa bantuan dari pemerintah pusat. Menurut TAP MPR No. IV/MPR/2000 penyelenggaraan pemerintahan daerah ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemberian layanan publik dan pembangunan lokalitas. Dalam rangka good governance, pemberian layanan dan barang publik perlu melibatkan sektor swasta dan komunitas dengan tetap menjunjung tinggi berbagai prinsip transparansi, akuntabilitas, efisensi, keadilan dan penegakan hukum. Diterapkannya otonomi daerah, selain memberikan hak dan kewenangan daerah dalam mengelola potensi daerahnya juga dituntut untuk mandiri dalam pengelolaan keuangan daerahnya. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah daerah memiliki lima fungsi yaitu (1) penyedia pelayanan, dimana dalam melaksanakan fungsi ini pemerintah daerah merupakan organisasi yang berorientasi untuk menyediakan pelayanan yang berfokus pada pengendalian lingkungan dan kemasyarakatan. (2) fungsi pengaturan, dimana dalam hal ini pemerintah daerah berfungsi sebagai fokus penegak peraturan sekaligus merumuskannya. (3) fungsi pembangunan, dimana pemerintah daerah dalam hal ini akan terlibat dalam segala bentuk kegiatan ekonomi, sosial, budaya dan aspek lainnya. (4) fungsi perwakilan merupakan funsi dari pemerintah daerah untuk menyatakan pendapat daerah atas dasar hal-hal diluar bidang tanggung jawab eksekutif yang dilakukan oleh legislative dan (5) fungsi koordinasi dan perencanaan merupakan fungsi 2

pemerintah daerah berkaitan dengan pengelolaan potensi daerah dan tata guna tanah. (Davey,1998) Dalam melaksanakan fungsinya, pemerintah daerah dituntut untuk mampu mengelola keuangan daerahnya dengan baik. Terkait dengan penyelenggaraan pengelolaan keuangan daerah, maka berdasarkan PP 105 tahun 2000, pemerintah daerah dapat mengatur pengelolaan keuangan daerahnya dengan harapan terjadinya keseimbangan yang lebih transparan dan akuntabel dalam pendistribusian kewenangan, pembiayaan dan penataan sistem pengelolaan keuangan yang lebih baik dalam mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah. Desentralisasi fiskal yang diberlakukan sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah menimbulkan reaksi yang berbeda bagi setiap daerah. Daerah yang memiliki potensi kekayaan alam yang baik tentu menyambut baik kebijakan ini. Namun daerah yang miskin sumber daya alam serta infrastruktur yang kurang memadai menanggapi kebijakan ini dengan rasa khawatir dan pesimis. Namun, terlepas dari berbagai tanggapan tersebut, dengan diberlakukannya kabijakan ini, maka daerah dituntut untuk mempersiapkan segala aspek baik Sumber daya manusia serta infrastruktur lainnya. Salah satu hal pokok yang harus dipertimbangkan daerah adalah pengelolaan keuangan daerah. Manajemen keuangan daerah yang baik menyangkut kemampuan daerah dalam mengoptimalkan penerimaan daerah dan mengelokasikannya kedalam pengeluran-pengeluran dengan efektif, efesien dan ekonomis. Aspek utama manajemen keuangan daerah menyangkut pengelolaan dana perimbangan dan manajemen Pendapatan Asli daerah. Dalam UU No. 32 tahun 2004 dijelaskan bahwa untuk mendukung pelaksanaan Otonomi Daerah, Daerah 3

Otonom mendapat bantuan dana dari pemerintah pusat berupa Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) Menurut Undang- undang No 33 tahun 2004, Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana diberikan pemerintah pusat untuk membiayai kekurangan dari pemerintah daerah dalam memanfaatkan Pendapatan Asli Daerahnya. Dana Alokasi Umum (DAU) bersifat Block Grant yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dana Alokasi Umum (DAU) terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) untuk Daerah Provinsi dan Dana Alokasi Umum (DAU) untuk Daerah Kabupaten/Kota. Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota. Besaran DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN. Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. Disebutkan pula dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 dan PP No 55 Tahun 2005 Dana Perimbangan ini terdapat berbagai macam, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Dana perimbangan tersebut diperuntukkan untuk: (1) menjamin terciptanya perimbangan secara vertikal di bidang keuangan antar tingkat pemerintahan; (2) menjamin terciptanya perimbangan horizontal di bidang keuangan antar pemerintah di tingkat yang sama; (3) dan menjamin 4

terselenggaranya kegiatan-kegiatan tertentu di daerah yang sejalan dengan kepentingan nasional. Dana yang biasanya ditransfer dari pemerintah pusat adalah Dana Alokasi Umum (DAU). Proporsi Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap penerimaan daerah masih yang tertinggi dibandingkan dengan penerimaan daerah yang lain, termasuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Selain mendapat transfer dana dari Pemerintah pusat, Daerah Otonom mendapatkan sumber dana dari potensi daerah sendiri yang disebut dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Warsito (2001:128) Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah daerah. Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari: pajak daerah, restribusi daerah, laba dari badan usaha milik daerah (BUMD), dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah. Dengan sumbersumber pendapatan tersebut daerah otonom diharapkan untuk mengoptimalkan seluruh potensi daerah agar mampu memberikan kontribusi yang maksimal untuk membangun daerahnya sendiri. Pemerintah Daerah diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menggunakan dana tersebut dengan catatan harus efesien dan efektif untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Penggunaan dana tersebut harus bersifat transparan dan akuntabel. Setiap daerah memiliki potensi alam yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan setiap daerah memiliki pendapat asli daerah yang berbeda-beda. Daerah yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah dan memiliki industri yang maju akan memiliki PAD yang lebih besar dibandingkan daerah yang lebih sedikit memiliki sumber daya alam maupun industri yang sedikit. Daerah dengan pendapatan asli daerah yang rendah tentu masih mengharapkan adanya transfer 5

dana yang lebih besar dari pemerintah pusat. Permasalahan yang muncul adalah ketika pemerintah daerah terlalu bertumpu pada dana transfer dari pemerintah pusat untuk membiayaai belanja modal dan pembangunan tanpa berusaha memanfaatkan potensi daerah yang mereka miliki yang selanjutnya dikenal dengan istilah Flypaper effect Flypaper effect merupakan kecendrungan menggunakan dana dari pemerintah pusat dibandingkan menggunakan dana dari pendapatan daerah yang dimiliki atau yang dikenal dengan PAD. Fenomena Flypaper Effect membawa implikasi bahwa akan meningkatkan belanja pemerintah daerah dibandingkan dengan transfer dana dari pemerintah pusat. Maimunah (2008) menemukan bahwa semakin besar Dana Alokasi Umum (DAU) dan Penadapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhaap belanja daerah. Maimunah (2008) juga mengatakan bahwa fenomena Flypaper Effect berpengaruh dalam memprediksi belanja daerah tahun kedepannya. Penelitian lain yang merespon terjadinya pengaruh Flypaper Effect dalam merespon Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap belanja daerah. Beberapa kajian mengenai fenomena flypaper effect di Indonesia sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya antara lain: Frizawati (2012) yang meneliti analisis Flypaper Effect pada belanja daerah Kabupaten/Kota di Sumatra Selatan dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi Flypaper Effect pada belanja daerah di pemerintah daerah Sumatra Selatan hal ini menunjukkan masih adanya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Menurut Oates dalam Halim (2002), yang disebut Flypaper Effect adalah ketika respon (belanja) daerah lebih besar terhadap transfer daripada pendapatannya sendiri (PAD). 6

Bali sebagai salah satu pusat wisata dipandang mampu mengelola potensi daerahnya. Hal ini dibuktikan tingginya penerimaan asli daerah (PAD) kabupaten badung sebagai salah satu kabupaten di Bali. Namun, tidak semua kabupaten memiliki kemampuan yang sama dalam meningkatkan pendapatan asli daerahnya ini dapat dilihat pada tebel 1.1 berikut. Pendapatan Asli Daerah No Kabupaten (Dalam ribuan rupiah) 2009 2010 2011 2012 2013 1 Jembrana 33.952.879 34.380.823 41.330.606 46.470.111 68.485.482 2 Tabanan 93.840.478 107.836.348 141.046.017 183.295.007 255.418.218 3 Badung 850.170.021 979.241.565 1.406.298.099 1.870.187.279 2.279.113.502 4 Gianyar 112.380.710 153.617.895 175.273.316 261.222.178 319.612.005 5 Klungkung 29.566.917 31.331.319 40.735.839 48.561.252 67.401.910 6 Bangli 16.329.747 16.252.951 22.961.237 40.751.050 55.986.570 7 Karangasem 47.842.960 62.696.409 129.556.195 144.019.629 168.652.790 8 Buleleng 63.487.192 86.962.002 109.167.026 129.003.995 160.292.011 9 Denpasar 215.156.916 257.899.899 424.959.413 511.326.621 658.974.707 Tabel 1.1 Sumber : Diolah 2016 Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan sangat signifikan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) tertinggi dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tertendah. Bangli sebagai kabupaten yang memiliki rata-rata PAD terendah dari tahun 2009-2013 hanya 2% dari besaran PAD tertinggi di Bali yaitu 7

kabupaten Badung. Dengan ketimpangan PAD ini diharuskan seluruh Kabupaten mampu melaksanakan pembangunan daerah secara baik dan benar sehingga di Bali tidak terjadi ketimpangan pembangunan antar kabupaten. Untuk menunjang pembangunan maka pemerintah daerah diharapkan mampu meningkatkan belanja modal guna menambah aset tetap sehingga dapat menimbulkan peningkatan PAD masing-masing daerah. Belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah daerah berkaitan dengan pengadaan aset tetap seperti tanah, gedung, peralatan dan kendaraan. Belanja ini berkaitan dengan upaya pemerintah untuk menyediakan fasilitas untuk menunjang kinerja pemerintah dalam upaya untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakatnya. Belanja modal merupakan komponen penting dalam pengelolaan keuangan daerah. Untuk mengimbangi ketimpangan PAD pada pemerintah kabupaten di Bali maka pemerintah pusat memberikan transfer dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diharapkan mampu dipergunakan untuk membantu meningkatkan belanja modal. Untuk mengetahui bagaimana dimanfaatkannya dana perimbangan ini untuk pembiayaan belanja modal maka saya melakukan penelitian ini. 8

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1) Bagaimanakah Fenomena Mengetahui Flypaper Effect pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali? 2) Bagaimanakah pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pengalokasian belanja modal di Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 3) Bagaimanakah pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap pengalokasian belanja modal di Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 4) Bagaimanakah pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap pengalokasian Belanja modal di Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 5) Bagaimanakah pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap pengalokasian belanja modal di Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah : 1. Untuk mengetahui fenomena flypaper effect pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2009-2013 2. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pengalokasian belanja modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 2009-2013 3. Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap pengalokasian belanja modal pada kabupaten/kota di bali tahun 2009-2013 9

4. Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap pengalokasian belanja modal pada Kabupaten/Kota di bali tahun 2009-2013 5. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap pengalokasian belanja modal di Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 2009-2013 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Diharapkan mampu memberikan sejumlah informasi yang dibutuhkan untuk melengkapi pengetahuan teoritis dari pembaca mengenai topik yang saya angkat yaitu pengaruh flypaper effect, pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah (PAD) dan dana alokasi umum (DAU) terhadap pengalokasian belanja modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali 1.4.2 Manfaat Praktis Diharapkan mampu memberikan sejumlah informasi kepada pemerintah Provinsi Bali tentang bagaimana pengaruh Flypaper Effect, pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah (PAD) dan dana alokasi umum (DAU) terhadap pengalokasian belanja daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Sehingga dapat membantu masing- masing pemerintah daerah dalam pengambilan keputusan pada saat penyusunan anggaran. 10