BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak air akar kucing yang didapat mempunyai spesifikasi sebagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil perhitungan frekuensi atau jumlah diare rata-rata terhadap. a. Kelompok I (kontrol normal) : 0 ± 0

Gambar 1. Tanaman gandarusa (Justicia gendarussa Burm. F.)

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengujian rendemen dari ekstrak kental mempunyai nilai

Lampiran 1. Pembuatan Suspensi Zat Uji

EFEK PENURUNAN KADAR ASAM URAT DALAM DARAH PADA TIKUS PUTIH JANTAN DARI REBUSAN AKAR TANAMAN AKAR KUCING (Acalypha Indica Linn)

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan. Farmakologi Depatemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

Tanaman yang lazim digunakan sebagai obat tradisional dalam pengobatan asam urat adalah sambiloto, kumis kucing, sembung, dan brotowali.

FITOFARMAKA Re R t e n t o n W a W hy h un u i n n i g n ru r m u

I. PENDAHULUAN. berkurang disebabkan oleh adanya kelainan genetik dan metabolik. Selain

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena

BAB III METODE PENELITIAN

penyempitan pembuluh darah, rematik, hipertensi, jantung koroner, dan batu ginjal (Henry, 2001; Martindale, 2005). Asam urat dihasilkan dari pecahnya

EFEK EKSTRAK ETANOL 70% HERBA KEMANGI (Ocimum americanum L.) SEBAGAI PENURUN KADAR ASAM URAT PADA TIKUS JANTAN Galur Sprague Dawley

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN EKSTRAK ETANOL DAUN BERTONI (Stevia rebaudiana) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi Departemen. Farmasi FMIPA UI dari September 2008 hingga November 2008.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit rematik artikuler, namun sampai sekarang belum juga ditemukan

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR* Intisari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

HASIL PENELITIAN UJI EFIKASI OBAT HERBAL UNTUK MENINGKATKAN KADAR HEMOGLOBIN, JUMLAH TROMBOSIT DAN ERITROSIT DALAM HEWAN UJI TIKUS PUTIH JANTAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.. HALAMAN PENGESAHAN... DEKLARASI. HALAMAN PERSEMBAHAN. KATA PENGANTAR DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR.

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Program Studi Pendidikan Biologi

III. METODE PENELITIAN

badan berlebih (overweight dan obesitas) beserta komplikasinya. Selain itu, pengetahuan tentang pola makan juga harus mendapatkan perhatian yang

EFEK TOKSISITAS SUBKRONIK EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG SINTOK PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR. Intisari

BAB IV METODE PENELITIAN. glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan dengan metode uji toleransi glukosa.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak daun sirsak (Annona

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli Oktober Pembuatan ekstrak

EFEK EKSTRAK ETANOL SEMUT JEPANG (Tenebrio Sp) TERHADAP PENURUNAN KADAR ASAM URAT DARAH TIKUS PUTIH JANTAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

EFEK PEMBERIAN KOMBUCHA COFFEE TERHADAP KANDUNGAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus L) JANTAN YANG DIINDUKSI URIC ACID

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Dian Ratih Laksmitawati 1), Anita Ratnasari 1) ABSTRAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB I PENDAHULUAN. Asam urat merupakan senyawa kimia hasil akhir dari metabolisme nucleic

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

hidup teratur dan dengan penggunaan obat baik obat sintetik maupun obat tradisional yang telah digunakan sejak dahulu (Ganong, 2003; Yayasan

DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN DEKLARASI... KATA PENGANTAR...

Banyak penyakit yang dihadapi para klinisi disebabkan karena respons inflamasi yang tidak terkendali. Kerusakan sendi pada arthritis rheumatoid,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah studi eksperimental

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Standardisasi Obat Bahan Alam. Indah Solihah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan eksperimental dengan randomized pre post test control

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam

Kotamadya Surabaya, di Jawa Timur, dan di seluruh Indonesia diperhitungkan sebesar Rp. 1,5 milyar per hari.

BAB I PENDAHULUAN. yang mengandung purin juga bisa menghasilkan asam urat. Oleh karena itulah

ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah eskperimental

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona

Lampiran 1. Ethical Clearanc

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorik dengan rancangan penelitian pretest and posttest with control

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental dengan rancangan penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. eskperimental laboratorik dengan rancangan pre test and post test with control

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium dengan

THE EFFECT OF TREATMENT BY BROTH OF LEAVE AND STALK OF PIPER CROCATUM ON URIC ACID CONCENTRATION OF WHITE MICE WISTAR HIPERURICEMIA

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian eksperimental murni dengan rancangan post test control group

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. : Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

BAB II METODE PENELITIAN

repository.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL PENELITIAN Penentuan waktu hewan coba mencapai DM setelah induksi STZ. Kriteria hewan coba mencapai DM adalah apabila kadar GDS 200

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji jintan hitam (Nigella

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Nilai Rendemen Ekstrak Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). 2. Deskripsi Organoleptik Ekstrak Ekstrak berbentuk kental, berasa pahit, berwarna hitam kecoklatan, dan berbau spesifik. 3. Pengukuran Susut Pengeringan Hasil pengukuran susut pengeringan ekstrak etanol daun gandarusa, yaitu 21,51% dan 21,39%. Susut pengeringan rata-rata adalah 21,45% (Tabel 6). 4. Pengukuran Kadar Air Hasil pengukuran kadar air ekstrak etanol daun gandarusa, yaitu 14,66% dan 14,63%. Kadar air rata-rata adalah 14,65% (Tabel 7). 27

5. Pengukuran Kadar Abu Hasil pengukuran kadar abu ekstrak etanol daun gandarusa, yaitu 10,35% dan 10,53%. Kadar abu rata-rata adalah 10,44% (Tabel 8). 6. Pengukuran Kadar Asam Urat Hasil pengukuran kadar asam urat rata-rata setelah 8 hari perlakuan sebagai berikut: a. Kelompok I (sediaan uji dosis 0,26 g/200 g bb) : 2,284 ± 0,356 b. Kelompok II (sediaan uji dosis 0,52 g/200 g bb) : 1,846 ± 0,196 c. Kelompok III (sediaan uji dosis 1,04 g/200 g bb) : 1,337 ± 0,178 d. Kelompok IV (pembanding alopurinol) : 1,218 ± 0,330 e. Kelompok V (pembanding herbal X ) : 1,787 ± 0,597 f. Kelompok VI (kontrol induksi) : 3,669 ± 0,287 g. Kelompok VII (kontrol normal) : 1,219 ± 0,340 B. PEMBAHASAN Daun gandarusa telah digunakan untuk mengobati rematik sendi. Diduga bahwa rematik sendi yang dimaksud adalah gout karena gout merupakan penyakit rematik yang banyak terjadi di masyarakat yang diawali oleh hiperurisemia, yaitu kondisi di mana kadar asam urat melebihi batas normal. Dengan dasar itu, diteliti pengaruh pemberian ekstrak etanol daun gandarusa (Justicia gendarussa Burm.) terhadap kadar asam urat dalam 28

darah tikus putih jantan yang dibuat hiperurisemia dengan kalium oksonat (3,19). Sebagai obat tradisional, daun gandarusa dikonsumsi dalam bentuk rebusan air. Pada penelitian ini, daun gandarusa diujikan dalam bentuk ekstrak etanol dengan pertimbangan (1) etanol memiliki sifat kepolaran yang mirip dengan air sehingga diharapkan kandungan kimia yang tertarik oleh etanol tidak berbeda dengan air, (2) etanol mudah diuapkan dan dapat didestilasi sehingga pada penelitian, penggunaanya hemat dalam segi waktu dan kuantitas (30). Jumlah pelarut yang digunakan pada maserasi ulangan lebih sedikit dari maserasi sebelumnya. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa (1) ada pelarut yang tertahan dalam wadah selama proses penyaringan, dan (2) jumlah zat yang tertarik pada maserasi ulangan lebih sedikit dari maserasi sebelumnya. Selama proses penguapan, temperatur dijaga pada kisaran 40-60 C untuk mencegah penguraian zat-zat yang dapat terjadi pada temperatur yang lebih tinggi, seperti minyak atsiri (31). Ekstrak yang diperoleh harus dikarakterisasi karena ekstrak etanol daun gandarusa belum memiliki data karakterisasi. Parameter karakterisasi ekstrak yang dilakukan dalam penelitian ini adalah susut pengeringan, kadar air, dan kadar abu. 29

Susut pengeringan adalah pengukuran sisa ekstrak setelah pengeringan pada temperatur 105 C selama 30 menit atau sampai bobot tetap, yang dinyatakan sebagai nilai persen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut organik menguap) identik dengan kadar air. Tujuannya yaitu memberikan batasan maksimal (rentang) besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan (28). Kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada di dalam ekstrak. Tujuannya yaitu memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam ekstrak (28). Prinsip pengukuran kadar abu adalah ekstrak dipanaskan pada temperatur di mana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik. Tujuannya yaitu memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (28). Bobot tetap berarti perbedaan dua kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,50 mg untuk tiap gram zat yang digunakan. Penimbangan kedua dilakukan setelah zat dipanaskan lagi selama 1 jam (32). Hewan uji yang ideal digunakan dalam penelitian ini adalah hewan dari jenis amfibi, burung, atau reptil karena hewan-hewan tersebut tidak memiliki enzim urikase, sama seperti manusia. Tetapi, dengan mempertimbangkan bahwa penelitian ini masih dapat dikembangkan lagi dengan meneliti 30

toksisitas akut, toksisitas subkronik, dan toksisitas kronik, maka dipilihlah tikus putih sebagai hewan uji (20,33). Pada penelitian ini, hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan dari galur Sprague dawley berusia 3-4 bulan dengan berat badan sekitar 200 hingga 300 gram. Pemilihan usia 3-4 bulan karena rentang umur tersebut mewakili usia dewasa pada tikus sehingga diharapkan proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi sedang berjalan optimal. Pemilihan jenis kelamin jantan dilakukan untuk menghindari pengaruh hormonal yang umumnya terjadi pada tikus betina yang dapat mempengaruhi jumlah asam urat sebenarnya dalam darah. Tikus yang diikutsertakan dalam penelitian adalah tikus yang sehat dengan ciri-ciri mata bersinar, bulu tidak berdiri, dan tingkah laku normal. Tikus yang memperlihatkan tanda-tanda sakit tidak diikutsertakan (10,23,33). Untuk membuat hiperurisemia hewan uji dapat digunakan 2 pilihan, yaitu penginduksian kafein atau kalium oksonat. Kalium oksonat dipilih sebagai agen penginduksi karena bersifat sebagai penghambat urikase pada tikus. Urikase adalah enzim yang mengubah asam urat menjadi alantoin, senyawa yang larut dalam plasma darah. Hambatan pada kerja urikase menyebabkan asam urat lebih mudah terakumulasi dalam tubuh. Proses membuat hiperurisemia dengan kalium oksonat juga cepat. Dalam waktu lebih kurang 2 jam, kadar maksimal asam urat dalam darah telah tercapai. Fakta ini bertolak belakang dengan kafein. Kafein tidak dipilih sebagai agen 31

penginduksi karena proses membuat hiperurisemia berlangsung lama, lebih kurang butuh 7 hari dan terlebih lagi asam urat yang terbentuk dari kafein dapat segera diekskresi karena urikase tidak dihambat (10,23). Pada penelitian ini, tikus dibagi menjadi tujuh kelompok, yaitu tiga kelompok variasi dosis sediaan uji, dua kelompok pembanding (alopurinol dan herbal X ), dan dua kelompok kontrol (normal dan induksi). Dosis yang digunakan pada masing-masing kelompok dapat dilihat pada Tabel 4 (5). Tiga variasi dosis sediaan uji yang digunakan, diperoleh berdasarkan uji pendahuluan dengan memperhitungkan kapasitas absorpsi hewan uji. Alopurinol dipilih sebab merupakan obat sintetik yang sangat efektif untuk mengobati gout, sedangkan herbal X dipilih sebab merupakan jamu untuk mengatasi asam urat yang banyak beredar dan digunakan oleh masyarakat. Alopurinol dan herbal X digunakan untuk membandingkan efektivitas ekstrak etanol daun gandarusa terhadap obat sintetik (diwakili oleh alopurinol) dan obat alami (diwakili oleh herbal X ). Kelompok kontrol digunakan untuk melihat hubungan antara kadar asam urat pada kelompok sediaan uji dan pembanding dengan kadar asam urat pada kelompok normal dan induksi. Kelompok sediaan uji dibuat dengan cara pengenceran. Pembuatan kelompok sediaan uji dengan cara ini lebih baik dibanding dengan cara masing-masing kelompok dibuat terpisah karena faktor kesalahan dalam penurunan dosis pada pengenceran lebih sedikit. 32

Perlakuan dilakukan selama 8 hari karena diharapkan sediaan uji telah memberikan efek akumulasi yang optimal untuk menurunkan kadar asam urat. Karakteristik akumulatif ini umum terjadi pada obat herbal karena masih banyak mengandung senyawa-senyawa kimia yang mungkin antar senyawa kimia tersebut ada yang efeknya saling meniadakan sehingga dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan efek yang diinginkan. Pengambilan darah hewan uji dapat dilakukan melalui 5 cara, yaitu memotong ujung ekor, dari sinus orbitalis, dekapitasi lalu darah dikumpulkan, dari jantung, dan dari vena jugularis. Pada penelitian ini dipilih pengambilan darah dari sinus orbitalis karena jumlah darah yang didapat banyak, lebih mudah, lebih sederhana, dan lebih cepat dibandingkan dengan cara-cara yang lain (33). Ada beberapa metode untuk mengukur kadar asam urat plasma, di antaranya dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan metode kolorimetrik enzimatik. Metode KCKT memiliki sensitifitas dan keakuratan yang tinggi, tetapi metode ini kurang efisien, sedangkan metode kolorimetrik enzimatik memiliki tahapan yang lebih sederhana. Metode ini menggunakan prinsip kolorimetrik yang menghasilkan serapan yang dapat diukur menggunakan spektrofotometer sehingga juga memiliki sensitifitas yang tinggi. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka pada penelitian ini dipakai metode kolorimetrik enzimatik untuk mengukur kadar asam urat (34). 33

Setelah 8 hari perlakuan, data-data kadar asam urat dalam darah tikus pada tiap kelompok sudah dapat diperoleh (Gambar 9, Tabel 9). Data tersebut kemudian diolah menurut ilmu statistik. Untuk mengetahui apakah kumpulan data pada tiap-tiap kelompok bersifat homogen dan terdistribusi secara normal, maka secara berurutan dilakukan uji homogenitas menurut Levene dan uji kenormalan menurut Kolmogorov-Smirnov. Dari hasil uji homogenitas menurut Levene, diketahui bahwa data kadar asam urat pada tiap-tiap kelompok bersifat homogen (α>0,05) (Lampiran 5), sedangkan dari hasil uji kenormalan menurut Kolmogorov-Smirnov, diketahui bahwa data kadar asam urat pada tiap-tiap kelompok terdistribusi secara normal (α>0,05) (Lampiran 6). Data kadar asam urat yang diperoleh bersifat homogen dan terdistribusi secara normal, maka syarat untuk melakukan analisis varian (Anova) satu arah telah terpenuhi. Uji Anova satu arah berguna untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kadar asam urat antar kelompok perlakuan. Dari hasil uji ini, diketahui bahwa data kadar asam urat antar kelompok memiliki perbedaan yang bermakna (α<0,05) (Lampiran 7). Untuk mengetahui kelompok mana saja yang berbeda secara bermakna, maka dilakukan uji Beda Nyata Terkecil. Dari hasil uji BNT diketahui bahwa (1) data kadar asam urat setelah pemberian sediaan uji dosis 3 tidak berbeda secara bermakna dengan pembanding alopurinol dan kontrol normal (α>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa sediaan uji dosis 3 34

mampu menurunkan kadar asam urat hingga normal dan efektivitasnya tidak berbeda bermakna dengan alopurinol dan (2) data kadar asam urat setelah pemberian sediaan uji dosis 1 dan 2 berbeda secara bermakna dengan pembanding alopurinol dan kontrol normal (α<0,05), tetapi tidak berbeda bermakna dengan pembanding herbal X (α>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa sediaan uji dosis 1 dan 2 tidak mampu menurunkan kadar asam urat hingga normal, tetapi mampu menurunkan kadar asam urat yang sama baiknya dengan herbal X (Lampiran 8). Efektivitas penurunan kadar asam urat rata-rata terhadap kontrol normal oleh kelompok sediaan uji dosis 1, dosis 2, dosis 3, alopurinol, dan herbal X berturut-turut adalah 56,53%; 74,41%; 95,14%; 100,04%; dan 76,82% (Gambar 10, Tabel 10). Dari data tersebut diketahui bahwa efektivitas ekstrak etanol daun gandarusa meningkat dengan semakin meningkatnya dosis. Hal ini menunjukkan bahwa, pada dosis yang digunakan, semakin besar jumlah zat aktif semakin baik efikasinya. Jika dilihat perbandingan efektivitas ketiga kelompok sediaan uji dengan alopurinol, diketahui bahwa sediaan uji dosis 3 memiliki efektivitas sebesar 95,14% efektivitas alopurinol. Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas sediaan uji dosis 3 mendekati efektivitas alopurinol (Gambar 11, Tabel 11). Sedangkan jika dilihat perbandingan efektivitas ketiga kelompok sediaan uji dengan herbal X, diketahui bahwa (1) sediaan uji dosis 3 memiliki efektivitas 123,90 % efektivitas herbal X dan (2) sediaan uji dosis 2 35

memiliki efektivitas sebesar 96,86% efektivitas herbal X. Hal ini menunjukkan bahwa (1) efektivitas sediaan uji dosis 3 melebihi efektivitas herbal X dan (2) efektivitas sediaan uji dosis 2 mendekati efektivitas herbal X (Gambar 12, Tabel 12). 36