BAHAN DAN METODE. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5.

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENELITIAN. Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 6.

III. METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

III. BAHAN DAN METODE

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) Penelitian ini

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan Rancangan

BAB III METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris in vivo pada tikus putih wistar (Ratus Norvegicus)jantan dengan. rancangan post test only control group design.

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan.hewan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Obstetri Ginekologi, Patologi Anatomi,

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan hewan coba berupa tikus putih betina galur Sprague dawley.

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok,

Lampiran 1 Diagram alir pembuatan sediaan (preparat) histopatologi organ usus halus mencit percobaan

BAB 4 METODE PENELITIAN

Nama, Spesifikasi dan Kegunaan Bahan Penelitian No. Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan 1. Larva ikan nilem hasil kejut panas

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental murni dengan

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

Lampiran 1 Proses Dehidrasi Jaringan

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Desain pada penelitian ini adalah eksperimen laboratorium dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan. menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan 5

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

LAMPIRAN. Lampiran 1 prosedur pewarnaan hematoksillin-eosin (HE)

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi.

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA. Universitas Lampung untuk pemeliharaan, pemberian perlakuan, dan

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Fakultas

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental in vivo pada

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN EKSPRESI PROTEIN DENGAN METODE IMUNOSITOKIMIA

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental in vivo pada hewan uji

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Ilmu Patologi Anatomi dan

III METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya sebagai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi dan Fisika FMIPA Universitas

Lampiran 1 Sertifikat Kelaikan Etik

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Acak Lengkap dengan pendekatan Post Test Only Control Group Design.

Lampiran 1. Data pemberian obat kepada kelinci. Tanggal Pemberian obat ,750 1, ,650 1,500

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test-only

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

Susunan Penelitian. Peneliti 1. Nama lengkap : Melvin Pascamotan Togatorop 2. Fakultas : Kedokteran 3. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. design. Posttest untuk menganalisis perubahan jumlah sel piramid pada

BAB III METODE PENELITIAN. Acak Lengkap (RAL) dan dengan pendekatan Post Test Only Control Group

MATERI DAN METODE. Pelaksanaan penelitian ini bertempat di Laboratorium UIN Agriculture

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik yang menggunakan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Histologi, Patologi

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK Disusun oleh: Jekson Martiar Siahaan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan metode rancangan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan ini adalah eksperimen karena dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok (THT)

BAB IV METODA PENELITIAN. designs) dengan rancangan randomized post-test control group design, 56 yang

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1 Skema Prosedur Pembuatan Preparat Histologi Skema langkah-langkah pengujian histologi secara garis besar adalah sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.)

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan post test dan controlled group design pada hewan uji.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode acak

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.)

BAB III METODE PENELITIAN. dengan Rancangan Acak Terkontrol (RAT). Pemeliharaan dan pemberian ekstrak cabe jawa dan zinc (Zn) pada tikus

Lampiran 1. Rumus konversi dalam pembuatan media

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Hewan

BAB III METODE PENELITIAN. random pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar jantan.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM. : Histoteknik : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap

METODOLOGI PENELITIAN. eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol. Desain ini melibatkan 5

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

BAHAN DAN METODE Alur penelitian yang akan dilakukan secara umum digambarkan dalam skema pada Gambar 5. Pengujian Lactobacillus plantarum (BAL1) dan Lactobacillus fermentum (BAL2) pada tikus dengan perlakuan: kontrol negatif, BAL1, BAL2, BAL1 + EPEC, BAL2 + EPEC, dan kontrol positif (EPEC) Hari perlakuan Terminasi Analisis kerusakan mukosa usus secara mikroskopis Analisis kandungan enzim antioksidan intraselular (SOD) pada usus Hasil: BAL probiotik yang memiliki fungsi terbaik dalam memelihara keutuhan mukosa dan kandungan enzim antioksidan SOD pada usus halus Gambar 6 Alur penelitian. 1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2009 sampai Juli 2010 bertempat di SEAFAST dan Laboratorium Histologi Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

20 2. Bahan dan alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Lactobacillus plantarum, Lactobacillus fermentum, enteropathogenic E. coli, tikus, ransum standar tikus (kasein, minyak jagung, mineral mix, carboximethylcelulose, dan maizena), NaCl 0.9%, Bouin (asam pikrat jenuh, formalin, dan asam asetat glasial dengan perbandingan 15: 5: 1), alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, dan 100% (absolut), xylol, parafin, akuades, hematoksilin-eosin (HE), neophren in toluene 0.2%, phosphate buffered saline (PBS), metanol, H 2 O 2, serum normal, antibodi primer Cu,Zn-SOD (SIGMA S2147), antibodi sekunder Dako Envision Peroxidase System (K1491), kromogen Diamino Benzidine (DAB), air bebas ion (MiliQ), dan label. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, erlenmeyer, wadah penampung, mikropipet, kapas, tissue, alumunium foil, alat bedah (gunting, pinset, alas bedah), pipet tetes, pipet Mohr, gelas ukur, tissue basket, tabung Ependorf, exhause fan, mikrotom putar, waterbath, gelas objek, coverglass, inkubator, mikroskop cahaya, kamera, dan kotak preparat. 3. Tahap-tahap perlakuan 3.1 Hewan percobaan Hewan yang digunakan dalam penelitian ini ialah 90 ekor tikus putih albino norway rats (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley umur 5-6 minggu dengan berat badan berkisar 140-240 g, berjenis kelamin jantan hasil pengembangbiakan dari Badan POM RI. 3.2 Kandang dan ransum Kandang yang digunakan adalah kandang yang berukuran 17.5 x 23.75 x 17.5 cm, dengan jumlah sesuai dengan jumlah tikus yang digunakan. Kandang terbuat dari stainless steel. Kandang tikus ditempatkan pada ruangan yang bebas dari suara ribut dan terjaga dari asap industri atau polutan lainya. Lantai kandang mudah dibersihkan dan disanitasi. Komposisi ransum standar disusun berdasarkan standar AOAC (Association of Official Agricultural Chemists), yaitu mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan air. Komposisi ransum untuk tikus percobaan adalah sebagai berikut:

21 Table 1 Komposisi campuran ransum basal tikus Komponen Sumber JumLah (% b/b) Pati Maizena (pati jagung) 70 69.85 Ket: Komposisi atau data proksimat kasein untuk pembuatan ransum tikus percobaan berdasarkan sertifikat analisis terdiri atas 97.4% protein (basis kering) atau 86.0% protein (basis basah), 1.8% abu, 11.6% air, 1.1% lemak, dan < 0.1% laktosa. 3.3 Perlakuan terhadap hewan percobaan dan sampling Komposisi (g) dalam 100 g ransum Protein Kasein 10 11.87 Lemak Minyak jagung 8 7.87 Mineral Campuran mineral 5 4.79 Vitamin Campuran vitamin 1 1 Serat Carboxymethylcellulose (CMC) 1 1 Air Air 5 3.62 Tikus dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan, yaitu; 1) kelompok kontrol negatif (akuades) (A), 2) kelompok perlakuan Lactobacillus plantarum (B), 3) kelompok perlakuan Lactobacillus fermentum (C), 4) kelompok perlakuan Lactobacillus plantarum + EPEC (D), 5) kelompok perlakuan Lactobacillus fermentum + EPEC (E), dan kelompok kontrol positif (EPEC) (F) (Tabel 2). Tabel 2 Kelompok tikus perlakuan Kelompok tikus A B C D E F Perlakuan Tikus kontrol negatif, yaitu tikus yang dicekok akuades mulai hari ke-1 sampai hari ke-21 Tikus yang dicekok Lactobacillus plantarum mulai hari ke-1 sampai hari ke-21 Tikus yang dicekok Lactobacillus fermentum mulai hari ke-1 sampai hari ke-21 Tikus yang dicekok Lactobacillus plantarum mulai hari ke-1 sampai hari ke-21, ditambah cekok EPEC pada hari ke-8 sampai hari ke-14 Tikus yang dicekok Lactobacillus fermentum mulai hari ke-1 sampai hari ke-21, ditambah cekok EPEC pada hari ke-8 sampai hari ke-14 Kontrol positif, yaitu tikus yang dicekok akuades pada hari ke-1 sampai hari ke-7, kemudian dicekok EPEC pada hari ke-8 sampai hari ke-14, setelah itu dicekok akuades lagi hari ke-15 sampai hari ke-21 Ket: cekok akuades pada kelompok kontrol positif dan kontrol negatif adalah sebagai pengganti cekok L. plantarum, L. fermentum, ataupun EPEC. Akuades diberikan secara per oral menggunakan sonde.

22 Semua tikus diberi ransum standar dan air minum ad libitum. Kultur Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus fermentum yang diberikan sebanyak 1 ml dengan populasi 10 8 cfu/ml, sedangkan kultur enteropathogenic E. coli yang digunakan sebanyak 1 ml dengan populasi 10 6 cfu/ml untuk satu kali cekok. Lactobacillus plantarum, Lactobacillus fermentum, dan EPEC diberikan pada tikus percobaan secara per oral menggunakan sonde lambung (Oyetayo 2004). Proses terminasi (pengakhiran perlakuan) dan sampling organ usus halus dilakukan tiga kali, yaitu pada hari ke-8 (T1), hari ke-15 (T2), dan hari ke-22 (T3). Saat tikus diterminasi, organ usus halusnya diambil kemudian dicuci dengan NaCl 0.9%. Organ lalu disimpan dan difiksasi selama 24 jam dalam larutan Bouin untuk mencegah terjadinya autolisis. 4. Pemrosesan jaringan (Kiernan 1990) Organ usus halus yang telah difiksasi kemudian dipotong dan diambil masing-masing bagianya (duodenum, jejunum, dan ileum). Potongan jaringan duodenum, jejunum, dan ileum kemudian didehidrasi (penarikan molekul air dari dalam jaringan) dengan alkohol bertingkat (70%, 80%, 90%, 95%) masingmasing selama 24 jam dan alkohol absolut (I, II, dan III) masing-masing selama 1 jam. Selanjutnya dilakukan penjernihan (clearing) dalam larutan xylol I, II, III, masing-masing selama 1 jam. Tahap berikutnya adalah infiltrasi parafin kedalam jaringan dengan memasukkan sampel jaringan ke dalam parafin cair I, II, III, masing-masing selama 1 jam dengan suhu 60 o C. Setelah itu dilakukan penanaman organ dalam parafin (embedding), kemudian dibuat blok-blok jaringan sesuai ukuran organ. Blok jaringan dipotong setebal 4 µm dengan mikrotom putar. Hasil potongan direndam dalam akuades (suhu ruang), kemudian dimasukkan ke dalam akuades yang dipanaskan dalam waterbath (suhu 37 o C). Selanjutnya potongan jaringan terbaik diletakkan pada gelas objek. Untuk pewarnaan imunohistokimia, gelas objek yang digunakan dilapisi (dilem) dengan neophren in toluene (neophren : toluene = 0.2 ml : 1.8 ml). Preparat kemudian dimasukkan ke dalam inkubator 40 o C selama minimal 24 jam.

23 5. Pewarnaan Pewarnaan dimulai dengan deparafinisasi potongan jaringan dalam xylol (III, II, I) masing-masing 5 menit. Rehidrasi jaringan dilakukan dengan merendam preparat dalam alkohol absolut III, II, I, 95%, 90%, 80%, 70% masing masing 3 menit. Setelah itu dilakukan pencucian dengan air kran selama 5 menit dilanjutkan pencucian dengan akuades selama 3 menit. 5.1 Pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) (Kiernan 1990) Pewarnaan jaringan diawali dengan pemberian hematoksilin selama 3 menit, lalu direndam dalam air kran selama 10 menit dan akuades 5 menit, dilanjutkan dengan pemberian Eosin selama 2 menit. Tahap pewarnaan diakhiri dengan dehidrasi pada alkohol bertingkat 70%, 80%, 90%, 95%, absolut I, II masingmasing beberapa detik, kemudian absolut III satu menit. Dilanjutkan dengan clearing pada xylol I, II, beberaapa detik dan xylol III satu menit, diakhiri dengan mounting (penutupan sediaan dengan coverglass). 5.2 Pewarnaan imunohistokimia cooper,zinc superoxide dismutase Cu,Zn- SOD (Wresdiyati et al. 2002) Proses pewarnaan imunohistokimia diawali dengan tahap penghilangan peroksidase endogen dengan merendam preparat dalam campuran metanol (30 ml) dan H 2 O 2 (0.3 ml) selama 15 menit. Kemudian dilakukan pencucian dengan akuades dan PBS masing-masing dua kali selama 10 menit. Setelah itu, setiap preparat ditetesi dengan 50-60 µl serum normal dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 60 menit. Lalu dilakukan pencucian dengan PBS sebanyak tiga kali masing-masing 5 menit. Tahap selanjutnya adalah penetesan antibodi primer Cu,Zn-SOD (SIGMA S2147) sebanyak 50-60 µl pada masing-masing preparat, lalu diinkubasi pada suhu 4 o C selama 2 malam (44 jam). Setelah inkubasi, preparat dicuci dengan PBS sebanyak tiga kali masingmasing selama 10 menit. Selanjutnya preparat ditetesi dengan 50-60 µl antibodi sekunder Dako Envision Peroxidase System (K1491) pada kondisi gelap, kemudian diinkubasi selama 60 menit pada suhu 37 o C. Sediaan dicuci kembali dengan PBS sebanyak tiga kali masing-masing selama 5 menit. Setelah itu, dilakukan visualisasi dengan meneteskan kromogen DAB+H 2 O 2 ke preparat pada kondisi gelap dan diamkan selama 30 menit pada suhu ruang. Preparat lalu dicuci

24 dengan air bebas ion (MiliQ) sebanyak tiga kali masing-masing 5 menit. Preparat tersebut kemudian diwarnai (di-counterstain) dengan hematoksilin agar terlihat warna yang kontras antara inti sel yang mengadung SOD dan yang tidak. Preparat lalu dicelupkan ke dalam akuabides untuk memperkuat warna biru yang dibentuk oleh hematoksilin. Selanjutnya preparat didehidrasi pada alkohol bertingkat 70%, 80%, 90%, 95%, dan absolut I, II masing-masing beberapa detik, kemudian absolut III selama 1 menit. Proses dilanjutkan dengan clearing pada xylol I, II beberapa detik dan xylol III selama 1 menit, dan diakhiri dengan mounting. 6. Analisis data Pengamatan terhadap preparat yang telah diwarnai dengan HE dilakukan menggunakan mikroskop cahaya. Pengamatan dilakukan secara kuantitatif terhadap gambaran histologi organ usus halus. Data yang diambil ialah persentase kerusakan vili usus halus (duodenum, jejunum, dan ileum). Persentase kerusakan vili usus dihitung dengan rumus: %kerusakan vili = (jumlah vili yang rusak : jumlah total vili) x 100% Hasil perhitungan dianalisis secara statistik dengan one way ANOVA dan uji lanjut Duncan. Pengamatan terhadap preparat yang telah diwarnai dengan pewarnaan imunohistokimia Cu,Zn-SOD dilakukan menggunakan mikroskop cahaya. Pengamatan dilakukan secara kualitatif terhadap reaksi positif (+) yang terbentuk dari pewarnaan imunohistokimia Cu,Zn-SOD. Data yang diambil meliputi intensitas dan distribusi warna coklat yang dihasilkan dari pewarnaan. Warna coklat merupakan reaksi positif (+) terhadap keberadaan enzim antioksidan Cu,Zn-SOD pada sel-sel di jaringan usus halus. Semakin banyak nilai (+) berarti semakin tinggi kandungan enzim Cu,Zn-SOD nya. Data ini dianalisis secara deskriptif.