BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

CEGAH PERKEMBANGAN RADIKALISME DENGAN DERADIKALISASI

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York,

Universitas Sumatera Utara REKONSTRUKSI DATA B.1. Analisa

I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok kelas menengah ke bawah, lebih banyak didorong oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berawal dari aksi teror dalam bentuk bom yang meledak di Bali pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

RENCANA KEGIATAN DIALOG PELIBATAN LEMBAGA DAKWAH KAMPUS (LDK) DALAM PENCEGAHAN TERORISME MELALUI FORUM KOORDINASI PENCEGAHAN TERORISME T. A.

RENCANA KEGIATAN PELIBATAN KOMUNITAS SENI BUDAYA DALAM PENCEGAHAN TERORISME MELALUI FORUM KOORDINASI PENCEGAHAN TERORISME (FKPT). TAHUN ANGGARAN 2017

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peristiwa apa yang paling menonjol di tahun 2009, dan dianggap paling merugikan umat Islam?

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB 6 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terorisme merupakan suatu tindak kejahatan luar biasa yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME NOMOR : PER - 03/K.BNPT/1/ 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Suatu bencana alam adalah kombinasi dari konsekuensi suatu resiko alami

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Muslim dunia (Top ten largest with muslim population, 2012). Muslim

Tahun Sidang : Masa Persidangan : IV Rapat ke :

8.15 Pengamat Sosial -Prof Tajjudin Nur Effendi-

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

BAB V PENUTUP. 1. Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kelas XI, cetakan ke-1. yang memuat pendapat Muhammad bin Abd wahab.

PEMANTAPAN KERUKUNAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DALAM MENCEGAH BERKEMBANGNYA FAHAM RADIKAL PUSAT KERUKUNAN UMAT BERAGAMA KEMENTERIAN AGAMA

PEMAHAMAN AGAMA BAGI PELAJAR DI WILAYAH PANTURA BAGIAN TIMUR JAWA TENGAH Oleh : M. Saekan Muchith (Penggagas Tassamuh.com)

Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa

Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Tentang Perberdaan pengetahuan Responden Mengenai Emergency Preparedness Berdasarkan Masa Kerja...

Mayoritas Publik Khawatir Terorisme Merembet ke Indonesia

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

BAB I PENDAHULUAN. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diberi amanat melakukan. melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun.

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG

BAB 4 VISI DAN MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATGEI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kategori kejahatan kemanusiaan (crime of humanity),apalagi

PANITIA SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER DIES NATALIS FAKULTAS HUKUM UNNES KE-10

Jakarta, 26 Februari 2015

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. banyak korban jiwa baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing, korban jiwa

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. dari segala dimensi. Sebagai sebuah bangsa dengan warisan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

ANCAMAN LINTAS AGAMA DAN IDEOLOGI MELALUI BOM DI TEMPAT LAHIRNYA PANCASILA

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kejahatan terorisme sudah menjadi fenomena internasional, melihat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LPSK. Forum Kerja Sama. Intansi Terkait. Pembentukan. Tata Cara.

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN. a. Keharusan saling mengenal, b. Keberagamaan keyakinan, c. Keberagamaan etnis.

I. PENDAHULUAN. serta kerugian harta benda, sehingga menimbulkan pengaruh yang tidak. hubungan Indonesia dengan dunia Internasional.

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN SOSIALISASI PERKUATAN DAN PENGEMBANGAN WAWASAN KEBANGSAAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaan merupakan cabang ilmu. cita cita bangsa. Salah satu pelajaran penting yang terkandung dalam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini menggunakan kajian pustaka yang berkaitan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Peran Berita Politik Dalam Surat Kabar Pikiran Rakyat Terhadap Pengetahuan Politik Mahasiswa Ilmu Sosial se-kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.

I. PENDAHULUAN. Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime Against

SELAIN DETEKSI TERORIS BADAN PEMBINAAN KEAMANAN AWASI DANA DESA

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang dilihat dari letak geografis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Mam MAKALAH ISLAM. Gerakan ISIS, Ancaman Ideologi dan Keamanan NKRI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan dengan merujuk pada

Kata Kunci : Peran FKPT, pencegahan dan kebijakan pengaturannya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

RISALAH KEBIJAKAN. Mendorong Regulasi Penggusuran Sesuai dengan Standar Hak Asasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Secara historis masuknya Islam di Indonesia dengan sangat

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RENCANA KERJA 2018 BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2017

Pidato Presiden RI mengenai Dinamika Hubungan Indonesia - Malaysia, 1 September 2010 Rabu, 01 September 2010

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

MODEL PENDIDIKAN POLITIK DAN AGAMA UNTUK MENANGKAL POTENSI TERORISME DAN GEJALA DISINTEGRASI BANGSA. OLEH Estu Miyarso, M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan.

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

I. PENDAHULUAN. karena kota harus menanggung beban berat akibat tingginya tingkat pertambahan

BAB II ORGANISASI PENCEGAHAN TERORISME (BNPT DAN TPB UNODC) 2.1 Peraturan Perundang-Undangan tentang Terorisme di Indonesia

PENERAPAN SILA PERTAMA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Definisi dan Jenis Bencana

SAMBUTAN DIRJEN KESBANGPOL DISAMPAIKAN PADA FORUM KOMUNIKASI DAN KOORDINASI PENANGANAN FAHAM RADIKAL WILAYAH BARAT TAHUN 2014

KodePuslitbang : 3-WD

Saleem Achia, Aktivis Hizbut Tahrir Inggris

BAB V POLA KOMUNIKASI ANTARA FORUM JURNALIS SALATIGA DENGAN PEMERINTAH KOTA SALATIGA Pola Komunikasi FJS dan Pemerintah Kota Salatiga

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

KEADAAN UMUM. Gambaran Umum Kota Depok

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jakarta merupakan kota metropolitan yang menjadi pusatnya Indonesia, seiring dengan fungsinya sebagai pusat pemerintahan Negara Republik Indonesia. Jakarta juga sebagai pusat bisnis penting di wilayah Asia Tenggara. Karena fungsinya yang strategis sekaligus kompleks itulah, Jakarta menjadi melting pot berbagai kelompok kepentingan dari berbagai daerah, juga dari berbagai negara. Bila diibaratkan, Jakarta itu seperti jaring laba-laba ditengah tumpukan jerami. Ada pola keteraturan sebagaimana jaring laba-laba dibangun, tetapi ia seringkali terbiaskan karena berada di lingkungan yang kusut. Secara administratif, Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah kota administrasi dan satu kabupaten administratif, yakni: Kota Administrasi Jakarta Pusat dengan luas 47,90 km2, Jakarta Utara dengan luas 142,20 km2, Jakarta Barat dengan luas 126,15 km2, Jakarta Selatan dengan luas 145,73 km2, dan Kota Administrasi Jakarta Timur dengan luas 187,73 km2, serta Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dengan luas 11,81 km2. Secara geografis, Jakarta di sebelah utara dibatasi oleh pantai sepanjang 35 km di laut Jawa, yang menjadi tempat bermuaranya 13 buah sungai dan 2 buah kanal. Di batas selatan dan timur ada Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi.Sedangkan di batas barat terdapat Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang. 1 Dari segi demografis, Jakarta dihuni penduduk sekitar 8,50 juta jiwa pada tahun 2002, sedangkan tahun 2006 meningkat menjadi 8,96 juta jiwa, dan pada tahun 2011 mencapai 9,1 juta orang. Kepadatan penduduk pada tahun 2002 mencapai 12.664 penduduk per km2, tahun 2006 mencapai 13.545 penduduk per km2 dan saat ini mencapai 13.756 penduduk per km2.laju pertumbuhan penduduk pada periode tahun 1980-1990 sebesar 2,42 persen per tahun, menurun pada periode 1990-2000 dengan laju 0,16 persen. Pada periode 2000-2005, laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,06 persen per tahun. 2 Sebagai kota metropolitan dan pusat pemerintahan, Jakarta dihuni oleh berbagai suku, etnis dan agama. Masyarakat DKI Jakarta merupakan miniatur Indonesia yang majemuk (heterogen) dari aspek agama dan kepercayaan, etnis (suku), budaya, ekonomi dan sebagainya. Dari aspek agama dan kepercayaan, menunjukkan bahwa semua agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia, ada di DKI Jakarta. Islam menjadi agama mayoritas dengan berbagai kelompok kepentingan yang berbeda dengan cara pandang yang 1 http://www.jakarta.go.id/web/news/2008/01/geografis-jakarta, diakses pada 28 Agustus 2013. 2 http://www.jakarta.go.id/web/news/2008/01/demografi-jakarta, diakses pada 28 Agustus 2013.

berbeda. Perbedaan inilah, yang juga melatari cara pandang masing-masing dalam merespon kebijakan pemerintah pusat dan terhadap eksistensi kelompok non Muslim di Jakarta. Keberadaan wilayah DKI Jakarta menjadi sangat penting dalam kaitan dengan penelitian tentang radikalisme dan terorisme. Hal ini didasari oleh fakta bahwa Jakarta memiliki karakteristik yang unik baik ditinjau dari sisi pemerintahan, bisnis, maupun social budaya dan politik. Jakarta merupakan melting pot berbagai kelompok kepentingan. Jakarta merupakan pusat pemerintahan dan pusat aktivitas politik. Jakarta juga merupakan tempat berbaurnya semua latar etnis, budaya dan agama. Di sisi lain, Jakarta juga merupakan panggung dan sasaran strategis terjadinya perilaku radikalisme dan terorisme. Pemahaman radikalisme dan terorisme di kalangan masyarakat masih harus terus diwaspadai secara serius. Munculnya berbagai tindakan kekerasan yang dilatari oleh berbagai sebab, mengindikasikan masih suburnya pemahaman radilakalisme. Tindakan kekerasan oleh sekelompok orang kepada kelompok lain yang dianggap tidak sepaham adalah salah satu indikasi dari pemahaman radikalisme. Indikasi-indikasi radikalisme lainnya yang dapat kita lihat di masyarakat di antaranya adalah tindakan main hakim sendiri oleh seseorang maupun sekelompok orang, tindakan anarkis dalam mensikapi dan merespon perbedaan serta tindakan anarkis dalam menyatakan pendapat. Radikalisme adalah semua bentuk tindakan kekerasan (anarkis) yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang di dalam merespon perbedaan dan/atau upaya untuk mencapai tujuan. Ketika suatu tindakan anarkis sudah pada tingkatan yang berat dan dapat memberikan situasi teror secara masal dan mengarah kepada persoalan ideologi, maka isunya sudah beranjak kepada perilaku terorisme. Cirinya sama yaitu tindakan kekerasan, tetapi motifnya lebih didasari oleh upaya untuk memperjuangkan ideologi. Oleh karena itu tindakan radikal yang mengarah kepada terorisme dikenal dengan sebutan radikal-terorisms. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 2002 yang kemudian ditetapkan melalui UU no. 15 tahun 2013, terorisme adalah tindakan yang dilakukan secara sengaja dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional. Dalam 15 tahun terakhir ini, perkembangan gerakan terorisme cukup merisaukan pemerintah dan berbagai kalangan masyarakat. Ada beberapa peristiwa bom yang signifikan telah terjadi di Jakarta, yakni: 1. Peristiwa bom hotel J.W Marriot pada tahun 2003. Page 2

2. Peristiwa bom kedutaan Australia pada tahun 2004. 3. Serangan bom secara simultan di J.W Marriot dan Ritz Carlton pada tahun 2009. Banyak factor yang diduga menjadi penyebab munculnya perilaku radikalisme dan terorisme. Secara umum ada 3 isu utama yang sering dikaitkan dengan terjadinya perilaku radikalisme. Pertama, persoalan-persoalan yang terkait dengan isu internasional seperti ketidak adilan terhadap Negara palestina, kekerasan terhadap penduduk Rohingya, dominasi ekonomi dan politik oleh Negara-negara maju, dan berbagai fakta ketidakadilan lainnya pada tataran gobal. Kondisi tersebut menyebabkan ketidakpuasan, kebencian dan balas dendam yang diekpresikan dalam bentuk tindakan terror. Kedua, isu-isu nasional, di antaranya menyangkut penetapan dasar Negara, system politik, hukum nasional, dan berbagai isu-isu nasional lainnya. Ketiga, isu ideology agama, yakni adanya upaya untuk memperjuangkan dan memaksakan pemberlakukan ideology agama dengan cara kekerasan. Perbedaan paham dan ideology adalah sesuatu yang dibolehkan. Bahkan termasuk upaya di dalam memperjuangkan paham itu sendiri. Akan tetapi, ketika upaya perjuangan itu dilakukan secara paksa dan kekerasan dengan mengabaikan aturan yang berlaku, maka di situlah esensi radikalisme dan terorisme. Ideology agama merupakan salah satu isu penting yang perlu dicermati terkait dengan perilaku radikalisme. Pemahaman ideology agama yang sempit dan radikal-ekstrim sering menjadi penyebab munculnya perilaku terorisme. Pemahaman seperti ini ada pada semua agama dan biasanya dimiliki oleh sekelompok kecil dari penganut agama tersebut. Kecenderungan seperti ini terjadi di berbagai tempat dan Negara, termasuk Indonesia. Dalam bukunya berjudul dinamika baru jejaring terror di Indonesia (2014: 15), Asyaad Mbai menyatakan bahwa tipe trorisme di Indonesia adalah terorisme yang dimotivasi oleh agama (religiously motivated). Dari sejumlah kasus terorisme yang terungkap di Indonesia, diketahui bahwa para pelakunya adalah penganut ideology agama yang radikal-ekstrim dan memperjuangkan ideologinya dengan cara kekerasan. Dari uraian di atas, terlihat jelas bahwa perilaku radikal-terorisme berkaitan erat dengan masalah pemahaman sebagai faktor pemicunya. Dengan kata lain, pemahaman yang salah akan menghasilkan tindakan yang salah. Pemahaman yang ektrim-radikal akan menghasilkan tindakan radikal. Tindakan radikal-terorisme merupakan hasil dari adanya pemahaman yang radikal-terorisme. Semakin ekstrim-radikal pemahaman seseorang tentang suatu ideology, semakin tinggi kemungkinanannya untuk melakukan tindakan radikalisme. Pemahaman adalah wilayah kognitif, sedangkan tindakan adalah domain perilaku (behaviour). Page 3

Berangkat dari kondisi tersebut, ada dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk menghadapi perilaku radikal-terorisme. Pertama, penindakan oleh aparat penegak hukum kepada pelaku terorisme. Upaya ini perlu dilakukan secara tegas supaya ada efek jera bagi para pelaku. Kedua, upaya pencegahan perilaku radikal-terorisme melalui penanaman pemahaman anti radikalisme dan anti terorisme. Pendekatan ini lebih focus kepada upaya untuk membangun suatu pemikiran atau pemahaman yang positif di kalangan masyarakat, sehingga lebih toleran dan konstruktif dalam mensikapi perbedaan. Badan Nasional Pencegahan Terorisme (BNPT) mempunyai misi utama untuk melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap terjadinya perilaku terorisme. Salah satu upaya yang dianggap penting dan strategi adalah menangkis berbagai pemahaman radikalterorisme yang berkembang di masyarakat serta mencoba menumbuhkan pemahaman yang anti radikal-terorisme. Tujuannya supaya secara bertahap terjadi proses deradikalime di kalangan masyarakat baik pada tataran pemahaman maupun perilaku. Untuk mencapai misi tersebut, BNPT mencanangkan sebuah program yang disebut Dialog pencegahan terorisme (DPT). Dialog pencegahan terorisme dijalankan melalui sebuah kelompok diskusi yang sengaja dibentuk oleh Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang ada di provinsi. Kelompok diskusi terdiri dari sejumlah orang dari berbagai kalangan yang secara rutin melakukan dialog dan diskusi, untuk membicarakan berbagai persoalan radikalisme dan terorisme baik pada tataran pemahaman maupun perilaku. Melalui dialog ini diharapkan akan terjadi proses berbagi pemikiran dan pengalaman di antara para peserta diskusi, tentang pemahaman radikalisme dan terorisme. Tujuan akhirnya supaya para peserta memiliki pemahaman yang lebih positif dan konstruktif dalam mensikapi berbagai perbedaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga kondusif terhadap terciptanya kehidupan yang adil, damai dan sejahtera. Dialog pencegahan terorisme ini dilaksanakan oleh FKPT (Forum Koordinasi Pencegahan terorisme) yang ada di berbagai propinsi. Pada tahun 2014 ini direncanakan ada 10 FKPT yang akan membentuk dan melaksanakan program ini. Untuk FKPT Provinsi DKI Jakarta, akan dilaksanaka 2 Kelompok. Kelompok I dilaksanakan untuk Tahap 1 di Hotel Sriwijaya Tanggal 27 Agustus 2014. Dan Kelompok II Tahap 1 dilaksanakan di Hotel Maharadja, Jl. Kapten Tendean Jakarta Selatan pada Tanggal 11 September 2014. Kelompok 1 Tahap II dilaksanakan di Hotel Sriwijaya Jakarta tanggal 16 September 2014 dan Kelompok 2 tahap II dilaksanakan di Hotel Maharadja Jakarta Selatan tanggal 18 September 2014. Laporan ini menyajikan kegiatan Dialog Pencegahan Terorisme untuk di Provinsi DKI Jakarta. Page 4

B. MAKSUD DAN TUJUAN Dialog Pencegahan terorisme di Provinsi DKI Jakarta ini dimaksudkan untuk menjadi forum dialogis dalam mendapatkan masukan dan formulasi pencegahan terorisme di Provinsi DKI Jakarta dengan kearifan lokal Sehingga secara khusus kegiatan ini bertujuan untuk : 1. Mengajak partisipasi masyarakat dalam mengidentifikasi, menganalisa dan memformulasikan strategi pencegahan terorisme di Provinsi DKI Jakarta dengan kearifan lokal; 2. Membentuk jejaring masyarakat yang terdiri dari para tokoh yang kredibel dan terpercaya oleh masyarakat dalam menjelaskan definisi dan pencegahan terorisme; 3. Merealisasikan Program Nasional Pencegahan Terorisme secara khusus di Provinsi DKI Jakarta dengan kearifan lokal. C. RUANG LINGKUP Dialog pencegahan terorisme di Provinsi DKI Jakarta ini merupakan suatu Dialog yang diikuti oleh Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama yang dipandang memiliki kapasitas untuk ikut merumuskan strategi pencegahan terorisme serta mengimplementasikan dalam masyarakat Jakarta. Materi pada dialog ini mengacu pada Pedoman Pelaksanaan Dialog Pencegahan Terorisme yang diterbitkan oleh BNPT RI. Page 5

BAB II PELAKSANAN KEGIATAN A. NAMA KEGIATAN untuk. B. MAKSUD DAN TUJUAN Pada untuk Kelompok 2 tahap II ini dimaksudkan untuk saling mengenal antara peserta, membangun kepercayaan untuk berinteraksi dan menyepakati hal hal yang dapat di tindaklajuti pada dialog pencegahan terorisme dalam 6 kali pertemuan. Secara khusus Untuk Kelompok 2 tahap II ini pembahasan dilakukan pada sessi 1 dengan membahas Radikalisme dan terorisme di Indonesia, Sejarah, Peta, jejaring dan pergerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia, Berbagai peristiwa kejahatan terorisme di Indonesia, Para pelaku dan tokoh di balik terorisme, Factor penyebab terorisme di Indonesia. Kemudian pada sessi 2 yakni Peraturan perundangan dan kebijakan pemerintah terkait dengan radikalisme dan terorisme, Solusi terorisme di Indonesia: langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan. C. PESERTA/ANGGOTA Peserta terdiri dari 20 orang terdiri dari unsur Ormas Keagamaan, Ormas Kepemudaan, Aktivis Dakwah dan FKPT Provinsi DKI Jakarta. Sesuai Biodata terlampir. D. WAKTU DAN TEMPAT Hotel Maharajda, Jl. Kapten Tendean No. 1. Jakarta Selatan Kamis, 18 September 2014 E. JADWAL KEGIATAN 09.00 09.05 Pembukaan MC : 09:05 11:30 Sessi 1 Nara Sumber : al Chaidar 11:30 12:30 ISHOMA 12:30 14:45 Sessi 2 Nara Sumber : Zainal Musappa Ketua FKPT Provinsi DKI Jakarta 14:45 15:00 Penutup Page 6

F. NARA SUMBER/FASILITATOR Nara Sumber 1 : al Chaidar Nara Sumber 2 : Zainal Musappa (FKPT Provinsi DKI Jakarta) G. MATERI Diskusi Pemateri ke: Sessi 2 1 Al Chaidar 2 Zainal Musappa Pokok dan Subpokok Bahasan Strategi *) Radikalisme dan terorisme di Indonesia a. Sejarah b. Peta, jejaring dan pergerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia c. Berbagai peristiwa kejahatan terorisme di Indonesia d. Para pelaku dan tokoh di balik terorisme. e. Factor penyebab terorisme di Indonesia. f. Peraturan perundangan dan kebijakan pemerintah terkait dengan radikalisme dan terorisme. g. Solusi terorisme di Indonesia: langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan. Paparan, Tanya jawab, diskusi, simulasi/role playing, foto/video H. METODE/STRATEGI Paparan, Tanya jawab, diskusi, simulasi/role playing, foto/video.fasilitator memberikan Isu terhadap definisi Radikal, Ekstrem dan Teroris untuk diisi oleh peserta terhadap definisi, faktor pemicu dan stategi pencegahannya. Definisi dan faktor pemicu yang ditulis oleh peserta kemudian dibahas dan selanjutnya diperkaya oleh Narasumber dalam paparan dan diskusi. I. MEDIA DAN BAHAN AJAR Laptop, Projector dan Bahan Paparan Multimedia. Bahan ajar mengacu pada Silabus yang ditetapkan dalam Pedoman Pelaksanaan Dialog Pencegahan Terorisme yang di terbitkan oleh BNPT RI. Page 7

J. EVALUASI 1. PESERTA : Peserta mewakili unsur Muhammadiyan, NU (Banser / Ansor), HTI, Aktivis Dakwah, Aktivis Pemuda, tokoh pendidik dan FKPT DKI Jakarta. Meski memiliki perbedaan pemahaman tentang bagaimana terorisme terjadi, namun peserta menyepakati tentang perlunya menghindari kejahatan kemanusiaan dalam terorisme. Keberagaman pemahaman tentang gerakan islam penting dibahas. 2. NARA SUMBER : Narasumber memaparkan tentang materi sesuai target, sessi 1 dengan membahas Radikalisme dan terorisme di Indonesia, Sejarah, Peta, jejaring dan pergerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia, Berbagai peristiwa kejahatan terorisme di Indonesia, Para pelaku dan tokoh di balik terorisme, Factor penyebab terorisme di Indonesia. Kemudian pada sessi 2 yakni Peraturan perundangan dan kebijakan pemerintah terkait dengan radikalisme dan terorisme, Solusi terorisme di Indonesia: langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan. 3. FASILITATOR : Untuk meningkatkan partisipasi dan ketertarikan peserta pada materi yang dipaparkan nara sumber, Fasilitator membuat role playing terdapat materi dalam bentuk interaksi tertulis terhadap definisi, dan seterusnya. Ini dapat menghidupkan suasana dan menjadikan diskusi mengerucut pada target sesuai pedoman. 4. BAHAN / MATERI : Dengan didasari pada kegiatan tahap 1, Kegiatan di tahap 2 ini lebih sesuai dengan target dan meningkatknya partisipasi peserta dalam diskusi. K. HAMBATAN/KENDALA Kemacetan yang sulit diprediksi menjadikan peserta banyak yang terlambat mengikuti acara tersebut. Sehingga memaksa fasilitator menutup keterlambatan peserta untuk tetap dapat mengikuti materi dengan memberikan bahan dan catatan diskusi kepada peserta. L. FAKTOR PENDUKUNG Anggaran : adanya dukungan dana dari BNPT RI dalam Kegiatan Dialog ini Sumber Daya Manusia : Adanya FKPT Provinsi DKI Jakarta yang memiliki tugas pokok dan fungsi dalam pencegahan terorisme di Provinsi DKI Jakarta Masyarakat : Dukungan masyarakat untuk menghentikan kejahatan kemanusiaan oleh teroris. Page 8

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL-HASIL YANG DIPEROLEH Sebagaimana dimaksudkan dalam tujuan kegiatan ini dilaksanakan adalah salah satunya untuk Mengajak partisipasi masyarakat dalam mengidentifikasi, menganalisa dan memformulasikan strategi pencegahan terorisme di Provinsi DKI Jakarta dengan kearifan lokal, maka kemudian mengacu pada target materi sebagaimana dimaksud dalam pedoman, pada Kelompok 2 Tahap II ini adalah Radikalisme dan terorisme di Indonesia, Sejarah, Peta, jejaring dan pergerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia, Berbagai peristiwa kejahatan terorisme di Indonesia, Para pelaku dan tokoh di balik terorisme, Factor penyebab terorisme di Indonesia. Kemudian Peraturan perundangan dan kebijakan pemerintah terkait dengan radikalisme dan terorisme, Solusi terorisme di Indonesia: langkah-langkah pencegahan dan penanggulanganuntuk menyepakati pengertian Radikalisme, Ekstrimisme dan Terorisme, fasilitator menyampaikan kepada peserta untuk menyampaikan agar peserta menyampaikan pengertian radikalisme. Dalam paparannya al khaidar menyampaikan Kategori Islam di Indonesia yang terbagi dalam Kelompok Tradisional, Kelompok Modern dan Kelompok Sempalan. Lalu secara lebih spesifik mengemukakan tentang Kategorisasi Pemeluk Muslim berdasarkan cara berekspresi beragama yakni Kelompok Fundamentalis, dan Kelompok Radikal Dalam pemaparan tentang Tahap- tahap [fase] gerakan radikal disampaikan mulai dari Dari sirah [sejarah] Rasulullah SAW, kaum radikal mengambil metode dakwah dan tahapan-tahapannya, beserta kegiatan-kegiatan yang harus dilakukannya pada seluruh tahapan ini, karena harus mengikuti dan mensuriteladani kegiatan-kegiatan yang dilakukan Rasululah SAW dalam seluruh tahapan perjalanan dakwahnya. Tahapan ini banyak diadopsi oleh gerakan-gerakan radikal islam, bahkan dijadikan Tujuan, Jalan, Dan Wasilah. Tahapan itu menurut al chaedar adalah Tahap Jahiliyah, Tahap Nubuwwah, Tahap Hijrah, Tahap Madinah (Negara), Tahap [perjanjian] Hudaibiyah, Tahap Futuh Makkah, dan terakhir Tahap Khilafah pada ada tahapan ini, Negara islam melakukan ekpansi [pelebaran sayap] dimana hukum harus dilaksanakan secara menyeluruh dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia. Page 9

Memperkaya peserta dengan paparan pada sessi 2 yang disampaikan oleh Zainal Musappa tentang maksud di bentuknya FKPT di Provinsi DKI Jakarta. Juga kemudian disampaikan program kerja dan realisasi program kerja. Terhadap program kerja Zainal Musappa meminta masukan untuk program kerja yang lebih mengakar dan diterima oleh masyarakat dalam hal pencegahan terorisme di Provinsi DKI Jakarta. B. PEMBAHASAN Dalam diskusi yang dilakukan atas paparan atau bahan simulasi yang disampaikan, beberapa peserta masih belum menyepakati tentang istilah islam teroris, menyangkut makna teroris yang melekat pada kata islam itu sendiri. Namun peserta sepakat bahwa kelompok Teroris di Indonesia melibatkan pemeluk agama islam yang dalam kategorisasi al Chaidar sebagai diagram venn antara Pemeluk islam dalam kelompok fundamentalis dan kelompok islam radikal. Visi, Misid dan Tupoksi FKPT DKI Jakarta yang disampaikan secara sederhana dapat dipahami oleh peserta sehingga keberdaan FKPT DKI Jakarta diharapkan dapat bersinegeri dengan organisasi yang dimiliki oleh peserta dialog. Oleh karenanya ketika ditanya tentang saran program kerja peserta menyampaikan harapannya sebagai berikut: 1. Agar FKPT DKI Jakarta dapat mensosialisasikan pola pencegahan terorisme kepada Guru guru dilingkungan sekolah, baik umum maupun melalui guru guru agama; 2. Melakukan penelitian terhadap anak usia sekolah dan mahasiswa untuk kemudian dapat memetakan tingkat pemahaman tentang gerakan radikal teroris yang dapat merugikan masa depan anak dan bangsa; 3. Melakukan obrolan santai dengan kelompok masyarakat yang dipandang rentan terbawa kelompok radikal teroris 4. Memberikan pelatihan dan santunan kepada keluarga baik pelaku maupun mantan pelaku sehingga tidak terbawa oleh kelompok radikal teroris 5. Meningkatkan silaturahim dalam jalinan jaringan pengurus Masjid/Musholla dan pengurus tempat ibadah agama lain, agar meminimalkan miss komunikasi antar pemeluk agama; Page 10

C. TINDAK LANJUT Akan dilakukan pertemuan pada 4 kali mendatang dengan peserta yang tetap dan dengan materi sesuai target materi yang digariskan pada Pedoman Pelaksanaan Dialog Pencegahan Terorisme. Page 11

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Fakta bahwa adanya kelompok islam yang melakukan tindakan teror perlu disikapi dengan memahami ideologi kelompok tersebut, yang dengan itu dapat mencari strategi agar masyarakat tidak terbawa pada pemahaman radikal teroris; 2. Peserta belum memiliki kesepahaman tentang istilah Islam Teroris, karena menyangkut nama islam yang dalam pemahaman peserta adalah rahmatan lil alamin 3. Peserta menyepakati pentingnya dialog pencegahan terorisme dalam 6 kali pertemuan untuk menghasilkan suatu rekomendasi strategi pencegahan terorisme di Provinsi DKI Jakarta dengan kearifan lokal; B. SARAN/REKOMENDASI 1. Agar Narasumber dapat lebih membangun bentuk dialogis guna menggali pemikiran bagi pencegahan terorisme tanpa melukai dengan adanya istilah Islam Teroris. 2. Perlunya data yang akurat untuk dapat menjelaskan tentang fakta fakta sejarah dan kelompok yang menghendaki tindakan teroris. Page 12