GAMBARAN KETEPATAN DOSIS PADA RESEP PASIEN GERIATRI PENDERITA HIPERTENSI DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2010 Yetti O. K, Sri Handayani INTISARI Hipertensi merupakan masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Berdasarkan data WHO (2007) dari 50% penderita hipertensi yang diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik. Penggunaan obat yang rasional sangat penting dalam terapi pengobatan pasien untuk mencegah adanya kegagalan dalam terapi pengobatan. Tujuan penelitian untuk mengetahui ketepatan dosis pada resep pasien geriatri penderita hipertensi di RSUP Soeradji Tirtonegoro Tahun 2010. Penelitian non eksperimental dengan metode deskripsi. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan pasien geriatri penderita hipertensi yang berobat di rumah Sakit Umum Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2010. Tehnik pengambilan sampel dengan simple random sampling. Analisa data menggunakan deskriptif non analitik berupa analisis univariat yaitu prosentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengobatan hipertensi pada pasien geriatri di RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten sudah tepat. Antihipertensi yang banyak digunakan yaitu captopril. Dosis captopril yang sering digunakan yaitu 12,5 mg dan 20 mg sebanyak 24%. Dosis Furosemid yang sering digunakan yaitu 20 mg dan 40 mg sebanyak 22%. Dosis Valsartan yang sering digunakan yaitu 80 mg sebanyak 17%. Kesimpulan menunjukkan bahwa pemberian antihipertensi dan dosis sudah tepat. Jenis antihipertensi yang diberikan untuk mengobati hipertensi sudah tepat. Kata Kunci : Antihipertensi, Hipertensi, Geriatri Yetti O. K, dkk., Dosen Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten
CERATA Journal Of Pharmacy Science 13 PENDAHULUAN Hipertensi merupakan masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Berdasarkan penelitian epidemiologi, didapat bahwa dengan meningkatnya umur, tekanan darah akan meningkat. Hipertensi menjadi masalah pada lanjut usia karena sering ditemukan dan menjadi faktor utama penyakit jantung koroner. Lebih dari separuh kematian di atas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskuler. Secara nyata kematian akibat stroke dan morbiditas penyakit kardiovaskuler menurun dengan pengobatan hipertensi. Prevalensi hipertensi di Indonesia pada daerah kota dan desa berkisar antara 17-21%. Sebagian besar penderita hipertensi di Indonesia tidak terdeteksi, sementara mereka yang terdeteksi umumnya tidak menyadari kondisi penyakitnya. Penggunaan obat yang rasional sangat penting dalam terapi pengobatan pasien untuk mencegah adanya kegagalan dalam terapi pengobatan. Penggunaan obat yang rasional merupakan suatu upaya yang penting dalam rangka pemerataan obat dan keterjangkauannya oleh masyarakat. Proses pemilihannya yang senantiasa dilakukan secara konsisten mengikuti standar baku akan menghasilkan penggunaan obat yang sesuai dengan kriteria kerasionalannya. Saat ini dengan pengobatan efektif dan berbagai sarana pengobatan hampir 70% belum bisa mengontrol hipertensi dengan baik, dan dapat mengakibatkan komplikasi kesehatan yang lebih serius. Evaluasi penggunaan obat dalam penelitian ini ditinjau dari aspek tepat dosis, karena hanya dosis yang terjangkau oleh peneliti, dan kriteria rasional yang lain selain membutuhkan waktu yang lama juga biaya yang tidak sedikit. Penelitian dilakukan di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, karena peringkat hipertensi di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak. Penelitian tentang hipertensi maupun penelitian yang lebih spesifik tentang kerasionalan resep pada pasien geriatri penderita hipertensi berdasarkan ketepatan dosis belum banyak dilakukan di RSUP Soeradji Tirtonegoro sehingga kasus tersebut perlu diambil sebagai bahan penelitian. Rumusan Masalah : Bagaimana gambaran ketepatan dosis pada resep pasien geriatri penderita hipertensi di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Tahun 2010? Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui ketepatan dosis pada resep pasien geriatri penderita hipertensi di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Tahun 2010. Manfaat Penelitian : memberikan informasi kepada masyarakat tentang hipertensi dan penanganannya, mengetahui kerasionalan resep khususnya hipertensi pada pasien geriatri.
14 CERATA Journal Of Pharmacy Science METODOLOGI PENELITIAN : Penelitian non eksperimental dengan metode deskripsi. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu ketepatan dosis pada resep pasien geriatri penderita hipertensi yang berobat di Rumah Sakit Umum Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2010. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan pasien geriatri penderita hipertensi yang berobat di rumah Sakit Umum Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2010. Sampel yang digunakan adalah simple random sampling yaitu penderita hipertensi pada pasien geriatri yang berobat di rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2010. Instrumen Penelitian dan Metode Pengumpulan Data 1. Instrumen Instrumen penelitian yang digunakan adalah Lembar Pengumpul Data (LPD). 2. Metode Pengumpulan Data Metode atau cara pengumpulan data dengan cara dokumentasi mengambil data yang berasal dari rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dengan pengisian LPD. Dalam LPD tersebut memuat kolom-kolom yang meliputi nomor registrasi, identitas pasien, umur pasien, jenis kelamin, nama obat, dosis, tekanan darah. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian : Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret April 2011 di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dengan cara teknik random sampling dari rekam medik pasien geriatri penderita hipertensi usia 6 80 selama tahun 2010 dengan sampel 60 orang. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data berupa Lembar Pengumpulan Data (LPD). 1. Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin dan Umur a. Karakteristik responden menurut jenis kelamin Tabel 4.1 Karakteristik responden menurut jenis kelamin Jenis kelamin Frekuensi Prosentase (%) Laki-laki 35 58 Perempuan 25 42 Jumlah 60 100 Sumber : data rekam medik pasien rawat jalan 2010 Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dapat diketahui bahwa frekuensi pasien geriatri penderita hipertensi adalah laki-laki sebanyak 58%.
CERATA Journal Of Pharmacy Science 15 b. Krakteristik responden menurut umur Tabel 4.2 Karakteristik responden menurut umur Umur Frekuensi Prosentase (%) 60-65 tahun 39 65 66-70 tahun 8 13,3 71-75 tahun 6 10 76-80 tahun 6 10 81-85 tahun 1 1,7 Jumlah 60 100 Sumber : data rekam medik pasien rawat jalan 2010 Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa kelompok umur terbanyak penderita hipertensi yaitu kelompok umur 60-65 tahun sebanyak 65%. 2. Pola Penggunaan Antihipertensi Menurut Jenis Antihipertensi dan kekuatan sediaan a. Pola penggunaan antihipertensi menurut jenis antihipertensi Tabel 4.3 Pola penggunaan antihipertensi Golongan antihipertensi Frekuensi Prosentase (%) Diuretik 36 31 ACE inhibitor 56 48 Beta bloker 15 13 Antagonis Ca 9 8 Jumlah 116 100 Sumber : data rekam medik pasien rawat jalan 2010 Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa jenis antihipertensi yang paling banyak digunakan untuk mengobati hipertensi adalah golongan ACE Inhibitor sebanyak 48%. b. Pola Penggunaan Antihipertensi menurut dosis Tabel 4.4 Pola penggunaan antihipertensi menurut kekuatan sediaan Kekuatan Sediaan (mg) Jenis obat 2,5 5 10 12, 20 25 30 40 50 80 Jml % 5 Captopril 0 0 0 16 0 11 0 0 1 0 28 24 Furosemid 0 0 0 0 11 0 0 14 0 0 25 22 Valsartan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 19 19 17 Bisoprolol 4 9 0 0 0 0 0 0 0 0 13 11 Verapamil 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 2
16 CERATA Journal Of Pharmacy Science Spironolakto 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 2 2 n Noperten 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0 8 7 Adalat 0 0 4 0 0 0 3 0 0 0 7 6 Diltiazem 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 HCT 0 0 0 8 0 0 0 0 0 0 8 7 Amlodipin 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 Jumlah 5 17 4 24 11 13 4 14 1 21 114 100 Sumber :data rekam medik rawat jalan 2010 Berdasarkan tabel 4.4 di atas, dapat diketahui bahwa dosis obat untuk setiap jenis antihipertensi berbeda-beda. Antihipertensi yang paling banyak digunakan di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro adalah Captopril, Furosemid, dan Valsartan. Dosis Captopril yang paling sering digunakan yaitu 12,5 mg dan 25 mg sebanyak 24%. Dosis Furosemid yang banyak digunakan yaitu 20 mg dan 40 mg sebanyak 22%. Dosis Valsartan yang banyak digunakan yaitu 80 mg sebanyak 17%. Pembahasan : Berdasarkan hasil analisis menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa 35% pasien terdapat pada kelompok jenis kelamin laki-laki. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan antara laki-laki dengan perempuan, laki-laki mempunyai postur tubuh lebih besar dari pada perempuan sehingga bila suatu dosis yang sama diberikan maka laki-laki akan lebih lambat di dalam melakukan metabolisme obat. Tubuh laki-laki lebih banyak mengandung air, sedangkan tubuh wanita banyak mengandung lemak sehingga lebih cepat bereaksi dalam air. Di samping itu laki-laki lebih sering mengkonsumsi rokok dibandingkan perempuan, karena rokok dapat menyebabkan elastisitas pembuluh darah menurun sehingga dapat meningkatkan pengerasan pembuluh darah dan meningkatkan faktor pembekuan darah yang dapat memicu penyakit kardiovaskuler (Asyiyah, 2009). Sedangkan hasil analisis menurut umur menunjukkan bahwa 65% pasien terdapat pada kelompok umur 60-65 tahun. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah. Tekanan darah sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Penyakit hipertensi paling banyak dialami oleh kelompok umur 31-55 tahun pada umumya berkembang pada saat umur seseorang mencapai paruh baya yakni cenderung meningkat, khususnya pada pasien 40 tahun (Asyiyah, 2009).
CERATA Journal Of Pharmacy Science 17 Berdasarkan Anonim (2000), pengobatan hipertensi dengan menggunakan obat golongan diuretik, ACE Inhibitor, Beta bloker, Antagonis kalsium serta golongan Vasodilator. Berdasarkan tabel 4.3 di atas, diketahui bahwa penggunaan obat hipertensi bagi pasien geriatri di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten sudah tepat bila ditinjau dari ketepatan penderita dan ketepatan obat yang diberikan serta ketepatan indikasi obat bagi pasien karena ketepatan dalam pemilihan obat merupakan suatu keputusan untuk melakukan upaya terapi yang diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Pengobatan hipertensi pada pasien geriatri di RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten sudah tepat dosis. Jenis antihipertensi yang banyak digunakan yaitu Captopril, dosis Captopril yang sering digunakan yaitu 12,5 mg dan 25 mg sebanyak 24%. Furosemid, dosis Furosemid yang sering digunakan yaitu 20 mg dan 40 mg sebanyak 22%. Valsartan, dosis Valsartan yang sering digunakan yaitu 80 mg sebanyak 17%. Pengobatan hipertensi adalah dengan antihipertensi golongan Diuretik, ACE Inhibitor, Vasodilator, Beta Bloker, Antagonis Kalsium. Berdasarkan tabel 4.3 di atas, antihipertensi yang paling banyak diberikan untuk pasien geriatri penderita hipertensi di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten adalah golongan ACE Inhibitor sebanyak 48%. ACE Inhibitor yang mekanisme kerjanya menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi. Vasodilatasi secara tidak langsung akan menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan retensi kalium (Anonim, 2000). Besarnya dosis yang diberikan berbeda-beda untuk setiap jenis antihipertensi. Dosis Captopril yang diberikan sudah tepat. Dosis awal Captopril diberikan dalam dosis 12,5 mg, dan dosis maximal tidak boleh lebih dari 450 mg dalam sehari. Berdasarkan data rekam medik pasien, dosis yang diberikan sudah tepat dan sesuai dengan kondisi pasien. Obat Captopril ini bekerja dengan cara mensupresi sistem renin angiotensin aldosteron. Renin adalah enzim yang dihasilkan ginjal dan bekerja pada globulin plasma untuk memproduksi angiotensin I yang bersifat inaktif. ACE akan merubah angiotensin I menjadi angiotensin II yang bersifat aktif dan merupakan vasokonstriktor endogen serta dapat menstimulasi sintesa dan sekresi aldosteron dalam korteks adrenal (Anonim, 2000).
18 CERATA Journal Of Pharmacy Science Dosis Furosemid yang diberikan sudah tepat. Dosis awal Furosemid adalah 20-80 mg/hari dan dosis awal untuk pasien lanjut usia adalah 20 mg/hari dan dosis ditingkatkan secara perlahan sampai mencapai respon yang diinginkan dan berdasarkan data rekam medik pasien, dosis Furosemid yang diberikan sudah tepat dan sesuai dengan kondisi pasien karena Furosemid bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi ion Na dan klorida pada jerat Henle naik sehingga mempengaruhi sistem kontraspor ikatan klorida sehingga meningkatkan ekskresi air, natrium, klorida dan kalsium (Anonim, 2000). Sedangkan dosis awal untuk Valsartan yaitu 40 mg/hari, untuk pasien lanjut usia 80 mg/hari dan bila perlu dosis ditingkatkan hingga 160 mg/hari dan berdasarkan data rekam medik pasien, dosis Valsartan yang diberikan sudah tepat dan sesuai dengan kondisi pasien karena Valsartan memberikan efek langsung sebagai antagonism pada reseptor angiotensin II (AT2), Valsartan merubah angiotensin II dari reseptor AT1 dan menghasilkan efek penurunan tekanan darah melalui mengantagonis vasokontriksi yang diinduksi AT1 (Anonim, 2000). Kombinasi obat Furosemid dengan Digoxin dapat menyebabkan terjadinya interaksi antara obat apabila kedua obat tersebut dikombinasikan maka dapat merugikan jantung karena digitalis digunakan untuk mengatasi layu jantung dan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tidak teratur. Kebanyakan diuretik mengurangi kadar kalium dalam tubuh sehingga apabila kekuranga kalium dapat menyebabkan jantung sangat peka terhadap digitalis dan mempertinggi resiko keracunan digitalis yang disertai dengan gejala mual, sakit kepala, bradikardi atau takikardi. Interaksi antara obat ini dapat dicegah dengan cara memberikan tambahan kalium. Furosemid mempunyai efek samping apabila digunakan, khususnya bagi pasien geriatri antara lain: anemia, kejang, penglihatan kabur, konstipasi, kram, pusing, kejang otot. Untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan dari Furosemid sebaiknya dalam penggunaan obat tidak berlebihan dan dosis yang diberikan tidak terlalu tinggi, karena dapat menyebabkan dehidrasi dan volume darah dalam sirkulasi menurun serta terjadi trombosis dan emboli. Hal tersebut biasanya terjadi pada pasien lansia, oleh sebab itu semua pasien yang mendapatkan terapi Furosemid harus diobservasi untuk tanda, gejala, ketidakseimbangan elektrolit (hiponatremia, hipokalemia), hipotensi, mulut kering dan nyeri otot (Harkness, 1989).
CERATA Journal Of Pharmacy Science 19 KESIMPULAN : Jenis antihipertensi yang diberikan untuk mengobati hipertensi sudah tepat yaitu menggunakan antihipertensi golongan Diuretik, ACE Inhibitor, Beta bloker, Antagonis Ca ; dosis yang diberikan bagi pasien geriatri penderita hipertensi di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro sudah tepat bagi pasien. SARAN : Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang ketepatan pemilihan obat hipertensi, frekuensi pemberian antihipertensi, lama pemberian antihipertensi bagi pasien geriatri, perlu dilakukan penelitian tentang kerasionalan pada resep pasien geritri penderita hipertensi.
20 CERATA Journal Of Pharmacy Science DAFTAR PUSTAKA Anief, Moh. 2004. Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan Penggunaan. Cetakan ke-8. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Anonim. 2000. Informasi Obat Nasional Indonesia. Dep Kes RI. Jakarta Aisyiyah NF. 2009. Faktor risiko hipertensi pada empat kabupaten/kota dengan prevelensi hipertensi tertinggi di Jawa dan Sumatera [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Harkness, Richard. 1989. Interaksi Obat. ITB. Bandung Mansjoer, Arief, dkk.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Cetakan Pertama. Media Aesculapius. Jakarta Rahardja, K & Tjay, T. H. 2002. Obat-Obat Penting.Edisi 5. Cetakan Kedua. Gramedia. Jakarta.