BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi self-control Self-control di definisikan sebagai kemampuan individu untuk menahan diri atau mengarahkan diri ke arah yang lebih baik ketika di hadapkan dengan godaangodaan (keadaan dimana remaja mampu berkata iya tetapi ia menahan diri sehingga mengatakan tidak) (Baumeister, Forster, & Vohs, 2012). Self-control mempengaruhi banyak aspek kehidupan, diantaranya adalah kesehatan dan penggunaan teknologi. Dari segi kesehatan, Baumeister dan Exline (2000) mengatakan bahwa individu akan gagal melakukan diet ketika self-control mereka rendah. Mereka cenderung mengkonsumsi makanan ringan ketika mereka sedang melakukan browsing. Diet memerlukan komitmen. Ketika individu tidak menyampingkan keinginan impulsivenya (memberikan respon kepada stimulus tanpa pemikiran yang matang) untuk makan makanan yang menggemukkan maka mereka gagal mengendalikan selfcontrol-nya. Individu dapat mengendalikan keinginan impulsive-nya dengan menolak godaan dan menahan diri dari tindakan yang tidak diinginankan seperti dorongan untuk makan dan minum yang berlebihan, dan menggunakan narkoba (Baumeister dan Exline, 2000). Untuk tujuan jangka panjang, self-control memberikan kontribusi yang lebih baik kepada kesehatan dengan melakukan pola hidup sehat tanpa merokok. Sebaliknya, self-control yang rendah hanya akan memberikan kesenangan sesaat 6
7 (Fujita, 2006) dan efek negatif terhadap kesehatan untuk jangka panjang (Hollander, 2012). Di lihat dari penggunaan teknologi, self-control juga mempunyai peran yang cukup penting seperti mampu menahan diri untuk tidak membuka youtube ketika sedang mencari bahan untuk menyelesaikan pendidikan di internet, bersosialisisasi melalui media sosial dan banyak hal. Walaupun banyak sisi positifnya, ada juga sisi negatif yang ditimbulkan penggunaan teknologi yang berlebihan seperti studi yang dilakukan Young, Pismer, dan O'Mara (2000) dimana salah satu individu yang berlebihan dalam menjalin hubungan di media sosial dapat menimbulkan masalah dalam perkawinan. 2.2 Dimensi self-control scale Ada lima dimensi self-control scale menurut Tangney, Baumeister, dan Boone (2004) : 1. Kedisiplinan diri (Self-discipline). Menilai tentang kedisiplinan individu dalam melakukan sesuatu. Terdapat sembilan items pada dimensi ini. Salah satu item-nya adalah Saya pandai melawan godaan. 2. Tindakan atau aksi yang tidak impulsif (Deliberate/Non-impulsive). Menilai tentang kecenderungan individu untuk melakukan tindakan yang tidak impulsif (memberikan respon kepada stimulus dengan pemikiran yang matang). Terdapat sepuluh items pada dimensi ini. Salah satu item-nya adalah Orang-orang akan menggambarkan saya sebagai pribadi yang impulsif. 3. Pola hidup sehat (Healthy habits). Menilai tentang pola hidup sehat individu. Terdapat tujuh items pada dimensi ini. Salah satu item-nya
8 adalah Saya terkadang minum-minuman keras atau memakai narkoba berlebihan. 4. Etika kerja (Work ethic). Menilai regulasi diri pada pelayanan suatu etika dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Terdapat lima items pada dimensi ini. Salah satu itemnya adalah Saya bekerja atau belajar semalaman ketika sudah mendekati batas waktunya. 5. Reliability. Menilai kemampuan individu dalam menangani sebuah tugas. Terdapat lima items pada dimensi ini. Salah satu item-nya adalah Saya selalu tepat waktu. 2.3 Teori Kontrol (Control Theory) Teori kontrol adalah pendekatan umum untuk memahami self-control. Teori kontrol menggambarkan model dari self-control individu dan memudahkan untuk menganalisis perilaku individu (Carver dan Scheier, 1982). Bagian dasar dari teori kontrol (lihat gambar 2.1) adalah negative feedback loop. Disebut negatif karena fungsinya untuk meniadakan, mengurangi, dan mengetahui adanya penyimpangan dari perbandingan nilai standar. 2.3.1 Komponen Negative feedback loop dan aplikasinya Meskipun terlihat abstak pada awalnya, proses komponen dari sistem ini cukup sederhana. Komponen Negative feedback loop (Carver dan Scheier, 1981): 1. Input function adalah hasil dari pengindraan dari kondisi sekarang yang membentuk persepsi. 2. Reference value adalah sebuah standar nilai yang dimiliki individu. 3. Comparator adalah mekanisme untuk membandingkan antara input function dengan reference value
9 4. Output Function adalah perilaku yang dihasilkan dari pembandingan persepsi dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh individu. Tujuannya untuk mengurangi ketidaksesuaian yang dirasakan. 5. Impact on Environment adalah dampak dari lingkungan yang kita dapatkan dari perubahan perilaku. 6. Disturbance adalah gangguan yang datang dikarenakan perubahan perilaku. Berikut ini aplikasi dari negative feedback loop, ketika remaja menggunakan waktunya untuk online facebook. Awalnya, mereka menggunakan waktunya cukup satu jam per hari (Input function/persepsi) untuk online facebook. Reference value (standar nilai) setengah jam seharusnya cukup untuk melakukan online facebook, Persepsi ini kemudian dibandingkan terhadap standar nilai melalui mekanisme yang disebut comparator. Tujuannya untuk mengurangi perbedaan dan meminimalkan penyimpangan dari perbandingan standar. Jika ada ketidaksesuaian antara persepsi saat ini (satu jam per hari) dan standar nilai (setengah jam per hari), maka akan muncul sebuah perilaku (online facebook cukup 1 jam karena tidak mengganggu kegiatan yang lain) disebut sebagai output function. Kemudian, suatu saat ada gangguan (disturbance) dari peer group remaja yang meminta bantuan untuk membuka facebook-nya dan mengecek pesan yang masuk. Dan pada akhirnya, gangguan ini memberikan dampak terhadap persepsi remaja yang di awal cukup menggunakan waktunya satu jam untuk online facebook sekarang menjadi dua jam.
10 Gambar 2.1 Negative feedback loop Reference value Comparator Input function (perception) Output Function (Behavior) Impact on environmen Disturbance Sumber. Carver dan Scheier (1981) Semua proses kompenen gambar satu digunakan dalam contoh ini: persepsi, standar nilai, pembanding (comparator), perilaku yang muncul, gangguan, dampak dari lingkungan. 2.4 Self-control sebagai kekuatan Kemampuan self-control sama seperti otot. Jika otot telah digunakan akan menjadi lelah dan kehilangan tenaga. Akan tetapi jika otot tersebut digunakan secara rutin dan berkala akan menambahkan kemampuan kinerjanya (Baumeister et al., 1998; Muraven et al. 1998). Kemampuan self-control dapat di perkuat dari waktu ke waktu melalui latihan (Muraven et al, 1999). Peserta dalam sebuah penelitian diminta untuk melaksanakan beberapa tugas yang berkaitan dengan self-control selama dua
11 minggu. Setelah dua minggu, peserta dibandingkan dengan subjek kontrol yang tidak melakukan hal serupa. Hasil penelitian tersebut menunjukkan kelompok yang melakukan beberapa tugas tersebut mempunyai kemampuan self-control yang lebih baik. Melihat hasil penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa self-control dapat dilatih agar kemampuannya meningkat dari waktu ke waktu menjadi lebih baik. Latihan membuat kemampuan self-control individu lebih mampu melawan efek kelelahan. 2.5 Facebook dan intensitas penggunaannya Facebook diluncurkan pada tahun 2004. Awalnya didesain oleh Mark Zuckerberg untuk tetap berhubungan dengan sesama mahasiswa dari Universitas Harvard kemudian berkembang ke universitas yang lain dan setelah itu meluas ke masyarakat umum (Kaplan dan Haenlein, 2009). Pada tahun terbentuknya facebook tercatat 21 juta pengguna yang menggunakan aplikasi ini (Needham dan Company, 2007). Facebook berfungsi untuk memfasilitasi interaksi sosial yang dapat digunakan oleh siapa saja. Secara ekslusif di kalangan mahasiswa. Pada tahun 2009, facebook mencakup lebih dari 49 juta pengguna. Facebook beroperasi dengan memungkinkan pengguna untuk memilih jaringannya seperti sekolah, universitas, daerah tempat tinggal. Pengguna facebook mempunyai profile, yang di dalamnya terdapat informasi dasar seperti tahun individu lulus dan kota asal. Selain itu, pengguna dapat menambah teman dengan mengundangnya menjadi anggota. Mungkin dapat menerima atau menolak sehingga memberikan self-control untuk daftar teman-temannya. Pengguna dapat mengontrol
12 berapa banyak informasi dengan pengaturan privasi mereka (Pempek, Yermolageva, & Calvert, 2009). Hasil survey menyatakan dari beberapa perguruan tinggi di Midwest AS menemukan bahwa 91% dari responden (mahasiswa) menggunakan situs facebook.com (Wiley & Sisson, 2006). Mereka menghabiskan waktu di situs jejaring sosial dan sudah menjadi bagian dari kegiatan sehari-hari sebagian besar dewasa muda AS. Dalam satu studi, siswa perguruan tinggi AS dilaporkan menggunakan facebook rata-rata 10 sampai 30 menit setiap hari (Ellison, Steinfield, & Lampe, 2007). Studi lain menemukan bahwa sekitar setengah dari usia 12-17 tahun log in situs jejaring sosial setiap hari: 22% log in ke situs jejaring sosial beberapa kali per hari, 26% sekali sehari, 17% tiga sampai lima hari per minggu, 15% satu atau dua hari per minggu, dan hanya 20% setiap beberapa minggu (Lenhart & Madden, 2007). Sebuah survei pada mahasiswa di AS menunjukkan bahwa situs jejaring sosial memprioritaskan untuk berinteraksi dan mempertahankan persahabatan dibandingkan untuk berkenalan dengan teman baru (Ellison, Steinfield, & Lampe, 2007). Bahkan, studi Pempek, Yermolayeva, & Calvert (2009) menemukan hubungan positif yang kuat antara penggunaan facebook dan sosial kapital, atau sumber daya yang diperoleh melalui interaksi sosial. Survey pada remaja dan mahasiswa dengan keanggotaan situs jejaring sosial mengungkapkan terutama remaja yang menggunakan situs ini untuk tetap berhubungan dengan teman-teman mereka yang sering atau jarang mereka temui di kehidupan nyata (Lenhart dan Madden, 2007). Berdasarkan penelitian Pempek, Yermaloyeva, & Calvert (2009) hubungan yang kuat antara penggunaan facebook dengan indikator sosial kapital terutama dari jenis penghubung jaringan. Penggunaan internet saja tidak
13 memprediksikan hubungan kapital sosial tetapi intensif penggunaan facebook yang dilakukan. Keterkaitan yang kuat antara penggunaan facebook dan koneksi menunjukkan bagaimana jaringan sosial online membantu menjaga hubungan satu komunitas seperti memfasilitasi ketika mahasiswa lulus dari universitas dan tetap terhubung dengan universitas. Koneksi ini menghasilkan keuntungan yang kuat dalam hal pekerjaaan, magang, dan peluang lainnya. Selain itu, sekitar setengah dari remaja menggunakan situs jejaring sosial untuk mencari teman baru (Lenhart & Madden, 2007) dan sekitar setengah dari mahasiswa menggunakan mereka untuk membiarkan orang lain mengetahui tentang dirinya dan aktivitas yang dilakukannya (Wiley & Sisson, 2006). 2.6 Pengguna internet, usia, dan jenis kelamin Dari penelitian Lenhart, Purcell, Smith, & Zickuhr (2010) di Amerika Serikat mengungkapkan presentase pengguna internet pada bulan September 2009, remaja usia 12-17 tahun dengan presentase (73%), dewasa muda dengan usia 18-29 tahun dengan presentase (72%) dan dewasa usia 30 tahun keatas dengan presentase (40%). Remaja dan dewasa muda saling bersaing. Perbedaan presentase mereka hanya (1%). Ini membuktikan tingkat pengguna aktif media sosial tinggi bila dibandingkan dengan dewasa dengan usia 30 tahun keatas. Berdasarkan jenis sosial media yang digunakan pada dewasa muda usia 18-29 tahun facebook menempati presentase (71%) diantara MySpace dan Linkedln. Lain halnya dengan dewasa dengan usia 30 tahun ke atas menggunakan facebook dengan presentase (75%) diantara MySpace dan Linkedln. Ini membuktikan tingkat
14 pengguna aktif facebook ditempati dewasa dengan usia 30 tahun (Lenhart, Purcell, Smith, & Zickuhr, 2010). Berdasarkan data di atas, facebook menjadi online media sosial yang paling banyak digunakan. Dan juga, ada perbedaan dalam segi presentase menggunakan facebook diantara dewasa muda dan dewasa. Menurut data dari European Network and Information Security Agency (ENISA, 2010) menunjukkan 283 masyarakat eropa menggunakan media sosial. Rumah dan kantor adalah tempat penggunaan internet paling digemari (ENISA, 2010). Laki-laki mengunjungi media sosial (facebook, twitter, youtube, myspace) untuk bermain online games, mengunduh video, menyelesaikan pekerjaan dan membuka email. Sedangkan perempuan mengunjungi media sosial untuk berkomunikasi dengan kerabat, menyelesaikan pendidikannya, membuka email, melakukan penelitian, dan membaca situs tentang kesehatan (Demiray, 2009). Dalam segi menggunakan internet laki-laki menggunakannya untuk memesan barang elektronik, tambahan untuk komputer, membeli video game dan barang rumah tangga sedangkan perempuan lebih banyak menggunakannya untuk membeli buku, majalah, bahan pendidikan, pemesanan untuk perjalanan liburan, perawatan kecantikan dan kesehatan (Guzel, 2007). Demiray (2009) mengungkapkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan untuk kepemilikan gadget. 2.7 Kerangka berpikir Gambar 2.6 Karangka berpikir Penggunaan facebook pada remaja Self-control Intensitas penggunaan facebook
15 Self-control merupakan kemampuan remaja untuk dapat mengatakan tidak ketika keadaan dimana remaja dapat mengatakan iya. Saat remaja menggunaan media sosial seperti facebook yang berfungsi untuk tetap terhubung dengan kerabat, mencari teman baru, bermain games online dan mencari informasi tentang berbagai hal. Ketika menggunakan facebook, remaja dengan mudah mengikuti kesenangan sesaatnya sampai melupakan aktivitasnya. Kerangka berpikir ini menggambarkan tentang fenomena yang terjadi pada saat ini yaitu penggunaan facebook pada remaja. Seperti kita ketahui pada saat ini banyak yang menggunakan facebook dalam aktivitas sehari-hari mereka. Peneliti berasumsi bahwa penggunaan facebook yang tinggi pada remaja berhubungan dengan kurang atau tidak adanya self-control pada diri mereka begitupun sebaliknya. Dan self-control yang tinggi mempengaruhi intensitas penggunaan facebook yang rendah begitupun sebaliknya.