BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN Teori Keagenan (Agency Theory) Teori Utama

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan akuntansi pada sektor publik menuju ke arah yang lebih fleksibel

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (1984) mengungkapkan bahwa hubungan keagenan di pemerintahan antara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham

PENDAHULUAN. lebih mengutamakan kepentingan organisasi dibandingkan dengan kepentingan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget pada tahun Piaget

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. situasi atau organisasi (perusahaan) tertentu. Dalam partisipasi penyusunan anggaran,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akuntansi dan Sistem Pelaporan Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB II. individu atau suatu organisasi pada suatu periode tertentu. Menurut Stoner (1996 :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. disusun manajemen dalam jangka waktu satu tahun untuk membawa perusahaan

PENGARUH PARTISIPASI DALAM PENGANGGARAN DAN PERAN MANAJERIAL PENGELOLA KEUANGAN DAERAH TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Anggaran merupakan kata benda, yaitu hasil yang diperoleh setelah menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatakan wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan

BAB II DASAR TEORI Anggaran Definisi Anggaran. Anggaran menurut Henry Simamora (1999) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya partisipasi dalam penyusunan anggaran diharapkan setiap. ditetapkan sebelumnya (Sardjito dan Muthaher, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama Unit Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. kelola yang baik (good corporate governance) tidak hanya berlaku bagi. pertanggungjawaban kinerja organisasi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. daerah sebagai variabel independen dan kinerja pemerintah daerah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan penetapan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan harus diimbangi dengan kinerja yang baik, sehingga pelayanan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengendalian organisasi karena pengukuran kinerja diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kesadaran tersebut

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu, dan peningkatan kinerja perusahaan yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. negeri, dan obligasi pemerintah, serta sumber dana lain yang sah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang menjalankan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan politik di Indonesia saat ini mewujudkan administrasi negara yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai. secara sistematis untuk satu periode.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada undang-undang nomor

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup

BAB I PENDAHULUAN. persaingan dunia usaha yang berkembang akhir-akhir ini. Persaingan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam operasionalnya memiliki tujuan yang hendak dicapai. Untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. operasi perusahaan. Begitu juga dengan dinas-dinas yang bernaungan disektor

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintahan merupakan salah satu organisasi yang non profit

JURNAL PENELITIAN SKRIPSI

DESENTRALISASI DAN GAYA KEPEMIMPINAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING DALAM HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN DAN KINERJA MANAJERIAL

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang perimbangan keuangan antara

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976). Scott (2000) dalam Bangun (2009)

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah pusat dan daerah (propinsi, kabupaten, kota). Hal tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. organisasi secara efektif dan efisien (Schief dan Lewin,1970; Welsch, Hilton, dan

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja telah menjadi kata kunci yang banyak dibicarakan diberbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1999) dalam bentuk kinerja manajer berdasarkan pada fungsi manajemen klasik yang. penganggaran, pemprograman dan lainnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. organisasi. Dalam anggaran haruslah memuat kerangka kerja organisasi yang

Bab I PENDAHULUAN. berkeadilan sosial dalam menjalankan aspek-aspek fungsional dari

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Hal ini

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Deddi et al. (2007)

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

BAB I. Pendahuluan. Bab pendahuluan ini menjelaskan pemikiran peneliti terkait pertanyaan

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor publik diakhiri dengan proses pertanggungjawaban publik, proses inilah

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. suatu fenomena di Indonesia. Tuntutan demokrasi ini menyebabkan aspek

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal. Pemberitahuan otonomi daerah berakibat pada terlanjurnya

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran (PPA) pada kinerja

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN

BAB V KESIMPULAN. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh budgetary goal characteristics

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH KOMITMEN ORGANISASI DAN PELIMPAHAN WEWENANG TERHADAP HUBUNGAN ANTARA PENGANGGARAN PARTISIPATIF DENGAN KINERJA MANAJERIAL

(Survey Pada Rumah Sakit Di Wilayah Kabupaten Klaten)

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan paradigma anggaran daerah dilakukan untuk menghasilkan

suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi digunakan dalam pengendalian disiapkan dalam rangka menjamin bahwa

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam

PENGARUH PARTISIPASI DALAM PENGANGGARAN DAN PERAN MANAJERIAL PENGELOLA KEUANGAN DAERAH TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh Argyris (1957) (dikutip dari Brownell dan McInnes (1983). Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan publik akan pemerintahan yang baik (Good Governance) memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. bidang. Kinerja yang dicapai oleh organisasi pada dasarnya adalah prestasi para

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Organisasi sektor publik merupakan lembaga yang menjalankan roda

BAB I PENDAHULUAN. membuka jalan bagi munculnya reformasi total di seluruh aspek kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori Keagenan merupakan sebuah teori yang membahas mengenai hubungan

PENGARUH PELIMPAHAN WEWENANG TERHADAP HUBUNGAN ANTARA KINERJA MANAJER DAN PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan

2015 PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN TERHADAP SENJANGAN ANGGARAN DENGAN BUDGET EMPHASIS SEBAGAI VARIABEL MODERASI

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha pada saat ini diharapkan pada banyaknya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. digunakan sebagai acuan dalam pemecahan masalah yang sedang diteliti.

BAB I PENDAHULUAN. ini menimbulkan peningkatan tanggung jawab penyelenggara pemerintah di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah Propinsi Bali serta pembangunan nasional. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah,

BAB I PENDAHULUAN. aktivitasnya sangat terbatas; sehingga ketergantungan pada Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan masyarakat, tidak dipergunakan untuk kepentingan masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. dan inovatif dengan mempertimbangkan faktor-faktor ekstern organisasi yang. tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori Utama Teori Utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori keagenan. Teori keagenan menjelaskan hubungan prinsipal dan agen yang salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori prinsipal-agen menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak (principal) membuat suatu kontrak baik secara implisit maupun eksplisit dengan pihak lain (agent) agar agen akan melakukan pekerjaan seperti yang dinginkan oleh prinsipal (dalam hal ini terjadi pendelegasian wewenang). Dengan kontrak tersebut, masalah yang sering terjadi dengan agen akan dapat diminimalisasi. Berdasarkan teori agensi, digambarkan bahwa hubungan rakyat dengan pemerintah dapat dikatakan sebagai hubungan keagenan, yaitu hubungan yang timbul karena adanya kontrak yang ditetapkan oleh rakyat (sebagai principal) yang menggunakan pemerintah (sebagai agent) untuk menyediakan jasa yang menjadi kepentingan rakyat (Jensen & Meckling, 1976). Rakyat akan mengawasi perilaku pemerintah dan menyelaraskan tujuan yang diinginkan dengan tujuan

10 pemerintah. Dalam melakukan pengawasan tersebut rakyat mewajibkan pemerintah untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya yang diamanahkan kepada pemerintah melalui pelaporan keuangan secara periodik. Legislatif sebagai wakil rakyat dalam mengukur, menilai sekaligus mengawasi kinerja pemerintah, sehingga dapat dilihat sejauh mana pemerintah telah bertindak untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. 2.1.2 Teori Prospek (Prospect Theory) Teori Pendukung Teori pendukung yang mendukung penelitian ini yang pertama adalah teori prospek. Berdasarkan Prospect theory yang dikembangkan oleh dua ilmuwan Amerika Kahnerman dan Tversky (1979), memungkinkan seseorang membuat keputusan dalam situasi di mana mereka harus memilih antara alternatif yang melibatkan risiko, misalnya dalam keputusan keuangan. Prinsip dalam teori prospek meliputi fungsi nilai (value function), pembingkaian (framing), probabilitas (probability), efek kepastian (certainly effect). Prospect theory menggambarkan bagaimana individu mengevaluasi potensi kerugian dan keuntungan. Seseorang akan memutuskan untuk mendukung dan berperan aktif dengan mempertimbangkan hasil yang akan diperoleh sebagai kerugian atau keuntungan yang lebih besar. Terdapat berbagai cara dalam pengambilan keputusan, yaitu kesimpulan yang ditarik atas dasar analogi, kesimpulan yang ditarik atas dasar cara induktif dan kesimpulan yang ditarik atas dasar cara deduktif. Seseorang akan menghitung nilai (utility), berdasarkan hasil potensi dan probabilitas masing-masing, dan

11 kemudian memilih alternatif yang memiliki utilitas yang lebih tinggi (Herminingsih, 2009). 2.1.3 Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory) Teori Pendukung Teori pendukung yang digunakan yang kedua adalah teori penetapan tujuan. Teori penetapan tujuan merupakan teori motivasi kognitif yang berdasarkan pada premis bahwa orang memiliki kebutuhan yang dapat diingat atau dipikirkan sebagai outcomes tertentu atau sasaran (goals) yang diharapkan dapat dicapai (Locke dan Latham, 2006). Menurut Murray (1990) dalam Hehanusa (2010) partisipasi informasi dapat ditransfer dari bawahan (subordinat) kepada atasan (superior) dan terdapat dua keuntungan yang diperoleh. Keuntungan pertama, bawahan dapat mengembangkan strategi yang lebih baik yang dapat disampaikan kepada atasan sehingga kinerja akan meningkat. Disamping itu, informasi yang diberikan bawahan kepada atasan akan memeroleh tingkat anggaran yang lebih baik atau lebih sesuai bagi perusahaan. Dalam penelitian ini teori penetapan tujuan digunakan untuk menjelaskan tindakan bawahan dalam mewujudkan tujuan yang diharapkannya. Tujuan individu akan menentukan seberapa besar usaha yang akan dilakukannya, semakin tinggi komitmen seorang individu akan mendorong individu tersebut untuk melakukan usaha yang lebih keras. Untuk menghilangkan atau meminimalisasi terjadi perbedaan persepsi mengenai informasi yang dimiliki pada manajer tingkat atas dan manajer tingkat menengah ke bawah serta memaksimalkan partisipasi agar menjadi efektif, maka manajer

12 bawah harus diberi kesempatan untuk memberikan pendapat dalam proses penyusunan anggaran dengan mengungkapkan informasi yang dimiliki terkait pekerjaan sebagai kontribusi dalam penetapan jumlah anggaran. 2.1.4 Pengertian dan Fungsi Anggaran Daerah Sektor Publik Semakin gencarnya tuntutan masyarakat kepada pemerintah untuk memberikan informasi hasil kinerjanya kepada publik, membuat pemerintah harus melakukan banyak kegiatan guna memenuhi tuntutan tersebut. Anggaran merupakan salah satu kegiatan penting yang harus disusun untuk memaksimalkan kinerja karena anggaran dapat membantu dalam hal perencanaan, pengkoordinasian, dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Sugijanto (1995) dalam Halim (2008) anggaran adalah rencana kegiatan dalam bentuk finansial, meliputi usulan perkiraan pengeluaran yang diperkirakan untuk periode tertentu, serta usulan cara memenuhi pengeluaran tersebut. Oleh karena itu, anggaran pemerintah berisi rencana pengeluaran dan pendapatan yang diharapkan untuk periode yang akan datang dengan data pengeluaran dan pendapatan aktual untuk periode saat ini dan sebelumnya. Sedangkan pengertian menurut Mulyadi (2001), anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif, yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain yang mencakup jangka waktu satu tahun. Anggaran mempunyai beberapa fungsi atau kegunaan bagi organisasi perusahaan atau pemerintah, berikut ini tiga fungsi anggaran menurut Mardiasmo (2002): 1. Sebagai pedoman kerja

13 Anggaran berfungsi sebagai pedoman kerja dan memberikan arah sekaligus memberikan target-target yang harus dicapai oleh kegiatan-kegiatan perusahaan di masa yang akan datang. 2. Sebagai alat pengkoordinasi kerja Anggaran berfungsi sebagai alat pengkoordinasi kerja agar semua bagianbagian yang terdapat di dalam perusahaan harus saling menunjang dan bekerja sama dengan manajemen untuk menuju sasaran yang telah ditetapkan, dengan demikian kelancaran jalannya perusahaan akan lebih terjamin. 3. Sebagai alat pengawasan kerja Anggaran berfungsi sebagai tolak ukur atau alat pembanding guna mengevaluasi realisasi kegiatan perusahaan nanti dengan membandingkan antara apa yang tertuang dalam anggaran dengan apa yang dicapai dalam realisasi kerja, maka dapat dinilai apakah kegiatan perusahaan selalu sukses dan perbandingan tersebut dapat pula mengetahui sebab-sebab penyimpangan antara anggaran dan realisasinya. Secara luas, anggaran dapat berfungsi sebagai alat pengendalian proses pengelolaan yang mencakup pembagian wewenang orang-orang dalam organisasi atau perusahaan. Oleh karenanya, proses penyusunan anggaran atau disebut penganggaran merupakan kegiatan yang penting sekaligus kompleks, sebab anggaran mempunyai kemungkinan berdampak disfungsional terhadap perilaku anggota organisasi. Menurut Marconi dan Siegel (1989) dalam Herminingsih (2009), anggaran mempunyai manfaat sebagai Berikut:

14 a. Anggaran merupakan hasil proses perencanaan. Anggaran sebagai hasil dari negosiasi antara anggota-anggota dominan di dalam suatu organisasi, maka anggaran mewakili consensus mengenai tujuan kegiatan di masa yang akan datang. b. Anggaran sebagai blueprint kegiatan perusahaan, sehingga anggaran dapat merefleksikan prioritas alokasi sumber daya yang dimiliki perusahaan. c. Anggaran merupakan alat komunikasi internal yang menghubungkan departemen (divisi) dengan departemen (divisi) lain dalam organisasasi maupun dengan top management. d. Anggaran menyediakan informasi tentang hasil kegiatan yang sesungguhnya dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. e. Anggaran sebagai alat pengendalian yang mengarahkan manajemen untuk menentukan bagian organisasi yang kuat dan yang lemah. Hal ini akan dapat mengarahkan manajemen untuk menentukan tindakan koreksi yang harus diambil. f. Anggaran memengaruhi dan memotivasi manajer dan karyawan untuk bekerja dengan konsisten, efektif dan efisien dalam kondisi kesesuaian antara tujuan perusahaan dengan tujuan karyawan. Dalam sektor publik, pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dalam peraturan daerah (Perda). Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 58 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala

15 bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Semakin baik perencanaannya akan memberikan dampak semakin baik pula implementasinya di lapangan. Mardiasmo (2002) menyebutkan aspek pengelolaan keuangan daerah, pada dasarnya menyangkut tiga hal yang saling terkait satu dengan yang lainya, yaitu: 1. Aspek penerimaan, yaitu mengenai seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dapat menggali sumber-sumber pendapatan yang potensial dan biayabiaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan pendapatan tersebut. 2. Aspek Pengeluaran, yaitu mengenai seberapa besar biaya-biaya dari suatu pelayanan publik dan faktor-faktor yang menyebabkan biaya-biaya tersebut meningkat. 3. Aspek anggaran, yaitu mengenai hubungan antara pendapatan dan pengeluaran serta kecenderungan yang diproyeksikan untuk masa depan. Strategi dan prioritas APBD harus dipegang dalam perencanaan keuangan. Hal ini berkaitan dengan tindakan dan ukuran untuk menentukan keputusan perencanaan anggaran daerah untuk pelaksanaan suatu kegiatan yang dipilih di antara alternatif kegiatan-kegiatan lain, untuk mencapai tujuan dan sasaran dari pemerintah daerah. Platform anggaran adalah batasan anggaran tertinggi/maksimum yang dapat diberikan kepada unit kegiatan dalam rangka membiayai segala aktivitasnya. Dalam pengelolaan anggaran perlu dipegang prinsip Value for Money, artinya pengelolaan anggaran yang baik harus memenuhi ukuran ekonomis, efektif dan efisien. Keberhasilan pengelolaan keuangan daerah sangat ditentukan oleh proses

16 awal perencanaannya. Semakin baik perencanaannya akan memberikan dampak semakin baik pula implementasinya di lapangan. 2.1.5 Partisipasi dalam Penganggaran Partisipasi adalah sebagai tingkat keikutsertaan manajer dalam penyusunan anggaran dan pengaruh anggaran tersebut terhadap pusat pertanggungjawaban manajer yang bersangkutan (Kennis, 1979). Menurut Brownell (1986) partisipasi dalam penganggaran yaitu suatu proses partisipasi individu akan dievaluasi, dan mungkin diberi penghargaan berdasarkan prestasi mereka pada sasaran (target) yang dianggarkan di mana mereka terlibat dalam proses tersebut dan mempunyai pengaruh pada penentuan target tersebut. Definisi partisipasi dalam penganggaran secara lebih terperinci disampaikan oleh Milani (1975) yaitu: 1. Seberapa jauh anggaran dipengaruhi oleh keterlibatan para manajer 2. Alasan-alasan para atasan pada waktu anggaran dalam proses revisi 3. Frekuensi menyatakan inisiatif, memberikan usulan dan pendapat tentang anggaran kepada atasan tanpa diminta 4. Seberapa jauh manajer merasa mempunyai pengaruh dalam anggaran akhir 5. Kepentingan manajer dalam kontribusinya pada anggaran 6. Frekuensi anggaran didiskusikan oleh para atasan pada waktu anggaran disusun. Dari definisi di atas, Milani ingin menyampaikan bahwa faktor utama yang membedakan antara anggaran partisipasi dengan non-partisipasi adalah tingkat

17 keterlibatan dan pengaruh bawahan terhadap pembuatan keputusan dalam proses penyusunan anggaran. Penelitian yang berkaitan dengan partisipasi dalam penyusunan anggaran pertama kali dilakukan oleh Argyris pada tahun 1952. Dalam penelitiannya disimpulkan bahwa sistem anggaran yang ada pada waktu itu dapat menimbulkan adanya ketidakpuasan karyawan. Untuk itu diusulkan menerapkan partisipasi dalam penyusunan anggaran (Puspaningsih, 1998). Menurut Siegel & Marconi (1989) dalam Herminingsih (2009), penerapan partisipasi dalam penganggaran memberikan banyak manfaat antara lain: a. Partisipan (orang yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran) menjadi ego-involved tidak hanya task-involved dalam kerja mereka b. Partisipasi akan menaikkan rasa kebersamaan dalam kelompok, yang akibatnya akan menaikkan kerja sama anggota kelompok di dalam penetapan sasaran c. Partisipasi dapat mengurangi rasa tertekan akibat adanya anggaran d. Partisipasi dapat mengurangi rasa ketidaksamaan di dalam alokasi sumber daya di antara bagian-bagaian organisasi. Meskipun partisipasi mempunyai banyak manfaat bukan berarti partisipasi tidak mempunyai keterbatasan dan masalah. Menurut Becker dan Green (1962) dalam Puspaningsih (1998) menemukan bahwa jika diterapkan secara tidak benar, partisipasi dapat merusak motivasi dan menurunkan kemampuan untuk mencapai sasaran organisasi. 2.1.6 Peran Manajemen Publik Pengelola Keuangan Daerah

18 Menurut Mahmudi (2007) manajemen publik merupakan upaya yang dilakukan oleh para pejabat organisasi sektor publik dalam mengelola sumber daya yang ada secara optimal untuk kepentingan publik dalam mencapai kesejahteraan publik. Oleh karena itu, pejabat pengelola keuangan harus memiliki sikap manajemen sektor publik yang mapan sehingga mampu menyatukan setiap elemen yang ada. Hood (1995) mempertimbangkan sistem manajemen sektor publik dalam bentuk dua elemen pokok yaitu tingkat perbedaan dengan sektor privat dan tingkat aturan operasi untuk menjadi penyangga terhadap kebijakan politis dan manajerial. Dengan menggunakan dua unsur pokok ini, teridentifikasi tujuh doktrin yang mendasari new public management (NPM) yaitu: 1. Penguraian sektor publik menjadi unit korporasi di organisasi berdasarkan produk 2. Ketentuan persaingan didasarkan oleh kontrak, dengan pasar internal dan kontrak bersyarat 3. Menekankan pada gaya sektor privat dalam praktik manajemen 4. Lebih menekankan pada disiplin dan penghematan dalam penggunaan sumber daya 5. Lebih menekankan pada manajemen puncak yang bervisi 6. Standar dan ukuran kinerja dan keberhasilan dapat diukur secara jelas 7. Penekanan lebih besar pada output. Doktrin satu sampai dengan empat menyangkut teknik NPM dalam mengurangi perbedaan administrasi sektor publik dibanding dengan sektor privat. Doktrin lima sampai dengan tujuh menyangkut teknik NPM dalam mengurangi aturan sektor

19 publik dan meningkatkan ketersediaan kebijaksanaan bagi manajer sektor publik. Peran menunjukkan partisipasi seseorang dalam mewujudkan tujuan organisasi. Peran manajemen publik pengelola keuangan daerah menunjukkan tercapainya mekanisme penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif. Oleh karena itu, dibutuhkan peran manajemen publik pejabat pengguna anggaran/barang dalam memimpin kegiatan di SKPD. Pemerintah daerah terdiri dari banyak satuan kerja yang memiliki fungsi dan wewenang berbeda dan saling terkoordinasi dalam pencapaian tujuan daerah. Menurut Permendagri 13 Tahun 2006 jo Permendagri 59 Tahun 2007 jo Permendagri 21 Tahun 2011, dalam konstruksi keuangan daerah terdapat dua jenis satuan kerja, yaitu: 1. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). 2. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD). Menurut Permendagri 13 Tahun 2006, kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada pengelola keuangan daerah, yaitu: a. Sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah b. Kepala SKPKD selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah c. Kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang. Pengelola keuangan daerah diberi batasan wewenang yang telah ditetapkan dalam sistem pengelolaan keuangan daerah, namun mereka memiliki elemen kebijaksanaan dan kekuasaan serta tanggung jawab tertentu dalam hal sifat dan hakekat jasa dan pelayanan yang menjadi tanggung jawabnya (Coralie, 1987

20 dalam Herminingsih, 2009). Kepala SKPD sebagai pejabat pengguna anggaran/barang merupakan salah satu pengelola keuangan daerah yang memiliki tugas dalam mengelola anggaran SKPD, mulai dari penyusunan anggaran, pengawasan anggaran, pelaporan keuangan, sampai pada evaluasi kinerja instansinya. Dalam melaksanakan kegiatan kerja, kepala SKPD dibantu oleh pejabat eselon tiga dan empat selaku kuasa pengguna anggaran/barang. Berdasarkan Prospect Theory, dikatakan bahwa pengelola keuangan daerah (yang dalam hal ini adalah kepala SKPD) akan ikut berperan aktif pada setiap kebijakan pemerintah manakala merasakan bahwa implementasi kebijakan tersebut menguntungkan. Sebaliknya, akan menunjukkan sikap yang kurang mendukung atau kurang berperan bahkan menolak pada setiap implementasi kebijakan manakala merasakan bahwa kebijakan tersebut dianggap merugikan. Sikap ini akan memengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan (Kahnerman dan Tversky, 1979). Dengan peran manajemen publik kepala SKPD, diharapkan mampu mewujudkan suasana kerja yang harmonis antara atasan dan bawahan, dan setiap individu akan bekerja lebih keras untuk mencapai tujuan, sehingga akan meningkatkan kinerja SKPD pada khususnya dan kinerja pemerintah daerah pada umumnya. 2.1.7 Kinerja Pemerintah Daerah Kinerja menurut Mahoney dkk (1963) dalam Zaenuri (2009) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka

21 mencapai tujuan organisasi. Jadi, kinerja organisasi pemerintah menggambarkan mengenai tingkat pencapaian dan implementasi tugas yang dilakukan oleh seluruh aparatur suatu organisasi atau instansi pemerintah. Definisi kinerja tersebut menjelaskan di mana suatu gambaran mengenai tingkat pencapaian dan pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintah yang ada di suatu organisasi atau instansi pemerintah. Meningkatkan kinerja aparatur pemerintah dalam instansi pemerintah merupakan tujuan atau target yang ingin dicapai oleh seseorang aparatur yang ada di instansi pemerintah dalam melaksanakan suatu kegiatan dengan maksimal. Anggaran daerah merupakan desain teknis untuk pelaksanaan strategi, sehingga apabila pengeluaran pemerintah mempunyai kualitas yang rendah, maka kualitas pelaksanaan fungsifungsi pemerintah daerah juga cenderung melemah yang berakibat kepada wujud daerah di masa yang akan datang sulit untuk dicapai. Menurut Mahmudi (2007) tujuan dilakukan penilaian kinerja di sektor publik adalah untuk: (1) mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi, (2) menyediakan sarana pembelajaran pegawai, (3) memperbaiki kinerja periode berikutnya, (4) memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian reward atau punishment, (5) memotivasi pegawai, (6) menciptakan akuntabilitas publik. Ada dua pendekatan yang digunakan dalam mengukur kinerja pemerintah yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dengan menggunakan persepsi pegawai dan masyarakat, sedangkan pendekatan kuantitatif dilakukan dengan analisis rasio keuangan daerah seperti rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio aktivitas, rasio ketergantungan, rasio kemandirian daerah.

22 Ada beberapa indikator yang sering dipergunakan untuk melihat kinerja keuangan daerah, tetapi salah satu indikatornya yang sering digunakan untuk melihat kinerja keuangan daerah adalah akuntabilitas. Demikian pula Inpres nomor 4 tahun 1999 tentang akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, yang mencerminkan adanya kemauan politik pemerintah untuk segera memperbaiki infrastruktur sehingga dapat diciptakan pemerintah yang baik. Mardiasmo (2002) mengemukakan dalam konteks otonomi daerah, value for money (VFM) merupakan jembatan untuk mengantarkan pemerintah daerah mencapai good governance, yaitu pemerintah daerah yang transparan, ekonomis, efisiensi, efektif, responsif dan akuntabel. VFM tersebut harus dioperasionalkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Aspek indikator pengukuran kinerja organisasi sektor publik terkait dengan beberapa hal sebagai berikut: 1. Efisiensi Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. 2. Efektivitas Apakah tujuan dari didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai. Hal tersebut kaitannya dengan nilai, misi, tujuan organisasi 3. Keadilan

23 Kriteria ini berkaitan konsep kecukupan atau kepantasan. Isu-isu yang menyangkut pemerataan pembangunan, layanan kepada kelompok pinggiran dan sebagainya. 4. Produktivitas Produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. 5. Kualitas Pelayanan Isu mengenai kaulitas pelayanan cendurung menjadi semakin penting dalam menjalankan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organsisasi publik. 2.2 Penelitian Sebelumnya 2.2.1 Pengaruh Partisipasi Dalam Penganggaran Penelitian tentang partisipasi dalam penganggaran antara lain dilakukan oleh Kenis (1979), Brownell dan McInnes (1986), dan Indriantoro (1993). Penelitian tentang anggaran dengan mengadopsi pendekatan kontijensi antara lain Brownell (1980), Chong dan Chong (2000) dalam Herminingsih (2009), Din (2008), Zaenuri (2009) dan Hehanusa (2010). Pendekatan kontijensi menyebabkan adanya variabel-variabel yang bertindak sebagai variabel moderating atau variabel intervening. Sedangkan penelitian anggaran dengan mengadopsi teori agensi antara lain oleh Puspaningsih (1998), Poerwati (2002), Ramandei (2009) dan Herminingsih (2009).

24 Puspaningsih (1998) melakukan penelitian tentang pengaruh partisipasi dalam penyusunan anggaran terhadap kepuasan kerja dan kinerja manajer. Dalam hubungan antara partisipasi dalam penyusunan anggaran dengan kepuasan kerja dan kinerja manajer, ada yang punya hubungan langsung, namun kadang juga ada variabel intervening misalnya role ambiguity atau job relevan information. Kadang terdapat juga variabel moderator, misal job difficulty, locus of control dan dimensi budaya. Poerwati (2002) melakukan penelitian terhadap manajer-manajer pada perusahaan manufaktur menunjukkan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran tidak mempunyai pengaruh secara langsung terhadap kinerja manajerial. Din (2002) melakukan penelitian tentang Anteseden dan Konsekuensi Partisipasi Penganggaran. Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling. Responden dalam penelitiannya adalah kepala SKPD dan pejabat satu tingkat di bawah SKPD di Kota Palu yang menunjukkan bahwa desentralisasi berpengaruh positif terhadap partisipasi penganggaran, dan berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial. Penelitian oleh Ramandei pada tahun 2009 dilakukan dengan objek penelitian pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Jayapura. Penelitian ini berjudul Pengaruh Karakteristik Sasaran Anggaran dan Sistem Pengendalian Intern terhadap Kinerja Manajerial Aparat Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Jayapura). Pemilihan sampel dilakukan secara purposive sampling sedangkan untuk menguji hipotesis digunakan analisis regresi berganda dengan bantuan SPSS. Hasil penelitian adalah bahwa

25 karakteristik sasaran anggaran (partisipasi anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran dan evaluasi anggaran) tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Sedangkan sistem pengendalian intern berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial aparat pemerintah daerah Kota Jayapura. 2.2.2 Pengaruh Peran Manajemen Publik Pengelola Keuangan Daerah Rohman (2007) dalam Herminingsih (2009) melakukan survei pada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota se-jawa Tengah tentang Pengaruh Peran Manajerial Pengelola Keuangan Daerah dan Fungsi Pemeriksaan Intern terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran manajerial pengelola keuangan daerah dan fungsi pemeriksaan intern berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah. Tuasikal (2006) dalam Putri (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh antara pengelolaan keuangan terhadap kinerja unit SKPD, dengan objek Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Maluku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan satuan kerja pemerintah daerah tidak berpengaruh terhadap kinerja satuan kerja pemerintah daerah. Secara teoretis pengaruh variabel tersebut masih relatif lemah karena pendidikan dan pelatihan di bidang pengelolaan keuangan pola baru belum dapat memberi dukungan maksimal dalam menunjang peningkatan kinerja setiap satuan kerja. Putri (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh Komitmen Organisasi dan Peran Manajerial Pengelola Keuangan Daerah terhadap Kinerja Manajerial SKPD, dengan objek penelitian pada SKPD se-kabupaten Tegal. Hasil penelitian

26 menunjukkan bahwa peran manajerial pengelola keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD. 2.2.3 Kinerja Berbagai penelitian banyak dilakukan terkait kinerja. Hal ini sebagai konsekuensi dari tuntutan masyarakat yang menginginkan transparansi dan akuntabilitas organisasi sektor publik. Beberapa penelitian yang mengkaji aspek kinerja di berbagai daerah dan berbagai alat ukur yang digunakan. Setyawan (2002) dalam Herminingsih (2009) melakukan penelitian tentang pengukuran kinerja anggaran keuangan daerah Pemerintah Kota Malang dari perspektif akuntabilitas tahun 1997-2001. Penelitian ini menggunakan alat rasio keuangan yang terdiri dari rasio kemandirian daerah, efektivitas dan efisiensi, aktivitas dan pertumbuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja Pemerintah Kota Malang belum baik karena rasio pertumbuhan pendapatannya menurun. Heruwati (2007) dalam Herminingsih (2009), melakukan penelitian tentang kinerja Pemda Grobogan yang dilihat dari pendapatan daerah terhadap APBD tahun 2004-2006. Pengukuran kinerja di sini menggunakan metode analisis rasio terhadap APBD. Hasilnya menunjukkan Pemda Grobogan dari tahun ke tahun kinerjanya semakin baik dengan semakin meningkatnya prosentase tingkat capaiannya. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya lebih menyoroti tentang kinerja keuangan yang berdasarkan data kuantitatif yang diuji dengan menggunakan alat ukur rasio. Dalam penelitian ini memasukkan pengaruh partisipasi dalam penganggaran dan peran manajemen publik pengelola keuangan daerah terhadap kinerja pemerintah daerah dengan menggunakan alat ukur

27 kuesioner, yang disertai dengan data kuantitatif berupa analisis rasio keuangan daerah untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah. 2.3 Kerangka Pemikiran Teoretis Pemerintah berperan sebagai agen yang melaksanakan tugas-tugas yang diamanahkan masyarakat dan bertanggung jawab untuk melaksanakan amanah tersebut dengan baik agar tercapai tujuan organisasi pemerintah. Dalam rangka mewujudkan kinerja pemerintah daerah secara menyeluruh, pemerintah daerah harus mampu menciptakan lingkungan kerja melalui sistem kerja yang partisipatif, salah satunya partisipasi dalam penyusunan anggaran. Selain itu, dibutuhkan pula peran manajemen publik pimpinan daerah khususnya pengelola keuangan yang ada di daerah agar para dapat mengelola keuangan dengan baik, sebagai salah satu indikator kinerja. Dengan keterlibatan semua individu dalam penyusunan anggaran SKPD akan meningkatkan kesadaran dan rasa tanggung jawab mereka terhadap anggaran yang telah disusun bersama-sama. Peran manajemen publik pejabat pengguna anggaran/barang yang semakin baik dalam melaksanakan setiap kegiatan kerja anggaran akan meningkatkan kinerja SKPD. Oleh karena itu, semakin baik kinerja SKPD akan berpengaruh positif terhadap kinerja pemerintah daerah secara keseluruhan. Secara ringkas, pemikiran sebagaimana diuraikan di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

28 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoretis H 1 (+) H 2 (+) Sumber: Herminingsih (2009) 2.4 Pengembangan Hipotesis 2.4.1 Pengaruh Partisipasi dalam Penganggaran terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Dalam teori keagenan, jika bawahan yang berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran mempunyai informasi khusus tentang kondisi lokal, akan memungkinkan bawahan memberikan informasi yang dimilikinya untuk membantu kepentingan perusahaan. Namun, sering kali keinginan atasan tidak sama dengan bawahan sehingga menimbulkan konflik di antara mereka. Sedangkan teori penetapan tujuan menyatakan bahwa tujuan memengaruhi kelangsungan amplitudo usaha dan durasi ketekunan dari suatu tindakan (Locke dan Latham, 2006). Argyris (1952) dalam Puspaningsih (1998) menyarankan perlunya bawahan diberi kesempatan berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran. Target yang diinginkan akan lebih dapat diterima, jika anggota organisasi dapat bersama-sama

29 dalam suatu kelompok mendiskusikan pendapat mereka mengenai target perusahaan, dan terlibat dalam menentukan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam sektor publik, pengukuran kinerja tidak terbatas pada masalah pemakaian anggaran, namun pengukuran kinerja mencakup berbagai aspek yang dapat memberikan informasi yang efisien dan efektif dalam pencapaian kinerja. Oleh karena itu, partisipasi anggaran sangat penting diterapkan organisasi pemerintah dalam menyatukan persepsi di lintas jabatan mulai dari pejabat sampai ke bawahan. Diharapkan dengan adanya partisipasi tersebut akan timbul rasa bertanggung jawab terhadap anggaran yang telah dibentuk dan keinginan untuk mencapai tujuan bersama. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh partisipasi dalam penganggaran terhadap kinerja pemerintah daerah, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: H 1 : Partisipasi dalam penganggaran berpengaruh positif terhadap kinerja pemerintah daerah 2.4.2 Pengaruh Peran Manajemen Publik Pengelola Keuangan Daerah terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai yang dimandatkan, pemerintah dituntut untuk dapat melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Menurut Yeung dan Ulrich (1994) dalam Akmal (2006) mengemukakan bahwa sumber daya manusia mempunyai peran sentral dalam mewujudkan dan mempertahankan keunggulan kompetitif organisasi yang pada akhirnya organisasi berbeda dengan pesaing serta dapat

30 meningkatkan kinerja. Agar dapat menerapkan prinsip-prinsip dalam good governance tersebut tidak terlepas dari dukungan dan optimalisasi peran pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya, termasuk di dalamnya peran manajemen publik pengelola keuangan daerah. Proses pengelolaan keuangan daerah meliputi kegiatan mengkoordinasi dan mengelola sumber daya serta kekayaan yang dimiliki daerah untuk mencapai tujuan yang dikehendaki oleh daerah tersebut. Keberhasilan daerah untuk dapat mencapai tujuan tersebut disebut kinerja. Jadi, dalam rangka mewujudkan kinerja dari pemerintah daerah dibutuhkan manajemen publik yang harus dimiliki oleh para pengelola keuangan daerah. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh peran manajemen publik pengelola keuangan daerah terhadap kinerja pemerintah daerah. Maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: H 2 : Peran manajemen publik pengelola keuangan daerah berpengaruh positif terhadap kinerja pemerintah daerah