BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB VI ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA DAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan bagian penting dari negara Indonesia. Menurut angka

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebutkan di atas, terdapat unsur-unsur yang meliputi suatu kesatuan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati Indonesia menduduki posisi kedua setelah Columbia

PENDAHULUAN Latar Belakang

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB 2 Perencanaan Kinerja

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hasilhutan non kayu adalah hasil hutan yang didapat secara langsung.air bersih

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan

BAB I PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Pengelolaan hutan merupakan sebuah usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. sumber mata pencahariannya. Mereka memanfaatkan hasil hutan baik hasil hutan

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

ABSTRAK PENDAHULUAN. GaneÇ Swara Vol. 8 No.2 September Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dea Indriani Fauzia, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

Oleh : Sri Wilarso Budi R

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan paduserasi TGHK RTRWP, luas hutan Indonesia saat ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN???

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Posisi geografis Indonesia yang terletak di antara benua Asia

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

PENGELOLAAN HUTAN KEMITRAAN UNTUK MENYEJAHTERAKAN RAKYAT (KASUS PHBM DI PERHUTANI BKPH PARUNG PANJANG, KPH BOGOR)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi hutan di Indonesia saat ini dalam keadaan krisis. Banyak tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENYULUHAN KEHUTANAN

S M U BE B R E D R A D Y A A Y A TA T N A A N H

BAB I PENDAHULUAN. peradaban umat manusia di berbagai belahan dunia (Maryudi, 2015). Luas hutan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (2007) Indonesia memiliki kawasan mangrove yang terluas

I. PENDAHULUAN. kabupaten/kota dapat menata kembali perencanaan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kerusakan sumber daya alam, hutan, tanah, dan air. Sumber. daya alam tersebut merupakan salah satu modal dasar

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN TERHADAP PHBM 6.1 Kelemahan Sumber Daya Manusia Dari hasil survei dapat digambarkan karakteristik responden sebagai berikut : anggota kelompok tani hutan (KTH) mayoritas berumur 20 60 tahun (90,7 %). Tingkat pendidikan petani sangat rendah, rata-rata tidak lulus sekolah dasar. Responden terbanyak tidak lulus SD (53,7%), lulus sekolah dasar (33,3%). Berdasarkan jenis kelamin, petani laki-laki (87%), petani wanita (13%). Pendidikan 1.9 33.3 11.1 53.7 Tdk lulus SD SD SMP SMA Gambar 2 Tingkat pendidikan responden Tingkat pendidikan yang rendah akan berkaitan dengan sumber daya manusia pelaku PHBM di lapangan. Tingkat pendidikan yang rendah berpengaruh terhadap bentuk parisipasi dalam program yang cenderung menjadi pengikut dan mempunyai daya tawar yang rendah. Anggota kelompok tani masih belum menyadari posisinya sebagai mitra dengan Perhutani. Pekerjaan responden dikelompokkan menjadi pekerjaan utama dan pekerjaan sambilan, karena dalam kehidupan sehari-hari banyak penggarap yang tidak hanya melakukan satu jenis pekerjaan saja, tetapi mengerjakan pekerjaan lain yang berbeda dengan pekerjaan utama. Misalnya mereka bertani pada musim hujan, tetapi pada saat kemarau mereka berjualan makanan di Jakarta. Mayoritas penggarap pekerjaan utamanya adalah petani (59,3%) dan pedagang (20,4%). Sedangkan untuk pekerjaan sambilan, mayoritas petani (44,4%), disusul pedagang (18,5%), dan pekerjaan lain-lain (33,3%). Dengan mayoritas penduduk sebagai petani maka kebutuhan masyarakat terhadap 67

terhadap sumberdaya lahan sangat penting. Untuk itu kemudahan untuk mengakses terhadap sumber day hutan sangat diharapkan masyarakat. Tabel 12 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan (%) Pekerjaan Utama sambilan Petani 59,3 44,4 Pedagang 20,4 18,5 Bangunan 3,7 1,9 Karyawan 5,6 - Sopir 1,9 1,9 Lain-lain 9,3 33,3 Total 100 100 6.2 Keterbatsan Sumber Daya Lahan Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar desa sekitar hutan termasuk desa tertinggal. Perhatian terhadap peningkatan kemakmuran masyarakat sekitar hutan tidak hanya sekedar bantuan yang bersifat belas kasihan saja, tetapi diharapkan mampu mendorong peningkatan kesejahteraan menuju kemandirian. Tabel 13 Distribusi responden berdasarkan penghasilan ( % ) Penghasilan per bulan Pendapatan dari PHBM per 2 thn < 500.000 501 750 751 1 jt 1 jt < 500 500000-750.000 >750.000 77,8 18,5 1,9 1,9 95,7 4,3 0 Berdasarkan penghasilan responden setiap bulan, kebanyakan petani dalam kategori miskin karena penghasilan rata-rata per bulan < Rp 500.000 sebanyak (77,8%), yang mempunya penghasilan antara Rp 501.000 Rp 750.000 (18,5%), dan hanya (1,9%) yang penghasilannya di atas satu juta rupiah. Penghasilan tambahan dari PHBM yang diterima petani mayoritas di bawah Rp 500.000 setiap dilakukan penjarangan. 68

Lahan Milik 1.89 5.66 56.6 35.85 < 0,25 ha 0,25 0,5 ha 0,51 1 ha >1 ha Gambar 3, Distribusi Lahan Milik Rakyat Berdasarkan luas lahan yang dimiliki, kebanyakan petani memiliki lahan di bawah 0,5 hektar; kemudian penggarap yang memiliki lahan di bawah 0,25 hektar sebanyak (35,85%), yang memiliki lahan antara 0,25 sampai 0,5 hektar (56,6%), dan hanya (1,89%) yang memiliki lahan di atas satu hektar. Lahan garapan yang dikelola dalam program PHBM, rata-rata juga sempit. Luas lahan garapan di bawah 0,25 hektar sebanyak (30,2%), antara 0,25 sampai 0,5 hektar (49,05%), dan hanya (3,77%) yang memiliki lahan di atas satu hektar. Besarnya penghasilan responden berhubungan erat dengan tingkat pendidikan, pekerjaan utama, pekerjaan sambilan, luas lahan milik dan luas lahan garapan. Berdasarkan tabulasi silang dan uji chi square antara penghasilan per bulan dengan tingkat pendidikan, pekerjaan utama, pekerjaan sambilan, luas lahan milik dan luas lahan garapan, diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 14 Hasil uji peubah yang berhubungan dengan penghasilan petani 69

Pendidikan 67.417 9 0.000 +++ Pekerjaan utama 29.840 15 0.013 +++ Lahan milik 59.453 9 0.000 +++ Pekerjaan 6.622 9 0.676 sambilan Lahan garapan 8.926 9 0.444 Peubah yang berhubungan secara signifikan dengan penghasilan responden pada tingkat kepercayaan 95% (ditunjukkan dengan nilai Asymp. Sig. (2-sided) kurang dari 0.05) adalah tingkat pendidikan, pekerjaan utama responden dan luas lahan yang dimiliki oleh responden tersebut. Sedangkan hubungan penghasilan per bulan dengan pekerjaan sambilan dan lahan garapan tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 95%. Luas lahan milik berhubungan langsung dengan pendapatan semakin luas semakin besar pendapatan, demikian juga dengan pendidikan semakin tinggi pendidikan semakin besar peluang mendapatkan pengahasilan yang baik. Tabulasi silang juga dilakukan untuk melihat hubungan antara pendapatan tambahan dari PHBM dengan peubah lainnya. Berdasarkan uji chi square didapatkan hasil pada Tabel 15. Berdasarkan hasil Tabel 15 di bawah, peubah yang secara signifikan berhubungan dengan penghasilan tambahan dari PHBM pada tingkat kepercayaan 95% hanyalah peubah lahan garapan. Tabel 15 Hasil uji peubah yang berhubungan dengan penghasilan tambahan Pendidikan 0.427 3 0.935 Pekerjaan utama 3.638 5 0.603 Lahan milik 0.403 3 0.940 Pekerjaan sambilan 0.357 3 0.949 Lahan garapan 13.367 3 0.004 +++ Lama ikut PHBM 0.495 3 0.920 Berdasarkan data di atas, lalu muncul sebuah pertanyaan: Apakah PHBM menguntungkan atau tidak bagi responden. Dengan menghubungkan peubah ini dengan peningkatan penghasilan dan bertambahnya penghasilan, didapatkan hasil pada Tabel 16. Tabel 16 Hasil uji peubah yang berhubungan dengan keuntungan responden 70

Pendapatan meningkat Penghasilan bertambah 12.894 2 0.002 +++ 15.451 2 0.000 +++ Berdasarkan hasil pada tabel 18 dapat dikatakan bahwa menguntungkan atau tidaknya PHBM secara signifikan memiliki hubungan pada tingkat kepercayaan 95% dengan pendapatan meningkat dan penambahan penghasilan. Hasil tabulasi silang dan uji chi square antara penyerapan tenaga kerja dan usaha produktif menunjukkan bahwa keduanya memilki hubungan yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95%, sebagaimana terlihat dalam tanel 17 berikut: Tabel 17 Hasil uji peubah yang berhubungan dengan tenaga kerja Penyerapan tenaga kerja Frekuensi kayu bakar 18.143 4 0.001 +++ 12.114 6 0.059 +++ Tabulasi silang dan uji chi squre antara frekuensi pengambilan kayu bakar dan tambahan penghasilan yang diperoleh menunjukkan hubungan yang signifikan pada tingkat kepercayaan 90% saja. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 18 berikut: Table 18 Hasil uji hubungan peubah frekuensi kayu bakar dengan penghasilan Frekuensi kayu bakar 12.114 6 0.059 +++ 6.3 Berkurangnya Kebakaran Hutan dan Pencurian Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan sangat berpengaruh terhadap kelestarian hutan dan menetukan keberhasilan pengelolaan hutan yang baik. Keterlibatan masyarakat dalam pelestarian hutan sangat menentukan keberhasilan pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Masyarakat desa hutan sejak zaman kolonial Belanda sampai sekarang, belum mendapatkan perhatian serius dari pemerintah bahkan pengabaian 71

terhadap perikehidupan masyarakat desa hutan terus terjadi. Semasa Orde Baru, pemerintahan lebih mengutamakan membangun sentra-sentra pertumbuhan di pusat-pusat kota dan daerah-daerah satelit yang berada disekitarnya. Akibatnya, pembangunan tumbuh tidak merata dan desa hutan yang secara geografis berada jauh dari pusat pertumbuhan diabaikan. Ketika otonomi daerah mulai dilaksanakan, daerah yang memiliki APBD kecil berusaha meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar-besarnya dan menekan pengeluaran sekecil-kecilnya, sehingga permasalahan sosial dan pelayanan masyarakat kurang diperhatikan. Desa hutan yang secara sosial ekonomi membutuhkan perhatian yang besar untuk mengejar ketertinggalannya juga tidak diperhatikan. Di Jawa dan Madura, jumlah desa hutan lebih dari 6.000 desa, sebagian besar terdapat di sepanjang batas hutan negara yang dikelola oleh Perhutani. Menurut data Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), besarnya persentase keluarga miskin yang tinggal di desa hutan lebih dari dua kali persentase keluarga miskin di Indonesia. Jumlah desa hutan ada 18.784 desa atau 26,6% dari jumlah seluruh desa di Indonesia, atau sebesar 58% dari desa tertinggal yang ada, yakni 32.379 desa. Terdapat korelasi yang kuat antara persentase jumlah desa hutan di suatu daerah dengan besaran angka kemiskinan dan nilai Indek Pembangunan Manusia (IPM). Hal tersebut menunjukan bahwa desa hutan telah sejak lama menjadi kantong-kantong kemiskinan. Namun kenyataannya, upaya pengentasan kemiskinan yang tengah diupayakan pemerintah, baik pusat maupun daerah, seringkali tidak menyentuh komunitas masyarakat desa di sekitar hutan. Pemberdayaan masyarakat desa hutan secara holistik, belum dipandang sebagai sebuah bagian tidak terpisahkan dari pembangunan wilayah oleh banyak pemerintah daerah. Masyarakat desa hutan cenderung dipandang sebagai bagian dari program kehutanan sehingga dianggap urusan Kementerian Kehutanan dan pengelola hutan negara. Proses pemberdayaan masyarakat desa hutan, dipandang sebagai tugas dan tanggung jawab Perhutani. Sementara Perum Perhutani dan komunitas kehutanan memandang bahwa desa hutan dan masyarakatnya tidak ada bedanya dengan desa-desa lainnya yakni merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. 72

Perhutani sebagai perusahaan yang harus menghasilkan keuntungan harus diberikan beban untuk ikut memperhatikan desa hutan. Inisiatif dan prakarsa pemberdayaan masyarakat berasal dari Perhutani sehingga wajar jika terjadi bias dengan kepentingan Perhutani. Fokus utama program adalah untuk mengamankan hutan. Permasalahan penting yang krusial untuk diatasi dalam pengelolaan hutan adalah masalah pencurian dan kebakaran hutan. Salah satu langkah preventif yang dilakukan untuk menangani kebakaran dan pencurian adalah diadakannya giliran jaga dari para petani penggarap. Kejadian kebakaran hutan dicoba dihubungkan dengan giliran jaga. Berdasarkan uji chi square didapatkan hasil sebagai berikut : Table 19 hubungan antara kebakaran dan giliran jaga Giliran jaga 11.019 8 0.088 Giliran jaga 8.721 6 0.190 Dari hasil di atas dapat dikatakan bahwa hubungan kebakaran hutan dan giliran jaga signifikan pada tingkat kepercayaan 90%. Untuk melihat apakah pencurian kayu hutan berhubungan secara signifikan dengan giliran jaga diuji dengan menggunakan uji chi square sebagaimana terlihat pada Tabel 20 berikut: Tabel 20 Hasil uji hubungan giliran jaga dengan pencurian kayu. Giliran jaga 8.721 6 0.190 Dari hasil uji pada Tabel 20 dapat dilihat bahwa hubungan antara pencurian kayu dengan giliran jaga tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 95% atau 90%. 6.4 Berkurangnya Sumber Mata Air setelah Penanaman Akasia 73

Pengelolaan hutan secara berkelanjutan mempunyai arti menciptakan kondisi sumberdaya hutan yang keberadaannya terjamin secara mantap dan berfungsi optimal secara terus menerus. Untuk mewujudkannya diperlukan tingkat produktivitas dan kualitas hutan yang tinggi, tingkat erosi yang minimal, debit air sungai yang relatif stabil, terpeliharanya keanekaragaman jenis hayati dan lingkungan, serta kondisi biofisik lingkungan yang baik. Hutan tropis Indonesia memiliki peran strategis untuk kehidupan ekologis di bumi. Dengan luas kawasan hutan nomor tiga setelah Brasil dan Zaire, hutan tropis Indonesia merupakan paru-paru dunia yang berpengaruh terhadap gejala pemanasan global. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, sedikitnya 12 juta hektar kawasan hutan di Indonesia dalam kondisi terlantar. Hutan primer hanya tersisa 43 juta hektar. Deforestry saat ini mencapai 1,1 juta hektar per tahun, sedangkan pada masa orde baru mencapai 3 juta hektar per tahun. Hutan di Indonesia yang semula meliputi 70 persen dari seluruh permukaan daratan, atau sekitar 130 juta hektar, secara sistematis mengalami deforestrasi, bahkan 42 juta hektar sudah nyaris tanpa vegetasi. Degradasi sumberdaya hutan yang sudah melampaui batas tidak menguntungkan bagi kepentingan ekologi atau lingkungan. Eksploitasi dan eksplorasi hutan yang berlebihan dan melampuai batas daya dukung lingkungan, hanya akan menghasilkan nilai ekonomi yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan biaya pemulihan. Memang hutan termasuk sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dengan penghijauan, tetapi dalam pelaksanaannya rehabilitasi tidak mudah dilaksanakan. Pemanfaatan hutan dengan alasan kepentingan ekonomi harus dilaksanakan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, dan aspek sosial budaya masyarakat sekitar hutan. Kondisi kawasan hutan di BKPH Parung Panjang sekarang ini berbeda jauh dengan kondisi hutan sebelumnya. Pada era orde lama hutan sangat bagus dengan jenis tegakan puspa, mahoni, tambesu. Mata air banyak ditemukan di sekitar hutan, sumber mata air tetap ada meski sudah kemarau lebih dari tiga bulan. Banyak rumput untuk pakan ternak, dan jamur merah (kunir). Fauna juga beragam: babi hutan, kelinci, ayam hutan, berbagai burung, ular, dan banyak ikan. Ketika jenis tanaman diganti dengan accacia mangium, biodiversitas flora dan fauna menurun. Sekarang sumber air setelah kemarau satu bulan sudah kering, tetapi ketika musim hujan air meluber-luber. 74

Saat ini tanaman acasia merupakan andalan untuk produksi kayu dari BKPH Parung Panjang. Produksi pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 21 berikut : Tabel 21 produksi tebangan tahun 2009 Parung Panjang (m 3 ) Jenis tebangan Produksi A.2 2.130,47 B.1 3.926,66 E 375,95 Jumlah 6.433,08 (Sumber : Perhutani BKPH Parung Panjang 2009) Hubungan antara peubah lingkungan dengan peubah lainnya dilakukan uji chi square pada Tabel 22. Tabel 22 Hasil uji hubungan peubah yang berkaitan dengan lingkungan Sarana prasarana 11.487 2 0.003 +++ Tingkat kebakaran 17.430 4 0.002 +++ Peningkatan reboisasi 12.743 2 0.002 +++ Pengurangan pencurian 5.023 4 0.285 Ketersediaan air 1.396 2 0.497 Dari hasil tersebut terlihat bahwa kondisi hutan berhubungan secara signifikan dengan sarana prasarana, tingkat kebakaran dan peningkatan reboisasi pada tingkat kepercayaan 95%. Variabel-variabel lain seperti pengurangan pencurian dan ketersediaan air tidak berhubungan secara signifikan. 6.5 Ikhtisar Sebagian besar desa sekitar hutan termasuk desa tertinggal. Tingkat pendidikan petani sangat rendah, tidak lulus SD (53,7%), lulus sekolah dasar (33,3%). Penghasilan petani rata-rata per bulan < Rp 500.000 sebanyak (77,8%), Rp 501.000 Rp 750.000 (18,5%). Penghasilan tambahan dari PHBM bawah Rp 500.000 setiap dilakukan penjarangan. Mayoritas petani memiliki lahan di bawah 0,5 hektar sebanyak (92,45%).Luas lahan garapan dari PHBM juga sempit < 0,25 hektar (30,2%), antara 0,25 sampai 0,5 hektar (49,05%). Mayoritas penggarap adalah petani (59,3%) dan pedagang (20,4%). 75

Peubah yang berhubungan secara signifikan dengan penghasilan responden adalah tingkat pendidikan, pekerjaan utama responden dan luas lahan milik. Peubah yang secara signifikan berhubungan dengan penghasilan tambahan dari PHBM hanyalah peubah lahan garapan. Peubah penyerapan tenaga kerja dan usaha produktif menunjukkan hubungan yang signifikan. Desa hutan telah sejak lama menjadi kantong-kantong kemiskinan. Upaya pengentasan kemiskinan belum memperhatikan desa di sekitar hutan. Permasalahan sosial yang berkaitan dengan PHBM adalah pencurian kayu dan kebakaran hutan. Langkah yang dilakukan untuk menangani kebakaran dan pencurian adalah diadakannya giliran jaga, Hubungan kebakaran hutan dengan giliran jaga signifikan tetapi hubungan antara pencurian kayu dengan giliran jaga tidak signifikan. 76