BAB 4 UPAYA MEREFLEKSIKAN PREFERENSI LOKAL DALAM PENYUSUNAN PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG

dokumen-dokumen yang mirip
pembangunan (misalnya dalam Musrenbang). Oleh sebab itu, pemerintah tidak mengetahui secara tepat apa yang sebenarnya menjadi preferensi lokal

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. berwenang menetapkan dokumen perencanaan. Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN 2004) yang kemudian

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu tujuan didirikannya Negara adalah untuk memberikan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENGUKURAN KINERJA (FISIK) TINGKAT SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA PRABUMULIH TAHUN 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB VI PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan

BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI SANITASI. 6.1 Gambaran Umum Struktur Pemantauan dan Evaluasi Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI SANITASI

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

BAB IV MEKANISME PENYEDIAAN SET PELAYANAN UMUM PERKOTAAN YANG SESUAI DENGAN PREFERENSI LOCAL BUSINESS DI KOTA DEPOK

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang saling berkaitan. Empat komponen yang di maksud adalah

PROVINSI JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU

BAB I PENDAHULUAN. mulai mencoba mengenalkan konsep baru dalam pengelolaan urusan publik

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi geografis yang strategis merupakan salah satu keuntungan bagi Kota Cirebon, terutama dari segi perhubungan dan komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR : 8 T AHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepmendagri memuat pedoman penyusunan rancangan APBD yang. dilaksanakan oleh Tim Anggaran Eksekutif bersama-sama Unit Organisasi

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatakan wujud dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

RENCANA KERJA KECAMATAN DAU KABUPATEN MALANG TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. bidang. Kinerja yang dicapai oleh organisasi pada dasarnya adalah prestasi para

BAB II PERENCANAAN KINERJA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan dibidang perencanaan pembangunan di daerah serta penilaian dan. pembangunan, khususnya di Bidang Pemerintah.

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPD SAMPAI DENGAN TRIWULAN II TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

WALIKOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2017

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 106 Tahun 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBENTUKAN DAN PENYELENGGARAAN FORUM DELEGASI MUSRENBANG KABUPATEN SUMEDANG

BAB I PENDAHULUAN. Tahapan dan tatacara penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

RPJMD Kabupaten Jeneponto Tahun ini merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto terpilih

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI GORONTALO

SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMASI REPUBLIK INDONESIA

MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN ( MUSRENBANG )

B A B V I PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Bab VII : Monitoring dan Evaluasi Sanitasi Kota Bogor

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERBASIS MASYARAKAT

BAB 10 PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN

TENTANG. berdasarkan

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBELAJARAN DARI PERENCANAAN PENYEDIAAN LAYANAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

RENCANA STRATEGIS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangunan nasional sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2014

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB II PERENCANAAN KINERJA. mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan-perubahan yang terus. menerus ke arah yang dikehendaki. Menurut Rogers dikutif Zulkarimen

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 5 Tahun : 2013

Transkripsi:

92 BAB 4 UPAYA MEREFLEKSIKAN PREFERENSI LOKAL DALAM PENYUSUNAN PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA BANDUNG 4.1 Penyusunan Prioritas Pembangunan Kota Pada Era Otonomi Daerah Penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di daerah. Dengan diberlakukannnya otonomi daerah, daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan selain mengharapkan bantuan dan sharing dari pemerintah pusat. Di samping itu, daerah juga dituntut untuk menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat. Dengan demikian, dalam menunjang pertumbuhan dan pembangunan ekonomi kota, peranan masyarakat baik local resident maupun local business di suatu kota menjadi sangat penting. Pada dasarnya, pelaksanaan otonomi daerah dimaksudkan untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya publik di daerah, meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat, serta memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Dengan demikian, seiring dengan upaya untuk mewujudkan pemberdayaan masyarakat dan otonomi daerah dalam lingkup yang lebih nyata, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam alokasi sumber daya publik. Upaya tersebut sudah seharusnya dilaksanakan secara komprehensif dan terintegrasi mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Oleh sebab itu, pembangunan kota yang efektif membutuhkan keterlibatan yang nyata mulai dari tahap perencanaan oleh seluruh stakeholder pembangunan dalam suatu kota. Hal ini pada akhirnya dimaksudkan untuk mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada tahap perencanaan, tidak hanya dibutuhkan aparat daerah atau profesional pembangunan yang berkualitas tinggi serta memiliki moral yang baik dalam mengelola pembangunan daerah. Perencanaan pembangunan kota juga memerlukan pelibatan masyarakat lokal dalam menyatakan preferensinya

93 sehingga pembangunan benar-benar mencerminkan atau merefleksikan apa yang menjadi preferensi masyarakat lokal. Demikian juga halnya dalam proses pengelolaan dan keuangan daerah, harus disesuaikan dengan apa yang menjadi preferensi lokal. Dengan demikian, perlu dipahami bahwa kebijakan pembangunan kota bukan persoalan teknis yang dapat diselesaikan secara teknokratis oleh profesional pembangunan, tapi merupakan ruang bagi seluruh anggota masyarakat untuk melakukan interaksi, menggabungkan pengetahuan dan menyatakan preferensinya. Ketika stakeholder yang terlibat dapat menyatakan preferensinya dan kemudian preferensinya terefleksikan dalam pembangunan, maka efektivitas dan efisiensi pembangunan kota akan meningkat. Pelibatan masyarakat dalam merumuskan sasaran-sasaran fundamental, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan juga akan meningkatkan rasa memiliki dalam diri masyarakat. Dengan adanya rasa memiliki dalam diri masyarakat, maka dukungan masyarakat terhadap pembangunan juga akan meningkat sehingga pembangunan dapat berjalan lancar. Pada umumnya, di kota-kota di Indonesia termasuk Kota Bandung, keterlibatan masyarakat hanya terlihat dalam pelaksanaan program-program pembangunan seperti program penanggulangan kemiskinan atau proyek-proyek pembangunan lainnya. Meskipun sudah ada Musrenbang yang telah melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan kota (termasuk dalam penyusunan prioritas pembangunan kota), namun tidak seluruh hasil musrenbang tersebut telah direalisasikan oleh pemerintah kota. Selain itu, tidak seluruh segmen masyarakat mau turut terlibat dalam musrenbang tersebut. Untuk Kota Bandung, serapan hasil Musrenbang Kecamatan pada tahun 2006 dapat dilihat pada tabel berikut ini.

94 No Tabel IV.1 Hasil Musrenbang Kecamatan di Kota Bandung Nama SKPD Usulan Pada Musrenbang 2006 Realisasi Pada Tahun 2007 % Realisasi Murenbang Pada Tahun 2007 1 Dinas Pendidikan 114 64 56,14 2 Dinas Kesehatan 485 358 73,81 3 Dinas Koperasi 6 6 100 4 Dinas Pertanian 23 13 56,52 5 Badan Pemberdayaan 82 40 48,78 Masyarakat 6 Bagian Kesra* 84-0 7 Badan Keluarga 31 31 100 Berencana 8 Dinas Pengairan 80 126 157,5 9 Dinas Bina Marga* 216 140 64,81 Jumlah 1121 778 69,4 Sumber : Bidang Data dan Statistik Bappeda Kota Bandung 2007 *) Masih dalam konfirmasi Hasil musrenbang yang terealisasi untuk tahun 2007 baru sekitar 69,4 %. Dari hasil realisasi musrenbang tersebut, belum terlihat jelas bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam proses Musrenbang di Kota Bandung. Di samping itu, komponen masyarakat juga bukan hanya resident, tapi juga terdiri dari business yang preferensinya juga perlu diperhatikan dalam penyusunan prioritas pembangunan kota. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa hasil Musrenbang dalam menyusun prioritas pembangunan kota, belum mencerminkan preferensi lokal yang sesungguhnya. 4.2 Mekanisme dalam Merefleksikan Preferensi Lokal Terhadap Prioritas Pembangunan Kota Berdasarkan hasil survey, hampir seluruh local resident dan local business merasa bahwa preferensinya sangat penting untuk diperhatikan dalam pembangunan. Akan tetapi, hanya sebagian kecil local business maupun local resident di Kota Bandung yang menyuarakan preferensinya melalui Musrenbang

95 maupun media partisipasi lainnya seperti Jaring Asmara. Salah satu faktor penyebabnya yaitu sebagian besar masyarakat baik local business maupun local resident tidak mengetahui tentang keberadaaan Musrenbang ataupun media partisipasi lainnya untuk menyatakan preferensinya. Oleh sebab itu, perlu diupayakan agar preferensi lokal yang sebenarnya dapat terefleksikan dalam penyusunan prioritas pembangunan di Kota Bandung. Upaya merefleksikan preferensi lokal dalam penyusunan prioritas pembangunan kota bandung bisa dilihat dari sudut pandang local resident maupun local business. Menurut local resident, upaya tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut. Gambar 4.1 Upaya Merefleksikan Preferensi Lokal Dalam Penyusunan Prioritas Pembangunan Kota Bandung Menurut Local Resident 22% 34% 44% pelibatan masyarakat langsung forum RT/RW atau forum musyaw arah lainnya jajak pendapat Sumber : Hasil Analisis, 2007 Sebagian besar local resident berpendapat bahwa preferensinya dapat terefleksikan melalui pelibatan masyarakat secara langsung dalam penyusunan prioritas pembangunan kota. Selain itu bisa melalui forum RT/RW atau forum musyawarah lainnya atau melalui jajak pendapat. Local business juga memiliki pendapat yang hampir sama dengan local resident. Upaya merefleksikan preferensi lokal dalam penyusunan prioritas pembangunan kota bandung menurut local business dapat ditunjukkan sebagai berikut.

96 Gambar 4.2 Upaya Merefleksikan Preferensi Lokal Dalam Penyusunan Prioritas Pembangunan Kota Bandung Menurut Local Business 25% 40% 35% pelibatan masyarakat langsung forum RT/RW atau forum musyaw arah lainnya jajak pendapat Sumber : Hasil Analisis, 2007 Dengan demikian, upaya yang dapat dilakukan agar preferensi local resident dan local business di Kota Bandung dapat terefleksikan dalam penyusunan prioritas pembangunan kota yaitu : 1. melalui pelibatan masyarakat secara langsung dalam penyusunan prioritas pembangunan kota yang dilakukan pemerintah 2. melalui forum RT/RW atau forum musyawarah lainnya 3. melalui jajak pendapat Akan tetapi, sebelum dilakukan upaya merefleksikan preferensi lokal tersebut dalam penyusunan prioritas pembangunan kota, masyarakat dan pemerintah perlu dijelaskan mengenai hasil studi preferensi lokal. Penjelasan tersebut dapat dilakukan pada proses musrenbang, forum musyawarah, dan penyusunan prioritas pembangunan yang dilakukan pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dan pemerintah dapat memahami pentingnya preferensi lokal untuk diperhatikan dalam mencapai alokasi sumber daya publik yang efektif dan efisien. Upaya pelibatan masyarakat secara langsung dalam penyusunan prioritas pembangunan kota sebenarnya dapat dilakukan melalui Musrenbang. Akan tetapi, proses musrenbang itu sendiri seharusnya melibatkan seluruh segmen masyarakat (local resident maupun local business). Selain itu, pemerintah perlu melakukan sosialisasi mekanisme Musrenbang kepada masyarakat dan mendorong

97 masyarakat lokal untuk menyatakan preferensinya melalui keterlibatan dalam Musrenbang. Forum RT/RW atau forum musyawarah lainnya juga dapat digunakan sebagai media bagi pemerintah untuk mengetahui apa yang menjadi preferensi lokal terhadap prioritas pembangunan kota. Akan tetapi, agar tidak terjadi tumpang tindih dan kesulitan dalam mengidentifikasi preferensi lokal tersebut, maka perlu dilakukan pendataan yang akurat, pembagian jalur penyampaian preferensi, dan sosialisasi kepada seluruh anggota masyarakat lokal (local resident maupun local business). Masing-masing anggota masyarakat sebaiknya hanya diperbolehkan memilih salah satu media untuk menyatakan preferensinya. Dengan demikian, diperlukan upaya sosialisasi baik kepada local resident maupun local business mengenai mekanisme penyampaian preferensi mereka terhadap prioritas pembangunan kota. Bentuk forum musyawarah tampaknya lebih efektif digunakan sebagai media local business untuk menyatakan preferensinya. Sedangkan Musrenbang dapat difokuskan untuk local resident sebagai media local resident dalam menyatakan preferensinya. Untuk anggota masyarakat lokal yang tidak bisa terlibat dalam Musrenbang atau forum musyawarah dikarenakan kesibukan (profesi, kegiatan belajar, bisnis, dsb), maka dapat dilakukan jajak pendapat di lingkungan kerjanya atau melalui media informasi (media cetak maupun media elektronik). Dengan demikian, seluruh segmen masyarakat dapat menyatakan preferensinya terhadap prioritas pembangunan kota. Selanjutnya, pemerintah menghimpun preferensi masyarakat lokal tersebut berdasarkan pendataan dari hasil musrenbang, forum RT/RW atau forum musyawarah dan jajak pendapat, kemudian memasukkannya ke dalam penyusunan prioritas pembangunan kota. Selain itu, dengan merefleksikan preferensi lokal dalam prioritas pembangunan kota, maka anggaran pembangunan juga seharusnya ditetapkan berdasarkan prioritas pembangunan yang disusun. Untuk lebih jelas, mekanisme merefleksikan preferensi lokal tersebut dalam penyusunan prioritas pembangunan kota dapat dilihat pada Gambar 4.3.

98 Gambar 4.3 Mekanisme Penyusunan Prioritas Pembangunan Kota Yang Merefleksikan Preferensi Lokal Sumber : Hasil Analisis, 2007 Sebagai alternatif lain, pemerintah bisa melakukan jajak pendapat kepada seluruh segmen masyarakat (local resident maupun local business) mengenai prioritas pembangunan yang sesuai dengan preferensi mereka. Akan tetapi, jika hanya dilakukan jajak pendapat, terdapat kemungkinan tidak terjadi interaksi antar anggota masyarakat ataupun interaksi antara pemerintah dan masyarakat secara langsung. Hal ini bisa berimplikasi pada kurangnya rasa keterlibatan masyarakat dalam penyusunan prioritas pembangunan kota. Apalagi jika ternyata hasil jajak pendapat tersebut tidak disosialisasikan ataupun belum direalisasikan.