BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau tandus (Vera Sadarviana, 2008). Longsorlahan (landslides) merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam penggunaan lahan. Lahan juga diartikan sebagai Permukaan daratan

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rendah (Dibyosaputro Dalam Bayu Septianto S U. 2008). Longsorlahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

DEFINISI. Thornbury, 1954 : Proses akibat gaya gravitasi secara langsung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempengan dunia yaitu Eurasia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. arah bawah (downward) atau ke arah luar (outward) lereng. Material pembentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

L O N G S O R BUDHI KUSWAN SUSILO

Bencana Benc Longsor AY 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Arsyad (dalam Ahmad Denil Efendi 1989 : 27) Mengemukakan bahwa tanah

BAB 8. Gerakan Tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah perbandingan relatif pasir, debu dan tanah lempung. Laju dan berapa jauh

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengenalan Gerakan Tanah

PENANGANAN BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana (Nandi, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

DISASTER NURSING AND TRAUMA HEALING. Project Observasi Potensi Bencana di Kelurahan Pongangan. Gunung Pati, Semarang, Jawa Tengah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Batasan Longsor 2.2 Jenis Longsor

PERENCANAAN DINDING PENAHAN TANAH PADA RUAS JALAN TENGGARONG SEBERANG KM 10 KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR. pengetahuan yang mencitrakan, menerangkan sifat-sifat bumi,

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

KEJADIAN GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG PADA TANGGAL 20 APRIL 2008 DI KECAMATAN REMBON, KABUPATEN TANA TORAJA, PROVINSI SULAWESI SELATAN

Bencana Longsor yang Berulang dan Mitigasi yang Belum Berhasil di Jabodetabek

TINJAUAN PUSTAKA. Longsor. Gerakan tanah atau lebih dikenal dengan istilah tanah longsor adalah

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

Identifikasi Daerah Rawan Longsor

PEDOMAN PENATAAN RUANG

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Kuliah ke 5 BAB V PENATAAN RUANG KAWASAN BENCANA LONGSOR[11,12] 5.1. Pengertian dan Istilah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

JIME, Vol. 3. No. 1 ISSN April 2017

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

LANDSLIDE OCCURRENCE, 2004 STRATEGI MITIGASI DAN SIFAT GERAKAN TANAH PENYEBAB BENCANA DI INDONESIA. BENCANA GERAKAN TANAH 2005 dan 2006

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

Pemeriksaan lokasi bencana gerakan tanah Bagian 1: Tata cara pemeriksaan

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

BAB I PENDAHULUAN. Bencana longsor merupakan proses alami bumi yang sering terjadi pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

TINJAUAN PUSTAKA. Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling

Bab IV STABILITAS LERENG

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Menurut seorang ilmuwan kuno yang bernama Eratosthenes Geografi berasal

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

INVESTIGASI GEOLOGI POTENSI LONGSOR BERDASARKAN ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

Transkripsi:

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bencana kebumian yang selalu terjadi di Indonesia, khususnya pada musim hujan. Longsorlahan sering terjadi pada daerah perbukitan dan area lereng terjal, terutama bila terjadi perubahan tutupan lahan atau tandus (Vera Sadarviana, 2008). Longsorlahan (landslides) merupakan bagian dari gerakan tanah, jenisnya terdiri atas jatuhan (fall), jungkiran (topple), luncuran (slide), nendatan (slump), aliran (flow), gerak horizontal atau bentangan lateral (lateral spread), rayapan (creep) dan longsorlahan majemuk. Menurut sharpe (1938, dalam Zufialdi, 2008) longsoran adalah luncuran atau gelinciran (sliding) atau jatuhan (falling) dari massa batuan atau tanah, bahkan dari keduanya. Secara umum longsorlahan adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. Secara geologi longsor adalah suatu peristiwa geologi dimana terjadi pergerakan tanah seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah (Nandi, 2007). Proses terjadinya longsorlahan dapat diterangkan sebagai berikut : air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan diatasnya akan bergerak mengikuti lereng dan luar lereng. Gejala umum longsorlahan ditandai dengan munculnya retakan- 7

8 retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing, biasanya terjadi setelah hujan, munculnya mata air baru secara tiba-tiba dan tebing rapuh serta kerikil mulai berjatuhan. Faktor penyebab lainnya adalah hujan, lereng terjal, tanah yang kurang padat dan tebal, batuan yang kurang kuat, jenis tata lahan, getaran, susut muka air danau atau bendungan, adanya beban tambahan, pengikisan atau erosi, adanya material timbunan pada tebing, longsorlahan lama, adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung), penggundulan hutan, daerah pembuangan sampah. Kejadian longsorlahan di suatu daerah dapat dianalisis berdasarkan kondisi cuaca dan kondisi fisik wilayah. Kondisi cuaca dapat dianalisis melalui data penginderaan jauh yaitu data MTSAT (Meteorological Satellite) dan data QMORPH (Q Morphing), sedangkan kondisi fisik khususnya lokasinya dapat dianalisis berdasarkan ketinggian wilayah melalui DEM-SRTM (Digital Elevation Model Shuttle Radar Topographic Mission), dan citra ALOS dan IKONOS dapat untuk melihat adanya perubahan sebelum dan sesudah terjadinya longsor, selain itu kondisi fisik wilayah dapat dianalisis melalui kondisi lereng (Nanik Suryo Haryani, 2012). 1) Tipe-tipe longsorlahan Eckel dalam Djauhari Noor (2011), mengelompokkan tipe longsorlahan menjadi 3 yaitu : a. Gerakan tipe aliran lambat ( slow flowage ) terdiri dari :

9 a) Rayapan (creep) : perpindahan material batuan dan tanah ke arah kaki lereng dengan pergerakan yang lambat. b) Rayapan tanah (soil creep) : perpindahan material tanah kearah kaki lereng. c) Rayapan talus (talus creep) : perpindahan ke arah kaki lereng dari material talus atau scree. d) Rayapan batuan glacier (rock glacier creep) : perpindahan ke arah kaki lereng dari limbah batuan. e) Soilfluction / liquefaction : aliran yang sangat berlahan ke arah kaki lereng dari material debris batuan yang jenuh air. b. Gerakan tanah tipe aliran cepat (rapid flowage) terdiri dari : a) Aliran lumpur (mudflow) : perpindahan dari material lempung dan lanau yang jenuh air pada teras yang berlereng landai. b) Aliran massa tanah dan batuan (earthflow) : perpindahan secara cepat dari material debris batuan yang jenuh air. c) Aliran campuran massa tanah dan batuan (debris avalanche) : suatu aliran yang meluncur dari debris batuan pada celah yang sempit dan berlereng terjal. c. Gerakan tanah tipe luncuran (landslides) terdiri dari : a) Nendatan (slump) : luncuran ke bawah dari satu atau beberapa bagian debris batuan, umumnya membentuk gerakan rotasional. b) Luncuran dari campuran massa tanah dan batuan (debris slide) : luncuran yang sangat cepat ke arah kaki lereng dari material tanah yang tidak terkonsolidasi (debris) dan hasil luncuran ini ditandai oleh suatu bidang rotasi pada bagian belakang bidang luncurannya.

10 c) Gerakan jatuh bebas dari campuran massa tanah dan batuan (debris fall) : luncuran material debris tanah secara vertikal akibat gravitasi. d) Luncuran massa batuan (rock slides) : luncuran dari massa batuan melalui bidang perlapisan, joint (kekar), atau permukaan patahan atau sesar. e) Gerakan jatuh bebas massa batuan (rock fall) : luncuran jatuh bebas dari blok batuan pada lereng lereng yang sangat terjal. f) Amblesan (subsidence) : penurunan permukaan tanah yang disebabkan oleh pemadatan atau isostasi atau gravitasi. 2) Macam-macam bentuk longsorlahan a. Longsorlahan Translasi Gambar 2.1 Longsorlahan Translasi ( Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007) Longsorlahan translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. b. Longsorlahan Rotasi

11 Gambar 2.2 longsorlahan rotasi (Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007) Longsorlahan rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung. c. Pergerakan Blok Gambar 2.3 Pergerakan Blok (Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007) Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsorlahan ini disebut juga longsorlahan translasi blok batu. d. Runtuhan Batu

12 Gambar 2.4 Runtuhan Batu (Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007) Runtuhan batu terjadi apabila sejumlah batuan besar atau material lain bergerak ke bawah dengan cara terjun bebas, umumnya terjadi pada lereng terjal hingga menggantung, terutama di daerah pantai. e. Rayapan Tanah Gambar 2.5 Rayapan Tanah (Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007) Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya memiliki butiran berupa kasar dan halus. Jenis longsor ini sulit dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsoran ini baru terlihat dengan menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring kebawah. f. Aliran Bahan Rombakan Gambar 2.6 Aliran Bahan Rombakan (Sumber: Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007)

13 Jenis longsorlahan ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Gerakannya terjadi pada sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter (Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007). Longsorlahan sering terjadi pada terrain perbukitan, lereng perbukitan yang terjal, tekuk lereng, patahan, dan tepian sungai. Sebaran longsorlahan tersebut tergantung terhadap karakteristik wilayah setempat yang juga dipengaruhi curah hujan, vegetasi, dan peningkatan beban massa tanah. Beban massa tanah yang bertambah biasanya diakibatkan adanya pengalihfungsian lahan seperti pertanian ke pemukiman (Vera Sadarfiana dkk., 2008). Eckel dalam Djauhari Noor (2011) mengelompokkan penyebab faktor faktor yang mempengaruhi longsor menjadi 2 : 1. Faktor yang bersifat pasif : a. Litologi : material yang tidak terkonsolidasi atau rentan dan mudah meluncur karena basah akibat masuknya air ke dalam tanah. b. Susunan batuan (stratigrafi) : Perlapisan batuan dan perselingan antara batuan lunak dan batuan keras atau perselingan antara batuan yang permeable dan batuan impermeable. c. Struktur Geologi : Jarak antara rekahan atau joint pada batuan, patahan, zona hancuran, bidang foliasi dan kemiringan lapisan batuan yang besar. d. Topografi : lereng yang terjal atau vertikal. e. Iklim : perubahan temperatur tahunan yang ekstrim dengan frekuensi hujan yang intensif. f. Material organik : lebat atau jarangnya vegetasi.

14 2. Faktor yang bersifat aktif : a. Gangguan yang terjadi secara alamiah ataupun buatan. b. Kemiringan lereng yang menjadi terjal karena aliran air. c. Pengisian air ke dalam tanah yang melebihi kapasitasnya, sehingga tanah menjadi jenuh air. d. Getaran getaran tanah yang diakibatkan oleh seismitas atau kendaraan berat. B. Lereng Menurut Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dan Perhutanan Sosial Nomor: P. 4/V-Set/2013Tentang Petunjuk teknis Penyusunan data spasial lahan kritis kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatar. Besar kemiringan lereng dapat dinyatakan dengan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan % (persen) dan o (derajat). Data spasial kemiringan lereng dapat disusun dari hasil pengolahan data ketinggian (kontur) dengan bersumber pada peta topografi atau peta rupa bumi. Pengolahan data kontur untuk menghasilkan informasi kemiringan lereng dapat dilakukan secara manual maupun dengan bantuan komputer. Tabel 2.1 Klasifikasi lereng Kelas Kemiringan lereng ( % ) Datar 0 8 Landai 8 15

15 Agak curam 16 25 Curam 26 40 Sangat curam >40 Sumber : Kementerian Kehutanan Direktoral Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dan Perhutanan Sosial Nomor: P. 4/V-Set/2013 Tentang Petunjuk teknis Penyusunan data spasial lahan kritis Terzaghi (1950) dalam Herman, membagi penyebab terjadinya longsor pada lereng : a. Akibat pengaruh dalam, yaitu longsor yang terjadi dengan tanpa adanya perubahan kondisi luar atau gempa bumi. b. Akibat pengaruh luar, yaitu pengaruh yang menyebabkan bertambahnya gaya geser tanpa adanya perubahan kuat geser tanah. Mencegah terjadinya longsor susulan pada lereng dan menanggulangi lereng yang sudah longsor, diperlukan suatu konstruksi yang mempunyai fungsi untuk menahan longsor. Dalam hal ini akan dianalisis stabilitas lereng pada badan jalan dan perencanaan perkuatan dinding penahan tanah yang digunakan untuk meningkatkan kestabilan lereng. Untuk mendukung analisis dan perencanaan perkuatan diperlukan parameter-parameter tanah dengan penyelidikan tanah di lapangan secara langsung dengan mengmabil sampel secara acak sesuai dengan beda ketinggian di lokasi (Tjokorda, 2010). C. Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang dimana sumber daya alam, terutama vegetasi, tanah dan air, berada dan tersimpan serta tempat hidup manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam tersebut untuk memenuhi kebutuhan

16 hidupnya. Wilayah DAS dipandang sebagai ekosistem dari daur air, sehingga DAS didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami. Batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (UU No. 7 Tahun 2004 dan PP No. 37 Tahun 2012 dalam seminar nasional, 2014). DAS juga bisa dipandang sebagai suatu sistem pengelolaan, dimana DAS memperoleh masukan yang kemudian diproses di DAS untuk menghasilkan luaran (Asdak, 1995 dan Becerra, 1995). DAS merupakan prosesor dari setiap masukan yang berupa hujan dan intervensi manusia (manajemen) untuk menghasilkan luaran yang berupa produksi, limpasan dan sedimen. DAS juga dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi yang terdiri dari komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi dalam suatu kesatuan. Hubungan antara berbagai komponen berlangsung dinamis untuk memperoleh keseimbangan secara alami. Dinamika keseimbangan tersebut bisa menuju kearah baik atau kearah buruk, yang kondisinya sangat dipengaruhi oleh besarnya intervensi manusia terhadap sumberdayaalam dan proses interaksi alam sendiri. Pada daerah tangkapan air atau DAS terjadi hubungan timbal balik anata smberdaya manusia dengan sumberdaya alam yang mempengaruhi kelestarian sumberdaya alam tersebut. Hubungan timbal balik ini tidak hanya setempat tetapi juga di tempat lain, sehingga diperlukan sistem pengelolaan menyeluruh dari hulu sampai hilir (Paimin dalam seminar nasional,2014).

17 D. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Suwarno, Sutomo, dan Dwi Septiono Nugroho (2013) melakukan penelitian kajian pola persebaran longsorlahan di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas, menggunakan metode pendekatan kualitatif. Hasil yang diperoleh adalah Peta pola persebaran longsorlahan di Kecamatan Ajibarang. Setyo Aji, 2014 dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Tingkat Kerawanan Longsor Lereng Di Desa Binangun Kecamatan Banyumas. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui dan menganalisis tingkat kerawanan longsor lereng. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode survei dengan teknik pendalaman kasus atau studi kasus. Hasil penelitian berupa peta kawasan tingkat kerawanan longsor. Tabel 2.2 Perbedaan Penelitian dengan penelitian terdahulu PENELITI JUDUL TUJUAN LOKASI METODE HASIL Suwarno, Sutomo, Dwi Mengetahui frekuensi Kecamatan Ajibarang Peta pola persebaran Septiono Nugroho, longsor terhadap lahan Kabupaten Banyumas longsor lahan 2013 penggunaan Setyo Aji, 2014 Kajian Pola Persebaran Longsorlahan di kecamatan Ajibarang kabupaten Banyumas Analisis Tingkat lahan Kecamatan Ajibarang. di Mengetahui dan menganalisis Desa Binangun Pendekatan kualitatif metode survey lapangan dengan teknik pengambilan sampel area sampling dan incidental sampling, analisis data menggunakan analisis kelas frekuensi dan analisis tetangga terdekat. Metode survei dengan teknik Peta Kerawanan

18 Devi Anggitasari, 2015 Kerawanan Longsor Lereng Di Desa Binangun Kecamatan Banyumas Kajian Kemiringan Lereng dengan Kejadian Longsor di Sub-Daerah Aliran Sungai Logawa Kabupaten Banyumas. tingkat kerawanan longsor lereng Mengetahui banyaknya kejadian longsor pada tiap kelas kemiringan lereng di Sub- Daerah Aliran Sungai Logawa Kabupaten Banyumas. Kecamatan Banyumas Sub-Daerah Aliran Sungai Logawa Kabupaten Banyumas pendalaman kasus atau studi kasus. Pendekatan kuantitatif dengan menggunakan analisis keruangan, metode survey lapangan, teknik pengambilan sample menggunakan incidental sampling Longsor Tabel kejadian longsor lahan pada tiap kelas kemiringan lereng. E. Landasan Teori 1) Longsorlahan Secara umum longsorlahan adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah yang bergerak ke bawah atau keluar lereng. Secara geologi longsorlahan adalah suatu peristiwa geologi dimana terjadi pergerakan tanah seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. 2) Lereng Lereng adalah perbandingan antara beda tinggi ( jarak vertikal ) suatu lahan dengan jarak mendatar. Besar kemiringan lereng dapat dinyatakan dengan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan % (persen) dan o (derajat). Material yang membentuk lereng memiliki kecenderungan tergelincir dibawa beratnya sendiri dan gaya-gaya luar yang ditahan oleh besarnya

19 geseran tanah dari material tersebut. Gangguan terhadap kestabilan tanah terjadi bila tahanan geseran tanah tidak dapat mengimbangi gaya-gaya yang menyebabkan gelincir sehingga terjadi longsorlahan. 3) Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak- anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami. F. Kerangka Pikir Secara umum longsorlahan adalah perpindahan material pembentuk lereng, dimana lereng adalah perbandingan antara beda tinggi suatu lahan dengan jarak mendatar. Penyebab terjadinya longsor di sekitar Sub Daerah Aliran Sungai adalah karena hujan yang deras dan tanah yang tidak kuat sehingga tidak mampu menahannya. Tanah yang tidak kuat jika didirikan bangunan di sekitar sub Daerah Aliran Sungai maka dapat menyebabkan terjadinya longsor. Hal lain dapat disebabkan pula karena tidak adanya penguat seperti tidak ada tanaman penopang akibat dari penggundulan hutan. Di Kabupaten Banyumas sering dijumpai kejadian longsor, dikarenakan tanah yang tidak kuat diguyur oleh air hujan dan di dirikan bangunan permukiman sehingga sering terjadi bencana tanah longsor. Sub-Daerah Aliran Sungai Logawa terletak di bentuk lahan vulkanik dan struktural. Oleh karena itu penelitian ini

20 dilakukan untuk mengetahui banyaknya kejadian longsor pada tiap kelas kemiringan lereng yang disajikan gambar 2.3 alur kerangka pikir sebagai berikut : Data Kejadian Longsorlahan Peta Kejadian Longsorlahan Peta Kelas Kemiringan Lereng Peta Kejadian Longsorlahan pada tiap Kelas Kemiringan Lereng Gambar 2.7 Alur kerangka pikir G. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah Kejadian Longsorlahan terbanyak terdapat pada lereng kelas curam, karena pada lereng kelas curam memiliki kondisi tanah yang paling tidak stabil ( Dedy Muljadihardja, tt ).