KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA PENGENDALIAN DIRI DENGAN PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PAKEL TAHUN PELAJARAN 2015/2016

BAB III METODE PENELITIAN. nilai yang berbeda-beda. Menurut Sugiyono (2003), variabel adalah suatu

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif korelasional

BAB III METODE PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA PENGASUHAN ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PADA SISWA SMA

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. 1. Variabel Bebas : Keharmonisan Keluarga. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Menurut Sugiyono (2009)

BAB III METODE PENELITIAN. diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif. yang diteliti (Saifudin Azwar, 2003: 5).

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Ghony rancangan penelitian adalah strategi suatu penelitian,

BAB III METODE PENELITIAN. angka-angka dari mulai pengumpulan data, penafsiran terhadap data, serta. penampilan dari hasilnya (Arikunto, 2006; 12).

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. variabel-variabel yang diambil dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. korelasional yang menggunakan teknik analisa nonparametric. Penelitian ini akan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN. penelitian. Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru tahun

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif (komperatif). Desain

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan angka-angka dari mulai pengumpulan data, penafsiran terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap data serta penampilan dari hasilnya.

BAB III METODE PENELITIAN

INTERAKSI SOSIAL PADA PENDERITA DIFABEL. Risa Diana Putri 1), Harry Theozard Fikri 2)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kuantitatif dengan. B. Identifikasi Variabel Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. oleh peneliti dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis penelitian kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. analisis variabel (data) untuk mengetahui perbedaan di antara dua kelompok data

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika (Azwar, 1996). Dalam

BAB III METODOLOGI. satu dari beberapa alternatif keputusan atau tindakan dimana tidak semua

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan data berupa angka-angka yang kemudian dianalisa.

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif.

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap hasil penelitian. Kegiatan penelitian harus mengikuti langkah-langkah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Kemudian mendeskripsikan secara sistematis sifat-sifat atau gejala-gejala dari

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel. Alat ukur yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. korelasional. Penelitian ini mengukur hubungan kepercayaan diri (X) dengan

BIMBINGAN SOSIAL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERINTERAKSI DENGAN TEMAN SEBAYA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian antara dua kelompok penelitian.adapun yang dibandingkan adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN MINAT MEMBELI BARANG - BARANG BERMEREK

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dengan teknik korelasional merupakan penelitian menyelidiki sejauhmana

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian korelasional bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada satu

BAB III METODE PENELITIAN. Data dari metode penelitian kuantitatif ini berupa angka-angka dan. analisisnya mengunakan statistik (Sugiyono,2010:7).

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. berkaitan dengan variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2013)

BAB III METODE PENELITIAN. peneliti memperoleh jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan penelitiannya.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS SIKAP SISWA TERHADAP POLA ASUH ORANG TUA DI SDN 023 SEI GERINGGING TAHUN PELAJARAN 2012/2013

BAB III METODELOGI PENELITIAN. menggunakan desain Pretest-Posttest Control Group Design. Eksperimen semu

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap data, serta penampilan dari hasilnya 1. Dari jenis masalah yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional. jalan yang wajar untuk menyesuaikan dengan keadaan orang- orang lain

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian

BAB V PENUTUP 5.1 Bahasan

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap data, serta penampilan dari hasilnya (Arikunto, 2006: 12). Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. komparasi akan dapat menemukan persamaan-persamaan dan perbedaanperbedaan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. kuantitatif korelasional adalah suatu penelitian untuk mengetahui hubungan dan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tipe Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. populasi atau mengenai bidang tertentu. Penelitian ini berusaha menggambarkan

BAB III METODE PENELITIAN. hubungan antara dua atau beberapa variabel (Arikunto, 2005: 247). Penelitian dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Kebermaknaan Hidup sebagai variabel tunggal. hidup, dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

BAB III METODE PENELITIAN. dibuat secara sistematis dan logis, sehingga dapat dijadikan pedoman yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian adalah proses yang sistematik, terencana, dan dan terkontrol

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengunakan metode penelitian kuantitatif sebagai upaya

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini terdapat variabel-variabel sebagai berikut yaitu. variabel bebas dan variabel terikat.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. menghubungkan anatara kreativitas ( X) sebagai variabel bebas, dengan problem

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN. Unsur yang paling penting di dalam suatu penelitian adalah metode penelitian,

BAB III METODE PENELITIAN. model deskriptif korelatif, dengan menggunakan pendekatan croos sectional

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif, yaitu penelitian yang prosesnya banyak menggunakan angkaangka

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. didik kelas VII di SMP Negeri 2 Pariaman, maka dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam eksperimen ini peneliti menggunakan dua variabel, yang. terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat, yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. karena analisisnya menggunakan data-data numerikal yang kemudian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Setiap kegiatan penelitian tentu memusatkan perhatiannya pada beberapa

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan pendekatan komparasi, yaitu penelitian yang menekankan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian. lain yang harus dilakukan yaitu: yang akan dicapai.

BAB III METODE PENELITIAN. penafsiran terhadap data, serta penampilan dari hasilnya. Serta mengunakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. antara komunikasi interpersonal anak-orangtua (X) dengan manajemen konflik

BAB III METODE PENELITIAN. Pembahasan metode penelitian ini akan menguraikan: (A). Identifikasi

BAB III METODE PENELITIAN. dengan variasi dalam variabel lain (Trianto, 2010: 201). Penelitian ini terdiri dari 2 variabel

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap hasil penelitian. Kegiatan penelitian harus mengikuti langkah-langkah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian kuantitatif dan (b). Penelitian kualitatif (Azwar, 2007: 5). Dalam

BAB III METODE PENELITIAN. variabel yang diteliti (Azwar, 2012, h.5). Variabel Tergantung : Motivasi Berprestasi Pada Siswa

Transkripsi:

KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA Virgia Ningrum Fatnar, Choirul Anam Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan virgia_nfatnar@yahoo.com Abstrak Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan interaksi sosial antara remaja yang tinggal di pondok pesantren dengan yang tinggal bersama keluarga pada SMA IT Abu Bakar Yogyakarta. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA IT Abu Bakar Yogyakarta. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kemampuan interaksi sosial. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis uji-t dengan bantuan program Statistical Product and Service Sollution (SPSS) 16,0 for windows. Berdasarkan hasil analisis uji-t diperoleh hasil t=0,983 dengan p=0,330 (p>0,05) yang berarti tidak signifikan. Dan hasil kategorisasi menunjukkan bahwa remaja yang tinggal di pondok pesantren sebanyak 100% memiliki kategori tinggi. Sedangkan, remaja yang tinggal bersama keluarga sebanyak 3% memiliki kategori rendah, 7% memiliki kategori sedang, dan 90% memiliki kategori tinggi. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan interaksi sosial antara remaja yang tinggal di pondok pesantren dengan yang tinggal bersama keluarga pada SMA IT Abu Bakar Yogyakarta. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan interaksi sosial antara remaja yang tinggal di pondok pesantren dengan yang tinggal bersama keluarga pada SMA IT Abu Bakar Yogyakarta. Kata Kunci Kemampuan Interaksi Sosial, Remaja, Tempat Tinggal PENDAHULUAN Pada dasarnya setiap individu adalah makhluk sosial yang senantiasa hidup dalam lingkup masyarakat baik itu lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis yang di dalamnya saling mengadakan hubungan timbal balik antara individu satu dengan individu lainnya. Salah satu ciri bahwa kehidupan sosial itu ada yaitu dengan adanya interaksi, interaksi sosial menjadi faktor utama di dalam hubungan antar dua orang atau lebih yang saling mempengaruhi. Menurut Hurlock (1980), secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berinteraksi dengan masyarakat dewasa. Hinigharst (Sarwono, 2006), seorang remaja harus memiliki interaksi sosial yang baik dengan lingkungannya. Interaksi sosial di kalangan remaja yaitu interaksi yang terjadi antara remaja dengan teman sebaya, remaja dengan lingkungan keluarga dan remaja dengan orang tua. Lingkungan keluarga adalah faktor utama yang sangat dibutuhkan oleh anak dalam proses perkembangan sosialnya yaitu kebutuhan akan rasa aman, dihargai, disayangi, diterima dan kebebasan untuk menyatakan diri dalam keluarga (Ali & Asrori, 2012). Bergaul atau berinteraksi pada masa remaja sangat penting karena pada masa ini banyak tuntutan-tuntutan masa perkembangan yang harus dipenuhi yaitu perkembangan secara fisik, psikis dan yang lebih utama adalah perkembangan secara sosial. Bagi remaja kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain di luar lingkungan keluarga ternyata sangat besar, terutama kebutuhan interaksi dengan teman-teman sebayanya. Di lingkungan pondok pesantren para santri tidak memiliki kebebasan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat di luar pondok pesantren, santri yang ingin keluar pondok pesantren untuk suatu keperluan, harus meminta izin terlebih dahulu kepada pengurus pondok pesantren. Berbeda dengan remaja yang tinggal bersama keluarga, orang tua membebaskan anaknya untuk berinteraksi dan menjalin hubungan dengan orang lain di luar keluarga. 71

Remaja yang memiliki kemampuan interaksi sosialnya baik, biasanya mudah mendapatkan teman, maupun berkomunikasi dengan baik dan semua itu dilakukan tanpa menyebabkan perasaan tegang ataupun perasaan tidak enak yang mampu mempengaruhi emosinya. Kemampuan Interaksi Sosial Chaplin (2005), mengemukakan bahwa kemampuan merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil pelatihan atau praktik. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia (Gillin dan Gillin dalam Soekanto, 2012). Menurut Walgito (2003), interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Interaksi sosial merupakan salah satu cara individu untuk memelihara tingkah laku sosial individu tersebut sehingga individu tetap dapat bertingkah laku sosial dengan individu lain. Interaksi sosial dapat pula meningkatkan jumlah atau kuantitas dan mutu atau kualitas dari tingkah laku sosial individu sehingga individu makin matang di dalam bertingkah laku sosial dengan individu lain di dalam situasi sosial (Santoso, 2010). Menurut Soekanto (2012), interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Soekanto (2012), mengemukakan bahwa bentuk-bentuk interaksi sosial yaitu (1) kerja sama yang berarti suatu uasaha bersama antara perorangan ataukelompok untuk mencapai suatu tujuan, (2) akomodasi, sebagai suatu proses di mana orang perorangan saling bertentangan, kemudian saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan, (3) persaingan, diartikan sebagai suatu proses di mana individu atau kelompok bersaing mencari keuntungan melalui bidang kehidupan dengan cara menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada, tanpa mempergunakan kekerasan atau ancaman, dan (4) konflik/pertentangan, adalah suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha memenuhi tujuan dengan jalan menantang pihak lawan dengan ancaman atau kekerasan. Menurut pemaparan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan interaksi sosial merupakan kesanggupan individu untuk saling berhubungan dan bekerja sama dengan individu lain maupun kelompok di mana kelakuan individu yang satu dapat mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu lain atau sebaliknya, sehingga terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan interaksi sosial pada remaja yang tinggal di pondok pesantren dengan yang tinggal bersama keluarga pada SMA IT Abu Bakar Yogyakarta. Berdasarkan uraian yang disampaikan peneliti di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah ada perbedaan kemampuan interaksi sosial antara remaja yang tinggal di pondok pesantren dengan yang tinggal bersama keluarga pada SMA IT Abu Bakar Yogyakarta. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan menggunakan teknik skala yang dilakukan secara klasikal. Alasan dilakukan secara klasikal agar lebih hemat dari segi waktu dan biaya, serta tenaga, sehingga tidak mengganggu proses belajar mengajar yang ada di sekolah tersebut. Penyusunan skala kemampuan interaksi sosial berdasarkan pada bentuk-bentuk interaksi sosial yang dikemukakan oleh Soekanto (2012) di antaranya: kerja sama, akomodasi, persaingan dan pertikaian atau konflik. Jumlah aitem yang akan adalah 80 aiten yang terdiri atas 40 aitem favorable dan 40 aitem unfavorable. Format respon dari skala kemampuan interaksi sosial adalah model summated rating scale yang terdiri dari empat pilihan jawaban yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS). 72

Tabel 1. Skor Pilihan Jawaban Aitem Favorable Unfavorable SS 4 1 S 3 2 TS 2 3 STS 1 4 Skala kemampuan interaksi sosial kemudian diuji validitas dengan uji coba alat ukur kepada 44 responden. Hasil uji coba dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini: No Bentuk 1 Kerjasama 2 Akomodasi 3 Persaingan Tabel 2. Sebaran Aitem yang Gugur dan Aitem yang Valid pada Skala Kemampuan Interaksi Sosial No Aitem Favorable Unfavorable Valid Gugur Valid Gugur 1, 25, 9, 17, 41, 33, 49, 5, 61 73 57, 65 2, 34, 42, 58, 74 19, 27, 51, 59, 75 10, 18, 26, 50, 66 3, 11, 35, 43, 67 30 15 13, 21, 29, 37, 45, 53, 69, 77 6, 14, 22, 38, 46, 54, 62, 70, 78 7, 23, 31, 39, 47, 55, 63, 71, 79 Jumlah aitem Valid Gugur Pertentangan 12, 20, 28, 4, 60, 8, 16, 24, 32, 40, 4 48 7 12 /Konflik 36, 44, 52 68, 76 56, 64, 72, 80 Jumlah 20 20 5 35 25 55 Berdasarkan tabel 2 diperoleh hasil dari 80 aitem skala kemampuan interaksi sosial yang diuji cobakan sebanyak 25 aitem yang valid dan 55 aitem yang gugur, dengan indeks daya beda aitem (r it ) terendah 0,457 dan tertinggi 0,803. Metode analisis data yang digunakan mengungkap perbedaan kemampuan interaksi sosial antara remaja yang tinggal di pondok pesantren dengan yang tinggal bersama keluarga pada adalah uji tes atau t-tes. Dengan menggunakan program statistical program service solution (SPSS) 16.0 for windows. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis uji-t dengan 62 responden yang terdiri dari 31 remaja yang tinggal di pondok pesantren dan 31 remaja yang tinggal bersama keluarga pada SMA IT Abu Bakar Yogyakarta di dapatkan hasil t=0,983 dan p=0,330 (p>0,05) yang berarti tidak signifikan. Hasil ini menunjukkan tidak ada perbedaan kemampuan interaksi sosial remaja yang tinggal di pondok pesantren dengan yang tinggal bersama keluarga. Dimana kemampuan interaksi sosial remaja yang tinggal di pondok pesantren (Mean=81) lebih tinggi dari remaja yang tinggal bersama keluarga dengan (Mean 79), dengan perbedaan mean antara remaja yang tinggal di pondok pesantren dengan yang tinggal bersama keluarga sangat kecil yaitu hanya 2. Terjadinya penolakan terhadap hipotesis disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang memungkinkan menjadi penyebab hipotesis ditolak adalah faktor identifikasi. Faktor identifikasi memegang peran dalam interaksi sosial. Di dalam identifiksai, anak akan mengambil oper sikap-sikap ataupun norma-norma dari orang tuanya yang dijadikan sebagai tempat identifikasi. Masa perkembangan di mana anak atau individu paling banyak melakukan identifikasi kepada orang lain ialah pada masa remaja. Dalam masa ini individu melepaskan identifikasinya dengan orang tua dan mencari norma-norma sosial sendiri (Walgito, 2003). 73

Remaja yang tinggal di pondok pesantren dengan yang tinggal bersama keluarga keduanya sama-sama melakukan identifikasi terhadap orang tuanya. Walaupun remaja yang tinggal di pondok pesantren tidak tinggal bersama orang tuanya dalam kurun waktu tertentu, tetapi pada saat kanak-kanak sampai sebelum tinggal di pondok pesantren mereka tinggal bersama keluarga. Pada saat itulah anak mengidentifikasi norma-norma yang ada dalam keluarganya yang akan dijadikan pedoman untuk mencari norma-norma sosialnya sendiri. Menurut Sarwono (2006), seorang anak sebelum mengenal lingkungan yang lebih luas, ia terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya. Jadi, sebelum mengenal norma dan nilainilai dari masyarakat umum pertama anak menyerap norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarganya. Baik tinggal di pondok pesantren atau tinggal bersama keluarga keduanya samasama memiliki syarat untuk terjadinya interaksi sosial yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Walaupun remaja yang tinggal di pondok (asrama) memiliki keterbatasan untuk berinteraksi dengan masyarakat di luar pondok pesantren, tetapi di dalam pondok pesantren santri dapat melakukan kontak sosial dan komunikasi dengan sesama santri; pengurus pesantren; atau dengan ustad/ustadzah. Hal ini sama seperti remaja yang tinggal bersama keluarga, tetapi remaja yang tinggal bersama keluarga memilik kontak sosial yang terjadi lebih luas. Kontak sosial tidak hanya dengan anggota keluarga, tetapi bisa terjadi dengan orang lain di luar keluarga seperti teman atau masyarakat sekitar tempat tinggal. Di rumah, keberadaan figur dan peran orang tua sangat jelas yaitu bapak dan ibu. Selain itu juga di karnakan adanya penerimaan yang hangat dari orang tua berupa memberikan rasa aman dengan menerima anak, memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis, menghargai kegiatannya dan memberikan batasan yang jelas sehingga anak dengan sendirinya akan merasa yakin dengan kemampuannya. Sedangkan di pesantren, walaupun hanya ada pengasuh (ustad/ustazah) namun perannya sangat jelas yaitu bertindak sebagai orang tua (bapak/ibu) untuk santri-santrinya. Pengasuh juga memberikan rasa aman kepada santri-santrinya dengan cara menerima mereka. Demikian pula dalam pemenuhan kebutuhan fisik maupun psikologis santri terpenuhi dengan baik. Lama tinggalnya santri yang tinggal di pondok pesantren memungkinkan tidak adanya perbedaan kemampuan interaksi sosial antara remaja yang tinggal di pondok pesantren dengan yang tinggal bersama keluarga pada SMA IT Abu Bakar Yogyakarta, karena subjek yang tinggal di pondok pesantren pada penelitian ini menempati pesantren kurang lebih satu tahun, sedangkan waktu satu tahun tidak sebanding dengan lamanya remaja yang tinggal bersama keluarga. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis uji-t independent samples test dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan interaksi sosial antara remaja yang tinggal di pondok pesantren dengan yang tinggal bersama keluarga pada SMA IT Abu Bakar dengan nilai t=0,983 dan p=0,330 (p>0,05) yang berarti tidk signifikan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dalam penelitian berikutnya. Bagi peneliti selanjutnya yang akan mengadakan penelitian dengan topik yang sama diharapkan melibatkan variabel lain yang berhubungan dengan kemampuan interaksi sosial seperti prestasi belajar, komunikasi, peran sosial atau yang lainnya. Penelitian selanjutnya juga diharapkan dalam pemilihan subjek berbeda dengan penelitian sebelumnya. Jika ingin menggunakan subjek penelitian yang sama disarankan untuk mengontrol lamanya tinggal di pondok pesantren dan diharapkan jumlah subjek antara dua kelompok subjek sama. Lebih memperdalam analisis hasil penelitian yang akan digunakan. DAFTAR PUSTAKA Ali, M & Asrori, M. (2012). Psikologi remaja. Jakarta: Bumi Aksara Azwar, S. (2011). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Chaplin, J. P. (2005). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Rajawali Pers. 74

Gunarsa, S. (2008). Psikologi praktis: Anak, remaja, dan keluarga. Jakarta: Gunung Mulia Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi kelima. Penerjemah: Istiwidayanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga. Santoso, S. (2010). Teori-teori psikologi sosial. Yogyakarta: Reflika Aditama. (2006). Psikologi remaja. Jakarta: Grafindo Persada Soekanto, S. (2012). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Walgito, B. (2003). Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Andi Offset. 75