BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
PENGEMBANGAN COURSEWARE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nabila Fatimah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. sifat, dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya kimia dibentuk dari berbagai konsep dan topik abstrak.

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan salah satu rumpun bidang IPA yang fokus

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan salah satu ilmu yang memunculkan fenomena yang abstrak.

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN. energi yang ditinjau dari aspek struktur dan kereaktifan senyawa. Struktur dan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan salah satu disiplin bidang Ilmu Pengetahuan Alam

BAB III METODE PENELITIAN

2014 PENGEMBANGAN VIDEO PEMBELAJARAN YANG MENGINTEGRASIKAN LEVEL MAKROSKOPIK, SUB- MIKROSKOPIK, DAN SIMBOLIK PADA MATERI POKOK LARUTAN PENYANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Kimia merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari mengenai materi,

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fareka Kholidanata, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pepy Susanty, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Cicih Juarsih, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Hasil studi lima tahunan yang dikeluarkan oleh Progress in. International Reading Literacy Study (PIRLS) pada tahun 2006, yang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang mempelajari tentang struktur, susunan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lukman Hadi, 2014 Pengembangan Software Multimedia Representasi Kimia Pada Materi Laju Reaksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan komposisi zat menggambarkan bagaimana partikel-partikel penyusun zat

I. PENDAHULUAN. Belajar sains harus sesuai dengan karakteristiknya yaitu belajar yang dimulai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lia Apriani, 2014

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. mata pelajaran kimia merupakan bagian ilmu sains di SMA/MA yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur, susunan, sifat,

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengkategorian Penggunaan Level Mikroskopik dalam Buku Teks. Kimia SMA pada Materi Larutan Penyangga

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai bagian dari ilmu sains, kimia merupakan salah satu mata pelajaran

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu aspek yang penting dalam meningkatkan kualitas sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang mempelajari sifat dan komposisi materi

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan berupa fakta, teori, prinsip atau hukum-hukum saja, tetapi

I. PENDAHULUAN. Pembaharuan sistem pendidikan nasional telah menetapkan visi, misi dan

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Intan Fitriyani, 2014 Profil model mental siswa pada materi termokimia dengan menggunakan TIM_POE

G 1 G 2 O 1 O 2 O 3 O 4

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang mempelajari struktur, susunan, sifat dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia adalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arin Ardiani, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. dengan IPA, dimana dalam pembelajarannya tidak hanya menuntut penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi semakin pesat dari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

2015 PROFIL MODEL MENTAL SISWA PADA SUB-MATERI ASAM BASA DENGAN MENGGUNAKAN TES DIAGNOSTIK MODEL MENTAL PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN (TDM-POE)

2014 PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS ZONE OF PROXIMAL DEVELOPMENT TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP BERDASARKAN GENDER PADA MATERI HIDROLISIS GARAM

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa penelitian terhadap pembelajaran kimia menunjukkan bahwa

2015 PROFIL MODEL MENTAL SISWA PADA POKOK BAHASAN TITRASI ASAM LEMAH OLEH BASA KUAT BERDASARKAN TDM- IAE

I. PENDAHULUAN. Kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diajarkan di

BAB I PENDAHULUAN. konsep, aturan, hukum, prinsip, teori, soal-soal. Dari cangkupan materi ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Andika Nopihargu, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah ilmu yang termasuk ke dalam rumpun IPA yang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dimana objeknya adalah benda benda alam. Ilmu pengetahuan

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia yang sangat penting dan tidak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. boleh dikatakan pondasi atau gerbang menuju pendidikan formal yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kimia merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari mengenai materi,

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan kebutuhan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah,

2014 PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES DIAGNOSTIK TWO-TIER MULTIPLE CHOICE UNTUK MENDETEKSI MISKONSEPSI SISWA SMA PADA MATERI HIDROLISIS GARAM

BAB I PENDAHULUAN. Kimia merupakan subjek yang penting dalam sains, karena banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kimia merupakan salah satu pelajaran sains yang tidak hanya perlu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Kemampuan Siswa Menghubungkan Tiga Level Representasi Melalui Model MORE (Model-Observe-Reflect-Explain)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indra Lesmana, 2015

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Untuk mengembangkan strategi pembelajaran pada materi titrasi asam basa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia, memiliki peranan penting guna meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan salah satu cabang ilmu sains yang memiliki kedudukan

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

2015 PENGEMBANGAN TES DIAGNOSTIK TWO-TIER BERBASIS PIKTORIAL UNTUK MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT

BAB I PENDAHULUAN. oleh siswa. Hal itu disebabkan keterampilan proses sains akan menjadi roda

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBARAN PENGESAHAN... PERNYATAAN.. ABSTRAK... KATA PENGANTAR.. DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Komputer merupakan produk kemajuan teknologi yang mampu. melakukan hal-hal yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia.

BAB 4 TEMUAN DAN PEMBAHASAN. merumuskan indikator dan konsep pada submateri pokok kenaikan titik didih

DESKRIPSI KEMAMPUAN REPRESENTASI MIKROSKOPIK DAN SIMBOLIK SISWA SMA NEGERI DI KABUPATEN SAMBAS MATERI HIDROLISIS GARAM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu produk representasi

PENGARUH CONCEPTUAL CHANGE TEXT (CCT) TERHADAP PERUBAHAN KONSEPSI PESERTA DIDIK PADA MATERI STRUKTUR ATOM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nur Komala Eka Sari, 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2015 D ESAIN D IDAKTIS PAD A MATERI HID ROLISIS GARAM BERD ASARKAN KESULITAN BELAJAR SISWA SMA D AN REFLEKSI D IRI GURU MELALUI LESSON ANALYSIS

BAB I PENDAHULUAN. Kimia sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memiliki

KISI- KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU (UKG) Kompetensi Kompetensi Inti Guru (Standar Kompetensi) Kompetensi Guru Mapel (Kompetensi Dasar)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu kimia merupakan salah satu cabang IPA yang mempelajari tentang gejala-gejala alam, khususnya yang berkaitan dengan struktur, susunan, sifat dan perubahan materi (Depdiknas, 2003). Ilmu kimia memiliki peranan yang penting dalam kehidupan sehari-hari dalam sandang, pangan, papan dan kebutuhan lainnya. Oleh karena itu, ilmu kimia sangat penting untuk dipelajari pada jenjang SMP atau SMA dan yang sederajat. Akan tetapi pada proses pembelajaran tidak semua peristiwa kimia dapat dijelaskan dengan sederhana dan diamati secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan banyak materi kimia yang memiliki konsep abstrak yang secara keseluruhan tidak dikenal oleh siswa (Wu, et al, 2001 : 822). Salah satu alasan kesulitan siswa dalam memahami ilmu kimia berhubungan dengan penggunaan level representasi yang digunakan untuk menjelaskan fenomena kimia (Chandrasegaran, et al, 2007 : 294). Pada dua dekade terakhir ini, fokus studi pengembangan pendekatan pembelajaran kimia ditekankan pada tiga level representasi yaitu: makroskopik, mikroskopik dan simbolik (Wu, et al, 2001:821). Level makroskopik yaitu representasi kimia yang diperoleh melalui pengamatan nyata terhadap suatu fenomena yang terlihat dalam pengalaman sehari-hari siswa ketika mengamati perubahan dalam sifat materi. Contoh dari level makroskopik adalah perubahan warna, suhu, ph larutan, pembentukan gas dan endapan yang dapat diobservasi ketika suatu reaksi kimia berlangsung. Level mikroskopik yaitu representasi kimia yang menjelaskan mengenai struktur dan proses pada level partikel (atom/molekul/ion) terhadap fenomena makroskopik yang diamati. Contoh dari level mikroskopik adalah bagaimana keadaan atom, molekul atau ion pada saat terjadinya suatu reaksi kimia. Level simbolik yaitu representasi kimia secara kualitatif dan kuantitatif. Contoh dari level simbolik adalah simbol kimia, rumus kimia, diagram, gambar, persamaan reaksi, stoikiometri dan perhitungan matematika (Chandrasegaran, et al, 2007 : 294). 1

2 Pemahaman siswa terhadap kimia ditunjukkan oleh kemampuannya mentransfer dan menghubungkan antara level makroskopik, miskroskopik dan simbolik. Kemampuan siswa untuk menggabungkan ketiga level representasi tersebut akan membantu siswa memecahkan masalah kimia sebagai salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi (Chittleborough dan Treagust, 2007 : 287). Berbagai penelitian dilakukan untuk meningkatkan kemampuan siswa menggabungkan ketiga level representasi kimia. Gabel (2002, dalam Kozma & Russell, 2001:21) menemukan bahwa kelompok siswa yang menggunakan ketiga level representasi melalui multimedia mengalami peningkatan pemahaman konsep daripada kelompok siswa yang hanya diberikan level makroskopik dan simbolik saja pada pokok bahasan perubahan materi, larutan, ikatan dan stoikiometri kimia. Tasker dan Dalton (Chittleborough dan Treagust, 2007 : 275) membuktikan bahwa penggunaan model konkret, representasi gambar, animasi dan simulasi bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep kimia. Simulasi dan animasi dapat digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan dan memprediksikan proses sains secara visual sehingga membantu siswa mempelajari konsep yang abstrak menjadi lebih konkrit (model mental). Penelitian Schank dan Kozma (2002, dalam Kozma & Russell, 2001:18) menunjukkan bahwa dengan software ChemSense, siswa dapat mengembangkan keterampilan representasi kimia dan pemahaman dalam aspek geometri. Hasil penelitian Noh dan Scharmann (1997, dalam Kozma & Russell, 2001:20-21) menunjukkan bahwa siswa yang menggunakan visualisasi ketiga level representasi menggunakan multimedia memiliki pemahaman konsep yang lebih tinggi daripada siswa yang hanya menggunakan teks dan numerik saja. Berbagai studi empiris yang telah dilakukan menunjukkan bahwa multimedia dapat membantu siswa belajar dengan efektif dan efisien. Multimedia memiliki kemampuan untuk mengkombinasikan berbagai elemen media seperti video, animasi, simulasi dan audio sehingga membantu siswa untuk memahami, mengatur dan mengakses informasi (Najjar, 1996:10). Penggunaan multimedia juga dapat mendorong siswa untuk belajar mandiri (self motivated learning). Kegiatan belajar mandiri dapat diawali dengan kesadaran adanya masalah,

3 sehingga menimbulkan niat melakukan kegiatan belajar secara sengaja untuk menguasai suatu konsep yang diperlukan guna mengatasi masalah. Kegiatan belajar mandiri dapat dilakukan sendiri atau bersama orang lain, dengan atau tanpa bantuan guru profesional (Haris, 2007 : 2). Selain itu, siswa juga bebas menentukan materi yang ingin dikuasainya, waktu dan tempat untuk belajar menggunakan multimedia interaktif. Seluruh materi kimia pada dasarnya mengandung ketiga level representasi yang dapat divisualisasikan dengan menggunakan multimedia. Hidrolisis garam merupakan salah satu materi kimia yang membutuhkan representasi makroskopik, mikroskopik dan simbolik. Hal ini sesuai dengan analisis pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Standar Kompetensi materi ini, yaitu Memahami sifatsifat larutan asam-basa, metode pengukuran dan terapannya, sedangkan Kompetensi Dasarnya yaitu Menentukan jenis garam yang mengalami hidrolisis dalam air dan ph larutan garam tersebut. Dari analisis SK-KD, diketahui bahwa pada materi ini level makroskopik dapat berupa fenomena mengenai hidrolisis garam yang terdapat di kehidupan sehari-hari siswa serta pengukuran ph menggunakan ph meter, kertas lakmus atau indikator universal yang dapat diamati oleh siswa, sedangkan untuk level mikroskopik adalah gambaran partikelpartikel secara mikro ketika komponen garam dilarutkan dalam air, dan level simbolik berupa rumus kimia, gambar, simbol partikel kimia, persamaan reaksi, stoikiometri dan perhitungan ph larutan garam. Banyak pihak yang telah melakukan penelitian mengenai proses atau hasil pembelajaran pada materi hidrolisis garam. Pada penelitian yang dilakukan oleh Restiyan (2008:58) diketahui bahwa seluruh guru dalam penelitiannya tidak membuat representasi ilmu kimia secara utuh dalam proses belajar mengajar materi hidrolisis garam. Dalam pembelajaran, umumnya guru membatasi pada level representasi makroskopik dan simbolik dengan harapan siswa dapat mengembangkan model dunia mikroskopiknya sendiri. Salah satu kesulitan untuk memvisualisasikan level mikroskopik pada materi ini adalah tidak adanya buku sumber yang menampilkan gambar atau model-model yang dapat digunakan

4 untuk menggambarkan keadaan partikel-partikel ketika terhidrolisis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nuraeni (2008 : 98) diketahui bahwa buku-buku teks kimia SMA yang beredar di kota Bandung tidak ada (0%) yang menjelaskan level mikroskopik secara utuh (tulisan dan gambar). Kurangnya representasi kimia secara utuh dalam pembelajaran hidrolisis garam akan berdampak pada penguasaan konsep siswa terhadap materi tersebut. Penelitian yang dilakukan Selviyanti (2009: 107;113;126) dengan melakukan analisis hasil belajar siswa pada materi hidrolisis garam menunjukkan bahwa penguasaan level makroskopik siswa sebesar 74,55%, level mikroskopik sebesar 1,53%, dan level simbolik sebesar 58,87%. Pada data tersebut dapat disimpulkan bahwa penguasaan siswa pada level mikroskopik sangat kecil dibandingkan level representasi lainnya. Kesimpulan tersebut juga dibuktikan oleh penelitian Nuraeni (2008 : 98) yang menemukan bahwa hanya 8,9% siswa yang mampu menuliskan dan menggambarkan level mikroskopik hidrolisis garam dengan lengkap sesuai dengan konsep. Menurut Nuraeni (2008:88), hampir seluruh siswa dalam penelitiannya tidak paham dengan proses yang terjadi dalam larutan garam tersebut. Siswa cenderung menghapal reaksi-reaksi dan sifat-sifat larutan garam berdasarkan kekuatan asam basa pembentuk garamnya (Nuraeni, 2008:88). Hal tersebut merupakan salah satu miskonsepsi yang akan berpengaruh pada pemahaman siswa. Salah satu penelitian untuk meningkatkan pemahaman siswa pada materi ini dilakukan oleh Solikha (2008:66). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa berdasarkan hasil tes siswa terdapat perbedaan peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis yang signifikan pada materi hidrolisis garam dengan menggunakan multimedia interaktif berbasis simulasi. Multimedia hidrolisis garam sudah banyak terdapat di internet. Salah satu alamat web yang menyediakan courseware unduhan multimedia hidrolisis yaitu http://soerya.surabaya.go.id/aup/e-u.konten/edukasi.net/kimia/animasi.kimia /Hidrolisis.swf. Multimedia dalam web tersebut masih memiliki kekurangan. Dalam multimedia tersebut hanya terdapat satu animasi visualisasi contoh garam secara mikroskopik yaitu pada garam NH 4 Cl atau garam yang terbentuk dari asam kuat dan basa kuat. Animasi pun berjalan sangat cepat sehingga pengguna

5 kesulitan mengamati keadaan komponen garam saat terhidrolisis. Selain itu dalam visualisasi awal hanya digambarkan bahwa dalam air hanya terdapat ion H 2 O saja padahal terdapat juga ion OH - dan H 3 O + yang berkesetimbangan dan berperan dalam menjelaskan konsep hidrolisis. Pada akhir animasi setelah garam terhidrolisis tidak diperlihatkan ion OH -. Selain itu, penekanan efek animasi pada akhir proses hidrolisis justru digunakan pada molekul air bukan pada perbandingan jumlah ion H 3 O + yang lebih besar daripada ion OH - sehingga menyebabkan larutan bersifat asam. Multimedia lainnya yang dapat diakses yaitu diproduksi oleh Pustekkom 2004. Kekurangan yang terdapat dalam multimedia ini mirip dengan multimedia yang telah dibahas sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan animasi mikroskopik yang ditayangkan sama. Multimedia yang telah ada juga kurang mengintegrasikan ketiga level representasi kimia dan cenderung menonjolkan level simbolik saja seperti menuliskan persamaan reaksi, menurunkan rumus ph larutan garam dan menghitung ph larutan garam. Menurut penulis, multimedia yang telah ada di internet masih memiliki kekurangan pada tahap pengembangannya. Multimedia tersebut belum memenuhi prinsip pengembangan multimedia yang disarankan oleh Richard E. Mayer (2002 : 93-97). Mulltimedia yang ada tidak memenuhi prinsip personalisasi karena teks keluaran yang ditampilkan masih tampak seperti teks dalam buku sehingga tidak mudah dipahami dan tidak interaktif. Hal tersebut mungkin karena dalam pembuatan multimedia tidak dilakukan tahap analisis wacana. Materi yang dibahas menjadi kurang menarik minat belajar siswa karena materi disajikan dalam bentuk teks saja dan tidak didukung oleh elemen-elemen media pendukung materi seperti video, gambar/foto, simulasi dan animasi. Kurangnya penyajian elemen media pendukung materi menyebabkan siswa tidak bisa membangun hubungan mental antara representasi verbal dan representasi visual. Multimedia yang ada juga tidak memperhatikan unsur interaktifitas sehingga bersifat linier dan tidak ada feedback bagi siswa. Oleh karena itu, multimedia yang ada hanya berinteraksi secara fisik sehingga pengguna menjadi pasif dan tidak berinteraksi secara mental. Interaktifitas dalam multimedia diperlukan untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan psikomotorik siswa (Barker dalam Sims, 1995).

6 Hasil analisis kekurangan beberapa multimedia yang telah ada diinternet menjadi acuan penulis untuk mengembangkan multimedia interaktif yang lebih baik. Oleh karena itu, maka penulis mencoba untuk melakukan penelitian dengan judul Pengembangan Courseware Multimedia Interaktif pada Materi Hidrolisis Garam dengan Mengintegrasikan Level Makroskopik, Mikroskopik dan Simbolik. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah dapat diidentifikasi bahwa multimedia hidrolisis garam yang dapat diakses diinternet masih memiliki banyak kekurangan sehingga dapat menimbulkan miskonsepsi pada siswa. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengembangkan courseware multimedia interaktif yang lebih baik. Untuk memfokuskan penelitian, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan, yaitu : 1. Bagaimana bentuk elemen-elemen media (teks, gambar/foto, animasi, dll) yang akan ditampilkan untuk memvisualisasikan level makroskopik, mikroskopik dan simbolik materi hidrolisis garam dalam courseware multimedia yang akan dikembangkan? 2. Bagaimana kelayakan courseware multimedia interaktif yang telah dikembangkan? 3. Bagaimanakah tanggapan siswa setelah menggunakan courseware multimedia interaktif yang telah dikembangkan? C. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini yaitu menghasilkan produk berupa courseware multimedia pembelajaran interaktif kimia pada materi hidrolisis garam yang mengintegrasikan ketiga level representasi yaitu makroskopik, mikroskopik dan simbolik. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memperoleh informasi mengenai elemen-elemen media yang diperlukan, seperti teks keluaran, gambar/foto, video, animasi dan audio sesuai dengan kriteria materi yang dipilih.

7 2. Memperoleh gambaran tentang desain pengembangan multimedia pada materi hidrolisis garam dengan mengintegrasikan beberapa elemen media yang digunakan untuk memenuhi kriteria makroskopik, mikroskopik dan simbolik. 3. Memperoleh informasi mengenai kelayakan courseware multimedia yang telah dikembangkan. 4. Memperoleh informasi mengenai tanggapan siswa sebagai pengguna yang menggunakan courseware multimedia yang telah dikembangkan. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak, diantaranya : 1. Bagi guru Multimedia yang telah diproduksi dapat memberikan inovasi baru dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa terhadap mata pelajaran kimia (Falvo, 2008 : 72) Multimedia yang telah diproduksi dapat membuat waktu pembelajaran lebih efektif. Hal tersebut dibuktikan oleh penelitian Kulik, Bangerts dan William (Najjar, 1996 : 2) yang menemukan terjadinya penghematan waktu pembelajaran 88% pada kelas dengan multimedia (90 menit) dibandingkan kelas dengan metode instruksi (745 menit). Dapat menghemat biaya pengadaan praktikum dengan adanya video dalam multimedia. 2. Bagi siswa Dengan adanya courseware multimedia interaktif, diharapkan dapat menciptakan pembelajaran mandiri yang menyenangkan dan interaktif sehingga meningkatkan motivasi dalam pembelajaran kimia. 3. Bagi peneliti Dapat dijadikan bahan untuk mengadakan penelitian selanjutnya guna meningkatkan kualitas pembelajaran kimia.

8 E. Struktur Organisasi Skripsi Struktur organisasi skripsi merujuk pada pedoman penulisan karya ilmiah UPI. Terdapat tiga bagian dalam penulisan skripsi ini yaitu bagian awal, bagian tengah dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari lembar judul, lembar pengesahan, lembar persembahan, lembar pernyataan, kata pengantar, ucapan terima kasih, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran. Bagian tengah dalam penulisan skripsi ini terdiri dari lima BAB, yaitu : 1. BAB I atau bagian pendahuluan membahas mengenai latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta struktur organisasi penulisan skripsi. 2. BAB II atau bagian kajian pustaka berfungsi sebagai landasan teoritis dalam menyusun pertanyaan dan tujuan penelitian. Kajian pustaka membahas mengenai konsep-konsep, teori-teori dan penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan. 3. BAB III atau bagian metode penelitian membahas mengenai subjek penelitian, desain dan metode penelitian yang dipilih, definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. 4. BAB IV membahas mengenai hasil temuan penelitian yang telah dilakukan. Analisis dan pembahasan temuan penelitian dihubungkan dengan dasar teoritis pada bab kajian pustaka sehingga dapat menjawab rumusan masalah penelitian. 5. BAB V membahas mengenai kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan jawaban dari rumusan masalah yang dituliskan dengan cara poin-poin Sedangkan saran atau rekomendasi ditulis setelah kesimpulan. Saran ditujukan kepada pihak-pihak institusi, kepada pengguna hasil penelitian, kepada peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian selanjutnya dan sebagainya. Bagian akhir dari penulisan skripsi ini adalah daftar pustaka dan lampiran. Daftar pustaka memuat semua sumber tertulis yang pernah dikutip dan digunakan dalam pengembangan penelitian dan penyusunan skripsi. Daftar pustaka disusun secara alfabetis tanpa nomor urut. Sedangkan lampiran-lampiran berisi semua dokumen yang digunakan dalam pengembangan dan penulisan hasil penelitian.