SKRIPSI KAJIAN FORMULASI LIGHTER BISCUIT DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PRODUK BARU DI PT ARNOTT S INDONESIA BEKASI. Oleh : MOLID NURMAN HADI F

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

II. TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

BAB 2 GAMBARAN UMUM OBJEK

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

LOGO BAKING TITIS SARI

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Syarbini ( 2013 : 15 ), tepung terigu adalah hasil dari

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian.

KAJIAN PROPORSI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG UBI JALAR KUNING SERTA KONSENTRASI LESITIN TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK MUFFIN

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

MAKALAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN ROTI DAN KUE Bahan-bahan Pembuatan Roti dan Kue. Disusun Oleh : Diana Karisa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

I. PENDAHULUAN. Pasta merupakan produk emulsi minyak dalam air yang tergolong kedalam low fat

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim

PENDAHULUAN. terigu dari negara Timur Tengah seperti Turki, Srilanka, dan Australia. Impor

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan tepung-tepungan lokal atau non terigu saat ini telah menjadi

SKRIPSI MENYUSUN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) PEMBUATAN COOKIES UNTUK SKALA LABORATORIUM DI PT ARNOTT S INDONESIA, BEKASI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

Sutomo, B

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula,

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar )

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang, 1.2. Identifikasi

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

BAB I PENDAHULUAN. impor. Volume impor gandum dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berdasarkan data APTINDO (2013), Indonesia mengimpor gandum

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air

I PENDAHULUAN. dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

SKRIPSI MENYUSUN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP) PEMBUATAN COOKIES UNTUK SKALA LABORATORIUM DI PT ARNOTT S INDONESIA, BEKASI

PEMBUATAN ES KRIM SIRSAK (Annona muricata L.) dan ANALISA EKONOMI PRODUKNYA

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. masyarakat, arakat, mulai dari buah, daun, batang, pelepah, sampai jantungnya.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

SIFAT PERMUKAAN SISTEM KOLOID PANGAN AKTIVITAS PERMUKAAN

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis umbi-umbian yang belum

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada sekarang ini, industri kuliner berkembang pesat di dunia, khususnya di

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana.

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

KARAKTERISTIK DAN UJI PENERIMAAN KONSUMEN TERHADAP DONAT SUBSTITUSI TEPUNG JALEJO HINGGA 50 PERSEN

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak

Tabel 1. 1 Jumlah Wisatawan Kota Bandung. Wisatawan Tahun mancanegara domestik jumlah

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. produk bakery dengan kombinasi bahan pangan lokal Indonesia. diversifikasi pangan dengan memanfaatkan sumber daya pangan lokal.

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA TERIMA CHICKEN NUGGET SKRIPSI. Oleh MARGI KUSUMANINGRUM

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

TEPUNG MOCAF SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TEPUNG TERIGU Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

Transkripsi:

SKRIPSI KAJIAN FORMULASI LIGHTER BISCUIT DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PRODUK BARU DI PT ARNOTT S INDONESIA BEKASI Oleh : MOLID NURMAN HADI F24102076 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

KAJIAN FORMULASI LIGHTER BISCUIT DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PRODUK BARU DI PT ARNOTT S INDONESIA BEKASI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : MOLID NURMAN HADI F24102076 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KAJIAN FORMULASI LIGHTER BISCUIT DALAM RANGKA PENGEMBANGAN PRODUK BARU DI PT ARNOTT S INDONESIA BEKASI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : MOLID NURMAN HADI F24102076 Dilahirkan pada tanggal 2 Desember 1984 Di Banyumas, Jawa Tengah Tanggal Lulus : 12 Januari 2007 Menyetujui, Bogor, Januari 2007 Ir. Budi Nurtama, MAgr Pembimbing I Mengetahui, Riris Triwati, STP. Pembimbing II Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Molid Nurman Hadi. F24102076. Kajian Formulasi Lighter Biscuit Dalam Rangka Pengembangan Produk Baru di PT Arnott s Indonesia Bekasi. Di bawah bimbingan : Budi Nurtama dan Riris Triwati. 2007. RINGKASAN Pengembangan produk baru adalah suatu usaha ekstensifikasi dari suatu perusahaan pangan yang merupakan hasil kerja sama antara bagian pengembangan produk, pemasaran, produksi, pengawasan mutu, dan bagian persediaan bahan. Penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan perusahaan dalam rangka mengembangkan produk baru dan mengantisipasi perubahan pasar. Formulasi produk merupakan bagian dalam tahap pengembangan produk. Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting dalam penciptaan produk baru. Pada tahap ini dicari beberapa alternatif formulasi bahan baku produk sampai dihasilkan formulasi yang optimum hingga dihasilkan produk bermutu yang secara ekonomis menguntungkan dan secara organoleptik dapat diterima dan disukai oleh konsumen. Penelitian ini difokuskan untuk memperoleh rancangan formula pembuatan biskuit lebih khususnya yaitu lighter biscuit yang optimum. Tahap awal dari penelitian ini adalah melakukan uji variasi beberapa bahan baku yaitu bahan pengembang, tepung, pati, shortening, serta uji variasi proses mixing (pencampuran). Kemudian dilanjutkan dengan perancangan formula pembuatan lighter biscuit yang optimum menggunakan program Design Expert version 7 dan secara organoleptik diterima. Jumlah formulasi yang dilakukan sebanyak 12 formula biskuit dengan respon produk yang diukur yaitu % weight loss, % L increase, dan tebal. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan lighter biscuit terdiri atas bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama meliputi : soft flour, pati modifikasi, shortening, gula dan skim. Bahan tambahan meliputi : bahan pengembang, lesitin, garam, air dan flavor susu. Proses pembuatan biskuit terdiri atas penyiapan bahan, menimbang, mixing (pencampuran), proofing (pengistirahatan), laminasi, pencetakan dan baking (pemanggangan). Analisis respon formula menunjukkan hasil bahwa nilai % WT loss paling tinggi yaitu 19.67% terdapat pada formula 3 yang menggunakan soft flour sebesar 40%, pati modifikasi A 4.25%, pati modifikasi B 4.25% dan bahan pengembang 3.5%. Sedangkan yang terendah sebesar 14.43% terdapat pada formula 5 yang menggunakan soft flour sebesar 40%, pati modifikasi A 4.5%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.0%. Model persamaan polinomial dari respon % weight loss adalah linear. Model ini memiliki nilai p prob>f lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar <0.0001. Hal ini berarti bahwa respon % WT loss sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen formula yang dilakukan. Untuk respon % L increase, nilai tertinggi sebesar 7.45 % terdapat pada formula 7 yang menggunakan soft flour sebesar 39.75%, pati modifikasi A 4.5%, pati modifikasi B 4.25% dan bahan pengembang 3.5%. Sedangkan yang terendah sebesar 2.69% terdapat pada formula 1 yang menggunakan soft flour sebesar 39.75%, pati modifikasi A 4.5%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.25%. Model persamaan polinomial dari respon % L increase adalah linear. Model ini memiliki nilai p prob>f lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar <0.0001.

Hal ini berarti bahwa respon % L increase sangat dipengaruhi oleh komponenkomponen formula yang dilakukan. Analisis respon tebal menunjukkan bahwa nilai tebal tertinggi terdapat pada formula 6 dan 1 yaitu sebesar 0.828 cm. Formula 6 menggunakan soft flour sebesar 39.75%, pati modifikasi A 4.25%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.5%. Sedangkan pada formula 10 digunakan soft flour sebesar 39.5%, pati modifikasi A 4.5%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.5%. Nilai tebal terendah sebesar 0.7120 cm terdapat pada formula 5 yang menggunakan soft flour sebesar 40%, pati modifikasi A 4.5%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.0%. Model persamaan polinomial memiliki nilai p prob>f lebih besar dari 0,05. Nilai ini menunjukkan bahwa model linear yang direkomendasikan tidak bersifat signifikan dan respon tebal tidak dipengaruhi oleh komponen-komponen formula yang dilakukan. Formula yang terpilih dari proses optimasi yaitu formula ke-1 (F new 1), dengan komposisi soft flour 39.62%, pati modifikasi A 4.318%, pati modifikasi B 4.5% dan bahan pengembang 3.5%. Formula ini diprediksi akan menghasilkan biskuit dengan tebal 0.823901 cm, nilai % WT loss 17.84%, nilai % L increase 5.65% dengan nilai desirability sebesar 0.964662 artinya formula tersebut akan menghasilkan produk yang memiliki karakteristik paling optimal dan sesuai dengan keinginan kita sebesar 96.47%. Setelah divalidasi diperoleh biskuit dengan nilai tebal 0.95 cm, % WT loss 18.03% dan % L increase 4.53%.

RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Molid Nurman Hadi, dilahirkan pada tanggal 2 Desember 1984 di Banyumas dan merupakan putra kelima dari pasangan Djadi Hadi dan (almh) Kuswati. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Wangon III (1990-1996), pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Wangon (1996-1999), dan pendidikan menengah umum di SMUN 1 Jatilawang (1999-2002). Penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 melalui jalur USMI. Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif sebagai pengurus BKIM (Badan Kerohanian Mahasiswa Islam) IPB periode 2004-2005 sebagai staf BKIMedia dan periode 2005-2006 sebagai kepala Badan Otonom BKIMedia, serta anggota HIMITEPA. Penulis pernah terlibat dalam kepanitian Seminar Nasional Pangan Halal, BAUR 2004 dan Simposium Nasional Lembaga Dakwah Kampus. Penulis juga pernah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Cinangka Bogor pada tahun 2005. Terakhir penulis menyelesaikan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dalam bentuk magang-penelitian di PT Arnott s Indonesia Bekasi dengan judul Kajian Formulasi Lighter Biscuit Dalam Rangka Pengembangan Produk Baru di PT Arnott s Indonesia Bekasi di bawah bimbingan Ir. Budi Nurtama, M.Agr dan Riris Triwati, STP.

KATA PENGANTAR Penulis mengucapkan syukur alhamdulillah kepada Allah SWT atas rahmat, karunia, serta berkah-nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Formulasi Lighter Biscuit Dalam Rangka Pengembangan Produk Baru di PT Arnott s Indonesia Bekasi. Shalawat dan Salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan kaum muslimin yang senantiasa memegang teguh ajaran-nya. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, mendukung, serta membimbing penulis baik secara langsung maupun tidak langsung hingga skripsi ini selesai ditulis, terutama kepada : 1. Ir. Budi Nurtama, M.Agr. selaku Dosen Pembimbing I yang senantiasa sabar dan bijaksana dalam membimbing dan mendukung penulis. 2. Riris Triwati, S.TP. atas kesediaan untuk menjadi pembimbing magang sekaligus Pembimbing II yang senantiasa membantu dan membimbing serta banyak memberikan masukan-masukan kepada penulis. 3. Nur Wulandari, S.TP., MSi. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis. 4. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah memberikan ilmu dan mendukung kemajuan penulis. 5. Keluarga tercinta Bapak, Ibu dan Kakak atas doa, kasih sayang, nasihat, dorongan dan motivasi yang diberikan. 6. Teman sebimbinganku Ruri, atas bantuan dan dukungannya terhadap penulis. 7. Saudara-saudaraku tercinta dan seperjuangan di Wisma Jundullah: Rikza, Hafid, Renato, Fanani, Slamet dan semuanya atas kebersamaan, bantuan, dukungan serta kasih sayangnya. 8. Sahabat-sahabat golongan C khususnya C3: Hana, Bobby dan Yudhan atas kebersamaan, bantuan dan dorongannya kepada penulis i

9. Sahabat-sahabat TPG 39 lainnya atas dukungan, kebersamaan, dan persahabatan yang penuh warna. 10. Mba Lia, Bu Darwati, Mba Erni, Bu Yani, Mas Setyo, Mba Indah dan teman-teman magang di lab R&D PT Arnott s Indonesia Bekasi atas bantuan dan kerjasamanya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh sebab itu masukan dan kritik yang membangun selalu penulis tunggu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, Januari 2007 Penulis ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN. I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... B. TUJUAN MAGANG-PENELITIAN C. KEGUNAAN MAGANG-PENELITIAN. i iii v vi vii 1 3 3 II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN.. B. LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN... C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN... D. KETENAGAKERJAAN... 4 5 6 8 III. TINJAUAN PUSTAKA A. PENGEMBANGAN PRODUK. B. BISKUIT 1. Definisi... 2. Jenis Biskuit... 3. Karakteristik Biskuit... C. BAHAN BAKU BISKUIT 1. Tepung... 2. Gula... 3. Lemak dan Minyak... 4. Emulsifier... 5. Bahan Pengembang... 6. Pati Jagung... 7. Garam... 10 12 12 13 13 14 14 16 18 19 21 24 28 iii

D. PEMBUATAN BISKUIT... E. MIXTURE DESIGN. 29 31 IV. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT... 1. Bahan... 2. Alat... B. METODOLOGI PENELITIAN... 1. Persiapan... 2. Penelitian Pendahuluan... 3. Penelitian Utama... 33 33 33 33 33 34 37 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PEMBUATAN LIGHTER BISCUIT... B. PENELITIAN PENDAHULUAN... C. PENELITIAN UTAMA... 1. Rancangan Percobaan... 2. Analisis Respon... 3. Optimasi Formula... 4. Validasi... 38 40 43 43 45 53 56 VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN... B. SARAN... 57 57 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 58 61 iv

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Tingkat kemanisan produk hidrolisis pati dibandingkan 17 dengan sukrosa... Tabel 2. Karakteristik beberapa CO 2 carrier. 23 Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Kadar bahan pengembang (% terhadap tepung) dalam uji variasi bahan pengembang.. Jenis dan kadar tepung (% terhadap tepung) dalam uji variasi tepung.. Kadar pati jagung (% terhadap tepung) dalam uji variasi pati... 34 35 35 Tabel 6. Kadar shortening (% terhadap tepung) dalam uji variasi 36 shortening. Tabel 7. Metode dan waktu pencampuran (mixing) dalam uji 36 variasi pencampuran (mixing). Tabel 8. Formulasi lighter biscuit. 37 Tabel 9. Rancangan formula mixture design... 44 Tabel 10. Hasil analisis %WT loss... 45 Tabel 11. Hasil analisis % L increase. 48 Tabel 12. Hasil analisis respon tebal (cm)... 51 v

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Rumus struktur lemak... 18 Gambar 2. Proses pembuatan biskuit skala laboratorium... 30 Gambar 3. Grafik contour plot hasil uji % WT loss. 47 Gambar 4. Grafik tiga dimensi hasil respon % WT loss... 47 Gambar 5. Grafik contour plot hasil uji % L increase... 49 Gambar 6. Grafik tiga dimensi hasil respon % L increase 50 Gambar 7. Grafik contour plot hasil respon tebal... 52 Gambar 8. Grafik tiga dimensi hasil respon tebal... 53 Gambar 9. Contour plot desirability produk terhadap formulasi... 54 Gambar 10. Grafik tiga dimensi hasil nilai desirability... 55 vi

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil uji variasi bahan baku... 61 Lampiran 2. Hasil anova respon % WT loss. 62 Lampiran 3. Persamaan polinomial respon % WT loss. 63 Lampiran 4. Hasil anova respon % L increase. 64 Lampiran 5. Persamaan polinomial respon % L increase. 65 Lampiran 6. Hasil anova respon tebal 66 Lampiran 7. Persamaan polinomial respon tebal.. 67 Lampiran 8. Hasil optimasi formula.. 68 Lampiran 9. Hasil uji rating dan deskripsi formula terpilih lighter biscuit 69 Lampiran 10. Descriptive Statistics... 70 vii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem perdagangan semakin ketat dan kompetitif pada era globalisasi ini. Banyak sekali industri baru yang muncul dan menjual produknya ke pasar khususnya industri yang bergerak di bidang pangan. Produsen berlombalomba untuk menarik perhatian masyarakat dengan menghasilkan produk yang memberikan kepuasan kepada konsumen. Oleh karena itu, peran mutu produk yang dihasilkan menjadi sangat nyata dalam rangka persaingan antar produsen. Hal ini dipertegas oleh meningkatnya pandangan dan kesadaran konsumen terhadap mutu sehingga terjadi suatu kecenderungan dimana hanya produk yang memenuhi tuntutan konsumen yang diterima oleh konsumen, sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan tren orientasi produsen dari profit oriented menjadi consumer satisfaction oriented (Soekarto, 1990). Selain mengendalikan dan menjamin mutu produk, usaha lain yang dapat dilakukan industri pangan agar tetap eksis dan memenangkan persaingan dalam dunia bisnis pada era globalisasi ini antara lain dengan melakukan terobosan-terobosan baru yang kreatif dan inovatif. Terobosan-terobosan tersebut dapat diwujudkan, salah satunya melalui pengembangan produk baru dan memanfaatkan semaksimal mungkin peluang bisnis yang ada. Pengembangan produk baru adalah suatu usaha ekstensifikasi dari suatu perusahaan pangan hasil kerja sama antara bagian pengembangan produk, pemasaran, produksi, pengawasan mutu, dan bagian persediaan bahan. Penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan perusahaan dalam rangka mengembangkan produk baru dan mengantisipasi perubahan pasar. Usahausaha pengembangan produk baru ini bertujuan untuk menciptakan produkproduk unggulan yang sering disebut sebagai food trend leader, bermutu tinggi, aman dan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Formulasi produk merupakan bagian dalam tahap pengembangan produk. Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting dalam penciptaan produk baru. Pada tahap ini dicari beberapa alternatif formulasi bahan baku 1

produk sampai dihasilkan formulasi yang optimum hingga dihasilkan produk bermutu yang secara ekonomis menguntungkan dan secara organoleptik dapat diterima dan disukai oleh konsumen. Salah satu produk makanan yang sudah banyak di pasaran dan banyak dikonsumsi sejak dulu adalah biskuit. Persaingan industri pangan khususnya biskuit, akhir-akhir ini menjadi semakin ketat. Banyak sekali produk-produk baru bermunculan, mulai mengganti produk lama yang mulai ditinggalkan. Namun, tidak sedikit pula produk lama yang masih bertahan hingga sekarang. Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar tepung terigu, lemak dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lain yang diizinkan. Secara umum biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu biskuit keras, crackers, cookies, dan wafer (SII No. 0177, 1990). Riset berskala laboratorium mengenai biskuit telah banyak dilakukan, baik dalam rangka reformulasi maupun formulasi produk baru. Biskuit banyak disukai konsumen karena beberapa hal, antara lain rasanya yang enak dan bervariasi, harga relatif murah, cukup mengenyangkan, hingga kandungan gizi yang lengkap. Jenis dan bentuk biskuit yang beredar di pasaran pun beragam. Mulai dari yang sederhana, seperti berbentuk kotak, bulat sampai berbentuk binatang. Penyajiannya pun beragam, ada yang langsung dimakan hingga dikombinasikan dengan coklat atau lainnya. Hal yang paling dianggap sebagai keuntungan menjual biskuit adalah harganya yang murah dengan jumlah per kemasan cukup banyak. Berdasarkan hal itu, Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk (Research and Development Product Department atau R&D) PT Arnott s Indonesia mempunyai ide untuk membuat lighter biscuit. Lighter biscuit merupakan salah satu jenis biskuit yang memiliki bobot ringan namun bervolume besar (less weight high volume) sehingga diharapkan meminimalisasi biaya jika diaplikasikan dalam skala produksi. Di samping itu terkait juga dengan pengemasan. Biskuit dengan jenis yang sama, namun jika volumenya lebih besar akan tampak lebih banyak per kemasan dengan bobot yang lebih ringan. 2

B. TUJUAN MAGANG-PENELITIAN Secara umum tujuan kegiatan magang-penelitian di Departemen Penelitian dan Pengembangan Produk (Research and Development Product Department atau R&D) PT Arnott s Indonesia adalah untuk melatih keterampilan lapangan dan pengembangan wawasan berpikir mahasiswa yang berkaitan dengan penguasaan konseptual dalam usaha pemahaman dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi secara integral dan profesional. Selain itu kegiatan ini juga memiliki tujuan khusus yaitu mendapatkan formula terbaik dan terpilih lighter biscuit yaitu biskuit dengan bobot yang ringan namun memiliki volume yang besar (less weight high volume) dalam rangka pengembangan produk baru biskuit skala laboratorium. C. KEGUNAAN MAGANG-PENELITIAN Penelitian ini mendukung pengembangan produk baru biskuit di PT Arnott s Indonesia. Formulasi hasil penelitian ini dapat digunakan oleh perusahaan sebagai formula produk baru setelah dilakukan riset pasar yang lebih mendalam dan diaplikasikan dalam skala produksi. 3

II. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN Sejarah PT. Arnott s Indonesia dimulai dengan berdirinya perusahaan yang bergerak di bidang makanan kering dengan nama PT. Tatas Mulya pada tahun 1977. Sejalan dengan perkembangan pasar yang kurang menyukai produk ini, maka perusahaan mulai membuat makanan kecil dalam bentuk chips. Pada tahun 1982 secara resmi dibuat akte pendirian perusahaan yang menjadi cikal bakal PT. Arnott s Indonesia. Pada tahun 1984, perusahaan ini berkembang menjadi dua, yaitu PT. Tatas Mulya yang berlokasi di Pulo Mas dan PT. Cipta Rasa Primatama yang pindah ke Pulo Gadung, Jakarta Timur. Pada Januari 1985, PT. Tatas Mulya berganti nama menjadi PT. Bukit Manikam Sakti (PT. BMS). Selanjutnya pada tahun 1986, PT. BMS berpindah lokasi ke Bekasi. Pada tahun 1985, PT. BMS bekerja sama dengan Arnott s Biscuit Limited Australia yang merupakan perusahaan biskuit terbesar di Australia. Perusahaan tersebut berdiri sejak tahun 1865 dan hingga kini telah menguasai hampir 60% pangsa pasar dunia. Berbekal pengalaman lebih dari 134 tahun, menjadikan Arnott s sebagai market leader dalam industri dan distribusi biskuit yang memiliki kualitas dan bahan baku terbaik. Dengan adanya kerjasama antara PT. Bukit Manikam Sakti dengan. Arnott s Biscuit Limited Australia maka nama PT. BMS berubah menjadi PT. Helios Arnott s Indonesia (PT. HAI) dan menjadi salah satu perusahaan makanan ringan terkenal di Indonesia. Pada awalnya, PT. HAI memiliki dua lokasi yang terpisah, yaitu di Pulo Gadung untuk bagian pemasaran, sedangkan pabrik dan departemen lainnya berlokasi di Bekasi Barat. Namun, terhitung sejak 1 April 1998, keseluruhan fungsi organisasi dan pabrik berlokasi di Bekasi Barat, tepatnya di Jl. H. Wahab Affan No 8 (Jalan Raya Bekasi km. 28) Medan Satria, Bekasi Barat. 4

Sejalan dengan perkembangan industri, pada bulan Desember 1998, PT. Helios Arnott s Indonesia berganti nama menjadi PT. Arnott s Indonesia dan berafiliasi langsung ke Campbell Soup Company yang merupakan salah satu perusahaan Amerika berskala dunia yang memproduksi makanan dan dikelola dengan baik. Dengan berjalannya waktu, beberapa produk andalan PT. Arnott s Indonesia yang ada di pasaran saat ini adalah : 1. Milk Plus 9. Good Time Teddy dan Good Time Smiley 2. Nyam-Nyam 10. Tri and Two 3. Stikko 11. Golden n Cheese 4. Joddy 12. Mic Mac Sanwidch Crackers 5. Prestige 13. Tim Tam Wafer dan Tim Tam Biscuit 6. Piroutte 7. Corinthians 8. Rondoletti Selain produk-produk di atas, PT. Arnott s Indonesia juga memproduksi biskuit bayi untuk perusahaan lain. Biskuit bayi yang diproduksi adalah : 1. Milna Baby Biscuit 2. Farley s Baby Biscuit 3. Nestle Baby Biscuit 4. SGM Baby Biscuit 5. Promina Baby Biscuit B. LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN PT. Arnott s Indonesia terletak di Jl. H. Wahab Affan No. 8 (Jalan Raya Bekasi km. 28) Medan Satria, Bekasi Barat. Luas keseluruhan areal pabrik adalah sekitar 6,7 Ha. Lokasi perusahaan ini cukup baik untuk keperluan industri karena berada dekat dengan bahan baku produk, sumber tenaga kerja, dan daerah pemasaran untuk distribusi produk. Lokasi perusahaan juga didukung dengan adanya jalan tol Cikampek yang dekat 5

dengan perusahaan sebagai salah satu sarana yang juga memudahkan distribusi produk, terutama untuk distribusi ke daerah luar Jakarta. Terdapat beberapa pabrik di sekitar perusahaan, antara lain pabrik pakan ternak, pabrik baja dan pabrik otomotif. Akan tetapi, keberadaan pabrik-pabrik di sekitar PT. Arnott s Indonesia ini tidak mengganggu kegiatan produksi di perusahaan. C. STRUKTUR ORGANISASI PERUSAHAAN Bentuk struktur organisasi pada PT. Arnott s Indonesia adalah struktur organisasi proyek dengan hubungan organisasi terutama pada orang-orang yang bekerja pada proyek yang sama. Struktur organisasi perusahaan terdiri dari beberapa kelompok dari fungsi yang berbeda dengan setiap kelompok yang menitikberatkan pada pengembangan produk tertentu atau lini produksi. Kendali perusahaan berada pada Presiden Direktur sebagai pucuk pimpinan. Pelimpahan tugas kepada bawahan melalui masing-masing manajer departemen, kemudian dilanjutkan pada staf serta karyawan. Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab masingmasing bagian. 1. Presiden Direktur Presiden Direktur merupakan pucuk pimpinan tertinggi di dalam perusahaan yang mempunyai kekuasaan penuh dan bertanggung jawab atas maju atau mundurnya perusahaan. Tugas, wewenang dan tanggung jawab Presiden Direktur antara lain : Menentukan kebijaksanaan perusahaan secara menyeluruh. Mengarahkan kegiatan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk mencapai tujuan. Mengadakan koordinasi yang tepat dari semua direktur untuk menjamin kelancaran organisasi melalui pertanggungjawaban masingmasing direktur. 6

2. Direktur Finance dan Accounting Tugas, wewenang dan tanggung jawab bagian ini adalah : Menyelenggarakan perencanaan, pembinaan dan pengawasan sistem keuangan, akuntansi dan administrasi. Melakukan administrasi yang tertib. Menjamin terciptanya pengawasan internal perusahaan. 3. Direktur Marketing Tugas, tanggung jawab dan wewenang Direktur Marketing antara lain : Merumuskan strategi dan program pemasaran Mengawasi pelaksanaan dan pencapaian target yang telah ditentukan Memantau dan menganalisa keadaan ekonomi dan pasar, baik dalam maupun luar negeri, agar dapat mempertimbangkan pengembangan pasar atau produk yang dihasilkan. Melakukan negosiasi dengan pembeli dalam membuat kontrak penjualan ekspor. 4. Direktur Sales (Penjualan) Tugas, wewenang dan tanggung jawab Direktur Sales (Penjualan) meliputi : Mengamati dan mengikuti perkembangan pasar, harga dan promosi, baik untuk produk sendiri maupun produk saingan Memeriksa kredit langganan dan pengiriman barang ke para pelanggan Bekerja sama dengan bagian pemasaran dalam menyusun target penjualan Mengadakan kunjungan secara periodik ke pelanggan dan wilayahnya untuk mengetahui langsung kegiatan pesaing dan menjalin hubungan baik dengan pelanggan. Menerima inormasi dari pengiriman mengenai kebutuhan kuota yang dimiliki perusahaan 5. General Manager (Manajer Utama) Manajer Utama harus mengawasi kegiatan operasional yang terjadi di lapangan, mengawasi fungsi pendukung seperti warehouse dan purchasing. 7

6. Plant Manager (Manajer Pabrik) Tugas, wewenang dan tanggung jawab manajer pabrik meliputi : Mengawasi kerja manajer produksi Memberi laporan kepada presiden Direktur mengenai aktivitas perusahaan dalam hal pengoperasian Mengadakan pengawasan dan pengecekan kualitas produk Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dalam lingkungan perusahaan. D. KETENAGAKERJAAN Segala hal yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan peraturannya telah ditetapkan dalam kesepakatan kerja bersama antara PT. Arnott s Indonesia dengan Serikat Kerja Tingkat Perusahaan. Karyawan di PT. Arnott s Indonesia bekerja dengan jangka waktu kerja yang dibedakan menjadi dua status, yaitu : 1. Pekerja Kontrak Pekerja kontrak adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak kerja dengan menerima gaji berdasarkan jumlah hari hadir. 2. Pekerja Tetap Pekerja tetap adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja untuk jangka waktu yang tidak ditentukan berdasarkan hari kerja yang melebihi dua puluh hari dalam satu bulan dan tidak melebihi tiga bulan secara terusmenerus dengan menerima gaji baik bulanan maupun borongan. Dalam rangka memperlancar jalannya kerja dalam proses produksi maka perusahaan membagi waktu kerja sebagai berikut : a. Karyawan kantor Kegiatan kerja dimulai dari pukul 08.00 sampai dengan 16.30 dengan waktu istirahat selama 30 menit. b. Karyawan bagian produksi Kegiatan kerja dibagi menjadi tiga kelompok jam kerja (shift) yang secara bergantian setiap minggunya, yaitu : 8

Shift I : Pukul 06.30 sampai dengan 15.00, dengan waktu istirahat 30 menit Shift II : Pukul 15.00 sampai dengan 22.30, dengan waktu istirahat 30 menit Shift III : Pukul 22.30 sampai dengan 06.30, dengan waktu istirahat 30 menit Selama satu minggu terdapat lima hari kerja, yaitu Senin sampai Jumat kecuali hari libur nasional dan hari libur perusahaan yang sudah ditetapkan. Jumlah jam kerja dalam satu minggu adalah 40 jam. PT. Arnott s Indonesia sebagai perusahaan yang berkredibilitas tinggi juga memberikan fasilitas kepada karyawannya. Beberapa fasilitas yang diberikan perusahaan antara lain berupa jaminan sosial dan kesejahteraan karyawan dalam bentuk sistem pemberian upah yang diatur menurut status pekerja. Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) berupa jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan yang meliputi pemeriksaan kesehatan pada dokter, perawatan di rumah sakit, biaya persalinan istri pekerja dan keluarga berencana. Fasilitas penunjang kerja juga diberikan kepada karyawan dalam bentuk alat kerja yang berupa pakaian kerja yang diberikan oleh perusahaan. Peralatan keselamatan kerja seperti kaca mata las, sarung tangan dan topi selalu tersedia bagi karyawan yang memerlukan. Sedangkan fasilitas lainnya adalah koperasi karyawan, klinik dan jasa dokter yang terbuka setiap hari kerja, tempat peribadatan (musholla) dan sarana olah raga. 9

III. TINJAUAN PUSTAKA A. PENGEMBANGAN PRODUK Penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan industri dalam rangka mengembangkan produk baru dan mengantisipasi perubahan pasar. Pengembangan produk adalah suatu kegiatan menghasilkan produk yang baru atau produk lama yang dimodifikasi dengan tambahan rasa baru atau pencampuran rasa yang sudah ada. Secara umum, produk baru (new product) adalah produk yang belum pernah ada sebelumnya atau produk hasil modifikasi dan inovasi dari produk yang sudah ada sebelumnya dari aspek produksi seperti bahan baku, proses, karakteristik produk maupun kemasan. Pada dunia industri, produk baru mengandung pengertian yaitu produk yang sebelumnya belum pernah diproduksi oleh suatu perusahaan meskipun produk tersebut telah atau pernah diproduksi oleh perusahaan lain. Beberapa modifikasi dan inovasi yang dapat dilakukan terkait pengembangan produk baru antara lain modifikasi flavor, warna, bentuk, substitusi bahan baku utama dengan bahan baku lainnya dengan tujuan menurunkan biaya produksi atau meningkatan nilai gizi produk tersebut tanpa mengurangi dan menurunkan mutunya (Soekarto, 1990). Produk baru dapat digolongkan menjadi tiga jenis. Pertama, fresh new product atau produk yang benar-benar baru, yaitu produk tersebut belum pernah diproduksi dan dikomersialkan oleh suatu perusahaan. Kedua, produk modifikasi atau modified product yaitu produk baru hasil modifikasi produk yang sudah ada di suatu perusahaan. Modifikasi dapat dilakukan pada jenis kemasan, formula bahan, jenis bahan baku atau penggunaan flavor yang berbeda. Ketiga, me too, yaitu produk baru hasil tiruan produk perusahaan lain yang sebelumnya produk tersebut belum diproduksi oleh perusahaan. Produk me too ini biasanya dibuat oleh perusahaan follower atau perusahaan challenger dengan maksud untuk merebut daerah pemasaran perusahaan leader. Salah satu ciri produk jenis ini antara lain harganya yang 10

lebih murah dibandingkan harga produk sejenis dari perusahaan leader (Feigenbaum, 1989). Terdapat beberapa alasan yang menjadi faktor pendorong perlunya pengembangan produk baru. Alasan-alasan tersebut antara lain yaitu untuk meningkatkan mutu produk yang sudah ada baik dari segi kandungan gizi maupun penampakannya. Adanya produk baru diharapkan dapat meningkatkan efisiensi proses produksi serta meminimalkan biaya produksi. Di samping itu, pengembangan produk diperlukan untuk memenuhi keinginan dan tuntutan konsumen yang selalu berubah seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi. Tidak kalah pentingnya, pengembangan produk perlu dilakukan untuk meningkatkan daya saing guna menghadapi persaingan industri yang semakin ketat khususnya industri pangan (Feigenbaum, 1989). Tahap-tahap yang perlu dilalui dalam kegiatan pengembangan produk pangan baru yaitu pencarian dan pemilihan ide, pengembangan formula dan proses, panel test, consumer sampling, pendugaan umur simpan (shelf life), pengemasan, tahap produksi, market testing, dan tahap komersialisasi. Dalam setiap tahapan tersebut perlu dilakukan evaluasi dengan berbagai pertimbangan sehingga produk tersebut layak untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya (Feigenbaum, 1989). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan produk baru adalah optimasi formulasi bahan baku serta daya terima konsumen. Di samping itu, produk baru tersebut harus memenuhi beberapa kriteria antara lain dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan dengan biaya produksi yang minimal, dapat bersaing dengan produk pesaing yang sejenis, sesuai dengan kebutuhan dan prioritas konsumen serta mengikuti trend yang sedang berkembang seperti pangan fungsional, health food, makanan bernutrisi tinggi. Menurut Feigenbaum (1989) formulasi produk merupakan bagian dalam tahap pengembangan produk. Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting dalam penciptaan produk baru. Pada tahap ini dicari beberapa alternatif formulasi bahan baku produk sampai dihasilkan formulasi yang optimum hingga dihasilkan produk bermutu yang secara ekonomis 11

menguntungkan dan secara organoleptik dapat diterima dan disukai oleh konsumen. Kegiatan formulasi untuk produk yang akan dikembangkan meliputi bahan dan komposisi bahan. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah mencari alternatif bahan-bahan yang digunakan mencakup bahan utama dan bahan tambahan, mempertimbangkan masalah ketersediaan bahan, fungsi serta harga bahan yang akan digunakan. Ketersediaan bahan berkaitan dengan kelangsungan produksi, harga bahan baku akan menyangkut biaya produksi yang berpengaruh terhadap harga produk akhir. Di samping itu, pengetahuan tentang fungsi dan manfaat bahan baku juga merupakan hal yang penting agar tidak terjadi kesalahan dalam pemilihan bahan baku yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan produk (Feigenbaum, 1989). Kegiatan pengembangan produk yang berhubungan dengan formulasi ini meliputi optimasi biaya produksi, peningkatan mutu atribut organoleptik produk yang meliputi warna, rasa, tekstur serta penampakannya. Usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai optimal biaya diantaranya menggunakan bahan baku yang lebih murah tanpa menurunkan mutu akhir produk, penyederhanaan formula misalnya perubahan formula dari yang awalnya menggunakan 3 jenis bahan diganti menjadi 2 jenis bahan dengan tanpa mengurangi mutu dan daya terima konsumen terhadap produk yang dihasilkan. B. BISKUIT 1. Definisi Biskuit Biskuit merupakan makanan kering hasil pemanggangan yang dibuat dengan bahan dasar tepung terigu dan bahan tambahan lain membentuk suatu formula adonan sehingga menghasilkan suatu produk dengan sifat dan struktur tertentu (Matz, 1978). Menurut Whiteley yang dikutip oleh Sunaryo (1985), biskuit atau produk sejenisnya harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu dibuat dari bahan-bahan serealia seperti gandum, jagung, oat, barley dan sebagainya dengan kadar air kurang lebih 5%. Apabila diisi dengan bahan- 12

bahan pembentuk (krim, jam, jelli dan sebagainya) kadar airnya dapat melebihi 5% dan apabila bahan utamanya lebih dari 60% bukan serealia maka tidak dapat disebut sebagai biskuit. Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar tepung terigu, lemak dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan lain yang diizinkan. Biskuit diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu biskuit keras, crackers, cookies, dan wafer (SII No. 0177, 1990). 2. Jenis Biskuit Biskuit dapat dikategorikan menjadi 4 jenis, yaitu biskuit keras, crackers, cookies dan wafer. Biskuit keras adalah jenis biskuit manis yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, jika dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat dan dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi, berbentuk pipih, biasanya berasa asin, relatif renyah dan jika dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis. Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, cukup renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya mempunyai tekstur beronggarongga. Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, mempunyai pori-pori kasar, relatif rendah dan bila dipatahkan penampang potongannya membentuk rongga-rongga (SII No. 0177, 1990). 3. Karakteristik Biskuit Biskuit pada umumnya berwarna coklat keemasan, permukaan agak licin, bentuk dan ukuran seragam, crumb berwarna putih kekuningan, kering, renyah dan ringan serta aroma yang menyenangkan (Vail et al., 1978). Bahan pembentuk biskuit dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu bahan pengikat dan bahan perapuh. Bahan pengikat terdiri dari tepung, air, padatan dari susu dan putih telur. Bahan pengikat berfungsi untuk membentuk adonan 13

yang kompak. Bahan perapuh terdiri dari gula, shortening, bahan pengembang dan kuning telur (Matz, 1978). C. BAHAN BAKU BISKUIT 1. Tepung Tepung merupakan komponen penting dan merupakan bahan dasar pada pembuatan biskuit dan produk bakery lainnya. Terdapat bermacammacam jenis tepung, tergantung pada sumber bahan baku, tujuan penggunaanya, kandungan protein dan lain-lain. Contoh tepung yang sudah banyak beredar di pasaran antara lain tepung terigu (gandum), tepung beras, tepung jagung, tepung kacang hijau. Namun, jenis tepung yang paling terkenal dan paling banyak digunakan adalah tepung terigu. Tepung ini dibuat dari biji gandum. 1.1. Jenis Tepung Terigu Menurut Sutomo (2006), di pasaran banyak beredar jenis tepung terigu yang masing-masing memiliki karakteristik dan fungsi berlainan. Beberapa jenis tepung terigu yang dikenal di masyarakat : a. Hard Wheat ( Terigu Protein Tinggi) Tepung ini diperoleh dari gandum keras (hard wheat) dengan kandungan proteinnya 11-13%. Tingginya protein terkandung menjadikan sifatnya mudah dicampur, difermentasikan, daya serap airnya tinggi, elastis dan mudah digiling. Karakteristik ini menjadikan tepung terigu hard wheat sangat cocok untuk bahan baku roti, mie dan pasta karena sifatnya elastis dan mudah difermentasikan. 14

b. Medium Wheat (Terigu Protein Sedang) Jenis terigu medium wheat mengandung protein 10%-11%. Sebagian orang mengenalnya dengan sebutan all-purpose flour atau tepung serba guna. Tepung ini dibuat dari campuran tepung terigu hard wheat dan soft wheat sehingga karakteristiknya diantara kedua jenis tepung tersebut. Tepung ini cocok untuk membuat adonan fermentasi dengan tingkat pengembangan sedang, seperti donat, bakpau, bapel, panada atau aneka cake dan muffin. c. Soft Wheat (Terigu Protein Rendah) Tepung ini dibuat dari gandum lunak dengan kandungan protein gluten 8%-9%. Sifatnya, memiliki daya serap air yang rendah sehingga akan menghasilkan adonan yang sukar diuleni, tidak elastis, lengket dan daya pengembangannya rendah. Tepung jenis ini cocok untuk membuat kue kering, biskuit, pastel dan kuekue yang tidak memerlukan proses fermentasi. d. Self Raising Flour Jenis tepung terigu ini sudah ditambahkan bahan pengembang dan garam. Penambahan ini menjadikan sifat tepung lebih stabil dan tidak perlu menambahkan pengembang lagi ke dalam adonan. Jika sukar didapat, tambahkan satu sendok teh baking powder ke dalam sekilo tepung sebagai gantinya. Self raising flour sangat cocok untuk membuat cake, muffin, dan kue kering. e. Enriched Flour Jenis tepung terigu ini sudah disubstitusi dengan beragam vitamin atau mineral dengan tujuan memperbaiki nilai gizi terkandung. Biasanya harganya relatif lebih mahal. Cocok untuk kue kering dan bolu. 15

f. Whole Meal Flour Tepung ini biasanya dibuat dari biji gandum utuh termasuk dedak dan lembaganya sehingga warna tepung lebih gelap/krem. Terigu whole meal sangat cocok untuk makanan kesehatan dan menu diet karena kandungan serat (fiber) dan proteinnya sangat tinggi. 2. Gula Secara kimia gula lebih dikenal dengan nama sukrosa. Jenis gula yang beredar di pasaran pun beragam. Gula dapat dibedakan berdasarkan bentuk, jenis dan sifat bahan baku, dan proses pembuatan serta tingkat kemanisan. Berdasarkan bentunya gula dapat dibedakan menjadi gula kristal, gula halus dan sirup. Berdasarkan bahan bakunya gula dapat dibedakan menjadi gula tebu, gula bit, gula aren dan lain-lain. Sedangkan berdasarkan tingkat kemanisan gula sintetik umumnya lebih manis dibandingkan gula non sintetik (Manley, 1983). Sukrosa atau yang lebih dikenal dengan gula pasir merupakan jenis gula yang paling banyak ditemukan. Sifat fisik dari gula pasir sendiri adalah berbentuk kristal putih dengan ukuran yang bervariasi tergantung ukuran granulanya. Semakin kecil ukuran granula berarti semakin halus dan lembut atau yang lebih dikenal dengan nama gula halus. Menurut Manley (1983) jenis gula inilah yang semakin banyak digunakan oleh industri bakery maupun biskuit karena tidak akan menyebabkan tekstur dan rasa berpasir pada produk yang dihasilkan. Di samping itu, terdapat juga gula kristal berwarna coklat atau dikenal dengan brown sugar. Jenis gula ini dibedakan berdasarkan warna dan ukuran partikel. Warna coklat yang dihasilkan tergantung dari jumlah sirup yang ditambahkan dan menyelimuti kristal melalui reaksi pencoklatan atau reaksi Maillard. Penggunaan gula coklat pada produk bakery maupun biskuit akan berpengaruh pada warna dan flavor produk yang dihasilkan. Biasanya akan dihasilkan warna yang lebih gelap dan 16

flavor agak gosong dibandingkan penggunaan gula kristal putih maupun gula halus (Manley, 1983). Jenis gula yang lain adalah gula cair. Jenis gula ini sangat sering digunakan oleh industri yaitu sukrosa dalam bentuk cair (larutan). Beberapa keuntungan dari penggunaan gula cair ini antara lain lebih akurat dalam pengukuran, lebih murah dibandingkan gula kristal karena dalam proses produksinya merupakan hasil sebelum tahap pengkristalan, mudah larut dan menyatu dengan bahan lain selama pencampuran. Dalam penyimpanannya, gula cair umumnya terdiri dari 67% padatan dan mengandung tidak lebih dari 5% gula invert untuk mencegah kristalisasi (Manley, 1983). Di samping itu juga dikenal gula dalam bentuk sirup. Jenis gula ini dapat dibedakan menjadi dua kelas, yaitu turunan dari sukrosa baik sebagian maupun total dan turunan dari material pati khususnya pati jagung melalui proses hidrolisis. Pada kedua jenis ini kuantitas dan kualitas molekul rantai gula yang lebih pendek sangat penting (Manley, 1983). Pati yang banyak digunakan untuk membuat gula adalah pati jagung. Namun tidak jarang pula digunakan pati kentang, tapioka sebagai bahan bakunya. Dalam proses pembuatannya, pati akan dipecah melalui hidrolisis oleh asam atau menggunakan enzim khusus ataupun kombinasi keduanya. Setelah pati dihidrolisis, akan terbentuk senyawa yang larut dan manis. Perbandingan tingkat kemanisan produk hidrolisis pati dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Tingkat kemanisan produk hidrolisis pati dibandingkan dengan sukrosa* Jenis gula Tingkat kemanisan (1 unit = 100) Fruktosa 173 Sukrosa 100 Dextrose 74 Saccharin 300 * Manley (1983) 17

3. Lemak dan Minyak Lemak merupakan bahan baku yang penting dalam pembuatan biskuit dan merupakan satu dari tiga komponen terbesar dalam pembuatan biskuit selain tepung dan gula, namun harganya relatif mahal. Sifat fisik dan kimia lemak cukup kompleks. Nilai kalori dari lemak paling tinggi dibandingkan karbohidrat dan protein yaitu 9 kkal (Winarno, 1997). Secara kimia lemak merupakan campuran trigliserida yang terdiri dari asam lemak yang berbeda jenis maupun sama. Rumus kimia dari lemak dapat dilihat pada Gambar 1. OH OH OH Gliserol R1 R2 R3 Trigliserida Gambar 1. Rumus struktur lemak Jenis asam lemak bervariasi berdasarkan panjang rantai karbonnya dan dapat bersifat jenuh maupun tidak jenuh. Semakin panjang rantai karbonnya semakin tinggi titik lelehnya. Asam lemak jenuh tidak memiliki rantai karbon dengan ikatan rangkap sehingga senyawa ini lebih stabil dari rekasi oksidasi. Sedangkan pada asam lemak tidak jenuh terdapat satu atau lebih ikatan rangkap pada rantai karbonnya dengan bentuk konfigurasi cis maupun trans (Winarno, 1997). Berdasarkan bentuknya lemak dapat dibedakan menjadi lemak padat dan lemak cair. Dalam pembuatan biskuit, lemak dapat digunakan langsung sebagai bahan baku dalam adonan, pengisi, penyemprot maupun pelapis. Dalam adonan, lemak berperan dalam pembentukan tekstur biskuit. Penggunaan lemak akan menghasilkan biskuit yang lebih lembut (tidak terlalu keras) dibandingkan tanpa lemak. Penggunaan lemak sebagai krim pengisi maupun pelapis, berfungsi sebagai pembawa dan melepaskan flavor yang enak ketika biskuit dimakan (Manley, 1983). 18

Selama pencampuran adonan, terdapat persaingan antara fase cair dan lemak pada permukaan tepung. Air atau larutan gula berinteraksi dengan protein yang terkandung dalam tepung menghasilkan gluten yang membentuk jaringan yang ekstensibel dan kohesif (Manley, 1983). Ketika beberapa lemak melapisi tepung, jaringan yang terbentuk terganggu sehingga akan berpengaruh pada tekstur biskuit yang dihasilkan yaitu setelah dipanggang akan menjadi lebih lembut, lunak dan lebih mudah larut dalam mulut. Jika kandungan lemak tinggi, fungsi lubrikasi dalam adonan menjadi lebih nyata, sehingga sedikit air dibutuhkan untuk mencapai konsistensi yang diinginkan. Di samping itu akan semakin sedikit gluten yang terbentuk, pembengkakan dan gelatinisasi pati berkurang sehingga menghasilkan tekstur yang lebih lembut. Pada pembuatan cake, lemak berfungsi menyediakan udara untuk proses ekspansi (pengembangan) dan berperan dalam pembentukan tekstur selama pemanggangan. Menurut Joyner (1953), lemak menghambat difusi gas menuju dinding sel selama tahap kritis antara suhu 38-58 0 C ketika adonan menjadi lebih lembut dan sebelum pati pecah yang memberikan kekuatan dan elastisitas yang lebih. 4. Emulsifier Proses pengolahan, distribusi dan penyimpanan produk panggangan (bakery) membutuhkan bahan tambahan pangan yang dapat mempertahankan kualitas dan kesegaran yaitu emulsifier. Produk panggangan (bakery) tanpa emulsifier dideskripsikan menjadi keras, kering, apek, berkerak atau tidak memiliki rasa (Brandt, 1996). Emulsifier adalah senyawa yang berfungsi sebagai penstabil campuran dua cairan immiscible. Dalam hal pangan, dua cairan immiscible ini menunjukkan air dan minyak/lemak. Menurut Manley (1991), emulsifier atau zat pengemulsi didefinisikan sebagai senyawa yang mempunyai aktivitas permukaan (surface-active agents) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan (surface tension) antara udara-cairan dan cairan-cairan yang terdapat 19

dalam suatu sistem makanan. Kemampuannya menurunkan tegangan permukaan menjadi hal menarik karena emulsifier memiliki keajaiban struktur kimia yang mampu menyatukan dua senyawa berbeda polaritasnya. Sifat fisik dan kimia emulsifier cukup kompleks, namun prinsip kerjanya sederhana yaitu berperan pada molekul polar dan non polar. Molekul polar bersifat mengikat air (mempunyai afinitas terhadap air) disebut hidrofilik sedangkan bagian non polar bersifat mengikat lemak (mempunyai afinitas terhadap lemak) disebut lipofilik. Fungsi emulsifier pada kondisi banyak mengandung lemak atau banyak mengandung air berbeda-beda tergantung pada ukuran dan kondisi fraksi polar dan non polar dari komponen molekul emulsifier. Oleh karena itu, penting untuk menentukan jumlah emulsifier yang paling efektif untuk tiap aplikasi (Manley, 1991). Interaksi antara emulsifier dan komponen tepung sangat beragam dan dapat memperbaiki fungsi dan penampakan produk panggangan (bakery). Emulsifier akan membentuk kompleks dengan fraksi amilosa dari pati. Komponen emulsifier yang mengandung asam lemak jenuh tunggal juga akan membentuk struktur helikal dengan amilosa yang mempengaruhi reaksi gelatinisasi pati dan mengurangi kecenderungan amilosa berdifusi keluar dari granula pati dengan adanya air hangat. Kemampuan mengkompleks amilosa dari pati ini mempengaruhi sifat menahan atau menyimpan gas dalam adonan. Interaksi emulsifier dengan protein tepung ditandai dengan adanya perubahan sifat viskoelastis gluten yang akan memperbaiki toleransi adonan terhadap mixing dan machining. Mekanisme interaksi tersebut cukup sulit dimengerti, namun keterlibatan ikatan ionic dengan protein tepung sangat penting. Sifat emulsifier yang dapat mengkompleks pati dan protein juga berperan untuk memperbaiki sheetability atau pembuatan lembaran dari adonan dengan kadar lemak rendah (Manley, 1991). Menurut Timmermann (2000), daya kerja emulsifier menurunkan tegangan permukaan dicirikan bagian lipofilik (non-polar) dan hidrofilik 20

(polar) yang terdapat pada struktur kimianya. Ukuran relatif bagian hidrofilik dan lipofilik zat pengemulsi menjadi faktor utama yang menentukan perilakunya dalam pengemulsian. Untuk memilih pengemulsi yang cocok untuk pemakaian pada produk pangan olahan tertentu, telah dikembangkan apa yang disebut sistem HLB (Hidrophilic/Lipophilic Balance atau perimbangan hidrofilik/lipofilik). Bila emulsifier tersebut memiliki kecenderungan terikat lebih kuat pada air atau nilai HLBnya tinggi, dapat membantu terbentuknya emulsi minyak dalam air (M/A). Contohnya, antara lain susu, es krim, dan mayonnaise. Sebaliknya bila emulsifier memiliki kecenderungan terikat lebih kuat terhadap minyak atau nilai HLB rendah, akan terbentuk emulsi air dalam minyak (A/M). Contohnya, antara lain adalah mentega dan margarin. Menurut Manley (1991), emulsifier alami masih sedikit jumlahnya dan hanya lesitin yang cukup dikenal. Lesitin dari kedelai merupakan lesitin alami yang banyak digunakan. Fungsi emulsifier dalam bahan pangan antara lain : 1. Penstabil emulsi minyak dalam air 2. Penstabil emulsi air dalam minyak 3. Memodifikasi kristalisasi lemak 4. Mengubah konsistensi, ketebalan dan pembentukan gel pati melalui pembentukan kompleks antara pati, protein dan gula 5. Memberikan efek lubrikasi pada adonan dengan kandungan lemak rendah 5. Bahan Pengembang Menurut Bode (1987) di dalam Ernst Brose, et al. (1996), bahan pengembang merupakan sistem komponen satu atau lebih senyawa kimia. Jika terdapat panas, senyawa kimia yang berperan sebagai bahan pengembang akan terdekomposisi menjadi gas dan senyawa kimia lain. Bahan pengembang merupakan sumber karbondioksida yang akan membentuk volume adonan. Bahan pengembang yang digunakan adalah natrium bikarbonat, baking powder dan ammonium bikarbonat. 21

Natrium bikarbonat atau lebih dikenal dengan nama baking soda merupakan sumber gas yang memiliki harga murah, tingkat toksisitas rendah, mudah digunakan, relatif tidak meninggalkan rasa pada produk akhir. Menurut Bretschneider (1969) di dalam Ernst Brose, et al. (1996), pada suhu 60 0 C, natrium bikarbonat akan melepaskan karbondioksida pada adonan. Jika tanpa leavening acid juga akan terbentuk natrium karbonat dan memberikan efek lebih alkali serta bau seperti sabun (soapy off-flavor) pada adonan. Reaksi natrium bikarbonat dalam menghasilkan gas CO 2 adalah sebagai berikut : 2 NaHCO 3 Na 2 CO 3 + H 2 O + CO 2 Natrium Natrium Air Karbon bikarbonat Karbonat dioksida Menurut Brose, et al.(1996), baking powder merupakan campuran yang terdiri dari CO 2 carrier, satu atau lebih leavening acid dan separation agent. CO 2 carrier berfungsi sebagai sumber CO 2, leavening acid berperan dalam pelepasan CO 2 dan separating agent berperan dalam mencegah preeeliminary CO 2 yang disebabkan oleh reaksi asam dengan alkali. Di samping itu, separating agent dapat meningkatkan umur simpan baking powder dan menstandarisasi baking powder dalam hal kuantitas dan ukuran kemasan. Senyawa yang termasuk CO 2 carrier antara lain natrium bikarbonat, ammonium bikarbonat, ammonium karbonat dan potassium karbonat. Pada umumnya, industri banyak menggunakan natrium bikarbonat atau lebih dikenal dengan baking soda. Karakteristik beberapa CO 2 carrier dapat dilihat pada tabel 2. Senyawa yang tergolong leavening acid antara lain asam tartarat, asam sitrat, natrium acid pirophospat, kalsium laktat dan kalsium sulfat. Senyawa atau bahan yang banyak digunakan sebagai separating agent antara lain pati, tepung, kalsium karbonat maupun campuran ketiganya. Pati jagung paling banyak digunakan sebagai separating agent. (Brose et al., 1996). Baking powder yang digunakan dalam formulasi ini dibuat dari 36% natrium bikarbonat, 22