ANALISIS KERAWANAN BANJIR BERBASIS SPASIAL MENGGUNAKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

dokumen-dokumen yang mirip
Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan

Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten Sinjai)

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS SPASIAL UNTUK MENENTUKAN ZONA RISIKO BANJIR BANDANG (STUDI KASUS KABUPATEN SINJAI)

ANALISIS SPASIAL RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN TORAJA UTARA Dr. Paharuddin, M.Si 1, Dr. Muh. Alimuddin Hamzah, M.Eng 1, Rezky Shakiah Putri 2.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Jurnal String Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

Sekapur Sirih. Maros, 17 Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Maros. DR. Patahillah Asba, SH,MH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN 2. Rumusan Masalah 1. Latar Belakang 3. Tujuan Penelitian B. TINJAUAN PUSTAKA

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB IV METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM.

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

ANALISIS SPASIAL RISIKO BANJIR WILAYAH SUNGAI MANGOTTONG DI KABUPATEN SINJAI, SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN RESAPAN AIR DI KELURAHAN RANOMUUT KECAMATAN PAAL DUA KOTA MANADO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 07 TAHUN 2011 T E N T A N G PENETAPAN NAMA PUSKESMAS DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMODELAN DECISION SUPPORT SYSTEM MANAJEMEN ASET IRIGASI BERBASIS SIG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pemintakatan Risiko Bencana Banjir Bandang di Kawasan Sepanjang Kali Sampean, Kabupaten Bondowoso

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Konsep Penelitian

IDENTIFIKASI PARAMETER SIGNIFIKAN DALAM PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN BANJIR KOTA PEKANBARU ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN KERAWANAN BANJIR DAS WAWAR. Sukirno, Chandra Setyawan, Hotmauli Sipayung ABSTRAK

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB I PENDAHULUAN I-1

Daftar Isi. Daftar Isi Daftar Gambar Bab 1. Pendahuluan... 5

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ARAHAN PENGENDALIAN BANJIR BERBASIS GIS DI KECAMATAN SINJAI UTARA KAB. SINJAI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

PROFIL BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH DAN DIKLAT MAROS.

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

ANALISIS PERBANDINGAN FLUKTUASI PERUBAHAN VOLUME WADUK PENJALIN DENGAN METODE PEMERUMAN DAN PENGUKURAN ELEVASI MUKA AIR

OPTIMASI PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR DI KOTA MANADO DENGAN METODE AHP (ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS)

BAB III METODE PENELITIAN. dimulai pada bulan Maret 2016 sampai dengan bulan Juni 2016

Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR

TUGAS EVALUASI SURVEI DAN EVALUASI LAHAN TENTANG SURVEI LAPANGAN (METODE INDEKS STORIE)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 5 TAHUN 2012 TENTANG

ZONASI TINGKAT KERENTANAN (VULNERABILITY) BANJIR DAERAH KOTA SURAKARTA. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persayaratan. Mencapai Derajat Sarjana S-1

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

Oleh: Alfian Sukri Rahman Dosen Pembimbing: Ir. Yuwono, MT Udiana WD, ST, MT

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

KERENTANAN BANJIR DI DAS CISADANE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

OLEH : TOMI DWICAHYO NRP :

Penentuan Lokasi Rumah Pompa Kota Surabaya Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process(AHP)

PROYEKSI DAYA DUKUNG LAHAN SAWAH DI KABUPATEN MAROS SELAMA 20 TAHUN KEDEPAN

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB IV METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LINGKUP KEGIATAN PENELITIAN Lingkup Kegiatan Penelitian Komponen Lingkungan Kerangka Alur Penelitian...

HASIL DAN PEMBAHASAN

2 METODE PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005),

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV METODE PENELITIAN

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL

Pemetaan Tingkat Ancaman Bencana Alam Banjir dan Tanah Longsor Di Kecamatan Latambaga, Kabupaten Kolaka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BUPATI MAROS PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI MAROS NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BAB IV PENGOLAHAN DATA dan ANALISIS

0 BAB 1 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

ANALISIS KERAWANAN BANJIR BERBASIS SPASIAL MENGGUNAKAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) KABUPATEN MAROS Rosma Heryani 2, Dr. Paharuddin M.si 1, Drs. Samsu Arif M.Si 1 1 Dosen Program Studi Geofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 2 Mahasiswa Program Studi Geofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar Abstrak Pembuatan peta kerawanan banjir diperlukan sebagai langkah untuk meminimalkan dampak bencana. Penelitian ini bertujuan menentukan skor dan bobot parameter kelas kerentanan banjir dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) serta memetakan kelas kerawanan banjir Kabupaten Maros berdasarkan hasil analisis Sistem Informasi Geografis (SIG). Tumpangsusun peta menghasilkan peta kerentanan banjir dengan empat kelas kerawanan yaitu: tidak rawan, cukup rawan, rawan dan sangat rawan. Hasil penelitian diperoleh interval kelas kerawanan banjir yaitu : Tidak Rawan (10-130), Cukup Rawan (131-250), Rawan (251-370), Sangat Rawan (371-490). Bobot dari parameter Kemiringan lereng, Curah hujan, Jenis tanah, Penggunaan lahan, dan Ketinggian secara berurutan nilainya adalah 38, 22, 16, 14, 10. Semakin rendah kemiringan lereng dan elevasi semakin tinggi skornya. Semakin tinggi curah hujan semakin tinggi skornya. Tubuh air dan jenis tanah aluvial memiliki skor yang tinggi. Wilayah yang Tidak Rawan pada Kecamatan Mallawa seluas 5.37 Km 2 (2%). Cukup Rawan pada Kecamatan Mallawa 100.90 Km 2 (44%) dan Camba 25.80 Km 2 (22%). Rawan di Kecamatan Cenrana dengan luas 165.11 Km 2 (80%), Camba luasnya 78.55 Km 2 (66%), Tempobulu 155.43 Km 2 (54%). Sangat Rawan pada Kecamatan Lau dengan luas 33.62 Km 2 (99%) dan Marusu 44.60 Km 2 (99%). Kata kunci : kerawanan, banjir, Analytical Hierarchy Process (AHP), SIG Pendahuluan Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis yang memungkinkan curah hujan yang tinggi setiap tahunnya. Perubahan iklim dan cuaca yang tidak menentu menyebabkan timbulnya bencana, salah satunya banjir. Belum tersedianya informasi tentang peta kerawanan bencana serta kerugian yang dapat ditimbulkan oleh banjir sehingga pembuatan peta kerawanan banjir diperlukan sebagai langkah untuk meminimalkan dampak bencana. Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat membuat penentuan daerah rawan banjir lebih mudah dianalisis berdasarkan parameter yang digunakan. Dalam penelitian ini metode AHP digunakan untuk menentukan bobot dan skor, sehingga diperoleh kelas

kerawanan sangat rawan, rawan, cukup rawan dan tidak rawan. Banjir Banjir merupakan limpasan air yang melebihi tinggi muka air normal, sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di sisi sungai. Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas normal (BNPB, 2011). Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70-an. Metode AHP merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam sistem pengambilan keputusan. Setelah persoalan didefinisikan perlu dilakukan penguraian persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya (elemen - elemen). Sehingga diperoleh beberapa tingkatan dari persoalan tersebut. Oleh karena itu, proses analisis ini dinamakan Gambar 1. Struktur Hirarki AHP memanfaatkan persepsi pakar atau informan yang dianggap ahli sebagai input utamanya sehingga diperoleh bobot dari masing-masing kriteria yang digunakan dalam penelitian. Sistem Informasi Geografis (SIG) Menurut Karsidi (2004) Sistem Informasi Geografis (SIG) merupaka n suatu sistem berbasis spasial yang mampu mengolah dan menyajikan informasi secara spasial pula. Pemanfaatan SIG ini akan sangat berguna dalam kaitannya dengan dinamika penggunaan lahan, terlebih lagi dengan ketersediaan model-model aplikatif yang mampu menyajikan aspek dinamika keruangan. hierarki.

Lokasi Penelitian Kabupaten Maros terletak dibagian Barat Sulawesi Selatan antara 40 45-50 07 Lintang Selatan dan 109 205 129 12 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Maros 1.619,12 km 2 yang secara administrasi pemerintahannya menjadi 14 Kecamatan dan 103 Desa / Kelurahan (Pemkab Maros, 2013). - Peta kemiringan lereng - Peta ketinggian (elevasi) - Peta penggunaan lahan - Peta jenis tanah Analisis Kerawanan Banjir Untuk mengetahui kerawanan banjir dari suatu wilayah maka diperlukan penetuan nilai kerawanan banjir. Secara matematis persamaan tersebut adalah : K = a * X(Tp) + b * X(E) + c * X(Lu) + d * X(So)+ e * X(Ch). (1) Dimana: K = kerawanan banjir a, b, c, d, e = bobot masing-masing parameter X = skor kelas Gambar 2. Peta Administrasi Kabupaten Tp = kemiringan lereng Maros E = elevasi/ ketinggian Alat dan Bahan - Kuisioner - Expert Choice 11 - Software SIG - Peta curah hujan Lu =penutup/penggunaan lahan So = jenis tanah Ch = curah hujan Wilayah dengan kerawanan banjir yang tinggi akan memiliki nilai yang tinggi.

Klasifikasi kerawanan banjir ditentukan berdasarkan nilai kerawanann yang telah diperoleh. Untuk mengetahui interval nilai kelas kerawanan digunakan persamaan : KI=.(2) Dimana: KI = kelas interval Kmax = nilai kerawanan tertinggi Kmin = nilai kerawanan terendah n = jumlah kelas yang diinginkan Dalam penelitian ini kelas kerawanan (n) dibuat menjadi empat kelas yaitu : sangat rawan, rawan, cukup rawanan dan tidak Luas (sqkm) Gambar 3. Peta Kerawanan Banjir 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 Kerawanan Banjir Bantimurung Bontoa Camba Cenrana Lau Mallawa Tidak Rawan Rawan Kecamatan Mandai Maros Baru Marusu Moncongloe Simbang Tanralili Tempobulu Turikale Cukup Rawan Sangat Rawan Gambar 4. Diagram luas kerawanan banjir rawan. 1. Kemiringan lereng semakin curam Hasil dan pembahasan Tabel 1. Interval nilai kelas kerawanan banjir Kelas kerawanan Interval (K) banjir Tidak rawan 10-1300 Cukup rawan 131-250 Rawan 251-370 Sangat rawan 371-490 lereng semakin cepat air mengalir dan semakin pendek waktu pengakumulasian debit banjir. 2. Curah hujan yang tinggi lebih memungkinkan terjadinya banjir karena banyak menghasilkann debit air. 3. Jenis tanah sangat berpengaruh terhadap proses infiltrasi. Tanah yang

memiliki tekstur halus memiliki tingkat infiltrasi yang rendah sehingga menimbulkan aliran permukaan ( run off) meningkat. 4. Penggunaan lahan mempengaruhi besarnya air limpasan hasil hujan yang tinggi skornya. Tubuh air dan jenis tanah aluvial memiliki skor yang tinggi. 2. Luas wilayah dan persentase dari kelas Kerawanan Banjir disetiap Kecamatan yaitu : - Tidak Rawan pada Kecamatan Mallawa telah melebihi laju infiltrasi. seluas 5.37 Km 2 atau sebesar 2% dari 5. Ketinggian. Daerah dengan ketinggian rendah rawan terhadap banjir karena air bergerak dari tempat tinggi terakumulasi di tempat rendah. Kesimpulan 1. Dari hasil AHP diperoleh: - Interval kelas kerawanan banjir yaitu : Tidak Rawan (10-130), Cukup Rawan (131-250), Rawan (251-370), Sangat Rawan (371-490). - Bobot parameter Kemiringan lereng, Curah hujan, Jenis tanah, Penggunaan lahan, dan Ketinggian secara berurutan nilainya adalah 38, 22, 16, 14, 10. - Skor parameter. Semakin rendah kemiringan lereng dan ketinggian, luas kecamatan, sedangkan kecamatan lainnya 0%. - Cukup Rawan pada Kecamatan Mallawa luasnya 100.90 Km 2 dengan persentase sebesar 44%, Camba dengan luas 25.80 Km 2 persentasenya 22%. Cenrana 10.60 Km 2 dan Tempobulu sebesar 15.32 Km 2 dengan persentase 5%. Kecamatan Bantimurung dengan luas 0.96 Km 2 dan Bontoa luasnya 1.01 Km 2 keduanya dengan persentase 1%. Kecamatan lainnya 0%. - Rawan di Kecamatan Cenrana dengan luas 165.11 Km 2 dan persentase 80%, Camba luasnya 78.55 Km 2 persentasenya 66%, Tempobulu 155.43 Km 2 persentase 54%, Mallawa 120.01 Km 2 dengan Semakin tinggi curah hujan, semakin persentase 53%, Bantimurung dengan

luas 53.96 Km 2 persentase 38%, Bontoa 15.17 Km 2 persentase 20%, Tanralili 10.52 Km 2 persentase 17%, Moncongloe dengan luas 6.36 Km 2 persentase 15%, Simbang 13.90 Km 2 persentase 13%, Mandai 4.26 Km 2 persentase 10%, Turikale 1.51 Km 2 persentase 6%, Maros Baru 1.05 Km 2 persentase 3%, Marusu dengan luas 0.51 Km 2 dan Lau 0.44 Km 2 keduanya dengan persentase 1%. - Sangat Rawan pada Kecamatan Lau dengan luas 33.62 Km 2 dan Marusu 44.60 Km 2 dengan persentase 99% dari luas kecamatan, selanjutnya kecamatan Maros Baru dengan luas 30.46 Km 2 persentase 97%. Turikale 25.00 Km 2 persentase 94%, Mandai 37.97 Km 2 persentase 90%, Simbang 90.16 Km 2 persentase 87%, Moncongloe 34.47 Km 2 persentase 85%. Tanralili dengan luas 52.42 Km 2 persentase 83%, Bontoa 60.27 Km 2 persentasenya 79%. Bantimurung dengan luas 85.91 Km 2 dengan persentase 61%, Tempobulu 114.87 Km 2 persentase 41%, Cenrana 32.17 Km 2 persentase 15%, Camba dengan luas 14.20 Km 2 persentase 12%, Mallawa dengan luas 1.34 Km 2 persentase 1%. DAFTAR PUSTAKA BNPB. 2011. Indonesia. Indeks rawan bencana Hadi, B.S. 2005. Sistem Informasi Geografis Dan Urgensinya Dalam Pembangunan Nasional. Hermono, dan Budinetro. 2012. Penentuan Peringkat Lokasi Bendungan Pengendali Banjir Di Semarang. Kolokium Hasil Litbang Sumber Daya Air.Pusat Litbang Sumber Daya Air Hidayat, Y.M dan Dhemi. 2012. Kajian Optimalisasi Penggunaan Air Irigasi Di Daerah Irigasi Wanir Kabupaten Bandung. Imamuddin, M. dan Trihono K. 2006. Penerapan Algoritma Ahp Untuk Prioritas Penanganan Bencana Banjir. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi. Karsidi, A. 2004. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Dinamis Dengan Sistem Informasi Geografis Berbasis Markov Cellular Automata. Dalam Buku: Menata Ruang Laut Terpadu, Cetakan Pertama, Pradnya Paramita, Jakarta. Kementerian Pekerjaan Umum. 2012. Pedoman Pembuatan Peta Rawan Longsor Dan Banjir Bandang Akibat Runtuhnya Bendungan Alam

Kodoatie, R. J dan Sugiyanto. 2002. Banjir, Beberapa Penyebab Dan Metode Pengendaliannya Dalam Persfektif Lingkungan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Komara, A. 2006. http://www.bakosurtanal.go.id/artikel/sho w/kerawanan-peta-rawan-bencana-dankesiapan-menghadapi-bencana. Akses tanggal 19 Desember 2013. Pengetahuan Alam.Universitas Sumatera Utara Suherlan, E. 2001. Zonasi Tingkat Rawan Banjir Kabupaten Badung Menggunakan Sistim Informasi Geografis. Skripsi Prodi Agrometeorologi IPB. Bogor. Pemkab Maros. 2013. Http://maroskab.go.id/topografi. Official Website Kabupaten Maros. Akses Tgl 4 September 2013. PERKABNPB, 2012. Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana, Nomor 02. BNPB Prahasta, Eddy. 2009. Sistem Informasi Geografis : Konsep-konsep Dasar (Perspektif Geodesi & Geomatika). Penerbit Informatika, Bandung Rahman, A. 2011. Penuntun praktikum inderaja dan system informasi geografis perairan (GMKB604). Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru. Ristya, W. 2012. Kerawanan Wilayah Terhadap Banjir Di Sebagian Cekungan Bandung. Skripsi Departemen Geografi F.MIPA UI. Depok. Seniarwan. 2013. Model Spasial Genangan Dan Risiko Bencana Banjir: Studi Kasus Wilayah Sungai Mangottong, Kabupaten Sinjai. Sinaga, J. 2009. Penerapan Analytical Hierarchy Process ( AHP) Dalam Pemilihan Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sebagai Tempat Kerja Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU). Skripsi Fak. Matematika Dan Ilmu