BAB III METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
Presented by dhani prastowo PRESENTASI FIELD PROJECT

by: Moh. Samsul Hadi

BAB III SISTEM PROTEKSI PETIR

ANALISA SISTEM PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG BERTINGKAT DI APARTEMEN THE PAKUBUWONO VIEW, KEBAYORAN LAMA, JAKARTA

SISTEM PENANGKAL PETIR

TUGAS AKHIR PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) SENAYAN JAKARTA

IMPLEMENTASI PENANGKAL PETIR TIPE EMISI ALIRAN MULA ( EARLY STREAMER EMISSION ) GUNA MENGURANGI DAMPAK SAMBARAN PETIR PADA BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT

Evaluasi dan Perancangan Sistem Proteksi Petir Internal dan Eksternal Divisi Fabrikasi Baja pada Perusahaan Manufaktur

Politeknik Negeri Sriwijaya

BAB IV STUDI PERENCANAAN PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG STC (SPORT TRADE CENTRE) - SENAYAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Proses terjadinya petir

ANALISIS PERANCANGAN SISTEM PROTEKSI BANGUNAN THE BELLAGIO RESIDENCE TERHADAP SAMBARAN PETIR

Penerapan Metode Jala, Sudut Proteksi dan Bola Bergulir Pada Sistem Proteksi Petir Eksternal yang Diaplikasikan pada Gedung [Emmy Hosea, et al.

ANALISIS SISTEM PROTEKSI PETIR EKSTERNAL DI OFFTAKE WARU, PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA (PERSERO) TBK SBU WIL II JABATI

BAB II SISTEM PENANGKAL PETIR

ANALISIS LUAS DAERAH PROTEKSI PETIR JENIS EARLY STREAMER PADA TOWER SUTT `1.

BAB II PENANGKAL PETIR DAN ARUS PETIR. dan dari awan ke awan yang berbeda muatannya. Petir biasanya menyambar objek yang

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA

Jenis-Jenis Elektroda Pentanahan. Oleh Maryono

ANALISIS PENAMBAHAN LARUTAN BENTONIT DAN GARAM UNTUK MEMPERBAIKI TAHANAN PENTANAHAN ELEKTRODA PLAT BAJA DAN BATANG

EVALUASI SISTEM PENANGKAL PETIR EKSTERNAL DI GEDUNG REKTORAT UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

TUGAS AKHIR. Evaluasi Sistem Proteksi Instalasi Penangkal Petir Eksternal Pada Bangunan Gedung Departemen Kelautan dan Perikanan

Kajian Perancangan Sistem Penangkal Petir Eksternal Pada Gedung Pusat Komputer Universitas Riau

STUDI AWAL ALAT PROTEKSI PETIR DENGAN METODE PEMBALIK MUATAN

Perencanaan Sistem Pentanahan Tenaga Listrik Terintegrasi Pada Bangunan

BAB IV PERHITUNGAN SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR DI GEDUNG PT BHAKTI WASANTARA NET JAKARTA

Nurudh Dhuha

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.02/MEN/1989 T E N T A N G PENGAWASAN INSTALASI PENYALUR PETIR

Perancangan Sistem Penangkal Petir Batang Tegak Tunggal, Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR

JOBSHEET PRAKTIKUM 6 WORKHSOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK

EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 11 No. 1 Januari 2015; 23 28

BAB III SISTEM PERLINDUNGAN PENANGKAL PETIR DAN DATA JUMLAH HARI GURUH PERTAHUN

SISTEM PROTEKSI PETIR PADA INSTALASI JARINGAN TELEPON DAN PABX. Lela Nurpulaela ABSTRAK

Vol.13 No.2. Agustus 2012 Jurnal Momentum ISSN : X

DESAIN SISTEM PROTEKSI PETIR INTERNAL PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA KUALA BEHE KABUPATEN LANDAK

BAB II PETIR DAN PENANGKAL PETIR

EVALUASI INSTALASI SISTEM PENANGKAL PETIR EKSTERNAL PADA GEDUNG XYZ

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang dengan pesat dan besar. Apabila terjadi kesalahan di sistem tenaga

PERENCANAAN SISTEM INSTALASI PENANGKAL PETIR JENIS ELEKTROSTATIK BERDASARKAN PUIPP

BAB I PENDAHULUAN. Pada gardu induk harus memiliki sistem pembumian yang handal yang

a. Bahwa tenaga kerja dan sumber produksi yang berada ditempat kerja perlu di jaga keselamatan dan produktivitasnya.

Perancangan Sistem Proteksi Petir Eksternal Menggunakan Metoda Collecting Volume pada Gudang TNT di PT Dahana (Persero)

IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV (APLIKASI PADA TOWER SUTT 150 KV TOWER 33)

Penentuan Kedalaman Elektroda pada Tanah Pasir dan Kerikil Kering Untuk Memperoleh Nilai Tahanan Pentanahan yang Baik

GROUNDING SYSTEM HASBULLAH, MT. Electrical engineering Dept. Oktober 2008

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V9.i1 ( )

PENDAHULUAN Perumusan Masalah

DAFTAR PUSTAKA. 1. Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2000 Badan Standarisasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Penghantar Fungsi penghantar pada teknik tenaga listrik adalah untuk menyalurkan energi listrik dari satu titik ketitik lain. Penghantar yang lazim

MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR

PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga

UNIVERSITAS INDONESIA EVALUASI SISTEM PROTEKSI PETIR PADA BASE TRANCEIVER STATION (BTS) SKRIPSI

SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR PADA GEDUNG WIDYA PURAYA

Kata kunci : gardu beton; grid; pentanahan; rod

BAB II DASAR TEORI 2.1 Konsep Perencanaan 2.2 Motor 2.3 Reducer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONDUKTOR ALUMUNIUM PADA SISTEM GROUNDING. Galuh Renggani Wilis Dosen Prodi Teknik Mesin Universitas Pancasakti Tegal

BAB III IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II Teori Dasar. 2.1 Sumber-sumber Tegangan Lebih

Departemen Teknik Elektro Universitas Indonesia

PENGARUH PASIR - GARAM, AIR KENCING SAPI, BATU KAPUR HALUS DAN KOTORAN AYAM TERNAK TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN PADA SAAT KONDISI TANAH BASAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PT. Ciriajasa Cipta Mandiri

Penentuan Daerah Perlindungan Batang Petir

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

MEMBUAT SISTIM GROUNDING (PENTANAHAN) SEDERHANA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGUKURAN STREAMER AWAL PENANGKAL PETIR KONVENSIONAL DAN NON KONVENSIONAL

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK

ANALISA PENGARUH JARAK DAN KEDALAMAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN DENGAN 2 ELEKTRODA BATANG

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TEGANGAN TINGGI. sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan

Politeknik Negeri Sriwijaya

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN HIDRAN DAN GROUNDING TANGKI DI STASIUN PENGUMPUL 3 DISTRIK 2 PT.PERTAMINA EP REGION JAWA FIELD CEPU. Aditya Ayuningtyas

BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR. dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini

PEDOMAN PEMERIKSAAN (KOMISIONING) INSTALASI TENAGA LISTRIK

BAB II FENOMENA ALAMIAH TERBENTUKNYA PETIR

ANALISA PERBANDINGAN TAHANAN PEMBUMIAN PERALATAN ELEKTRODA PASAK PADA GEDUNG LABORATORIUM TEKNIK UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

Satellite SISTEM PENTANAHAN MARYONO, MT

STUDI ANALISA SISTEM INSTALASI PENANGKAP PETIR PADA BANGUNAN BERTINGKAT.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DASAR SISTEM PROTEKSI PETIR

PERENCANAAN SISTEM PROTEKSI PETIR MASJID RAYA MUJAHIDIN MENGGUNAKAN METODE BOLA BERGULIR (ROLLING SPHERE METHOD)

BAB II LANDASAN TEORI

Aplikasi Konsep Fisika Pada Proses Terjadinya Petir dan Pentingnya Penggunaan Penangkal Petir Pada Bangunan *) Nia Nopeliza **)

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

3.1 Alur Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 1. Mulai Alur penelitian di mulai dengan mecari teori yang berkaitan dengan judul dan metode skripsi selengkap mungkin 2. Studi Teory Setelah mendapatkan teori di lanjutkan dengan Study Teory yaitu memilih jenis metode dan standar yang akan digunakan dan mempelajari lebih mendalam metode dan standar untuk perencanaan, Dan terpilihlah metode Early Stremer dan standar yang digunakan adalah PUIPP ( Peraturan Umum Instalasi Penyalur Petir ) karena metode Early Streamer merupakan salah satu metode terbaru dan lebih efisisen daripada metode yang lain selain itu juga standar yang digunakan merupakan standar yang cukup baik dan sudah banyak digunakan instalasi penyalur petir di Indonesia. 3. Pengumpulan Data Setelah studi teory dilanjutkan dengan pengumpulan data lapangan area Loading Terminal tersebut selengkap mungkin yaitu berupa Assesment Report dari PT. Pertamina Aset V Field Bunyu, Kalimantan Utara. 4. Menentukan perencanaan dengan metode Early Streamer Setelah studi teory dan sudah menentukan metodeearly Streamer dan standar yang akan digunakan kemudian di sinkronkan dengan data yang ditelah diperoleh dan dilakukanlah pengolahan data dan perhitungan dengan menggunakan metode Early Streamer sesuai dengan standar PUIPP ( Peraturan Umum Instalasi Penyalur Petir ) 5. Hasil perhitungan Setelah menentukan metode dan aturan PUIPP kemudian dilakukanlah perhitungan dan pertimbangan, kalau sudah sesuai dilanjutkan ke analisis dan kalau belum sesuai di ulangi lagi ke menentukan perencanaan dengan menentukan metode lagi yaitu metode lain seperti metode bola bergulir, franklin rod dll 6. Menganalisis Setelah Pengolahan data dan telah mendapatkan hasil dari perhitungan maka dilakukanlah pengalisisan dengan cara pengecekan ulang hasil perhitungan dan penempatan nya serta menyertakan biaya untuk pemasangan nya. 7. Hasil dan kesimpulan Setelah melakukan penganalisisan dari seluruh perhituingan, pengolahan dan perbandingan maka ditentukanlah hasil dan kesimpulan.

49 8. Selesai Setelah mendapatkan hasil dan kesimpulan kemudian diberikanlah saran dan recommended dan selesai.

50 Mulai Studi Teori Pengumpulan Data Dengan metode lain Menentukan perencanaan dengan metode ES Output Hasil jumlah kebutuhan Apakah hasil perhitungan dengan metode sudah sesuai TIDAK OK Analisis Kesimpulan Selesai Gambar 3.1 Alur Penelitian

51 3.2 Perencanaan menentukan kebutuhan proteksi Petir Proteksi petir dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : 1. Terminasi Udara (Air Terminal ) 2. Penyalur Konduktor ke bawah (Down Conductor ) 3. Elektroda Pembumian (Grounding System ) 3.2.1 Perencanaan sistem Terminasi Udara (Air Terminal ) a. Standar yang digunakan sebagai referensi harus merupakan edisi terbaru.peraturan Umum Instalasi Listrik Indonesia (PUIL) b. Berdasarkan Peraturan Umum Instalasi Penyalur Petir ( PUIPP ) Besarnya kebutuhan tersebut ditentukan berdasarkan penjumlahan indeks-indeks tertentu yang mewakili keadaan bangunan di suatu lokasi dan dituliskan sebagai: R = A + B + C + D + E (3.1) dimana : R = Perkiraan Bahaya Petir A = Penggunaan dan Isi Bangunan B = Konstruksi Bangunan C = Tinggi Bangunan D = Situasi Bangunan E = Pengaruh Kilat Cara Penenentuan besarnya kebutuhan proteksi petir terhadap suatu bangunan menggunakan standard Peraturan Umum Instalasi Penyalur Petir (PUIPP)

52 INDEX A B KEADAAN BANGUNAN & LOKASI Bahaya berdasarkan penggunaan dan isi Bahaya berdasarkan kontruksi bangunan Tabel 3.1 PUIPP KETERANGAN NILAI Instalasi gas, minyak atau 5 bensin, dan rumah sakit Seluruh bangunan terbuat 0 dari logam dan mudah menyalurkan listrik 12 m 2 C Bahaya berdasarkan tinggi bangunan D Bahaya berdasarkan Di tanah datar pada semua 0 situasi bangunan ketinggian E Bahaya berdasarkan hari 256 / tahun 7 guruh R Perkiraan bahaya 14 Besar Sangat sambaran petir dianjurkan Sumber: Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir untuk Bangunan di Indonesia. Hal 17-19 3.2.2 Metode Early Streamer Emission Metode ini pertama kali dipatenkan oleh Gusta P Carpart tahun 1931. Sebelumnya seorang ilmuwan Hungaria, Szillard tahun1941 pernah melontarkan gagasan untuk menambahkan bahan radioaktif pada franklin rod guna meningkatkan tarikan pada sambaran petir. Metode ini terdiri atas franklin rod dengan bahan radioaktif radium atau sumber thorium sebagai penghasl ion yang dihubungkan ke pentanahan melalui penghantar khusus. Sistem proteksi petir Early Streamer Emission adalah pendekatan relative terbaru dalam penyelesaian masalah kerusakan instalasi petir, yang dilengkapi dengan sistem FR. ESE adalah terminal udara radioaktif non konvensional, tetapi banyak Negara telah melarang hal ini, bahwasannya sumber radioaktif yang posisinya dekat dengan bagian atas terminal membahayakan kesehatan. Peralatan ESE non radioaktif yang banyak digunakan adalah Pulsar (dikembangkan oleh Helita, Perancis), Dynasphere (dikembangkan oleh Erico, Australia),

53 Prevectron (dikembangkan oleh Indelec, Perancis) dan EF(dikembangkan EF International, Swiss). Radius dari proteksi, Rp dari alat ESE digambarkan pada gambar berikut dari standar perancis NF C 17 102. Hal ini tergantung pada alat inisiasi, T dari alat ESE. Radius dari proteksi, Rp di dapat dari : Rp = h(2d h + L (2D + L) (3.2) dimana : Rp = Radius dari proteksi dalam area horizontal dalam jarak vertical h dari ujung tipe ESE dari NCLR h = Tinggi dari ujung atas terminal elemen yang diproteksi, untuk h 5 m D = 20 m untuk tingkat proteksi I 45 m untuk tingkat proteksi II 60 m untuk tingkat proteksi III L(m) = tambahan jarak Tambahan jarak, L didapat dari : L = V T (3.3) dimana : V(m/µs) = Rata rata kecepatan dari tracer yang turun (2x10 4 m/s) T(µs) = Tambahan dalam waktu spark dari leader yang keatas diukur dalam kondisi lab. T = T FR - T ESE (3.4) Gambar 3.2 Metoda Non Konvensional

54 Untuk tinggi terminal yang lebih rendah dari 5 m, nilai dari Rp yang respektif bisa diperoleh dari tabel pembuktian dari standar Perancis NFC. Jadi performa yang unggul dari tipe ini adalah dating dari kemampuan untuk menyebabkan inisiasi yang lebih awal dari streamer secara terus menerus ke atas daripada sebuah FR dalam kondisi yang sama dari sambaran petir. 3.3.3 Penghantar Penyalur ke bawah (Down Conductor ) Penyalur petir atau konduktor ke bawah (down condoctor) harus sesuai dengan standar PUIPP yaitu yang sudah tertera pada tabel dibawah ini, yaitu : Tabel 3.2 Jenis Bahan Proteksi No Komponen Jenis Bahan Bentuk Ukuran Kecil 1 Penangkap Petir Silinder Pajal ɸ 8 mm Datar Tembaga Pita Pajal 25 mm x 3 mm Pilin 50 mm 2 2. Penghantar Penyalur Utama Baja Glavanis Tembaga Baja Glavanis Alumunium Silinder Pajal ɸ 1 2 in Pita Pajal 25 mm x 3 mm Silinder Pajal ɸ 8 mm Pita Pajal 25 mm x 3 mm Pilin 50 mm 2 Silinder Pajal ɸ 8 mm Pita Pajal 25 mm x 3 mm Silinder Pajal ɸ 1 2 in Pita Pajal 25mm x 4 mm Untuk pemilihan Penghantar Penyalur ke bawah (Down Conductor ) itu tidak ada perhitungan khusus melainkan hanya melakukan pertimbangan, dan pertimbangan nya sendiri didapatkan dari data yang sudah ada yaitu dengan menggunakan standar PUIPP ( Peraturan

55 Umum Instalasi Penyalur Petir) yang sudah banyak digunakan di Indonesia, Standar PUIPP ( Peraturan Umum Instalasi Penyalur Petir) itu sendiri hamper sama dengan standar penyalur petir di Negara lain dan proteksi petir dengan standar PUIPP ( Peraturan Umum Instalasi Penyalur Petir) juga telah standar internasional dan sudah teruji. Untuk bahan penghantar penyalur petir ke bawah (Down Conductor) itu sendiri berdasarkan PUIPP ( Peraturan Umum Instalasi Penyalur Petir) terdapat 3 jenis bahan terbaik untuk penghantar yaitu Tembaga, Baja Glavais dan Alumunium. Dan itu semua memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri yaitu : 1. Kelebihan A. Tembaga, karena tembaga selain sangat baik dalam penghantaran nya dan juga tembaga mempunyai ketahanan terhadap korosi, oksidasi. selain mempunyai daya hantar yang tinggi, daya hantar panas nya juga tinggi dan tahan karat jadi bakal lebih awet tahan lama di banding jenis yang lain nya, Titik cair tembaga adalah 1083 0 C, titik didihnya 2593 0 C, massa jenis 8,9, kekuatan Tarik 160 N/mm 2 dan sangat cocok dengan area Loading Terminal. B. Alumunium banyak dipergunakan karena mempunyai berbagai keunggulan yaitu : Ringan (masa jenisnya 2,4 2,7 g/cm3) Temperature cairnya yang rendah Ketahanan korosi Sifat melkanik yang bervariasi (kekuatan dan kekerasan ) Mampu bentuk yang baik Sifat mampu alir yang baik Mempunyai harga yang murah C. Baja Glavanis Pipa baja galvanis memiliki banyak keunggulan yaitu : Hemat biaya karena pipa galvanis sebagai pencegah korosi ekonomis Tahan lama Pemeliharaan yang mudah

56 Memiliki kandungan Sacrifial protection, dimana jidka ada kerusakan pada lapisan pelindung baja akan tetap aman dari korosi. 2. Kelemahan Untuk kelemahan nya sendiri tembaga lebih mahal di banding dengan logam jenis lain, sedangkan alumunium lebih tipis dari tembaga jadi ketahanan nya pun kurang atau lebih bagus tembaga, dan untuk baja glabis lebih berat disbanding dengan jenis lain jadi dalam pemakaian nya kurang maksimal 3.3.4 Elektroda Pembumian Sistem pembumian dengan elektroda satu batang adalah suatu sistem pembumian dengan menggunakan batang-batang elektroda yang ditanam tegak lurus dengan permukaan tanah. Banyaknya batang yang ditanam didalam tanah tergantung besar tahanan pembumian yang diinginkan. Makin kecil tahanan pembumian yang diinginkan, makin banyak batang konduktor yang harus ditanam. Batang-batang konduktor ini dihubungkan satu dengan yang lainnya. Dengan menggunakan efek bayangan elektroda terhadap permukaan tanah, maka didapat suatu persamaan : Gambar 3.3 Pembumian dengan satu batang elektroda Menurut IEEE std 1243 1997, nilai pentanahan dengan driven rod adalah seperti diberikan persamaan berikut. R= ρ 4 πl Dimana: 4l2 x ln Q (3.5) dh R = tahanan pembumian Ω ρ = tahanan jenis tanah Ω

57 h = kedalaman elektroda (m) d = diameter elektroda (m) (a = 1/2r 2 ) l = panjang elektroda (m) Q = konstanta (1,2) Bahan Komponen yang digunakan untuk sistem pembumian ( Grounding System ) harus sesuai dengan standar PUIPP yaitu yang sudah tertera pada tabel 2.24, yaitu : Tabel 3.3 Jenis Bahan Elektroda Pembumian No Komponen Jenis Bahan Bentuk Ukuran 1 Elektroda Silinder Pajal ɸ 1 Tembaga 2 in Pembumian Pita Pajal 25mm x 3 mm Baja Glavanis Silinder Pajal ɸ 1 2 in Pita Pajal 25mm x 4 mm 3.3 Tingkat Kebutuhan Proteksi Tingkat kebutuhan proteksi disesuaikan dengan hasil dari perhitungan zona proteksi dan sesuai dengan hasil perhitungan mencari indeks R yaitu prakiraan bahaya sambaran petir dan hasilnya disesuaikan sesuai tabel 2.7 3.4 Data Lokasi Pada Area Loading Terminal PT. Pertamina Field Bunyu Asset V Data area non-konvensioanal akan dipasang di area loading terminal dengan ukuran daerah dan bangunan sebagai berikut: Luas lahan : 88812.11 m 2 Panjang : 530.57 m Lebar : 167.39 m Tinggi bangunan maksimum : 12.5 m

58 Lightning Protection Tinggi 27 meter Gambar 3.4 Layout tampak atas