BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki gugus hemiasetal. Oleh karena itu sukrosa di dalam air tidak berada

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH JUMLAH PENAMBAHAN AIR IMBIBISI PADA STASIUN GILINGAN TERHADAP KEHILANGAN GULA DALAM AMPAS DI PABRIK GULA KWALA MADU PTPN II TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tebu (Saccarum officinarum L) termasuk famili rumput-rumputan. Tanaman

Cara Penentuan Nilai BRIX kadar gula Dalam Tanaman Tebu. Oleh: Khairul Nurcahyono

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu, jika digiling akan menghasilkan air dan ampas dari tebu,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENELITIAN EKSTRAKSI HEMAT AIR SEBAGAI UPAYA PENEKANAN SUMBER DAYA ALAM DENGAN MEMODIFIKASI SISTEM IMBIBISI DI UNIT GILINGAN PABRIK GULA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARBOHIDRAT. Sulistyani, M.Si

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

membantu pemerintah dalam menanggulangi masalah pengangguran dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Mekanisme hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa

PENENTUAN KADAR GULA METODE NELSON-SOMOGYI. Kelompok 8 Dini Rohmawati Nafisah Amira Nahnu Aslamia Yunus Septiawan

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

BAB I. Indonesia tidak dapat terus menerus mengandalkan diri dari pada tenaga kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemurnian nira yang ternyata masih mengandung zat zat bukan gula dari proses

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM ANALISA GULA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyaringan nira kental pada proses pengkristalan berfungsi untuk

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMISAHAN CAMPURAN proses pemisahan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Pabrik tersebut terletak di Jalan Binjai-Stabat. KM 32 dan beranjak ± 4000 m dari jalan utama.

- Menghantar/memindahkan zat dan ampas - Memisahkan/mengambil zatdengan dicampur untuk mendapatkan pemisahan (reaksi kimia)

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

PRINSIP DASAR KRISTALISASI

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Teknik Mesin

PROSES PRODUKSI ALKOHOL MELALUI FERMENTASI BUAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula

PERCOBAAN 6 KONSTANTA KECEPATAN REAKSI

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

Uji Kualitatif Karbohidrat dan Hidrolisis Pati Non Enzimatis

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

KARAKTERISTIK DAN PRE-TREATMENT MADU

Lampiran 1 Daftar Wawancara

NME D3 Sperisa Distantina BAB II NERACA MASSA

III. METODOLOGI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

a. Pengertian leaching

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Bagian buah dan biji jarak pagar.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KARBOHIDRAT. Pendahuluan. Pertemuan ke : 3 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. struktural seperti papan pelapis dinding (siding), partisi, plafon (celing) dan lis.

SIFAT DAN REAKSI MONOSAKARIDA DAN DISAKARIDA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

DISAKARIDA. - Suatu senyawa yang bila dihirolisa menghasilkan dua monosakarida :

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

DARi BATAWG YAWG DITUNDA EKSTRAKSI NIRANVA

DARi BATAWG YAWG DITUNDA EKSTRAKSI NIRANVA

KARBOHIDRAT. Karbohidrat berasal dari kata karbon (C) dan hidrat atau air (H 2 O). Rumus umum karborhidrat dikenal : (CH 2 O)n

PRODUKSI GULA REDUKSI DARI BAGASSE TEBU MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK MENGGUNAKAN CRUDE ENZYME SELULASE DAN XYLANASE

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari dua faktor. Faktor

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

dengan Proses Hidrolisa Enzim Disusun oleh :

TEKNOLOGI PENGOLAHAN TEH HITAM

Pabrik Gula dari Nira Siwalan dengan Proses Fosfatasi-Flotasi

Transportasi Air, Nutrisi, dan Unsur Hara

Uji benedict (Semikuantitatif) Tujuan : Menghitung secara kasar kadar glukosa dalam urin. Dasar teori :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Biji Kemiri Sumber : Wikipedia, Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu tanaman tahunan yang

PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU

SIMULASI PROSES EVAPORASI NIRA DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Melalui sedikit kelebihan gas dalam api dapat dicegah terjadinya suatu penyerapan arang (jika memang dikehendaki) dicapai sedikit penambahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT.

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III PERANCANGAN PROSES

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

Proses Pembuatan Madu

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

DIVERSIFIKASI PRODUK AREN UNTUK PANGAN DAN PROSPEK PASAR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kimia Gula Komposisi kimia dari gula adalah satu satuan fruktosa yang digabung dengan satu satuan glukosa. Di dalam sukrosa baik fruktosa maupun glukosa tidak memiliki gugus hemiasetal. Oleh karena itu sukrosa di dalam air tidak berada dalam kesetimbangan dengan suatu bentuk aldehid atau keton. Sukrosa tidak menunjukkan mutarotasi dan bukanlah gula pereduksi. Gula inversi adalah campuran D-glukosa dan D-fruktosa yang diperoleh dengan hidrolisis asam atau enzimatik dari sukrosa. Enzim yang mengkatalisis hidrolisis sukrosa disebut invertase. Karena adanya fruktosa bebas (gula termanis), gula inversi lebih manis dari pada sukrosa. Nama gula inversi diturunkan dari inversi (pembalikan) tanda rotasi jenis bila sukrosa dihidrolisis. Sukrosa mempunyai rotasi jenis ± 66,50 suatu rotasi positif. Sukrosa atau gula secara kimia termasuk dalam golongan karbohidrat, dengan rumus C12H22O11. Rumus bangun dari sukrosa terdiri atas satu molekul glukosa (C6H12 O6) yang berikatan dengan satu molekul fruktosa (C6H12O6). Kedua jenis gula sederhana ini juga terdapat dalam bentuk molekul bebas di dalam batang tanaman tebu, tetapi tidak di dalam umbi bibit gula. Rumus sukrosa tidak memperlihatkan adanya gugus formil atau karbonil bebas. Karena itu sukrosa tidak memperlihatkan sifat mereduksi, misalnya dengan larutan Fehling. Campuran glukosa dan fruktosa disebut gula invert. (Fessedan, 1986)

Tebu selain mengandung sukrosa dan berbagai zat gula yang mereduksi, juga mengandung serat (sabut), zat bukan gula, dan air. Dalam proses pembuatan gula putih dari tebu, sukrosa harus dipisahkan dari zat dan ikatan bukan gula. Sukrosa sebagai komponen batang tebu merupakan suatu bahan yang hanya dapat dibuat secara mudah oleh proses sintesis yang dilakukan oleh hijau daun. Sukrosa yang sudah tersimpan dalam batang tebu harus diusahakan agar tidak mengalami perusakan baik selama dikebun maupun selama proses dipabrik. Setelah ditebang, fungsi kehidupan batang tebu secara menyeluruh terhenti, tetapi masing-masing bagian dari batang (seperti sel-sel tebu) masih tetap hidup. Akibat gangguan fisis dari luar, seperti terkena sinar matahari langsung, maka sel-sel tersebut dapat mati dan sel itu akan bersifat asam. Cairan dalam sel tebu tidak stabil dalam suasana asam karena akan terjadi hidrolisa, hal ini dapat dapat digambarkan dengan rekasi berikut: C12H22O11 + H2O asam C6H12O6 + C6H12O6 Glukosa fruktosa Jumlah sukrosa yang terpecahkan karena proses hidrolisa diatas tergantung dari keasaman dan lamanya gangguan fisis. 2.2 Penggilingan Tebu Nira tebu yang mengandung sukrosa diperoleh dari tebu yang diperas dalam unit gilingan setelah melalui proses pra-pengolahan dalam unit pencacah tebu. Untuk memisahkan antara ampas dengan nira dilakukan di dalam stasiun gilingan. Berdasarkan fungsinya alat pada stasiun gilingan dibagi menjadi dua kelompok peralatan :

1. Alat Persiapan (Preparation, Voorbewerkkers) Alat persiapan ini terdiri dari cane cutter I, cane cutter II, rafelaar, pengiris (schredder) serta crusher. Chrusher terdiri dari dua buah silinder dengan permukaan alur yang kasar. Batang tebu dimasukkan diantara kedua silinder sementara itu silinder berputar. Karena adanya alur yang tersusun saling bertentangan maka batang tebu akan terpotong dan terpecah. Karena mekanisme pemecahan dengan penekanan maka pada alat ini sudah ada sebagian nira yang terperas keluar. Pada alat ini tebu dipotong, dirobek, dibelah, dicacah dan dihancurkan menjadi serpihan kecil-kecil dan batang menjadi lembut serta memecah bagian-bagian batang tebu yang keras kemudian digiling untuk diperah niranya. Gambar. 1 Sede Carrier dan Cane Cutter 2. Alat pemeras Proses pemerasan nira dari batang tebu dilakukan menggunakan alat pemeras berbentuk silinder (rol) sehingga alat ini disebut alat gilingan. Silinder tersebut memiliki permukaan yang relatif lebih halus bila dibandingkan dengan silinder crusher. Tiap gilingan terdiri dari 3 buah silinder (rol), pada permukan rol

terdapat saluran saluran agar gilingan tidak selip dan nira mudah mengalir, sehingga pemerasan dapat berjalan dengan baik. Karena adanya 3 buah silinder tiap alat gilingan maka batang tebu akan mengalami pemerasan dua kali setiap masuk dalam satu alat gilingan. Karena jumlah gilingan ada 5 buah, maka tebu akan mengalami pemerasan sebanyak 10 kali, disamping pekerjaan alat persiapan. Rol-rol pada gilingan digerakkan mesin dengan roda bergigi, sehingga rol dapat berputar. Dengan gerakan ini tebu ditarik oleh rol atas dan rol depan sambil diperas. Kemudian melewati ampas plat masuk pada rol belakang, diperas lagi lalu dikeluarkan dari gilingan I. (Tjokroadikoesoemo, 1984.) Tebu masuk Rol atas Ampas keluar Gambar 2. Skema Tiga Buah Rol Gilingan Gambar 3. Alat pemeras nira

2.3 Pengaruh Hasil Kerja Penggilingan Sasaran kerja pada stasiun gilingan adalah bisa memeras gula dalam tebu sebanyak mungkin yang sesuai dengan kapasitas. Pemerasan atau ekstraksi dapat diukur dari jumlah % pol dalam tebu. Dari sudut fisis atau sudut teknis sebagian besar dipengaruhi oleh pol dan sabut dalam tebu. Hasil kerja stasiun gilingan lebih condong memisahkan (mengekstraksi) nira asli tak terencerkan dari sabut dan hasil ekstraksi dinyatakan dalam nira asli % sabut. Hasil kerja seluruh stasiun gilingan dipengaruhi oleh Pemerasan disetiap gilingan dan imbibisi diantara gilingan. (Soebagio, 1983) Untuk dapat mengambil gula sebanyak mungkin maka kerja setiap gilingan harus mampu memeras tebu semaksimal mungkin dan setiap tahap imbibisi harus mampu mengencerkan nira tertahan di setiap ampas sehingga dapat diperas pada gilingan berikutnya. Keberhasilan kerja ini dipengaruhi oleh : 1. Hasil Kerja Tiap Unit Gilingan Hasil pemerasan dari sepasang rol gilingan akan dipengaruhi oleh umpan yang masuk. Kompresi pada alat pertama merupakan faktor yang sangat menentukan karena volume nira keluar sama dengan penyusutan volume cacahan tebu saat diperas dan ini ada hubungannya dengan cacahan tebu. Tekanan dari rol gilingan sebagian besar dimaksudkan untuk memecah atau merusak struktur dari tebu sehingga akan lebih banyak nira yang akan terperas dari tebu. 2. Derajat Kompresi Tekanan dari rol gilingan sebagian besar dimaksudkan untuk memecah atau merusak struktur dari tebu sehingga akan lebih banyak nira yang akan terperas dari tebu.

3. Faktor dalam Konstruksi Gilingan Pengikisan (rusaknya) permukaan gilingan berpengaruh pada hasil pemerasan sehingga perlu dibuat perlakuan agar permukaan rol tetap kasar. Sifat ampas adalah efek lain yang berpengaruh pada kualitas pengumpanan terutama bila preparasi ditingkatkan dapat meningkatkan densitas cacahan. 2.4 Imbibisi Ampas yang keluar dari gilingan I digiling lagi dalam gilingan II, dan seterusnya sampai gilingan V. Dengan cara ini pada gilingan III ampas sudah menjadi kering sehingga gula yang masih menempel pada ampas tidak dapat diambil lagi. Ampas yang sudah kering memiliki sifat dapat menyerap zat cair sampai 7 atau 10 kali beratnya. Untuk mengencerkan kandungan gula dalam ampas yang sudah kering tersebut, maka perlu dilakukan pembilasan atau ekstraksi pada ampas dengan menggunakan air dan nira hasil gilingan. Perlakuan inilah yang disebut dengan imbibisi. Imbibisi yang diberikan di stasiun gilingan ada dua macam, yaitu imbibisi air dan imbibisi nira. Tujuan dari imbibisi ini adalah untuk memperoleh gula sebanyak - banyaknya dari batang tebu atau ampas. Imbibisi yang digunakan adalah imbibisi majmuk, dimana air hanya diberikan pada gilingan terakhir, dan nira yang diperoleh dari gilingan terakhir digunakan untuk imbibisi gilingan didepannya. Nira yang keluar dari gilingan V masih encer dan digunakan untuk imbibisi ampas yang keluar dari gilingan III yang masuk ke gilingan IV. Nira dari gilingan IV digunakan untuk imbibisi ampas dari gilingan II yang masuk ke gilingan III. Dan nira gilingan III digunakan untuk imbibisi ampas I yang masuk

ke gilingan II. Air imbibisi diberikan Pada ampas dari gilingan IV yang masuk ke gilingan V. Air imbibisi yang digunakan adalah air panas yang berasal dari kondensat evaporator IV dan V, dengan jumlah 20% tebu dan temperatur operasi 60 0 C. Jumlah yang dipakai diatur dengan imbibition water flow yang berkapasitas 60 m 3 /jam. (Soejardi,2003) Tebu masuk Imbibisi Nira Gil I Gil II Gil III Gil IV Gil V Gambar 4. Unit Operasi Gilingan Pemberian imbibisi nira dilakukan pada saat ampas baru keluar dari gilingan I. Dalam hal ini ampas masih mengandung lebih banyak nira dan gula, sehingga lebih mudah diekstraksi. Kemurnian hasil nira yang diekstraksi selalu sedikit lebih tinggi daripada kemurnian nira yang tertinggal dalam ampas. Tidak seluruh air yang diberikan dapat tercampur merata dengan ampas. Hal ini dapat disebabkan karena sel selnya belum terbuka, juga karena afinitas ampas terhadap air yang semakin tinggi menyebabkan hanya lapisan atas dari ampas yang diberi imbibisi yang dapat mengikat sebagian besar air yang diberikan, sedangkan lapisan bawahnya relatif tetap kering. Air imbibisi diberikan dengan cara disemprotkan kepada ampas atau direndam didalam air.

Banyak ahli berpendapat pemberian imbibisi dengan air panas dapat melarutkan lilin yang terdapat pada lingkaran lilin dari batang tebu. Sebagian besar lilin tebu meleleh pada suhu antara 60 0 C-80 0 C. Namun melalui penelitian penelitian yang telah dilakukan di Indonesia pada tahun1927 sampai tahun 1930, disimpulkan bahwa imbibisi dengan air panas pada suhu 65 0 C-95 0 C tidak meningkatkan kandungan lilin didalam nira dibandingkan jika imbibisi diberikan dengan air dingin (28 0 C). Argumentasi menggunakan air panas adalah sebagai berikut: 1. Sedikit membantu ekonomi bahan bakar 2. Memecah se-sel karena panas 3. Sedikit terjadi evaporasi dalam perjalanan proses 4. Penggunaan kondensat dari evaporator 2.5 Pengaruh Hasil Kerja Imbibisi Di dalam stasiun gilingan diusahakan agar kehilangan gula di dalam ampas dapat ditekan sampai sekecil-kecilnya. Kehilangan gula dalam ampas merupakan kehilangan besar kedua karena jumlahnya (bobot ampas) besar, yaitu ampas tebu sekitar 30-40 %. Pemberian imbibisi merupakan salah satu upaya yang dapat menekan kehilangan gula dalam ampas sebanyak-banyaknya. Imbibisi akan dapat berhasil dengan baik apabila faktor-faktor yang berpengaruh buruk dapat dikurangi (Moerdokusumo, 1993). Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kerja imbibisi antara lain adalah : 1. Jumlah Air Imbibisi

Sasaran imbibisi adalah mengencerkan nira yang tertinggal disetiap ampas. Maka faktor yang amat berpengaruh adalah jumlah cairan yang diberikan dengan pertimbangan kandungan nira yang tertinggal dalam ampas setelah pengenceran. Mengingat bahwa gula terdapat di dalam sabut maka air imbibisi yang diberikan harus dapat mengenai seluruh bagian dari sabut agar gulanya dapat terambil. Besarnya konsentrasi nira tertinggal akan sebanding dengan cairan yang diberikan persen ampas atau persen sabut. Besarnya air yang diberikan pada gilingan sebelum gilingan terakhir disesuaikan dengan banyaknya jumlah tebu yang masuk ke dalam gilingan yaitu sekitar 20% tebu.jumlah nira imbibisi yang diberikan pada setiap gilingan sebelumnya sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang diberikan. 2. Sel-sel yang terbuka Mekanisme proses imbibisi adalah pelarutan, jadi air yang diberikan akan dapat bekerja dengan baik bila gula yang akan dilarutkannya sudah tersedia di permukaan sabut, yang berarti bahwa gula sudah tidak lagi berada di dalam sel. Nira dalam ampas dapat memanfaatkan cairan imbibisi untuk diencerkan bila selnya telah dirusak (terbuka). Maka untuk dapat memperoleh hasil imbibisi yang baik maka sebanyak mungkin sel sel batang tebu harus sudah terpecahkan, dan ini semua dipengaruhi oleh hasil pekerjaan persiapan (preparation). 3. Kualitas air (Air Murni dan Bersih) Kualitas air yang dimaksud adalah kemurnian dari air yang di pakai. Adanya kotoran dalam air imbibisi dapat berpengaruh pada hasil pemerasan, khususnya terhadap hasil analisis niranya.

4. Suhu air imbibisi 60 º - 70 ºC Suhu air imbibisi dapat mempengaruhi hasil proses imbibisi dimana gula akan lebih mudah terlarut dalam air panas. Selain itu nira yang masih berada dalam sel sukar diambil gulanya mengingat bahwa dinding sel memiliki daya semi permiable dimana gula tidak akan dapat menerobos keluar ampas (meskipun amat tipis) selama selnya masih hidup. Dengan memberikan air imbibisi yang panas maka sel-selnya akan mati dan gulanya akan dengan mudah berdifusi keluar yang berarti dapat terambil oleh air. Hal yang perlu diperhatikan adalah akibat dari suhu yang tinggi tidak hanya gula yang terlarut tetapi juga zat zat lain seperti lilin (wax) yang terdapat pada kulit batang tebu juga mudah terlarut (mencair) pada suhu yang tinggi. Selain itu tingginya suhu imbibisi berakibat adanya penguapan air. Air akan menguap lebih banyak bila suhunya semakin tinggi. Mengingat keuntungan dan kerugian yang dapat terjadi dengan tingginya suhu imbibisi, maka imbibisi dilakukan pada suhu sekitar 60 70 0 C. 5. Pencampuran dan waktu kontak Semakin baik pencampuran (semakin homogen) antara ampas tebu dan imbibisi akan semakin banyak pula gula yang dapat terambil. Untuk maksud ini maka dilakukan berbagai usaha seperti pemberian air dengan disemprotkan, kecepatan pengangkut ampas teratur. Selain itu adanya waktu yang cukup agar gula dapat terlarut di dalam air. Waktu kontak antara cairan imbibisi dengan ampas juga berpengaruh pada kebaikan pencampuran sebelum diperas pada gilingan berikutnya. Untuk ini maka diupayakan carrier yang lambat dan panjang agar gula dapat terlarut dalam air (Notojoewono, 1970).

Dari penjelasan diatas dapat diketahui keuntungan dan kerugian pemberian imbibisi: Keuntungan : 1. Melarutkan sukrosa yang tertinggal dalam ampas 2. Mencegah aktifitas mikroorganisme 3. Mematikan sel - sel dalam tebu sehigga permeabilitasnya hilang dan dapat terbuka secara mekanis dan ekstraksi akan lebih baik Kerugian : 1. Melarutkan zat lilin dan getah sehingga menurunkan kualitas nira 2. Terjadi penguapan sehingga mempersulit pengawasan 3. Dalam jumlah besar akan mempersulit penguapan pada evaporator. 2.6 Pengeluaran Nira Tidak ada artinya menekan dengan derajat kompresi yang tinggi bila niranya sukar keluar. Kemudahan terhadap keluarnya nira dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Kecepatan Rol Keluarnya nira dengan arah berlawanan dengan gerakan rol berarti semakin cepat gerakan rol akan semakin sukar niranya akan keluar. Kecepatan rol yang maksimal yaitu sekitar 5 6 rpm berkaitan dengan efisiensi keluarnya nira. 2. Ketebalan Lapisan Ampas Menjaga kelancaran giling pada kapasitas yang optimal merupakan keharusan dalam menjaga agar kehilangan gula di pabrik tidak besar. Semakin tebal lapisan ampas yang masuk dalam jepitan rol akan semakin sukar keluarnya

nira. Ketebalan lapisan ampas sendiri dipengaruhi oleh kapasitas penggilingan. Jika ketebalan lapisan ampas ditingkatkan maka kapasitas juga akan meningkat. 3. Alur Pengaliran Nira Alur pengaliran nira mempermudah pengaliran nira dari daerah tekanan tinggi diantara rol gilingan. 4. Stelan plat ampas Stelan Plat ampas berpengaruh pada pengaliran nira pada rol belakang. Penyetelan jarak plat ampas denga rol belakang yang terlalu kecil dapat menaikkan tekanannya. Gambar. 5 ampas tebu Nira dari gilingan 1 dan 2 ditampung pada bak penampung I untuk kemudian disaring dan ditampung dalam satu tangki tempat nira mentah. Sementara itu nira dari gilingan 3, 4 dan 5 bersama air imbibisi disirkulasikan kembali dalam unit operasi perahan atau gilingan. Nira mentah mengandung gula dan zat bukan gula (Gandana dan Ananta, 1974).

2.7 Angka Dalam Pengawasan Gilingan Untuk mengetahui pengawasan unit gilingan, diperlukan analisa dan contoh, terutama pol dan briks dari nira dan ampas pada unit gilingan. Sistem pengawasan ini dikenal dengan istilah sistem pengawasan gilingan. Angka prestasi baterai gilingan dipengaruhi kandungan sabut tebu, yang berpengaruh pada bukaan-gilingan belakang, yang diikuti proses penyayatan sabut, yang dapat meningkatkan efek imbibisi. Dengan berubahnya kondisi teknis baterai gilingan akan berubah pula prestasi baterai gilingan. Maka sangatlah penting mempertahankan kondisi teknis baterai gilingan yang optimum lewat pengawasan gilingan yang terpadu. Untuk meningkatkan efek imbibisi yang maksimal, sebelum pemberian imbibisi diupayakan sebanyak mungkin sel sel batang tebu sudah terbuka agar gula yang masih menempel pada sabut lebih mudah terekstraksi. Jumlah sel sel batang tebu yang terbuka dipengaruhi hasil kerja stasiun gilingan yaitu proses pencacahan dan pemerahan tebu (Moerdokusumo, 1993). Dengan memperhitungkan kehilangan pol dalam ampas, neraca polarisasi dapat disusun berdasarkan pol dalam tebu. Hasil analisa pol ampas akan berubah dengan berubahnya jumlah air imbibisi yang digunakan. Kesulitan timbul pada penyusunan neraca polarisasi berdasarkan pol dalam tebu, karena tidak dapat diketahui langsung, tapi harus melalui terobosan perhitungan berikut : Pol dalam tebu = Pol dalam nm + Pol dalam ampas Perbandingan pol dalam nira mentah dan pol dalam tebu dinamakan kuosien ekstraksi gula atau hasil bagi perahan gula, disingkat HPG. Di pabrik gula

angka pengawasan gilingan untuk menyatakan hasil ekstraksi di stasiun gilingan adalah angka HPG (Hasil Pemerahan Gula). HPG merupakan angka yang menunjukkan efisiensi stasiun gilingan ditinjau dari segi finansial. Ekstraksi atau HPG dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis tebu, kadar sabut, umur tebu, kandungan kotoran tebu, tipe atau jenis pencacahan awal, susunan gilingan, putaran rol, bentuk alur rol, setelan gilingan, stabilitas kapasitas giling, tekanan, sanitasi gilingan, kadar gula atau pol tebu dan imbibisi. Kandungan sukrosa (gula) dalam nira tebu diukur dalam satuan pol yang nilainya ditentukan lewat pengukuran polarisasi tunggal larutan nira tebu. Nilai pol ampas gilingan akhir dapat diketahui langsung dari analisa yang cermat dengan pengambilan contoh yang representatif. Sebagai kontrol atas kebenaran analisa, nilai ini dikaitkan dengan angka kriteria lain, yaitu faktor campur(vf = fermengings factor). Nilai faktor campur menjadi kecil bila imbibisi % tebu meningkat. Dalam pabrik gula di Indonesia, nilai vf rata-rata mencapai 50. (Soejardi. 1983)