TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRIMER DAN SEKUNDER BIJI KAKAO

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN PENYEGAR. Definisi KAKAO COCOA & CHOCOLATE COKLAT 10/27/2011

A. BIOLOGI TANAMAN KAKAO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni

LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

A. Tahapan Proses Pembuatan Coklat

Agros Vol.17 No.2, Juli 2015: ISSN

PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO (Cocoa Butter) SECARA MEKANIK

TEKNOLOGI PEMBUATAN PUREE MANGGA Oleh: Masnun, BPP Jambi BAB. I. PENDAHULUAN

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

BAB I PENDAHULUAN. penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja serta mendorong pengembangan

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN

":1 ",_,.!.\.,~,. ""~J ;)"'" BABI PENDAHULUAN. Tanaman coklat (Theobroma cocoa L) adalah tanaman yang berasal dari

MEMPELAJARI KUALITAS BIJI KAKAO KERING YANG BEREDAR DI PASARAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN KEMUNGKINAN PENGOLAHAN LANJUTAN

PENDAHULUAN. Salah satu keunikan dan keunggulan makanan dari bahan cokelat karena kandungan

PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO (Cocoa Butter) SECARA MEKANIK

PENENTUAN KONDISI PENGEMPAAN LEMAK KAKAO (Cocoa Butter) SECARA MEKANIK

I. PENDAHULUAN. pemasok utama kakao dunia dengan persentase 13,6% (BPS, 2011). Menurut

UJI KINERJA MESIN SANGRAI TIPE SILINDER HARISONTAL BERPUTAR UNTUK PENYANGRAIAN BIJI KAKAO UNDER GRADE SKRIPSI SITI AZIZAH NIM.

PENDAHULUAN PENGOLAHAN METE 1

ALAT PEMISAH BIJI KAKAO SEDERHANA DITINJAU DARI SEGI KUALITAS DAN KAPASITAS HASIL

DAFTAR PUSTAKA. Anonim Pedoman Teknologi Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil penentuan mutu biji kakao yang diperoleh dengan berdasarkan uji

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

Sekilas tentang Standar Nasional Indonesia: Biji kopi; Biji kakao; dan Rumput laut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam masalah budidaya kopi di berbagai Negara hanya beberapa

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

Lampiran 3. Pengawasan proses dan kontrol mutu pada pengolahan biji kakao.

Teknologi Pengolahan Kopi Cara Basah Untuk Meningkatkan Mutu Kopi Ditingkat Petani

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

BAB X PENGAWASAN MUTU

BAB I PENDAHULUAN. memberikan kontribusi untuk meningkatkan devisa negara sehingga banyak

OPTIMASI PEMISAHAN KULIT DAN NIB KAKAO PASCA PENYANGRAIAN DENGAN MESIN PEMISAH TIPE PISAU PUTAR (Rotary Cutter) SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara dari Asia

A. Penggunaan. B. Alat dan Bahan. Berikut ini alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan selai. 1. Alat

UJI KINERJA MESIN SANGRAI TIPE SILINDER HARISONTAL BERPUTAR UNTUK PENYANGRAIAN BIJI KAKAO UNDER GRADE SKRIPSI SITI AZIZAH NIM.

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat. (20,2%) dengan persentasi 13,6% (BPS, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kakao (Theobroma cacao. l) merupakan salah satu komoditas

Jurnal Agribisnis Vol 19 No. 2 Desember 2017 ISSN P: ISSN O:

PROSES PEMBUATAN PAKAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG DINAS PERKEBUNAN PROVINSI UPTD TEKNOLOGI TERAPAN PERKEBUNAN (UPTD T2P) KALIMANTAN TIMUR. Oleh

Penangan Pascapanen Kakao di Desa Tarobok Kecamatan Baebunta Kabupaten Luwu Utara

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

KERAGAAN MUTU BIJI KAKAO KERING DAN PRODUK SETENGAH JADI COKELAT PADA BERBAGAI TINGKATAN FERMENTASI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

SNI Standar Nasional Indonesia. Biji kopi

Inspirasi Coklat yang Tiada Henti

PENGOLAHAN BUAH-BUAHAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

OLEH HARI SUBAGYO BP3K DOKO PROSES PENGOLAHAN BIJI KOPI

BAB I PENDAHULUAN. Kakao merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peluang sebagai sumber

BEDAH SNI PRODUK UNGGULAN DAERAH

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei Juni 2014 di Desa Lehan Kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. penggunaannya sebagai santan pada masakan sehari-hari, ataupun sebagai

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

Biji mete kupas (cashew kernels)

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat tumbuh subur di

PEMBUATAN SAOS CABE MERAH Nurbaiti A. Pendahuluan Cabe merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi

Kue atau yang disebut juga cake merupakan produk bakery yang banyak diminati masyarakat. Dalam membuat kue, ada tiga faktor yang sangat menentukan

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

SNI Standar Nasional Indonesia. Mete gelondong. Badan Standardisasi Nasional ICS

II. TINJAUAN PUSTAKA

Oleh FITRIANSYAH NIM

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbungan tercepat terjadi di emerging market seperti Eropa Timur dan

I. PENDAHULUAN. dihasilkan dari buah kakao (Theobroma cacao. L) yang tumbuh di berbagai

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

ABSTRAK II. TINJAUAN PUSTAKA I. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Pengolahan hasil pertanian dalam pelatihan ini dimaksudkan untuk mengubah bentuk bahan baku menjadi bahan

1. mutu berkecambah biji sangat baik 2. dihasilkan flavour yang lebih baik 3. lebih awet selama penyimpanan

BAB II GAMBARAN UMUM JAPANESE ROLL CAKE

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

UJI ORGANOLEPTIK PRODUK PERMEN COKELAT DENGAN VARIASI PENAMBAHAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

Pembuatan Yogurt. 1. Pendahuluan

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. jumlah produksi sebesar ton per tahunnya. Biji kakao di Indonesia sekitar

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Buah Kakao Menurut Susanto (1994) klasifikasi buah kakao adalah sebagai berikut: : Dicotyledon

II. TINJAUAN PUSTAKA Terminologi Pasca Panen Padi. A. Kualitas Fisik Gabah

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK) DI PROVINSI BENGKULU

III. METODE PELAKSANAAN. bulan April 2013 sampai dengan pertengahan Juni 2013.

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai:(1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi

Transkripsi:

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRIMER DAN SEKUNDER BIJI KAKAO Biji kakao merupakan biji dari buah tanaman kakao (Theobroma cacao LINN) yang telah difermentasi, dibersihkan dan dikeringkan. Lebih dari 76% kakao yang diproduksi di Indonesia diekspor dalam bentuk biji kakao, terutama ke negara pengolah biji kakao seperti Malaysia, Singapura dan Belanda. Dan hanya sebagian kecil industri di Indonesia yang mengolah biji kakao kering menjadi produk jadi untuk pasar dalam negeri. Untuk memaksimalkan produksi biji kakao dalam negeri maka perlu adanya teknologi pengolahan biji kakao yang baik dan tepat. Sama halnya dengan produk pertanian lainnya, biji kakao juga perlu segera mendapatkan penanganan setelah dipanen agar tidak rusak. Pengolahan yang tertunda akan menyebabkan kehilangan produksi sekitar 30% atau menurunkan mutu. Oleh karena itu pengolahan biji kakao harus dilakukan secara tepat baik waktu maupun prosesnya. Faktor-faktor pendukung produk olahan kakao yang mempengaruhi kualitas antara lain adalah cita rasa, sifat fisik dan sifat kimiawinya. Komponen penyusun cita rasa coklat dibentuk melalui perubahan kimiawi yang terjadi selama pengolahan kakao. Pengolahan pasca panen biji kakao terdiri dari pengolahan primer dan pengolahan sekunder. Pengolahan primer dimulai dari sortasi buah sampai menjadi biji kakao kering siap olah. Sedangkan pengolahan sekunder mencakup pengolahan biji kakao kering menjadi produk olahan kakao setengah jadi berupa pasta kakao, bubuk kakao (cocoa powder) dan lemak kakao (cocoa butter). Produk setengah jadi kakao selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi produk jadi yang lebih bermutu, berkualitas dan bernilai jual tinggi. Pasta dan bubuk kakao dapat digunakan sebagai bahan pembuatan berbagai makanan dan minuman coklat, sebagai bahan pencampur susu bubuk dan juga bahan pembuatan kue. Sedangkan dari lemak kakao digunakan untuk bahan pembuatan permen coklat dan perlengkapan kecantikan seperti sabun, masker serta berbagai jenis kosmetik lainnya. Pengolahan Primer Kakao Buah kakao bisa dipanen apabila perubahan warna kulit dan setelah fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang usia 5 bulan. Ciri-ciri buah yang akan dipanen adalah warna kuning pada alur buah, warna kuning pada punggung alur buah, warna kuning pada seluruh permukaan buah dan warna kuning tua pada seluruh permukaan buah. Pemetikan buah dilakukan pada buah yang tepat masak. Panen buah yang terlalu tua akan menurunkan rendemen lemak, menambah persentase biji cacat dan aroma berkurang karena biji sudah mulai berkecambah. Panen muda juga akan menimbulkan hal yang sama, rendemen lemak rendah,

persentase biji pipih tinggi dan kadar kulit biji cenderung tinggi. Selain itu buah yang terlalu muda akan menghasilkan biji kakao dengan cita rasa khas coklat tidak maksimal. 1. Sortasi Proses sortasi sangat berperan penting dalam menghasilkan biji kakao dengan kualitas yang baik. Digunakan untuk memisahkan buah kakao yang sehat dari buah kakao yang rusak karena penyakit, busuk maupun cacat. Hal ini perlu dilakukan agar buah yang sehat tidak ikut tercemar karena ditimbun di satu tempat. 2. Pemeraman Pemeraman buah bertujuan untuk membantu pembentukan cita rasa dan aroma kakao. Di samping itu juga mempermudah proses fermentasi karena pemeraman akan menyebabkan pulp lebih mudah terlepas dari biji kakao. Waktu pemeraman berkisar antara 6-9 hari sebelum buah tersebut dipecah. 3. Pengupasan Setelah pemeraman, buah segera dikupas atau dipecahkan baik dengan pisau, arit maupun pemukul kayu. Pemecah biji harus dilakukan secara hati-hati supaya tidak melukai biji yang kemudian diikuti dengan pemisahan biji dari buah dan sekaligus disortasi agar diperoleh ukuran biji yang seragam. Penundaan proses pengolahan dapat berpengaruh negatif pada mutu karena terjadi pra fermentasi biji kakao secara tidak terkontrol (Chatt, 1953 dan Jones, 1987). 4. Fermentasi Fermentasi bertujuan untuk membentuk cita rasa coklat serta mengurangi rasa pahit dan sepat yang ada dalam biji kakao (Clapperton, 1994). Selain itu untuk melepaskan pulp dari keping biji, dan mempermudah lepasnya kulit biji dari keping biji pada proses pengeringan/penyangraian biji kakao (Siregar et al., 2005). Beberapa hal penting untuk kesempurnaan proses fermentasi adalah berat biji yang akan difermentasi, pengadukan (pembalikan), lama fermentasi dan rancangan kotak fermentasi. Proses fermentasi biasanya berlangsung 4-6 hari, namun waktu fermentasi yang sempurna dianjurkan adalah selama 5 hari. Biji-biji yang difermentasi secara penuh (fully fermented) ditandai dengan adanya warna coklat gelap pada 80% kulit luar biji dan terbentuknya pori-pori kecil di dalam biji. Apabila fermentasi gagal warna biji sebagian besar ungu dan tidak ada pori-pori di dalam biji. 5. Pengeringan Kadar air yang tinggi pada akhir proses fermentasi (± k.a 60%), harus diturunkan menjadi sekitar 6-7% sebelum biji kakao tersebut diolah lebih lanjut. Hal ini dilakukan agar pada biji kakao tidak mudah tumbuh kapang maupun jamur yang dapat

mengurangi kualitas dari biji kakao. Ada berbagai cara pengeringan yang dapat dilakukan yaitu pengeringan secara alami (penjemuran/sun drying) dan pengeringan secara buatan (menggunakan alat/artificial drying) (Mulato dan Widyotomo, 2003). 6. Penentuan Mutu Biji Kakao Standar mutu diperlukan sebagai sarana untuk pengawasan mutu. Standar mutu biji kakao Indonesia diatur dalam Standar Nasional Indonesia Biji Kakao. Standar ini meliputi definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan (labelling), cara pengemasan dan rekomendasi. Standar mutu terbagi atas dua syarat mutu, yaitu syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh setiap partai biji kakao yang akan diekspor dan syarat khusus merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk setiap klasifikasi jenis mutu. Tabel 1. Mutu biji kakao atas dasar ukuran biji Ukuran Jumlah biji/100 gram AA Maks. 85 A Maks. 100 B Maks. 110 C Maks. 120 S >120 Sumber: SNI 01 2323 1991 Syarat umum biji kakao yang akan diekspor ditentukan atas dasar ukuran biji, tingkat kekeringan dan tingkat kontaminasi benda asing. Ukuran biji dinyatakan dalam jumlah biji per 100 g biji kakao kering (kadar air 6 7%). Tabel 2. Syarat umum biji kakao Karakteristik Persyaratan Kadar air (b/b)* Maks. 7,5% Biji berbau asap dan atau abnormal dan atau berbau asing Tidak ada Serangga hidup Tidak ada Kadar biji pecah dan atau pecahan biji dan atau pecahan kulit (b/b) Maks. 3% Kadar benda-benda asing (b/b) Maks. 0% Sumber : SNI 01 2323 1991 Syarat khusus lebih terkait dengan cita-rasa dan aroma serta masalah kebersihan. Setelah dilakukan klasifikasi mutu umum, setiap partai biji kakao perlu digolongkan lagi menjadi dua tingkat mutu, yaitu Mutu I dan Mutu II.

Tabel 3. Syarat khusus biji kakao Karakteristik Persyaratan (maks.) Mutu I Mutu II Kadar biji berkapang (b/b) 3% 4% Kadar biji tidak terfermentasi (biji/biji) 3% 8% Kadar biji berserangga, pipih dan berkecambah 3% 6% Sumber : SNI 01 2323 1991 Pengolahan Sekunder Kakao Pengolahan sekunder kakao merupakan pengolahan biji kakao menjadi bahan setengah jadi berupa pasta, lemak dan bubuk kakao, yang dapat dimanfaatkan menjadi berbagai produk jadi baik itu makanan coklat, minuman coklat instan, permen, kosmetik dan produk-produk lainnya. 1. Penyangraian Penyangraian merupakan salahsatu proses penentu kualitas dari kakao yang dihasilkan. Penyangraian bertujuan untuk mengembangkan rasa, aroma, warna, memudahkan pelepasan kulit dari biji, mengurangi kadar air dan mengendorkan kulit sehingga dengan mudah dapat dipisahkan kulitnya dari proses pemisahan kulit biji. Rasa dan aroma yang didapat dari proses penyangraian ditentukan oleh beberapa faktor yaitu suhu dan lama penyangraian, panas spesifik biji, bentuk biji, jenis varietas biji, cara pengolahan serta cara dan lama proses penyimpanan biji coklat. Menurut Mulato, et al., (2004) waktu sangrai berkisar 15-50 menit tergantung pada jumlah biji kakao yang disangrai dan kadar airnya. Waktu pendingin optimum berkisar antara 8-10 menit dan sudah cukup untuk mencegah biji kakao menjadi gosong (over roasted). 2. Pemisahan Kulit Biji Proses pemisahan kulit dilakukan karena hanya biji kakao nib saja yang digunakan untuk proses pengolahan selanjutnya. Kulit biji kakao tidak cocok untuk dikonsumsi oleh manusia karena memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi yang dapat mengakibatkan rasa pedih. Kulit biji

juga dapat menyebabkan kapasitas penghancuran biji secara mekanis sangat rendah (Beckett, 2000). Proses pemisahan nib dari biji dilakukan setelah biji disangrai dan mengalami proses tempering. Biji kakao ini dimasukkan ke dalam mesin pemecah kulit. Mesin ini digunakan untuk proses pemisahan kulit biji kakao menjadi nib sekaligus memperkecil ukuran dari kakao tersebut. 3. Pemastaan Proses pemastaan merupakan proses penghancuran nib menjadi ukuran tertentu (<20 m ) sehingga dapat dihancurkan menjadi pasta cair kental. Penghancuran tersebut bertujuan juga memperbesar luas permukaan kakao, sehingga pada saat perlakuan pengempaan dengan bantuan pemanasan massa kakao akan memberikan pengaruh semakin banyaknya kakao yang akan diekstrak. Kadar kulit dan kadar air biji kakao akan mempengaruhi tingkat kesulitan dalam penghancuran nib menjadi pasta kakao (Beckett, 2000). 4. Pengempaan Pengempaan bertujuan untuk memisahkan lemak kakao dari pasta kasar yang telah dihasilkan. Inputnya adalah pasta kakao yang dikemas dalam kantong kain sedangkan outputnya berupa lemak dan bungkil kakao. Rendemen pengempaan

Biji kakao kering Penyortiran Penyangraian Pemisahan kulit biji kulit biji Daging biji (nib) Pemastaan Pasta coklat Pengempaan Lemak kakao Bungkil coklat Bubuk coklat Gambar 1. Tahapan pengolahan biji kakao menjadi produk setengah jadi (lemak, pasta, bubuk coklat) sangat dipengaruhi oleh kondisi pasta seperti kadar air pasta, suhu, ukuran partikel pasta, dan tekanan kempa dan waktu pengepresan. Menurut Mulato, et al, (2004) lemak kakao akan relatif mudah dikempa pada suhu antara 40-45 0 C, kadar air <4% dan ukuran partikel <75 m. Sisa hasil kempaan adalah bungkil padat dengan kandungan lemak berkisar antara 10-22%. Pengolahan Produk Setengah Jadi Kakao Bubuk coklat merupakan salah satu produk yang memiliki potensi pasar yang cukup besar, karena merupakan bahan baku yang penting untuk industri makanan dan minuman coklat. Bubuk kakao diperoleh melalui proses penghalusan bungkil hasil pengempaan. Untuk memperoleh ukuran yang seragam, setelah penghalusan Gambar: Mesin koncing untuk menghaluskan bubuk dan pasta coklat

Pasta coklat Gula Lemak coklat Susu Pencampuran Bahan lain Penghalusan Tempering Pencetakan Pengemasan Gambar 2. Tahapan pengolahan lemak dan pasta coklat menjadi makanan coklat perlu dilakukan pengayakan. Menurut Mulato, et al., (2004) bubuk kakao relatif sulit dihaluskan dibandingkan bubuk dari b i-b ian lain karena adanya kandungan lemak. Pada suhu yang lebih rendah dari 34ºC, lemak menjadi tidak stabil sehingga bubuk menggumpal dan membentuk bongkahan (lump). Mutu bubuk kakao dapat dipertimbangkan berdasarkan beberapa hal yaitu ph, kandungan lemak, kadar air, ukuran partikel, warna dan avor (Les and Jackson, 1983; Mini e, 1999). Bubuk kakao halus yang lolos ayakan merupakan produk yang siap jual. Produk bubuk kakao tersebut juga dapat divariasikan menjadi coklat bubuk manis dengan mencampur bubuk kakao, susu, gula dan bahan lain sebagai penyedap dengan proporsi tertentu sesuai selera konsumen. Gambar: Mesin refiner

Gambar: Proses pencetakan Selain bubuk coklat, pasta dan lemak coklat juga merupakan bahan baku penting untuk industri berbagai macam makanan coklat. Proses pengolahan lemak dan pasta coklat menjadi makanan coklat dibagi menjadi 4 tahapan yaitu pencampuran, penghalusan, tempering dan pencetakan. Pencampuran dilakukan dengan mengaduk campuran pasta dan lemak coklat, susu, dan bahan lain sebagai penambah rasa dengan perbandingan tertentu serta mentega dan lesitin untuk mendapatkan penampilan coklat yang baik (mengkilap). Adonan yang sudah homogen kemudian dihaluskan/dikoncing secara berulang dengan menggunakan alat re ner (mesin penghalus adonan coklat tipe roll bertingkat) untuk menghasilkan kehalusan pasta dengan ukuran partikel < 20 m. Proses koncing diatur suhunya antara 60-70 o C selama 18-24 jam. Selama proses koncing partikel coklat, gula dan susu akan terikat dan terselimuti dengan baik oleh lapisan lemak sehingga memberikan sensasi halus dalam mulut. Adonan coklat yang telah jadi sebelum dicetak harus melewati proses tempering

terlebih dahulu, yaitu penyimpanan adonan dalam ruangan dengan kondisi suhu dan waktu tertentu. Pada tahap awal ruang tempering dipanaskan secara perlahan sehingga suhu adonan coklat meningkat dari suhu 33 o C menjadi 48 o C selama 10-12 menit. Kemudian diikuti proses pendinginan awal, suhu adonan diturunkan menjadi 33 o C. Pada tahap ini kristal lemak belum terbentuk sehingga perlu diturunkan lanjut pada 26 o C. Adonan kemudian dipanaskan ulang sampai suhu 33 o C saat adonan akan dituang ke cetakan. Tahap terakhir adalah pengemasan yang bertujuan untuk mempertahankan aroma, cita rasa dan penampilan produk makanan coklat. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keawetan makanan coklat adalah suhu lingkungan, kelembaban dan kandungan oksigen di dalam. Kemasan harus ditutup rapat dengan perlakuan panas dan tekanan. Beberapa jenis kemasan menggunakan sistem vakum untuk memperpanjang masa simpan bahan dan makanan coklat. Erina Septianti - Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Makassar