BAB II TINJAUAN PUSTAKA Faktor faktor yang Memengaruhi Ibu dalam Pemberian Imunisasi Dasar

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Imunitas merupakan daya tahan tubuh. Sistem imun adalah jaringan dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memasukan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

cita-cita UUD Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan

Lalu, kekebalan seperti apa yang dimiliki bayi di bulan-bulan pertamanya?

BAB I PENDAHULUAN. penurunan angka kematian bayi dan balita (bayi dibawah lima tahun) adalah

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Imunisasi adalah memberi kekebalan terhadap penyakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, hepatitis B, poliomyelitis, dan

ASPEK MEDIS DAN KEAMANAN VAKSIN KOMBINASI PENTABIO. Dominicus Husada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

DAN INFORMASI KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI MALANG 2011/2012

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektif untuk bayi dari segi biaya (Wahab, 2000).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan bayi dan anak dengan. memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA dan pada tahun 1990, kita telah mencapai status Universal Child

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

IMUNISASI SWIM 2017 FK UII Sabtu, 14 Oktober 2017

BAB I PENDAHULUAN. Imunisasi adalah prosedur yang dilakukan untuk memberikan kekebalan. tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin

SATUAN ACARA PENYULUHAN IMUNISASI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pencegahan terhadap penyakit tetanus. Untuk mencegah tetanus neonatorum (TN) ibu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. paling efektif untuk bayi dari segi biaya (Wahab, 2000).

Gejala Penyakit CAMPAK Hari 1-3 : Demam tinggi. Mata merah dan sakit bila kena cahaya. Anak batuk pilek Mungkin dengan muntah atau diare.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pertanyaan dan Jawaban tentang imunisasi. Petunjuk untuk pemuka masyarakat, kader PSF, kelompok masyarakat, tentang imunisasi di Timor Leste

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang ahli perilaku mengatakan bahwa perilaku merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Manfaat imunisasi untuk bayi dan anak

Kata Kunci: Pengetahuan, KIPI

BAB II TINJAUAN TEORI. meningkatkan kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu. terbentuk antibodi untuk melawan vaksin tersebut dan sistem

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengetahui dengan objek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini subjek tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari

BAB I PENDAHULUAN. mencegah tubuh dari penularan penyakit infeksi. Penyakit infeksi. adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat berbahaya, demikian juga dengan Tetanus walau bukan penyakit menular

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

Konsep dan Aplikasi Imunisasi. dr. Riska Yulinta Viandini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Campak adalah penyakit sangat menular dengan gejala prodromal atau gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Balita (AKBA) di Indonesia telah menurun, dimana rata-rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi (Ranuh dkk, 2011).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

UPAYA PROMOSI DAN PREVENTIVE KESEHATAN BAYI DAN ANAK

Volume 3 No. 1 Maret 2012 ISSN : SURVEI KELENGKAPAN IMUNISASI PADA BAYI UMUR 1-12 BULAN DI DESA PANCUR MAYONG JEPARA INTISARI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. PEMBAHASAN MASALAH & SOLUSI MASALAH PERANCANGAN KAMPANYE PENGGUNAAN VAKSIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Posyandu atau Pos Pelayanan Terpadu adalah Forum Komunikasi Alih. rangka pencapaian NKKBS ( Mubarak & Chayalin, 2009).

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DASAR DENGAN PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA ANAK BALITA DI KELURAHAN PESURUNGAN KIDUL KOTA TEGAL

berhubungan dengan kesehatan diklasifikasikan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons),

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN IMUNISASI DPT

2. Apa saja program imunisasi dasar lengkap yang ibu ketahui? a. BCG b. DPT c. Polio d. Campak e. Hepatitis B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disertai muntah (Sakinah dan Arifianto, 2001). bentuk dan konsistensi tinja penderita (Harianto, 2004).

BAB II TINJAUAN TEORI

5 Imunisasi Dasar Lengkap Terbaru Untuk Bayi Beserta Jadwal Pemberiannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini

TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN IMUNISASI BCG PADA BAYI DI DESA TARAMAN KECAMATAN SIDOHARJO SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penyakit TBC banyak menyerang usia kerja produktif, kebanyakan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) penyakit infeksi pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan Milenium atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development

BAB II. Tinjauan Pustaka. respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Faktor faktor yang Memengaruhi Ibu dalam Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Green dalam buku Notoatmodjo (2003) menganalisis perilaku manusia dari tingkatan kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behavior causer) dan faktor dari luar perilaku (non behavior causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu : 1. Faktor faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai nilai dan sebagainya. 2. Faktor faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas fasilitas atau sarana sarana kesehatan misalnya Puskesmas, obat obatan, alat alat kontrasepsi, jamban, jarak ke sarana pelayanan kesehatan dan sebagainya. 3. Faktor faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, dukungan keluarga dan tokoh masyarakat yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, jarak ke sarana pelayanan kesehatan, sikap dan perilaku petugas kesehatan serta dukungan 10

11 keluarga terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. 2.1.1. Faktor faktor Predisposisi (Predisposing factors) Menurut Green (1980), faktor faktor predisposisi meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai nilai dan persepsi, berhubungan dengan motivasi individu atau kelompok untuk bertindak. Dalam pengertian umum dapat disimpulkan faktor predisposisi sebagai pilihan pribadi yang memicu seorang individu atau kelompok ke pengalaman pendidikan. Dalam hal apapun pilihan ini dapat mendukung atau menghambat perilaku kesehatan. Berbagai faktor demografi seperti status sosioekonomi, umur, jenis kelamin dan ukuran keluarga juga penting sebagai faktor predisposisi meskipun mereka berada di luar pengaruh langsung program pendidikan kesehatan. 2.1.1.1. Faktor Demografi Faktor demografi adalah faktor faktor yang terdapat dalam struktur penduduk dan perkembangannya seperti umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan lain sebagainya. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai faktor faktor demografi yang berkaitan dengan penelitian ini : 1. Umur Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun. Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Umur merupakan salah satu variabel penting dalam bidang penelitian komunitas. Umur dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit secara langsung atau tidak langsung bersama dengan variabel lain sehingga

12 menyebabkan perbedaan di antara angka kesakitan dan kematian pada masyarakat atau sekelompok masyarakat (Chandra, 2008). 2. Pendidikan Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan kesehatan yang didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui proses pembelajaran diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan menetap, karena didasari oleh kesadaran. Kelemahan dari pendekatan pendidikan kesehatan ini adalah hasilnya lama, karena perubahan perilaku melalui proses pembelajaran pada umumnya memerlukan waktu yang lama (Notoatmodjo, 2005). Orang dengan pendidikan formal yang lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibanding orang dengan tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan lebih mampu dan mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan serta pemanfaatan pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2003). 3. Pekerjaan Pekerjaan adalah sekumpulan kedudukan (posisi) yang memiliki persamaan kawajiban atau tugas tugas pokoknya. 2.1.1.2. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian

13 besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni (Notoatmodjo, 2007) : a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul. c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, di mana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.

14 Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni (Notoatmodjo, 2007): 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. 2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

15 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007). 2.1.1.3. Sikap (Attitude) Menurut Notoadmodjo (2005), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan pelaksanaan motif tertentu. Menurut Garungan (dalam Ahmadi, 2009), sikap merupakan pendapat maupun pandangan seseorang tentang suatu objek yang mendahului tindakannya.

16 Sikap tidak mungkin terbentuk sebelum mendapat informasi, melihat atau mengalami sendiri suatu objek. 2.1.1.4. Berbagai Tingkatan Sikap Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu: 1. Menerima (receiving). Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespon (responding). Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang diberikan indikasi dari sikap. 3. Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (responsibility). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Menurut Ahmadi (2009), sikap dibedakan menjadi: 1. Sikap positif yaitu : sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma - norma yang berlaku dimana individu itu berada. 2. Sikap negatif yaitu : sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma - norma yang berlaku dimana individu itu berada. Sedangkan fungsi sikap dibagi menjadi 4 golongan yaitu: 1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Bahwa sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga

17 mudah pula menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompok atau dengan kelompok lainnya. 2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Pertimbangan dan reaksi pada anak, dewasa dan yang sudah lanjut usia tidak ada. Perangsang itu pada umumnya tidak diberi perangsang spontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsangan perangsangan itu. 3. Sebagai alat pengatur pengalaman. Manusia didalam menerima pengalaman pengalaman secara aktif. Artinya semua yang berasal dari dunia luar tidak semua dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman diberi penilaian lalu dipilih. 4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang ini disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap merupakan pernyataan pribadi (Ahmadi, 2009). Manusia dilahirkan dengan sikap pandangan atau sikap perasaan tertentu, tetapi sikap terbentuk sepanjang perkembangan. Peranan sikap dalam kehidupan manusia sangat besar. Bila sudah terbentuk pada diri manusia, maka sikap itu akan turut menentukan cara tingkah lakunya terhadap objek objek sikapnya. Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap objeknya (Notoatmodjo, 2005).

18 Sikap mempunyai beberapa karakteristik yaitu: 1. Selalu ada objeknya 2. Biasanya bersifat evaluative 3. Relatif mantap 4. Dapat dirubah Menurut Travers, Gagne, dan Cronbach (1977, dalam Ahmadi, 2009), bahwa sikap melibatkan 3 komponen yang saling berhubungan yaitu: 1. Komponen cognitive : berupa pengetahuan, kepercayaan atau pikiran yang didasarkan pada informasi, yang berhubungan dengan objek. 2. Komponen affective : menunjukkan pada dimensi emosional dari sikap, yaitu emosi yang berhubungan dengan objek. Objek di sini dirasakan sebagai menyenangkan atau tidak menyenangkan. 3. Komponen behavior atau conative : melibatkan salah satu predisposisi untuk bertindak terhadap objek. Ketiga komponen ini akan membentuk sikap yang utuh (Total Attitude), dalam penentuan berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negatif terhadap orang lain, objek atau situasi. Sikap tidak sama dengan perilaku dan kadang kadang sikap tersebut baru diketahui setelah seseorang itu berperilaku. Tetapi sikap selalu tercermin dari perilaku seseorang (Ahmadi, 2009). Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung, melalui pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek secara tidak

19 langsung dilakukan dengan pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden (Ahmadi, 2009). 2.1.1.5. Perubahan Sikap Theory of Reasoned Action (TRA) atau Teori Aksi Beralasan pertama kali diperkenalkan pada tahun 1975 untuk melihat hubungan keyakinan, sikap, niat dan perilaku. Fishbein (1975), mengembangkan TRA ini dengan sebuah usaha untuk melihat perubahan hubungan sikap dan perilaku. Teori ini secara tidak langsung menyatakan bahwa perilaku pada umumnya mengikuti niat dan tidak akan pernah terjadi tanpa niat. Niat niat seseorang juga dipengaruhi oleh sikap sikap terhadap suatu perilaku, seperti apakah ia merasa suatu perilaku itu penting. Teori ini juga menegaskan sifat normatif yang mungkin dimiliki orang-orang; mereka berpikir tentang apa yang akan dilakukan orang lain (terutama orang-orang yang berpengaruh di dalam kelompok) pada suatu situasi yang sama (Graeff, 1996). Teori tindakan beralasan menurut Fisbein (1975) mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan dan dampaknya terbatas hanya pada 3 hal yaitu : 1. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu. 2. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma norma subjektif (subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat. 3. Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma norma subjektif membentuk suatu intense atau niat untuk berperilaku tertentu.

20 Secara sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Dalam teori perilaku terencana keyakinan keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada norma norma subjektif dan pada kontrol perilaku yang dia hayati. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi intense yang pada gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak (Azwar, 2007). Adapun faktor faktor yang menyebabkan perubahan sikap terdiri dari 2 faktor yaitu: 1. Faktor intern: yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini berupa selective atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh pengaruh yang datang dari luar. Pilihan terhadap pengaruh dari luar itu biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap di dalam diri manusia terutama yang menjadi minat perhatiannya. 2. Faktor ekstern: yaitu faktor yang terdapat diluar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial diluar kelompok (Ahmadi, 2009). 2.1.2. Faktor faktor Pendukung (Enabling factors) Green (1980) mengatakan bahwa faktor faktor pendukung adalah kemampuan/keahlian dan semua sumber sumber yang diperlukan untuk menciptakan atau memunculkan perilaku kesehatan. Sumber sumber yang dimaksud antara lain ketersediaan sarana pelayanan kesehatan dan prasarana atau fasilitas fasilitas, personalia, sekolah sekolah, klinik kesehatan maupun sumber sumber sejenis. Faktor faktor pendukung juga berkaitan dengan aksesibilitas

21 berbagai sumber daya. Biaya, jarak, sarana transportasi yang ada dan waktu pemakaian sarana kesehatan juga merupakan bagian dari faktor faktor pendukung. 2.1.2.1. Ketersediaan Sarana Pelayanan Kesehatan Menurut Notoatmodjo (2007), sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat terdiri dari rumah sakit, puskesmas, pustu, poliklinik, posyandu, polindes, praktek dokter/bidan swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku pemberian imunisasi pada bayi. Ibu yang mau memberikan imunisasi pada bayi tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat pemberian imunisasi melainkan ibu tersebut dengan mudah dapat memperoleh tempat pemberian imunisasi pada bayinya. 2.1.2.2. Jarak ke Sarana Pelayanan Kesehatan Jarak adalah seberapa jauh lintasan yang di tempuh responden menuju tempat pelayanan kesehatan yang meliputi rumah sakit, puskesmas, posyandu, dan lainnya. Seseorang yang tidak mau mengimunisasi anaknya di tempat pelayanan kesehatan dapat disebabkan karena orang tersebut tidak tahu atau belum tahu manfaat imunisasi bagi anak, tetapi barang kali juga karena rumahnya terlalu jauh dengan pelayanan kesehatan tempat mengimunisasi anaknya (Notoatmodjo, 2003). 2.1.3. Faktor faktor Pendorong (Reinforcing factors) Menurut Green (1980) faktor pendorong atau penguat adalah mereka yang mendukung untuk menentukan tindakan kesehatan. Faktor pendorong tentu saja bervariasi tergantung pada tujuan dan jenis program. Dalam program pendidikan kesehatan, sebagai contoh, penguatan dapat diberikan oleh rekan kerja, supervisor, pimpinan serikat buruh dan keluarga. Faktor faktor pendorong meliputi faktor sikap

22 dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. 2.1.3.1. Dukungan Petugas Kesehatan Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Kepmenkes RI, 2005). Dukungan petugas kesehatan (petugas imunisasi) merupakan dukungan sosial dalam bentuk dukungan informatif, di mana perasaan subjek bahwa lingkungan (petugas imunisasi) memberikan keterangan yang cukup jelas mengenai hal-hal yang diketahui. Petugas kesehatan akan mendukung perilaku ibu untuk melakukan upaya kesehatan (mengimunisasikan anaknya) melalui keterampilan komunikasi dan ada kecenderungan bahwa upaya-upaya petugas kesehatan memperkuat ibu dengan memberikan pujian, dorongan dan diskusi atau dengan menjadi sumber informasi yang dapat dipercaya (Graeff, 1996). Petugas kesehatan yang berperan memberikan dukungan informatif kepada ibu tentang imunisasi dianjur kan mengikuti tata cara pemberian sebagai berikut. a. Memeberitahu secara rinci risiko imunisasi dan risiko apabila tidak diimunisasi. b. Memeriksa kembali persiapan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapakan. c. Membaca dengan teliti informasi prosuk vaksin yang akan diberikan dan dapatkan persetujuan orangtua.

23 d. Meninjau kembali apakah ada kontra indikasi. e. Memeriksa identitas klien dan berikan antipiretik bila perlu. f. Memeriksa jenis dan keadaan vaksin serta yakinkan penyimpanannya baik. g. Menyakinkan vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan bila perlu tawarkan juga vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal. h. Memberikan vaksin dengan teknik yang benar. i. Setelah pemberian vaksin, menjelaskan apa yang harus dialakukan apabila ada reaksi ikutan, membuat laporan imunisasi kepada instansi terkait, memeriksa status imunisasi keluarga dan bila perlu menawarkan vaksinasi untuk mengekar ketinggalan (Muslihatun, 2010). 2.1.3.2. Dukungan Keluarga Menurut Sarwono (2003) dukungan keluarga adalah bantuan yang bermanfaat secara emosional dan memberikan pengaruh positif yang berupa informasi, bantuan instrumental, emosi, maupun penilaian yang diberikan oleh anggota keluarga yang terdiri dari suami, orang tua, mertua, maupun saudara lainnya. Duval (1972, dalam Ali, 2006), menyatakan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adaptasi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental dan emosional serta sosial individu yang ada didalamnya, dilihat dari interaksi yang reguler dan ditandai dengan adanya ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan umum.

24 Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Keluarga inti ( nuclear family ) adalah keluarga yang hanya terdiri ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya. b. Keluarga besar ( extended family ) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi) (Suprajitno, 2004). Sarafino (1994, dalam Suprajitno, 2004) mengklasifikasikan dukungan ke dalam empat bentuk yang terdiri dari: 1. Dukungan emosional, yaitu perasaan subjek bahwa lingkungan memperhatikan dan memahami kondisi emosional. Orang yang menerima dukungan sosial semacam ini merasa tentram, aman damai yang ditujukan dengan sikap tenang dan berbahagia. Sumber dukungan ini paling sering dan umum adalah diperoleh dari pasangan hidup atau anggota keluarga, teman dekat, dan sanak saudara yang akrab dan memiliki hubungan harmonis. 2. Dukungan penilaian, yaitu perasaan subjek bahwa dirinya diakui oleh lingkungan mampu berguna bagi orang lain dan dihargai usaha-usahanya. Sumber dukungan ini dapat bersumber dari keluarga, masyarakat atau instansi (lembaga) tempat penderita pernah bekerja. 3. Dukungan instrumental, yaitu perasaan subjek bahwa lingkungan sekitarnya memberikan fasilitas-fasilitas yang diperlukan, seperti alat-alat atau uang yang dapat meringankan penderitanya. Dukungan seperti ini umumnya berasal dari keluarga.

25 4. Dukungan Informatif, yaitu perasaan subjek bahwa lingkungan memberikan keterangan yang cukup jelas mengenai hal-hal yang harus diketahuinya. Dukungan informatif ini dapat diperoleh dari dokter, perawat dan juga tenaga kesehatan lainnya. 2.2. Tindakan (Practice) Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya. Inilah yang disebut tindakan (practice) (Notoatmodjo, 2003). Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan itu bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi ini disebut perilaku, bentuk perilaku dapat bersifat sederhana dan kompleks. Dalam peraturan teoritis, tingkah laku dapat dibedakan atas sikap, di dalam sikap diartikan sebagai suatu kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah laku). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap agar menjadi tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi fasilitas yang memungkinkan (Ahmadi, 2009). Menurut Notoatmodjo (2005), empat tingkatan tindakan yaitu : 1. Persepsi (Perception), mengenal dan memiliki berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang diambil. 2. Respon terpimpin (Guided Response), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar. 3. Mekanisme (Mechanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan.

26 4. Adaptasi (Adaptation), adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), faktor faktor yang merupakan penyebab perilaku menurut Green dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu fator predisposisi (predisposing factors) seperti pengetahuan, sikap, keyakinan, dan nilai, berkenaan dengan motivasi seseorang bertindak. Faktor pemungkin atau faktor pendukung (enabling factors) perilaku adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Terakhir faktor penguat atau faktor pendorong (reinforcing factors) seperti keluarga, petugas kesehatan dan lain lain. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan serta dukungan keluarga terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. 2.3. Imunisasi 2.3.1. Pengertian Imunisasi Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Menurut BKKBN yang dikutip Hanum Marimbi (2010) Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit, dengan memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau sudah dimatikan. Dengan memasukkan kuman atau bibit penyakit tersebut di harapkan tubuh dapat

27 menghasilkan anti bodi yang pada akhirnya digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh. Menurut Hidayat dalam Muslihatun (2010), imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan, seperti vaksin BCG, DPT, campak dan melalui mulut, seperti vaksin polio. Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan pada semua orang, terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari penyakit penyakit yang berbahaya. Lima jenis imunisasi dasar yang di wajibkan pemerintah adalah imunisasi terhadap tujuh penyakit, yaitu TBC, difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), poliomyelitis, campak dan hepatitis B (Maryunani, 2010). 2.3.2. Tujuan Imunisasi Adapun tujuan dalam pemberian imunisasi, antara lain : 1. Melindungi dan mencegah penyakit menular yang sangat berbahaya bagi bayi dan anak. 2. Diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbilitas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu. 3. Untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya.

28 4. Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar (Maryunani, 2010). 2.3.3. Pembagian Imunisasi Imunisasi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu : 1. Imunisasi Aktif Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibody sendiri contohnya imunisasi polio, campak. 2. Imunisasi Pasif Imunisasi pasif adalah zat anti yang didapat dari luar tubuh misalnya dengan bahan atau serum yang mengandung zat anti dari ibu selama dalam kandungan. Pemberian zat (immunoglobulin) yaitu suatu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi (Maryunani, 2010). Pembagian imunisasi berdasarkan kelengkapannya dibagi atas dua bagian yaitu : 1. Lengkap Imunisasi lengkap adalah imunisasi yang mencakup di dalamnya BCG, DPT-1, DPT-2, DPT-3, Polio-1, Polio-2, Polio-3, Campak, Hepatitis B-1, Hepatitis B-2, Hepatitis B-3. Pada balita yang berusia 1 tahun dapat dikatakan sudah lengkap imunisasinya, karena sesuai dengan jadwal program imunisasi usia balita 1 tahun seterusnya sudah lengkap imunisasi yang diberikan.

29 2. Tidak Lengkap Imunisasi tidak lengkap adalah imunisasi yang diperoleh kurang satu dari yang lengkap. Jika balita yang berusia 1 tahun tidak mendapatkan salah satu dari jenis imunisasi yang lengkap, maka dapat dikatakan imunisasi yang di berikan tidak lengkap (Depkes RI, 2009). 2.3.4. Jenis jenis Imunisasi Dasar Ada lima jenis imunisasi dasar yang diwajibkan oleh pemerintah antara lain : 1. Imunisasi BCG Imunisasi BCG merupakan imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis dan frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah 1 kali, tidak perlu di ulang sebab vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang di hasilkan tinggi terus (Nanny, 2010). a). Usia Pemberian Pemberian imunisasi di anjurkan sedini mungkin atau secepatnya, tetapi pada umumnya dibawah 2 bulan. Jika diberikan setelah 2 bulan, disarankan dilakukan tes mantoux (tuberculin) terlebih dahulu untuk mengetahui apakah bayi sudah terinfeksi kuman Mycobacterium tuberculosis atau belum (Muslihatun, 2010). b). Tanda Keberhasilan Imunisasi Timbul indurasi (benjolan) kecil dan eritema (merah) didaerah bekas suntikan setelah 1 atau 2 minggu kemudian, yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi ulkus (luka), luka akan sembuh sendiri dan meninggalkan tanda parut.

30 c). Efek Samping Imunisasi Umumnya tidak ada efek samping, namun pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau leher di bagian bawah, biasanya akan sembuh sendiri. d). Kontra indikasi Imunisasi Imunisasi BCG tidak dapat diberikan kepada anak yang berpenyakit TB atau menunjukkan uji Mantoux positif. 2. Imunisasi DPT Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap beberapa penyakit yaitu : difteri, pertusis, tetanus imunisasi dengan memberikan vaksin yang mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya akan merangsang pembentukan zat anti (toxoid) (Nanny, 2010). a). Pemberian Imunisasi Pemberian imunisasi 3 kali (paling sering dilakukan) yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan, namun bisa juga ditambahkan 2 kali lagi, yaitu 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun diberikan imunisasi TT. Sedangkan cara pemberian imunisasi melalui suntikan intra muscular (i.m) (Muslihatun, 2010). b). Efek Samping Imunisasi Biasanya hanya gejala gejala ringan seperti sedikit demam, rewel, selama 1-2 hari, kemerahan pembengkakan agak nyeri atau pegal pegal pada tempat suntikan yang akan hilang sendiri dalam beberapa hari, atau bila masih demam dapat diberikan obat penurunan panas bayi.

31 c). Kontra indikasi Imunisasi Imunisasi DPT tidak dapat diberikan pada anak anak yang mempunyai atau kelainan saraf bersifat keturunan atau bukan, seperti epilepsy, menderita kelainan saraf yang betul betul berat atau habis dirawat karena infeksi otak, anak anak yang sedang demam yang mudah mendapat kejang dan mempunyai sifat alergi seperti penyakit asma. 3. Imunisasi Polio Imunisasi polio adalah imunisasi yang dapat diberikan untuk menimbulkan kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki (Nanny, 2010). a). Pemberian Imunisasi Bisa lebih dari jadwal yang ditentukan, mengingat adanya Pekan Imunisasi Nasional. Jumlah dosis yang berlebihan tidak akan berdampak buruk karena tidak ada istilah overdosis dalam imunisasi. b). Usia Pemberian Waktu pemberian polio adalah pada umur bayi 0-11 bulan, dan berikutnya pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan kecuali saat lahir pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DPT. c). Cara Pemberian Imunisasi Cara pemberian imunisasi polio melalui oral/mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Diluar negeri, cara pemberian polio ada yang melalui suntikan disebut Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV.

32 d). Efek Samping Imunisasi Hanya sebagian kecil mengalami pusing, diare ringan dan sakit otot, kasusnyapun sangat jarang. e). Kontra indikasi Imunisasi Sebaiknya pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, seperti demam tinggi (diatas 38 Cº). Pada anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan tidak diberikan imunisasi polio demikian juga anak dengan penyakit HIV/AIDS, penyakit kanker, sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum, untuk tidak diberikan imunisasi polio. 4. Imunisasi Campak Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (morbili/measles), penyakit yang sangat menular. Sebenarnya bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga membutuhkan antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak (Nanny, 2010). a). Pemberian Imunisasi Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah 1 kali b). Usia Pemberian Imunisasi Imunisasi campak diberikan 1 kali pada usia 9-11 bulan, dan dianjurkan pemberiannya sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia bayi 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita, jika sampai usia 12 bulan anak harus di imunisasi campak MMR (Measles Mumps Rubella).

33 c). Cara Pemberian Imunisasi Cara pemberian imunisasi adalah melalui subkutan. d). Efek Samping Imunisasi Biasanya tidak terjadi reaksi akibat imunisasi mungkin terjadi demam ringan dan terdapat efek kecerahan / bercak merah pada pipi dibawah telinga pada hari ke7-8 setelah penyuntikan kemungkinan juga terdapat pembengkakan pada tempat penyuntikan. e). Kontra indikasi Imunisasi Kontra indikasi pemberian imunisasi campak pada anak yaitu penyakit akut yang disertai demam, penyakit gangguan kekebalan, TBC tanpa pengobatan, kekurangan gizi berat, penyakit keganasan, kerentanan tinggi dengan protein telur, kenamisin dan eritromisin (antibiotik). 5. Imunisasi Hepatitis B Imunisasi hepatitis B untuk mencegah penyakit yang disebabkan virus hepatitis B yang berakibat pada hati. Penyakit ini menular melalui darah atau cairan tubuh (Marimbi, 2010). a). Pemberian Imunisasi Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 kali. b). Usia Pemberian Imunisasi Sebaiknya diberikan 12 jam setelah lahir dengan keadaan kondisi bayi dalam keadaan baik, tidak ada gangguan dalam paru paru dan jantung dilanjutkan pada saat bayi berusia 1 bulan, dan usia antara 3-6 bulan.

34 c). Cara Pemberian Imunisasi Suntikan secara intra muscular didaerah paha. Penyuntikan daerah bokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin. d). Efek Samping Imunisasi Umumnya tidak terjadi, jikapun terjadi sangat jarang yaitu berupa keluhan nyeri pada tempat suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu 2 hari. e). Tanda Keberhasilan Tidak ada tanda klinis yang dapat di jadikan patokan, tetapi dapat dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah dengan memeriksa kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya diatas 1000 IU/1, berarti daya tahannya 8 tahun, diatas 500 IU/1 tahan 5 tahun, diatas 200 IU/1 tahan 3 tahun tetapi bila angkanya diatas 100 IU/1, maka dalam setahun akan hilang sementara bila angka nol berarti bayi harus disuntik ulang tiga kali lagi (Maryunani, 2010). 2.3.5. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi Dasar Lengkap Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi secara lengkap adalah tuberculosis, difteri, pertusis tetanus, polio, campak dan hepatitis B. 1. Tuberkulosis Tuberkulosis yang disingkat TBC atau TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada anak penyakit ini sukar dikenal, biasanya keluhan yang sering didapat hanya nafsu makan yang menurun sehingga berat badan sukar naik (menurun). Pada umumnya organ yang diserang adalah paru paru, akan tetapi dapat juga menyerang hampir semua organ tubuh. Penularan melalui

35 pernapasan, percikan ludah waktu batuk, bersin, melalui udara yang mengandung kuman TBC dan pada anak anak sumber infeksi pada umumnya berasal dari penderita TBC dewasa (Marimbi, 2010). 2. Difteri Penyakit difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran pernafasan bagian atas dengan gejala demam tinggi, pembengkakan pada amandel (tonsil) dan terlihat selaput putih kotor yang makin lama membesar dan dapat menutup jalan nafas, penularan umumnya melalui udara. 3. Pertusis Penyakit pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan batuk seratus hari adalah penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertusis. Gejalanya khas menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang kadang bercampur darah batuk diakhiri dengan tarikan nafas panjang dan dalam berbunyi melengking. Penularan umumnya terjadi melalui udara (batuk/bersin) (Marimbi, 2010). 4. Tetanus Tetanus adalah penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani. Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat syaraf dan otot. Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (trismus atau kejang mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung, kejang kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha (Marimbi, 2010).

36 5. Hepatitis B Penyakit hepatitis B adalah suatu peradangan pada hati yang terjadi karena agen penyebab infeksi, yaitu virus hepatitis B infeksi virus pada hati yang terletak dibagian perut kanan mempunyai gejala tidak spesifik karena tidak selalu terdapat kuning, kadang kadang hanya terasa mual, lesu atau demam seperti penyakit flu biasa. Hepatitis B pada anak yang biasanya tanpa gejala atau ringan saja seperti cepat lelah, kurang nafsu makan dan perasaan tidak enak di perut kemudian baru timbul kuning, walaupun demikian, infeksi pada anak mempunyai resiko menjadi kronis, terutama bila infeksi terjadi pada saat didalam kandungan. Penyakit ini menular melalui darah atau cairan tubuh yang lain dari orang yang terinfeksi bisa juga di tularkan dari ibu ke bayi (Maryunani, 2010). 6. Polio Penyakit polio adalah penyakit menular yang sangat berbahaya yang menyerang syaraf dan bisa menyebabkan kelumpuhan total hanya dalam hitungan jam. Gejala awal penyakit polio adalah demam, rasa lelah, pusing, muntah, kekakuan di leher dan rasa ngilu di bagian tungkai. Penyakit ini disebabkan oleh virus polio menyebar melalui tinja orang yang terinfeksi, penyakit ini belum ada obatnya (Maryunani, 2010). 7. Campak Penyakit campak (dikenal juga sebagai penyakit rubella, campak sembilan hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata / konjungtiva) dan ruam kulit 3-5 hari setelah anak menderita demam, bercak mula mula timbul di pipi

37 bawah telinga kemudian menjalar kemuka dan anggota tubuh lainnya. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus. Penularan melalui udara atau kontak langsung dengan penderita (Maryunani, 2010). 2.3.6. Penyimpanan dan Prosedur yang Harus Diperhatikan sewaktu Menggunakan Vaksin Chold chain adalah cara penyimpanan agar vaksin dapat digunakan dalam keadaan baik atau tidak rusak sehingga mempunyai kemampuan/efek kekebalan pada penerima vaksin. Vaksin merupakan sediaan biologis yang rentan terhadap perubahan temperatur lingkungan. Vaksin akan rusak apabila temperatur terlalu tinggi atau terkena sinar matahari langsung, seperti vaksin polio oral (OPV), BCG dan campak. Apabila disimpan dalam suhu yang terlalu dingin atau beku, seperti toksoid tetanus, vaksin pertusis (DPT,DT), hepatitis B dan vaksin influensa. Vaksin polio boleh membeku dan mencair tanpa membahayakan potensinya. Beberapa vaksin yang rusak akan mengalami perubahan fisik. Vaksin DPT apabila pernah membeku akan terlihat gumpalan antigen yang tidak larut lagi walaupun sudah dikocok sekuat-kuatnya. Vaksin lain meskipun potensinya sudah hilang atau berkurang, penampilan fisiknya tidak berubah. Vaksin yang sudah dilarutkan lebih cepat rusak. Sekali potensi vaksin hilang akibat panas atau beku, maka potensinya tidak dapat dikembalikan, walaupun temperatur sudah disesuaikan kembali, sehingga cara penyimpanan vaksin harus bisa menjamin potensi vaksin tidak akan berubah. Potensi vaksin hanya bisa diketahui dengan pemeriksaan laboratorium.

38 Vaksin yang sudah kadaluarsa harus segera dikeluarkan dari lemari pendingin untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Dalam lemari pendingin, vaksin yang sudah terbuka atau sedang dipakai diletakkan dalam satu wadah khusus (tray), sehingga segera dapat dikenali. Vaksin BCG yang sudah keluar masuk lemari pendingin selama pelayanan imunisasi, harus dibuang pada akhir pelayanan imunisasi (3 jam). Vaksin polio oral dapat cepat dicairkan dan cepat pula dibekukan sampai 10 kali tanpa kehilangan potensi vaksin. Vaksin polio dapat dipakai pada beberapa pelayanan imunisasi asal memenuhi syarat beku kadaluarsa dan disimpan dalam lemari pendingin yang memadai. Vial vaksin multidosis yang mengandung bakteriostatik seperti DPT, yang telah dipakai dibuang apabila sudah kadaluarsa atau terkontaminasi. Vaksin yang tidak mengandung bakteriostatik, segera dibuang dalam waktu 24 jam setelah pemakaian. Vaksin campak yang sudah dilarutkan agar dibuang setelah 8 jam. Vaksin hepatitis B harus dibuang setelah 24 jam. Beberapa hal yang perlu diperhatikan, adalah vaksin yang sangat tidak stabil pada temperatur ruangan yakni vaksin oral polio dan pelarut vaksin campak. Vaksin yang harus dilindungi dari sinar matahari adalah vaksin oral polio, pelarut vaksin BCG. Vaksin yang tidak boleh beku: DPT, DT, pertusis, toksoid tetanus, hepatitis A dan hepatitis B.

39 2.4. Kerangka Konsep Bedasarkan masalah dan tujuan penelitian maka kerangka konsepsional dapat digambarkan sebagai berikut: Predisposing factors: Faktor Demografi : - Umur - Pendidikan - Pekerjaan Pengetahuan Sikap Enabling factors: Ketersediaan sarana pelayanan kesehatan Jarak ke sarana pelayanan kesehatan Tindakan Ibu terhadap Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap dan Tidak Lengkap Reinforcing factors: Dukungan petugas kesehatan Dukungan Keluarga Keterangan : Untuk mengungkap gambaran faktor predisposisi, pendukung dan pendorong ibu terhadap pemberian imunisasi dasar lengkap dan tidak lengkap pada balita, maka kerangka konsep yang digunakan adalah menurut teori Lawrence Green (1980), akan dilihat bagaimana gambaran dari faktor predisposing yang termasuk kedalam faktor

40 demografi yaitu umur, pendidikan dan pekerjaan ibu, pengetahuan dan sikap, akan dilihat juga gambaran dari faktor enabling meliputi ketersediaan sarana pelayanan kesehatan dan jarak ke sarana pelayanan kesehatan dan faktor reinforcing meliputi dukungan petugas kesehatan dan dukungan keluarga. Serta dari faktor-faktor tersebut akan dilihat bagaimana gambaran tindakan ibu terhadap pemberian imunisasi dasar lengkap dan tidak lengkap pada balita.