I. PENDAHULUAN. terjadi pada tahun 1979, 1996, 1999, 2002, 2007 (Kusumaputra, 2010).

dokumen-dokumen yang mirip
EKSTERNALITAS POSITIF BANJIR KANAL BARAT JAKARTA SEBAGAI POTENSI WISATA AIR KEMALA INDAH WAHYUNI

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

I. PENDAHULUAN. bernegara. Pengaturan dan pengelolaan pertanahan tidak hanya ditujukan untuk menciptakan

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. prioritas utama dalam pemenuhannya. Seiring dengan perkembangan jaman dan

BAB I PENDAHULUAN. Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

IMPIAN BERSAMA MEMBANGUN DAN MENGEMBANGKAN WILAYAH TIMUR DAN UTARA DKI JAKARTA UNTUK MEMBERIKAN NILAI TAMBAH KEPADA PEMBANGUNAN DAN KESEJAHTERAAN

Mencari Akar Masalah Air (Banjir & Kelangkaan air baku ) Jakarta

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jl. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp : (021)

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

LAPORAN ANALISIS HUJAN DI WILAYAH DKI JAKARTA TANGGAL 04 OKTOBER 2009

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jl. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp : (021)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di

BAB I PENDAHULUAN. hidro-meteorologi (banjir, kekeringan, pasang surut, gelombang besar, dan

PENGENDALIAN BANJIR JAI(ARTA DENGAN SISTEM POLDER. oleh: Koensatwanto fnpasihardj o. Disampaikan pada: Worlishop Clean River Management

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN KEJADIAN CUACA EKSTRIM DI WILAYAH DKI JAKARTA TANGGAL 08 APRIL 2009

POLA PIKIR YANG HARUS DI RUBAH. DJOKO SURYANTO Hp

BAB 3 METODE PEMETAAN DAERAH BANJIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. persentasi uap air di udara semakin banyak uap air dapat diserap udara.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR. Perencanaan Sistem Drainase Pembangunan Hotel di Jalan Embong sawo No. 8 Surabaya. Tjia An Bing NRP

Peran Tanah Terhadap Evaluasi Banjir ( Studi Kasus Banjir di DKI Jakarta ) Oleh : Bhian Rangga FKIP Geografi UNS

KONDISI UMUM 4.1. DKI Jakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sistem polder Pluit yang pernah mengalami banjir pada tahun 2002.

BAB III METODE PENELITIAN

4/12/2009. Water Related Problems?

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

Gambar 2.1.Komponen Drainase Sistem Polder yang Ideal

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

Gambar 3. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan di Lima Stasiun di Jakarta Tahun (Sumber: BMG Jakarta)

ANALISIS CURAH HUJAN SEPUTAR JEBOLNYA TANGGUL SITU GINTUNG

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, masalah lingkungan telah menjadi isu pokok di kota-kota

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi dan pusat pembangunan di Provinsi Sumatera Utara yang

IV. KONDISI UMUM PENELITIAN

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

Tujuan. Keluaran. Hasil. Manfaat

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN. dan juga benda-benda bersejarah yang tidak ternilai harganya sehingga harus

V. GAMBARAN UMUM. Penelitian ini dilakukan di dua kelurahan di bantaran Sungai Krukut yaitu,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB V PRINSIP PENGEMBANGAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB IV PEMODELAN SISTEM POLDER PADA KAWASAN MUSEUM BANK INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM XP SWMM

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir

BAB I PENDAHULUAN. Surakarta yang merupakan kota disalah satu Provinsi Jawa Tengah. Kota

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

BAB I PENDAHULUAN. Suatu bencana alam adalah kombinasi dari konsekuensi suatu resiko alami

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

PRESENTASI PEMBANGUNAN BANJIR KANAL TIMUR

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BANJIR JABODETABEK DITINJAU DARI ASPEK DAYA DUKUNG LAHAN WILAYAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. dan mencari nafkah di Jakarta. Namun, hampir di setiap awal tahun, ada saja

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

penamaan bagi danau yang memiliki ukuran yang kecil 1.

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PENGENDALIAN BANJIR DI KECAMATAN ILIR TIMUR I PALEMBANG. Zainuddin

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

4.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Promosi Hygiene

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia, khususnya kota-kota besar seperti Jakarta. Banjir yang terjadi di Jakarta membentuk suatu peristiwa periodisasi atau kala ulang. Periodisasi banjir bisa terjadi dalam kala ulang 100 tahun, 50 tahun, 20 tahun, 10 tahun, dan sekarang telah menjadi siklus atau kala ulang lima tahunan. Meskipun sebenarnya setiap tahun Kota Jakarta mengalami banjir, hanya saja ada tahuntahun yang kejadian banjirnya sangat besar, ada pula tahun-tahun yang banjirnya berkurang. Menurut sejarahnya Jakarta sudah dilanda banjir ketika masih disebut Batavia, yaitu sejak tahun 1621, 1654, 1873, dan 1918 pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Pada dekade terakhir ini, banjir besar terjadi pada tahun 1979, 1996, 1999, 2002, 2007 (Kusumaputra, 2010). Terbatasnya lahan serta Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Jakarta menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir Jakarta karena kurangnya daerah resapan air. Keterbatasan tersebut akibat banyak dibangun gedung serta bangunan lain yang membuat Kota Jakarta menjadi padat. Tahun 1985, luas RTH Jakarta masih 28,76 % dari total luas Jakarta yang mencapai 661,52 km 2. Namun pada tahun 1995, luas RTH Jakarta menjadi 24,88 %. Tahun 2003, luas RTH Jakarta hanya tersisa 9,12 % dan tahun 2007 luas RTH di Jakarta semakin berkurang menjadi 6,2 %. Data tersebut memperlihatkan terjadinya degradasi kawasan RTH di Jakarta. Padahal idealnya, proporsi RTH di Jakarta minimal 30 % dari luas total wilayah kota 1. 1 http://www.pu.go.id/isustrategis/view/21. Diakses pada tanggal 7 September 2011 pukul 18.40.

Oleh karena itu, setiap tahun luas genangan banjir di Jakarta semakin melebar. Lokasi daerah rawan banjir dan rawan genangan umumnya daerah rendah, dimana lokasi tersebut awalnya diindikasikan sebagai tempat tampungan air banjir sementara. Tetapi pada perkembangannya, daerah tersebut menjadi lingkungan pemukiman yang relatif padat penduduk. Data lokasi banjir di lima wilayah kotamadya Jakarta dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Lokasi Banjir di Lima Wilayah Kota Jakarta No. Wilayah Lokasi Banjir Luas Genangan 1. Jakarta Barat 7 Kecamatan 1.190.400 m 2 32 Kelurahan (± 119 ha) 2. Jakarta Pusat 4 Kecamatan 209.000 m 2 4 Kelurahan (± 20 ha) 3. Jakarta Selatan 10 Kecamatan 64.500 m 2 45 Kelurahan (± 6 ha) 4. Jakarta Utara 7 Kecamatan 5.529.050 m2 31 Kelurahan (± 552 ha) 5. Jakarta Timur 10 Kecamatan 1.189.453 m 2 45 Kelurahan (± 118 ha) Sumber: Dok. Dinas Pekerjaan Umum (2010) Penyebab lain banjir adalah curah hujan yang berfluktuasi. Tabel 2 menampilkan data curah hujan dan pos curah hujan di wilayah DKI Jakarta. Tabel 2. Curah Hujan Stasiun BMKG dan Pos Hujan Tanggal 14 September 2010 No. Pos Hujan Curah Hujan (mm) 1. Staklim Pondok Betung 108,9 2. Stamet Serang 7,0 3. Stamar Tanjung Priuk 0 4. Stamet Kemayoran 4,0 5. Stamet Cengkareng 14,0 6. Pos Istana 2,0 7. Pos Krukut Hulu 19,0 8. Pos Lebak Bulus 62,5 9. Pos Pasar Minggu 114,0 10. Pos Pesanggrahan 14,0 11. Pos Ragunan 60,8 12. Pos Rorotan 0 13. Pos Setiabudi 37,5 14. Pos Sunter Hulu 45,0 15. Pos Sunter Kodamar 0 16. Pos Waduk Melati 21,0 Sumber: Stasiun Klimatologi Pondok Betung (2010) 2

Banjir yang terjadi di Jakarta juga dipengaruhi oleh 13 sungai atau kali yang melintasi Kota Jakarta. Sungai atau kali tersebut adalah: Kali Mookervart, Kali Angke, Kali Pesanggrahan, Kali Grogol, Kali Krukut, Kali Baru Barat, Kali Ciliwung, Kali Baru Timur, Kali Cipinang, Kali Buaran, Kali Sunter, Kali Jati Kramat, dan Kali Cakung. Data sungai atau Drainase Makro di Jakarta dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Drainase Makro 13 Sungai Melintas di Jakarta No. Lokasi Panjang Lebar Rata2 Luas (km) (m) (km 2 ) 1. K. Mookervart 7,30 50 0,3650 2. K. Angke-CD 12,81 42 0,5380 3. K. Pesanggrahan 27,30 13 0,3549 4. K. Grogol 23,60 7 0,1652 5. K. Krukut 28,75 6 0,1725 6. K. Ciliwung 46,20 25 1,1550 7. K. Baru Timur 30,20 13 0,3926 8. K. Cipinang 27,35 17 0,4650 9. K. Sunter 37,25 29 1,0803 10. K. Buaran 7,90 20 0,1580 11. K. Jati Kramat 3,80 5 0,0190 12. K. Cakung 20,70 20 0,4140 13. K. Blencong 6,00 Sumber: Dinas Pekerjaan Umum (2011) 27 0,1620 Salah satu masalah terjadinya banjir adalah pencemaran sungai atau kali. Kondisi ke-13 sungai tersebut saat ini sangat kompleks karena pencemaran. Persentase status mutu air sungai yang melintasi Kota Jakarta dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Data Persentase Status Mutu Air Sungai di Jakarta No. Status Mutu Air Persentase (%) 1. Masih Baik 0 2. Tercemar Ringan 7 sampai 9 3. Tercemar Sedang 10 sampai 20 4. Tercemar Berat 71 sampai 82 Sumber: Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta (2010) Bulan Januari-Februari merupakan puncak bulan basah, sehingga jika pada bulan-bulan tersebut terjadi hujan deras, maka kemungkinan terjadi 3

banjir akan lebih besar. Banjir merupakan salah satu bentuk eksternalitas negatif, karena banjir bisa terjadi akibat sampah dari aktivitas ekonomi di hulu yang mengalir terbawa arus air sungai akibat sanitasi dan saluran air yang buruk. Selain itu banjir juga bisa disebabkan karena terjadinya sedimentasi dan tidak dilakukannya pembersihan rutin pada daerah aliran sungai. Oleh karena hal itu, pemerintah membangun waduk atau kanal sebagai salah satu upaya struktural pengendali banjir di Jakarta. Pembangunan kanal tersebut ternyata mempunyai sisi lain yang dapat dimanfaatkan, yaitu sebagai objek wisata air seperti misalnya yang ada di Sungai Seine di Perancis serta Sungai San Antonio di Amerika Serikat. Pada tahun 1930 di Amerika Serikat dibangun sebuah proyek pengendali banjir yang diberi nama River Walk San Antonio, tetapi kemudian berkembang menjadi daerah tujuan wisata. Objek wisata yang ditawarkan berupa objek wisata air yang dapat menimbulkan suatu bentuk eksternalitas positif. Tidak hanya wisatawan lokal yang senang menikmati keindahan ekowisata River Walk San Antonio, tetapi juga wisatawan mancanegara yang memang sengaja datang kesana untuk menikmati keindahan ekowisata River Walk San Antonio 2. Jakarta yang mempunyai struktur alam mirip dengan negeri Belanda, menyebabkan dibangunnya kanal-kanal yang berfungsi untuk pencegah banjir 3. Terdapat dua kanal yang dibangun di Jakarta, yaitu Banjir Kanal Barat (BKB) disebelah barat Jakarta dan Banjir Kanal Timur (BKT) disebelah 2 http://arenaphoto.blogspot.com/2011/04/keunikan-wisata-tepi-sungai-di-san.html. Diakses pada tanggal 7 September 2011 pukul 19.45 3 http://www.depdagri.go.id/pages/profil-daerah/provinsi/detail/31/dki-jakarta. Diakses pada tanggal 7 September 2011 pukul 21.00 4

timur Jakarta. Banjir Kanal yang dibangun awalnya bertujuan agar aliran Sungai Ciliwung melintas di luar Batavia, tetapi terdapat fungsi lain yaitu sebagai pengendali aliran air dari hulu sungai dan mengatur volume air yang masuk ke Kota Jakarta. Peningkatan kapasitas BKB dari Pintu Air Manggarai sampai dengan Pantai Indah Kapuk yang sudah diselesaikan mampu mengalirkan air yang semula 330 m 3 /detik menjadi 507 m 3 /detik di Pintu Air Manggarai, semula 507 m 3 /detik menjadi 734 m 3 /detik di Pintu Air Karet, dan semula 842 m 3 /detik menjadi 1.019 m 3 /detik di Pantai Indah Kapuk. Sedangkan BKT mampu mengalirkan air dengan kala ulang 100 tahun sebesar 390 m 3 /detik 4. Tabel 5 menampilkan data mengenai luas kedua banjir kanal Jakarta. Tabel 5. Data Luas Banjir Kanal di Jakarta No. Lokasi Panjang Lebar Rata2 Luas 1. Banjir Kanal Barat 16,90 km 60 m 1,0140 km 2 2. Banjir Kanal Timur 23,70 km 100 m 2,3700 km 2 Sumber: Dok. Departemen Pekerjaan Umum (2010) Selain data luas Banjir Kanal, terdapat ciri pokok dari Terusan Banjir Kanal Barat yang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Ciri Pokok Banjir Kanal Barat Jarak Kemiringan Lebar Kemiringan Q100 Elevasi (km) Tebing Dasar (m) Dasar (m3/detik) Muka Air 0,00 4,20 1 : 1,5 13,5 0,00033 290 +4,00 9,80 1 : 1,5 17,0 0,00033 370 +4,00 12,20 1 : 1,5 17,0 0,00033 370 *) 18,20 1 : 20 28,0 0,00025 525 *) Sumber: Membenahi Tata Air Jabotabek (2004) Oleh karena Jakarta mempunyai dua Terusan Banjir Kanal yaitu barat dan timur, maka ciri pokok Banjir Kanal Timur dapat dilihat pada Tabel 7. 4 Kementerian Pekerjaan Umum Sekretariat Jenderal Pusat Komunikasi Publik 5

Tabel 7. Ciri Pokok Banjir Kanal Timur Jarak Kemiringan Lebar Kemiringan Q100 Elevasi (km) Tebing Dasar (m) Dasar (m3/detik) Muka Air 0,00 1 : 1,5 8 0,0005 101 +8,50 1,45 1 : 1,5 15 0,0004 228 +8,50 5,40 1 : 1,5 16 0,0004 269 +4,50 12,00 1 : 1,5 20 0,0004 340 +4,50 13,40 1 : 1,5 20 0,0004 340 *) 14,30 1 : 1,5 20 0,00033 340 *) Sumber: Membenahi Tata Air Jabotabek (2004) Berdasarkan rencana induk Master Plans for Drainage and Flood Control of Jakarta pada Desember 1973, dirancang sistem pengendalian banjir dengan membuat kanal yang memotong aliran sungai atau saluran di wilayah Jakarta Barat. Kanal ini adalah perluasan terusan banjir peninggalan Van Breen, yang kemudian dikenal sebagai BKB. Terusan tersebut akan menampung semua arus air dari bagian selatan dan dibuang ke laut melalui bagian-bagian hilir kota 5. Meski pada awalnya BKB dibentuk untuk mengatasi masalah banjir di Kota Jakarta, tetapi masih banyak potensi dan nilai jasa lingkungan dari BKB yang dapat diidentifikasi manfaatnya kemudian dinilai secara perhitungan ekonomi. Salah satu potensi BKB yang dapat diidentifikasi manfaatnya adalah potensi ekowisata. Konsep ekowisata dikembangkan sebagai pencari jawaban dari upaya meminimalkan dampak negatif bagi kelestarian keanekaragaman hayati, yang diakibatkan oleh kegiatan pariwisata. Perkembangan ekowisata saat ini melahirkan konsep pengembangan pariwisata alternatif yang tepat dan secara aktif membantu menjaga keberlangsungan pemanfaatan budaya dan alam secara berkelanjutan dengan 5 http://id.wikipedia.org/wiki/banjir_kanal_jakarta. Diakses pada tanggal 8 September 2011 pukul 20.45 6

memperhatikan segala aspek dari pariwisata berkelanjutan, yaitu: ekonomi, masyarakat, lingkungan, dan sosial budaya. Terdapat berbagai macam bentuk ekowisata yang bisa dimanfaatkan, salah satunya adalah wisata air. Potensi wisata air sendiri merupakan salah satu bentuk eksternalitas positif yang dapat ditawarkan dari dibangunnya BKB. Oleh karena itu, diharapkan eksternalitas positif BKB yang berada di Jakarta sebagai potensi wisata air dapat diidentifikasi manfaatnya serta dapat dinilai secara ekonomi manfaat yang ditimbulkan dari eksternalitas positif potensi BKB tersebut. Banjir Kanal Barat Jakarta sepanjang daerah Halimun sampai Karet, Jakarta Pusat yang mempunyai potensi sebagai wisata air dahulu sempat dimanfaatkan sebagai daerah transportasi air di tahun 2007 oleh Pemerintah Daerah Jakarta yang dinamakan water way. Harga tiket untuk menaiki perahu water way sebesar Rp 2.000,00 dan mereka dapat menaiki perahu tersebut dari tempat pemberhentian yang telah disediakan di Halimun ataupun di Karet. Terbangunnya water way dapat menjadi salah satu solusi kemacetan yang terjadi di Jakarta, tetapi tidak bertahan lama dikarenakan pengalokasian dana untuk perawatan tidak terdistribusi dengan baik dan masih banyaknya sampah yang menyebabkan baling-baling perahu tidak dapat berputar. Sepanjang daerah tersebut ternyata mempunyai potensi lain yang dapat menimbulkan eksternalitas positif bagi masyarakat, yaitu sebagai wisata air. Wisata air dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar maupun masyarakat luas, terutama manfaat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Wisata air juga dapat membangun paradigma masyarakat akan 7

pentingnya menjaga lingkungan, sehingga dengan adanya tempat wisata air masyarakat akan selalu menjaga kualitas lingkungan daerah yang dijadikan sebagai tempat wisata agar para pengunjung selalu berkunjung ke tempat wisata tersebut. Oleh karena itu, daerah sepanjang Halimun sampai Karet, Jakarta Pusat apabila dibangun menjadi tempat wisata air akan memberikan dampak positif kepada masyarakat. 1.2 Perumusan Masalah Banjir yang terjadi di Jakarta tidak lagi menjadi hal yang luar biasa bagi masyarakat Jakarta sendiri. Secara umum penyebab banjir di Jakarta terjadi karena dua faktor utama, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Curah hujan yang tinggi, terlalu kecilnya kapasitas tampung sungai saat ini dibanding debit air yang masuk ke Jakarta merupakan beberapa faktor penyebab banjir di Jakarta. Banjir yang melanda Jakarta pada awal Februari 2007 lalu memberikan dampak yang lebih besar daripada banjir pada tahun-tahun sebelumnya. Banjir tersebut menggenangi sekitar 60 % wilayah Jakarta, mengakibatkan 432.002 jiwa mengungsi, menewaskan sekitar 48 orang, 420.000 pelanggan listrik terganggu, 1.379 gardu induk terendam, dan juga menyebabkan kerugian sebesar 8,8 triliun rupiah. Banjir di tahun 2007 juga tercatat sebagai banjir terbesar dan terparah sepanjang sejarah banjir di Jakarta (Kusumaputra, 2010). Data korban meninggal di lima wilayah Kota Jakarta dapat dilihat pada Tabel 8. 8

Tabel 8. Data Korban Meninggal di Lima Wilayah Kota Jakarta Februari 2007 No. Wilayah Jumlah Orang Tewas 1. Jakarta Pusat 3 orang 2. Jakarta Utara 11 orang 3. Jakarta Barat 17 orang 4. Jakarta Selatan 1 orang 5. Jakarta Timur 16 orang Sumber: Satkorlak PBP Provinsi DKI Jakarta (2009) Dampak akibat banjir bisa dilihat dari nilai kerugian yang paling besar terletak pada efek domino yang ditimbulkan bencana banjir tersebut. Kerugian lanjutan ini yang disebut dengan kerugian ekonomi pada aspek ekonomi, karena muncul dari aktivitas ekonomi yang mengalami perlemahan pascabanjir. Secara ekonomi, banjir mengakibatkan kemunduran pada kinerja perekonomian, karena sumber-sumber daya yang seharusnya digunakan untuk menggerakkan perekonomian tenggelam atau hanyut bersama banjir. Diantaranya adalah: infrastruktur, barang-barang modal berupa pabrik dan alat-alat perkantoran, bahan baku, barang hasil produksi yang belum sempat didistribusikan, peralatan rumah tangga, serta makanan dan minuman yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan aktivitas perekonomian. Potensi penerimaan lama kelamaan akan menurun akibat banjir. Awalnya Banjir Kanal Jakarta merupakan kanal yang dibuat agar aliran Sungai Ciliwung melintas di luar Jakarta. Banjir Kanal digagas oleh Prof H Van Breen dari Burgelijke Openbare Welken (BOW) yang dirilis pada tahun 1920. Banjir Kanal berfungsi sebagai pengendalian aliran air dari hulu sungai dan mengatur volume air yang masuk ke Jakarta. Keberadaan Banjir Kanal Barat Jakarta selain sebagai pengendali banjir tentunya mempunyai potensi lain yang dapat menimbulkan 9

eksternalitas positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, penelitian ini penting dilakukan agar potensi wisata air Banjir Kanal Barat Jakarta dapat dibangun dan masyarakat dapat lebih menjaga lingkungan, sehingga potensi wisata air dapat memberikan manfaat positif kepada masyarakat serta merubah paradigma masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan. Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu: 1) Eksternalitas positif apa saja yang bisa didapat dari potensi keberadaan Banjir Kanal Barat Jakarta? 2) Bagaimana peluang kesediaan membayar responden terhadap wisata air yang menjadi potensi Banjir Kanal Barat Jakarta? 3) Berapa nilai dana yang bersedia dibayarkan responden (WTP) terhadap potensi wisata air Banjir Kanal Barat Jakarta? 4) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya nilai dana yang bersedia dibayarkan responden terhadap potensi wisata air Banjir Kanal Barat Jakarta? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengidentifikasi eksternalitas positif yang bisa didapat dari potensi keberadaan Banjir Kanal Barat Jakarta 2) Mengkaji peluang kesediaan membayar responden terhadap wisata air yang menjadi potensi Banjir Kanal Barat Jakarta 10

3) Mengestimasi nilai dana yang bersedia dibayarkan responden terhadap potensi wisata air Banjir Kanal Barat Jakarta 4) Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai dana yang bersedia dibayarkan responden terhadap potensi wisata air Banjir Kanal Barat Jakarta 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Pihak-pihak yang diharapkan dapat memperoleh manfaat adalah: 1) Pemerintah daerah DKI Jakarta sebagai rujukan serta gagasan untuk memanfaatkan potensi wisata air BKB Jakarta sehingga dapat menimbulkan eksternalitas positif bagi masyarakat 2) Masyarakat sebagai informasi untuk lebih mengenal keberadaan lingkungan sehingga partisipasi untuk menjaga lingkungan dapat terus ditingkatkan 3) Akademisi dan peneliti lain sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Keberadaan BKB Jakarta menimbulkan eksternalitas negatif dan eksternalitas positif. Penelitian yang dilakukan disepanjang daerah jalur hijau terusan Banjir Kanal Barat Jakarta Halimun sampai daerah Karet, Jakarta Pusat hanya terbatas pada mengidentifikasi eksternalitas positif dari keberadaan BKB sebagai potensi wisata air secara deskriptif, kesediaan membayar, serta mengestimasi besarnya dana yang bersedia dibayarkan responden terhadap potensi wisata air BKB. Sedangkan eksternalitas negatif 11

dari keberadaan BKB Jakarta tidak dibahas dalam penelitian ini, karena pada eksternalitas negatif dibutuhkan dana kompensasi terhadap masyarakat yang menerima dampak dan tidak memiliki nilai ekonomi tinggi. Eksternalitas positif yang ditimbulkan lebih bernilai ekonomi sehingga dapat dirasakan manfaatnya. 12