BAB I PENDAHULUAN. Salah satu teknologi yang popular digunakan saat ini adalah internet, yaitu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kalangan. Orang dewasa, remaja maupun anak-anak sekarang sudah

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah normanorma,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

a. Tidak sekolah b. SD c. SMP d. SMU e. Perguruan tinggi II. Pertanyaan tentang Pengetahuan 1. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan internet?

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan tersebut menjungjung tinggi moralitas berdasarkan norma-norma

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB II LANDASAN TEORI. sebagai sembarang respon (reaksi, tanggapan, jawaban, alasan) yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya mengenai misteri seks. Mereka bertanya-tanya, apakah

SEMINAR BAHAYA PORNOGRAFI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang sering terjadi di tengah-tengah masyarakat. Banyak hal yang menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi tersebut tidak lepas kaitannya dengan semakin membanjirnya arus

BAB I PENDAHULUAN. demonstrasi di International Computer Communication Conference (ICCC) pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beragam suku dan sebagian besar suku yang menghuni kabupaten Merangin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

Bab I Pendahuluan. Mahasiswa masuk pada tahapan perkembangan remaja akhir karena berada pada usia 17-

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mampu membersihkan ketimpangan ketimpangan sosial yang ada, juga diharapkan

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Era Kebebasan Berpikir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. berdiri di Gorontalo. Terletak persis di tengah-tengah Kota Gorontalo atau

BAB I PENDAHULUAN. Penyebaran pornografi saat ini erat hubunganya dengan perkembangan teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. intelektual yang seharusnya mampu berperilaku sesuai dengan norma dan nilai yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hanya sesuatu yang bersifat biologis dan fisik, tetapi semata juga merupakan suatu

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN KECANDUAN INTERNET PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Kerap kali di toko-toko buku atau pun

BAB I PENDAHULUAN. penerima pesan atau yang biasa disebut dengan komunikan.manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. muatan ilmu pengetahuan, tetapi secara negatif juga bermuatan materi pornografi

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Menurut WHO (World Health Organization)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekonomi. Remaja akan mengalami transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seks selalu menarik untuk dibicarakan, tapi selalu menimbulkan kontradiksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komputer pada bidang komunikasi adalah internet (Andini, 2006). Internet

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle

BAB I PENDAHULUAN. jawab dengan kelanjutan kehidupan pendidikan anak-anaknya karena pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi komunikasi saat ini seolah-olah tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa,

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

I. PENDAHULUAN. Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik responden yang mempengaruhi sikap seks pranikah

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian dan saran untuk penelitian sejenisnya. maka dapat ditariklah suatu kesimpulan, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN TEORITIS

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BABI PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial secara kodrat mempunyai berbagai

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : SYAMSUR RIJAL

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan

Bab IV Hasil dan Pembahasan. Hasil Analisis Deskriptif. Deskripsi data dilakukan untuk mengkategorikan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. laki-laki dan perempuan. Responden siswa laki-laki sebanyak 37 siswa atau 60 %.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya penampakan karakteristik seks sekunder (Wong, 2009: 817).

BAB I P E N D A H U L U A N. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai tanggungjawab dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku seksual di kalangan remaja cukup menjadi sorotan akhir-akhir ini,

PERAN MEDIA SOSIAL TERHADAP GAYA HIDUP SISWA SMA NEGERI 5 BANDUNG

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. akurat khususnya teman (Sarwono, 2006). menarik secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan-perubahan yang dramatis. Perubahan-perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. yang mereka tinggali sekarang ini contohnya dari segi sosial, budaya, ekonomi.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

I. PENDAHULUAN Path-UNFPA journal. Volume Sarwono SW Psikologi Remaja. Jakarta: CV. Rajawali. 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Effendy (2003: 254), dalam teori Stimulus-Organism-Responses (S-

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media

KUESIONER PENELITIAN SITUS PORNO DAN PERSEPSI REMAJA TENTANG SEKS PRANIKAH. (Studi Korelasional tentang Pengaruh Situs Porno di Internet pada Pelajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PENGARUH FREKUENSI MENONTON BLUE FILM TERHADAP HASIL BELAJAR MAHASISWA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu teknologi yang popular digunakan saat ini adalah internet, yaitu jaringan komputer yang terhubung satu sama lain dan mampu dioperasikan hampir di semua tempat, baik di sekolah-sekolah, universitas, warung internet (warnet), perkantoran, ataupun di rumah-rumah. Internet merupakan sarana untuk menyelesaikan tugas sehari hari, mendapatkan informasi dan sumber hiburan bagi setiap penggunanya. Contohnya, salah satu universitas swasta di Jakarta yaitu Universitas Indonusa Esa Unggul, menggunakan e-learning dalam sistem pengajarannya sejak tahun 2005. Di Universitas tersebut disediakan fasilitas berupa beberapa unit komputer di perpustakaan, setiap lantai disediakan 2 unit komputer, ruangan lab komputer dan ruangan khusus yang diberi nama corner untuk mahasiswa yang ingin membuka internet dengan menggunakan laptop pribadi. Oleh karena itu, mahasiswa bebas menggunakan internet secara bebas, gratis, dan merekapun bisa membuka situs apa saja yang mereka inginkan, mulai dari yang membantu tugas mereka sampai yang tidak membantu atau tidak bermanfaat. Pengguna internet melalui warnet sebanyak 60-70 % adalah kalangan mahasiswa dan pelajar yang masih berusia remaja ( www.bogor.net ). Ketertarikan remaja terhadap materi porno di internet berkaitan dengan masa transisi yang sedang dialami remaja. Secara kronologis yang tergolong remaja ini 1

2 berkisar antara usia 13-21 tahun menurut Yulia & Singgih D.Gunarsa (dalam Dariyo Agoes, 2004). Hurlock (1993) menyatakan bahwa remaja sedang mengalami berbagai macam perubahan (baik pada aspek fisik, seksual, emosional, religi, moral, sosial, maupun intelektual) yang menyebabkan dorongan seksual anak meningkat. Remaja menjadi makin sadar terhadap hal-hal yang berkaitan dengan seks dan berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seks, termasuk informasi tentang seks melalui akses internet, hal lain yang membuat remaja tertarik dengan materi seks selain faktor usia, karena sudah terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi Oleh karena itu, remaja menjadi salah satu segmen yang rentan terhadap keberadaan pornografi, terutama situs porno. Menurut jurnal yang berjudul Cybersex (dalam Ermida, 2004) hampir 80% gambar di internet adalah gambar porno. Menurut Nielsen netratings pada Oktober 2003, 30% pengunjung situs porno adalah wanita. Menurut jurnal yang berjudul Perbedaan Sikap Terhadap Seks Dunia Maya Pada Mahasiswa ditinjau dari Jenis Kelamin (dalam satria, 2009) dimana sikap mahasiswa terhadap cybersex lebih positif dibandingkan mahasiswi. Menurut penelitian Hurlock (2003) menyebutkan bahwa remaja lebih tertarik kepada materi seks yang berbau porno dibandingkan dengan materi seks yang dikemas dalam bentuk pendidikan, dikarenakan mahasiswa lebih mau membuka materi seks lewat internet dengan alasan sebagai pengetahuan yang juga bisa sebagai hiburan yang kapan dan dimana saja di akses dari pada harus membaca buku walaupun buku tersebut berisikan materi seks (hasil wawancara pada 3 orang mahasiswa terdiri dari 2 laki-laki dan 1 perempuan

3 pada tanggal 22 Maret 2010). Akses terhadap situs porno telah memberikan dampak negatif yang sangat mendasar. Mahasiswa di Yogyakarta misalnya, seperti yang ditulis dalam Jurnal Balairung edisi 38, bahwa mahasiswa adalah pengguna terbesar situs porno(defickry.wordpress.com). Satu kelebihan berinteraksi di internet adalah tidak adanya batasan jarak, waktu, dan wilayah sehingga hal ini melahirkan sebuah dunia baru di luar dunia nyata yang ada pada saat ini. Dunia baru yang hadir secara maya ini lebih dikenal dengan istilah cyberspace. Berbicara mengenai cyberspace (dunia maya) maka cybersex adalah salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan cyberspace (Ermida, 2004) Cybersex dapat diterjemahkan sebagai aktivitas seksual, tayangan seksual atau perbincangan yang mengarah pada hal hal yang berbau seksual dengan menggunakan media komputer khususnya internet (Infoplease, 2004). Pada dasarnya belum ada definisi yang tegas dari ahli ahli perilaku manusia tentang aktivitas cybersex. Hal ini mengingat bahwa seks tidak dilakukan langsung dari orang lain melainkan adanya media perantara. Seseorang yang melakukan cybersex mungkin hanya mengetik di atas keyboard atau mengamati suatu media perantara yaitu layar komputer, namun melakukan perilaku seksual. Misalnya perilaku seorang mahasiswa perguruan tinggi di Jakarta sedang asik melihat gambar-gambar porno di internet menggunakan laptop pribadinya. Berdasarkan penelitian cybersex, maka jenis jenis cybersex dapat digolongkan sebagai berikut: (1) Surfing / download gambar gambar porno,(2) Chatting erotik dibagi 2: (a) Computer mediated interactive masturbation dan (b)

4 Computer mediated telling of interaction sexsual stories, (3) Virtual sex player (Hamman, 1996 ). Menurut Sarlito (2002), sikap adalah kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap ini dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu. Misalnya perilaku seorang mahasiswa perguruan tinggi di Jakarta sedang asik melihat gambar-gambar porno di internet menggunakan laptop pribadinya (27 Maret 2009), di lain tempat dan waktu yang berbeda mahasiswa lain sedang melihat video porno di warnet sekitar kampusnya yang di lihat oleh peneliti. Tindakan mahasiswa-mahasiswa di atas merupakan sikap positif terhadap gambar porno ataupun video porno. Jadi mahasiswa yang mempunyai sikap positif terhadap situs porno ataupun video porno maka mahasiswa tersebut mengakses situs porno ataupun video porno. Berbeda dengan mahasiswa yang mempunyai sikap negatif, mahasiswa tersebut tidak akan mengakses situs porno ataupun video porno. Secara teoretis sikap seringkali diungkapkan sebagai predisposisi (penentu) yang memunculkan adanya perilaku yang sesuai dengan sikapnya, yang mencakup komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Predisposisi tersebut menurut Prof. Dr. Mar at adalah sesuatu yang telah dimiliki seseorang semenjak kecil sebagai hasil pembentukan dirinya sendiri. Bertumbuhnya sikap, diawali dari pengetahuan yang di persepsikan sebagai suatu hal yang baik (positif) maupun tidak baik (negatif),

5 kemudian diinternalisasikan ke dalam dirinya. Kalau apa yang dipersepsikan tersebut bersifat positif, maka seseorang cenderung berperilaku sesuai dengan persepsinya, ia setuju dengan perilaku yang diketahuinya. Namun sebaliknya, kalau ia mempersepsikan secara negatif, maka ia pun cenderung menghindari atau tidak melakukan hal itu dalam perilakunya. Faktor faktor lain yang mempengaruhi perilaku seseorang, misalnya lingkungan sosial, situasi, atau kesempatan, sehingga apa yang diketahui seringkali tidak konsisten dengan apa yang muncul dalam perilakunya. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini bermaksud ingin mengetahui sikap mahasiswa Universitas Indonusa Esa Unggul (UIEU) terhadap cybersex. B. Identifikasi Masalah Sikap Mahasiswa terhadap cybersex berbeda-beda, sebagian mahasiswa ada yang menyatakan pro dan kontra terhadap cybersex. Mahasiswa yang pro adalah mahasiswa yang mendukung dan memiliki sikap positif terhadap cybersex, misalnya perilaku seorang mahasiswa perguruan tinggi di Jakarta sedang asik melihat gambargambar porno di internet menggunakan laptop pribadinya sedangkan mahasiswa yang kontra adalah mahasiswa yang tidak mendukung dan memiliki sikap negatif terhadap cybersex, mahasiswa yang kontra terhadap cybersex adalah mahasiswa yang tidak pernah mengakses situs porno diinternet. Sikap positif dan negatif terhadap cybersex tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang

6 dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan agama (Azwar, 1995). Berdasarkan penjelasan di atas peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran sikap mahasiswa UIEU terhadap cybersex? C. Tujuan Peneliti Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui gambaran sikap terhadap cybersex secara umum. 2. Untuk mengetahui gambaran sikap terhadap cybersex yang terkait dengan data penunjang. 3. Untuk mengetahui dimensi yang lebih dominan sikap mahasiswa terhadap cybersex. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan teoretis: Diharapkan dapat memberi sumbangan kepada ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Psikologi Perkembangan Remaja dan Psikologi Sosial mengenai cybersex, dan hubungannya dengan remaja. 2. Kegunaan praktis : Diharapkan berguna bagi individu remaja secara khusus, orang tua, dan masyarakat secara umum.

7 a. Bagi Individu, penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber informasi dan pengetahuan bagi individu yang senang mengakses internet, dan apabila penelitian ini sangat membantu untuk menerapkan sikap bagi individu maka diharapkan tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan. b. Bagi Orang Tua, hendaknya lebih peka dalam mengikuti perkembangan berbagai informasi yang berkaitan dengan semakin beragamnya media informasi baru yang lebih canggih terutama yang berkaitan dengan informasi yang didapatkan dari dunia internet. c. Bagi masyarakat umum. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan mengenai cybersex. E. Kerangka Teori Meningkatnya penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui internet membuat remaja lebih mudah mengakses berbagai bentuk informasi baik yang positif maupun negatif. Selain itu, merebaknya pergaulan bebas juga berpotensi besar mempengaruhi remaja melakukan perbuatan menyimpang seperti membuka situs porno di internet (surfing), atau melakukan komunikasi on-line secara langsung dengan teman chatting dengan pembicaraan yang berbau seksual dengan tujuan untuk membangkitkan keinginan seksual (chatting erotik), dan mengakses gerakan-gerakan sekaligus suara-suara yang merangsang keinginan seksual (virtual sex player). Halhal seperti ini biasanya dilakukan dengan teman atau orang yang baru berkenalan di

8 dunia maya. Sikap setuju atau tidak setuju dapat dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, pengaruh kebudayaan, pengaruh orang yang dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, dan faktor emosional (Azwar, 2007). Apabila remaja memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan tentang cybersex, menginternalisasikan nilai-nilai budaya yang tidak menyetujui cybersex, pengaruh pendapat orang lain yang tidak menyetujui adanya cybersex, informasi media massa yang tidak mendukung cybersex, adanya nilai-nilai agama yang telah melekat dan perasaan yang tidak menyenangkan ketika merasakan melakukan cybersex, maka akan mempengaruhi keyakinan, cara berpikir dan penghayatan perasaan terhadap cybersex dan akan mempengaruhi sikapnya terhadap cybersex. Mereka yang meyakini bahwa cybersex itu tidak menyenangkan, dan menghayati cybersex itu akan merugikan, maka cenderung bersikap negatif. Sebaliknya pengalaman pribadi orang lain atau orang sekitarnya yang positif terhadap cybersex, pengaruh kebudayaan yang berisi nilai-nilai dan norma yang mengizinkan cybersex, pendapat orang lain yang menyetujui cybersex, media massa sebagai saran informasi yang mendukung cybersex, kurangnya pengetahuan tentang agama, membuat seseorang melakukan hal tersebut tanpa memikirkan dosa dan memiliki perasaan yang biasa ketika melakukan cybersex. Hal tersebut akan mempengaruhi keyakinan, cara berpikir dan penghayatan perasaan terhadap cybersex dan akan mempengaruhi sikapnya terhadap cybersex. Mereka yang meyakini bahwa cybersex itu hal yang bisa diterima, menghayati bahwa melakukan cybersex itu hak setiap orang maka ia akan cenderung bersikap positif.

9 Untuk lebih jelasnya, peneliti akan menggambarkan ke dalam bagan kerangka berpikir sebagai berikut : Bagan 1.1 Kerangka Berfikir