BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena

dokumen-dokumen yang mirip
KEWIRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

TINJAUAN PUSTAKA. Persaingan dalam dunia bisnis merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dapat

BPK DAN KPPU MENYEPAKATI KERJASAMA DALAM PENANGANAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA YANG INDEPENDEN

HUKUM PERSAINGAN USAHA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Modul I : Pengantar UU NO. 5/1999 TENTANG LARANGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

KAJIAN YURIDIS PEMBATASAN PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK OLEH UU NO

DR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

HUKUM MONOPOLI & PERSAINGAN USAHA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Persaingan Usaha. unggul dari orang lain dengan tujuan yang sama (Kamus Besar Bahasa Indonesia.

HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Adapun...

Pengantar Hukum Persaingan Usaha. Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan

I. PENDAHULUAN. dimana manusia cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Dari banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menjadi langkah baru bagi

BAB III PENUTUP. persaingan usaha yang sehat di sektor perunggasan telah menjalankan

DAFTAR ISI. Halaman Sampul... Lembar Pengesahan... Pernyataan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Intisari... Abstract... BAB I PENDAHULUAN...

BAB I PENDAHULUAN. memadai untuk terciptanya sebuah struktur pasar persaingan. 1 Krisis ekonomi

Hukum Persaingan Usaha

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

BAB II URAIAN TEORI. 2.2 Pengertian KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Ethics in Market Competition. Mery Citra.S,SE.,MSi Business Ethics #7

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 1. Status dan Keanggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

KPPU DAN TATA CARA PENANGANAN PERKARA PROF DR JAMAL WIWOHO, SH, MHUM

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar pengaturan hukum persaingan usaha adalah Undang-Undang Nomor 5

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

MATRIKS HARMONISASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

BAB I PENDAHULUAN. telah menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, hal ini mendorong

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3)

BAB III PENUTUP. 1. KPPU dalam melakukan penanganan perkara-perkara persekongkolan tender,

BAB I PENDAHULUAN. negatif dan sistem ekonomi yang menyebabkan tidak kompetitif. 1

BAB III PENUTUP. maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: dalam menangani suatu perkara yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktik monopoli dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG

NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

TINJAUAN TERHADAP MEKANISME PENANGANAN PERKARA PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum Persaingan Usaha pada dasarnya mengatur mengenai perilaku,

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum dan Pengertian Hukum Persaingan Usaha. Dasar hukum pengaturan hukum persaingan usaha adalah Undang-Undang Nomor

Sulit Berantas Kartel, KPPU Butuh Apa Lagi? Oleh: M. Nurfaik *

MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan

Oleh : Ida Ayu Wedha Arisanthi Ida Ayu Sukihana A.A. Sri Indrawati Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

MAKALAH. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum. Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Perubahan Perilaku merupakan suatu bagian dari tahap dalam tata cara

LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT. 2.1 Pengertian Persaingan Usaha dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY

Pedoman Pasal 47 Tentang. Tindakan. Administratif

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan suatu negara sangat ditentukan oleh tingkat perekonomian

I. PENDAHULUAN. di segala bidang. Persaingan usaha yang sangat tajam ini merupakan sebuah

OPTIMALISASI PERAN KOPERASI MEMBANGUN SISTEM PERSAINGAN BERKEADILAN

PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI

I. PENDAHULUAN. masyarakat. Bila persaingan dipelihara secara konsisten, akan tercipta kemanfaatan

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Struktur Pasar Pemasaran (TIN 4206)

Kerangka Logis Perencanaan Strategis: Beberapa Pemikiran untuk KPPU

Penegakan Hukum atas Pelanggaran Terhadap Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

BAB I PENDAHULUAN. di luar perusahaan, antara lain melalui Penggabungan (merger), Pengambilalihan

SILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

Lex Crimen Vol. VI/No. 1/Jan-Feb/2017

ANALISIS YURIDIS MENGENAI KEISTIMEWAAN BAGI PELAKU USAHA KECIL TERKAIT DENGAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang yang cukup signifikan antar pelaku usaha, praktik monopoli atau

BAB I PENDAHULUAN.. Di dalam kondisi perekonomian saat ini yang bertambah maju, maka akan

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

I. PENDAHULUAN. segala aspek yang berkaitan dengan persaingan usaha yaitu mencakup hal-hal

PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA DAN KEBIJAKAN PERSAINGAN DIKAITKAN DENGAN KINERJA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA ( KPPU )

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mengalami banyak kemajuan yang didorong oleh kebijakan pembangunan di

BAB III PERBANDINGAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA, AMERIKA SERIKAT, JEPANG

PERAN UNDANG - UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA. Abstrak

Peranan KPPU dalam mengawasi Persaingan Usaha di Indonesia

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena selalu terdapat kepentingan yang berbeda bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha (bisnis) yang mana merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Secara umum, pengusaha atau penjual dalam menjual barang atau jasa selalu berusaha untuk mendapatkan keuntungan atau profit sebesar-besarnya. Di pihak lain, pembeli atau konsumen selalu berusaha untuk mendapatkan barang atau jasa yang diinginkan atau diperlukan dengan biaya atau upaya yang seminimal mungkin. Walaupun terdapat perbedaan kepentingan tersebut, dunia usaha tetap berjalan karena memang manusia tetap memerlukan dunia usaha untuk dapat melakukan perdagangan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Dalam dunia usaha (bisnis) selalu timbul persaingan usaha di antara para pengusaha. Persaingan usaha dapat terjadi dalam berbagai hal termasuk menyangkut penekanan biaya produksi barang dan jasa serta biaya-biaya lainnya. Pada akhirnya, bagi para pengusaha kepentingan terutamanya adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari hasil usahanya (bisnisnya). Sebenarnya persaingan sendiri bukanlah suatu hal yang buruk karena dengan adanya persaingan maka konsumen dapat diuntungkan karena dengan adanya persaingan maka untuk dapat mendapat hasil penjualan yang sebesar-besarnya (dan keuntungannya juga), para pengusaha dapat melakukan upaya untuk

2 meningkatkan kualitas dari barang dan/atau jasa yang diproduksi. Para pengusaha juga seyogyanya mendapatkan keuntungan dengan adanya persaingan usaha karena persaingan usaha akan memacu para pengusaha untuk memberikan harga jual barang atau jasa yang semenarik mungkin bagi konsumen. Namun demikian, persaingan haruslah sehat dan tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen. Tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat upaya-upaya yang lebih mudah bagi pengusaha-pengusaha untuk meningkatkan penjualan dan keuntungannya selain daripada meningkatkan kualitas dari produk-produknya. Tidak dapat dipungkiri pula bahwa cara-cara tersebut dapat menimbulkan persaingan tidak sehat. Dengan adanya persaingan tersebut dan untuk memastikan agar persaingan yang timbul adalah persaingan yang sehat dan yang tidak merugikan konsumen, perlu diatur ketentuan-ketentuan mengenai persaingan usaha sehingga para pengusaha dapat bersaing dengan sehat dan tidak timbul kerugian bagi konsumen. Undang-undang mengenai pencegahan dan penindakan atas kegiatan-kegiatan usaha dan/atau kegiatan-kegiatan lain yang bersifat monopolistik dan yang dapat menghambat persaingan usaha yang sehat telah ada sejak tahun 1999 yaitu sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ( UU No. 5/1999 ). UU No. 5/1999 diundangkan pada tanggal 5 Maret 1999. Salah satu pemicu kelahiran UU No. 5/1999 adalah krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara di tahun 1997 dan 1998. Dalam rangka mengatasi krisis eknomi tersebut Pemerintah Indonesia menandatangani beberapa Letter of Intent dengan International Monetary Fund

3 (IMF) termasuk Letter of Intent tanggal 10 April 1998 1 yang memuat kesediaan Pemerintah Indonesia untuk membuat suatu undang-undang anti kompetisi dan anti persaingan usaha tidak sehat. Namun demikian, menurut Lubis, dkk 2 terdapat alasan lain atas diundangkannya UU No. 5/1999 yaitu: Sejak 1989, telah terjadi diskusi intensif di Indonesia mengenai perlunya perundang-undangan antimonopoli. Reformasi sistem ekonomi yang luas dan khususnya kebijakan regulasi yang dilakukan sejak tahun 1980, dalam jangka waktu 10 tahun telah menimbulkan situasi yang dianggap sangat kritis. Timbul konglomerat pelaku usaha yang dikuasai oleh keluarga atau partai tertentu, dan konglomerat tersebut dikatakan menyingkirkan pelaku usaha kecil dan menengah melalui praktek usaha yang kasar serta berusaha untuk mempengaruhi semaksimal mungkin penyusunan undang-undang serta pasar keuangan. Rokan 3 mengatakan bahwa UU No. 5/1999 bertujuan untuk menjaga iklim persaingan antar pelaku usaha serta menjadikan persaingan antar pelaku usaha menjadi sehat. Selain itu, hukum persaingan usaha bertujuan menghindari terjadinya eksploitasi terhadap konsumen oleh pelaku usaha tertentu serta mendukung sistem ekonomi pasar yang dianut oleh suatu Negara. Selain tujuan umum, masing-masing negara mempunyai tujuan khusus menghadirkan hukum persaingan usaha. Di Amerika Serikat, hukum persaingan usaha bertujuan untuk melindungi sistem kompetisi (to preserve competitive system). Di Jerman, bertujuan untuk memajukan kesejahteraan dan kebebasan warga negara dan di 1 Memorandum of Economic and Financial Policies of the Government of Indonesia, http://www.imf.org/external/np/loi/041098.htm, diakses 25 Oktober 2013. 2 Lubis Andi Fahmi, dkk, 2009, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Jakarta, Indonesia. 3 Rokan, Mustafa Kamal, 2012, Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Halaman 27.

4 Swedia, bertujuan mencapai pemanfaatan optimal dari sumber-sumber yang ada di masyarakat. Pasal 3 UU No. 5/1999 menyatakan bahwa tujuan UU No. 5/1999 adalah sebagai berikut: a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil; c. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha. Lebih lanjut dan sejalan dengan Pasal 3 UU No. 5/1999 tersebut, berdasarkan Penjelasan Resmi UU No. 5/1999 dinyatakan bahwa UU No. 5/1999 disusun berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta berdasarkan kepada demokrasi ekonomi dengan memperhatikan pelaku usaha dan kepentingan umum dengan tujuan untuk (i) menjaga kepentingan umum dan melindungi konsumen; (ii) menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha yang sehat, dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap orang; (iii) mencegah praktek-praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha; serta (iv) menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Penjelasan Resmi UU No. 5/1999 menyatakan bahwa secara garis besar UU No. 5/1999 mengatur 6 (enam) hal sebagai berikut: 1. perjanjian yang dilarang (Pasal 4 sampai dengan Pasal 16);

5 2. kegiatan yang dilarang (Pasal 17 sampai dengan Pasal 24); 3. posisi dominan (Pasal 25 sampai dengan Pasal 29); 4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (Pasal 30 sampai dengan Pasal 37); 5. penegakan hukum (Pasal 38 sampai dengan Pasal 49); dan 6. ketentuan lain-lain. Perjanjian yang dilarang berdasarkan UU No. 5/1999 adalah oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri. Sedangkan kegiatan yang dilarang berdasarkan UU No. 5/1999 adalah monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, dan persekongkolan. Dalam rangka penegakan hukum ketentuan-ketentuan UU No. 5/1999 dan berdasarkan ketentuan Pasal 30 ayat 1 UU No. 5/1999, Pemerintah membentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU ). Berdasarkan Pasal 35 UU No. 5/1999, tugas KPPU adalah sebagai berikut: a. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 UU No. 5/1999; b. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24 UU No. 5/1999; c. melakukan penilaian terhadap ada atau tidaknya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28 UU No. 5/1999; d. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang KPPU sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UU No. 5/1999; e. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; f. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU No. 5/1999; g. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja KPPU kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

6 Selain itu, menurut Pasal 36 UU No. 5/1999, kewenangan KPPU adalah sebagai berikut: a. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; b. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; c. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh KPPU sebagai hasil dari penelitiannya; d. menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; e. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan UU No. 5/1999; f. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan UU No. 5/1999; g. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf c, dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan KPPU; h. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU No. 5/1999; i. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan; j. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat; k. memberitahukan putusan KPPU kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; l. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan KPPU. Berdasarkan Pasal 34(1) UU No. 5/1999, KPPU dibentuk oleh Pemerintah dengan suatu Keputusan Presiden. KPPU dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tanggal 8 Juli 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KepPres 75/1999 ).

7 Konsisten dengan UU No. 5/1999, Pasal 4 KepPres 75/1999 menyatakan tugas-tugas KPPU yang sama dengan tugas-tugas yang disebut dalam Pasal 35 UU No. 5/1999 tersebut di atas, termasuk tugas-tugas berikut: a. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 UU No. 5/1999; b. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24 UU No. 5/1999; c. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28 UU No. 5/1999; dan d. mengambil tindakan sesuai dengan kewenangan KPPU sebagaimana diatur dalam Pasal 36 UU No. 5/1999. Menyangkut hal-hal yang dilarang sebagaimana dinyatakan di atas, salah satu perjanjian yang dilarang berdasarkan UU No. 5/1999 adalah kartel. Sehubungan dengan kartel di Indonesia, Pasal 11 UU No. 5/1999 menyatakan sebagai berikut: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Sampai dengan bulan September tahun 2009, KPPU telah memeriksa dan memutus 5 (lima) perkara yang menyangkut kartel 4 berdasarkan Pasal 11 UU No. 5/1999. Salah satu alat atau mekanisme yang telah banyak digunakan di negara lain untuk menangkal pelanggaran aturan-aturan anti monopoli atau anti persaingan 4 Komisi Pengawas Persaingan Usaha, http://www.kppu.go.id/id/putusan/, diakses 10 Mei 2014.

8 terutama kartel adalah dengan adanya prosedur pengampunan (leniency procedures). Prosedur pengampunan (leniency procedures) telah dikenal dan diimplementasikan di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Jerman dan Perancis 5. Prosedur pengampunan (leniency procedures) telah menjadi suatu prosedur yang efektif dalam mengurangi (atau bahkan menghapuskan) praktek-praktek kartel baik yang bersifat nasional atau bahkan yang bersifat internasional. Di Indonesia, pada saat ini walaupun UU No. 5/1999 telah mengatur mengenai larangan atas kartel dan perjanjian-perjanjian lain yang mirip dengan kartel yaitu perjanjian perjanjian penetapan harga, pembagian wilayah dan persekongkolan tender, UU No. 5/1999 tidak mengatur mengenai prosedur pengampunan (leniency procedures). Lebih lanjut, KPPU pada saat ini tidak memiliki aturan-aturan yang berkaitan dengan prosedur pengampunan (leniency procedures). Dalam hal ini, KPPU mengatakan bahwa: KPPU juga mengupayakan agar asas kelonggaran (leniency) bisa diterapkan dalam sistem hukum di Indonesia. Dengan kelonggaran, perusahaan yang dituding bersalah bisa mendapatkan keringanan atau bahkan pembebasan apabila bekerja sama atau bersedia melapor sebelum muncul putusan. Skema ini diharapkan bisa mendorong turunnya kasus kartel ataupun munculnya pihak yang memberitahukan praktik kartel 6. Walaupun telah ada pernyataan tersebut di atas, sampai saat ini belum ada ketentuan yang mengatur mengenai prosedur pengampunan (leniency procedures) 5 Mobley Samantha J. dan Denton Ross (Editors), 2011, Global Cartels Handbook Leniency: Policy and Procedure, Oxford University Press, Great Britain, Daftar Isi. 6 Anonim, 2012, Penangkalan Kartel Terhambat Peradilan, Kompas, 11 September 2012, Halaman 18.

9 di Indonesia sehubungan dengan persaingan usaha secara sehat baik dalam UU No. 5/1999 atau peraturan perundangan lainnya. B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis merumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan prosedur pengampunan (leniency procedures) dan bagaimanakah pelaksanaannya di Amerika Serikat, Jepang, dan Singapura terkait dengan kartel? 2. Bagaimana pengaturan prosedur pengampunan (leniency procedures) dalam UU No. 5/1999 dan peraturan pelaksanaannya? 3. Bagaimana prosentase putusan-putusan Mahkamah Agung yang menguatkan putusan-putusan KPPU dalam perkara pelanggaran UU No. 5/1999 termasuk perkara-perkara kartel? 4. Bagaimanakah kemungkinan penerapan prosedur pengampunan (leniency procedures) di Indonesia? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada sampai dengan tanggal penulisan tesis ini, penulis tidak menemukan suatu penelitian yang secara khusus membahas mengenai prosedur pengampunan (leniency procedures) di Amerika Serikat, Jepang, dan Singapura dan prosedur pengampunan (leniency procedures) di Indonesia secara khusus sebagaimana akan dibahas dan diteliti dalam tesis ini.

10 Namun demikian, penulis akan merujuk pada beberapa tesis yang meneliti berbagai aspek dari kartel termasuk prosedur pengampunan (leniency procedures) sebagai berikut: 1. Perbandingan Hukum Kartel Antara Indonesia Dengan Jepang (Tinjauan Dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Yang Tidak Sehat dan Act Concerning Prohibition of Private Monopoly and Maintenance of Fair Trade (Act No. 54 of 14 April 1947)), Recca Ayu Hapsari, 2012, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum (Magister Hukum Bisnis). Permasalahan yang diteliti adalah sebagai berikut: a. Bagaimana perbandingan mengenai bentuk dan jenis kartel, ruang lingkup pembuktian kartel, serta sanksi yang diterapkan dari Undangundang No. 5 Tahun 1999 tentang Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Act Concerning Prohibition of Private Monopoly and Maintenance of Fair Trade (Act No. 54 of April 14, 1947)? b. Bagaimanakah manfaat hasil perbandingan hukum pembuktian kartel dalam Act Concerning Prohibition of Private Monopoly and Maintenance of Fair Trade (Act No. 54 of April 14, 1947) terhadap Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat? 2. Studi Perbandingan Pengaturan Kartel di Indonesia dan di Amerika Serikat, Much Nurachmad, 2008, Program Magister Hukum (Magister Hukum Bisnis).

11 Permasalahan yang diteliti adalah sebagai berikut: a. Bagaimana pengaturan kartel menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat? b. Bagaimana pengaturan kartel menurut Antitrust Law di Amerika Serikat? c. Apakah manfaat pengaturan kartel bagi bangsa Indonesia terutama yang berkaitan dengan perilaku pelaku usaha? Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis dengan ini menyatakan keaslian penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam tesis ini. D. Manfaat Penelitian Manfaat teoritis dari tesis ini adalah berupa sumbangan pemikiran bagi perkembangan peraturan perundangan di bidang hukum anti monopoli dan anti persaingan di Indonesia dengan membandingkan sistem ketentuan mengenai prosedur pengampunan (leniency procedures) di Amerika Serikat, Jepang, dan Singapura dan di Indonesia. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah suatu upaya dari penulis agar dapat dilakukan perubahan peraturan perundangan yang diperlukan guna memasukkan ketentuan mengenai prosedur pengampunan (leniency procedures) dalam peraturan perundangan mengenai anti monopoli dan anti persaingan usaha dengan memperhatikan peraturan perundangan di Indonesia. E. Tujuan penelitian Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:

12 1. untuk mengetahui apakah prosedur pengampunan (leniency procedures) sehubungan dengan kartel telah diatur dalam peraturan perundangan di Indonesia; 2. untuk mengetahui bagaimana pengaturan prosedur pengampunan (leniency procedures) sehubungan dengan kartel di Amerika Serikat, Jepang, dan Singapura; 3. untuk mengetahui kemungkinan pengaturan prosedur pengampunan (leniency procedures) sehubungan dengan kartel di Indonesia; dan 4. untuk memberikan masukan mengenai kemungkinan pengaturan prosedur pengampunan (leniency procedures) sehubungan dengan kartel di Indonesia.