WORKSHOP BATIK BAGI GURU DAN MASYARAKAT SEKITAR PESANTREN DARUL FIKRI 1. Oleh: Ismadi FBS UNY

dokumen-dokumen yang mirip
SENI KERAJINAN BATIK. Oleh : Ismadi Pendidikan Seni Kerajinan Jur. Pend. Seni Rupa FBS UNY

SENI KERAJINAN BATIK TEKNIK/PROSES MEMBATIK. Oleh: ISMADI PEND. SENI KERAJINAN JUR. PEND. SENI RUPA FBS UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Kerajinan Batik Tulis

KRiYA TEKSTIL DAN BATIK 1 OLEH: TITY SOEGIARTY JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2009

Membuat Tekstil Dengan Teknik Rekalatar

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Tinjauan Pustaka. Nama daerah :tahi kotok (Sunda), kenikir (Jawa)

BASIC TECHNOLOGY EDUCATION (PTD)

BAB III METODE PENCIPTAAN. Batik Lukis (Batik Tulis) diajukan konsep berkarya. Pada dasarnya, manusia baik

TEKNIK PENGOLAHAN ZAT WARNA ALAM (ZPA) UNTUK PEWARNAAN BATIK

DESKRIPSI KARYA SENI KRIYA BERJUDUL: PRADA

Bayu Wirawan D. S. 1, Hazbi As Siddiqi 2. Dosen Program Studi Teknik Batik, Politeknik Pusmanu

BAB. III PROSES PENCIPTAAN. kriya tekstil berupa kain panjang, dalam hal ini data data yang dijadikan acuan

Vivin Atika *, Agus Haerudin Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No. 7 Yogyakarta, Indonesia

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

Ujian Tengah Semester Pengenalan Teknologi Dasar (PTD) Kelas VII

LOMBA KOMPETENSI SISWA (LKS) KRIYA TEKSTIL

TEKNIK PEMBUATAN IKAT CELUP DAN PEWARNAAN

PENGARUH KOMPOSISI MALAM TAWON PADA PEMBUATAN BATIK KLOWONG TERHADAP KUALITAS HASIL PEMBATIKAN

PELESTARIAN BUDAYA BANGSA INDONESIA MELALUI PRODUK BATIK Oleh : Nanie Asri Yuliati PTBB FT UNY

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB IV KAJIAN KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA TEKSTIL

ZAT WARNA BEJANA/INDHANTHREN UNTUK PEWARNAAN BATIK

Written by Anin Rumah Batik Friday, 20 December :46 - Last Updated Friday, 20 December :57

BAB II METODE PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah salah satu tekstil tradisi yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi

DESKRIPSI KARYA SENI LUKIS BERJUDUL: KELUARGA NELAYAN

HO-2 PROSES PEMBUATAN BATIK

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. diperlukan analisis pada permasalahan tersebut ; analisa yang pertama diperoleh

Rasjoyo MODEL. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Ayo Belajar Batik. untuk Kelas VI SD dan MI PT TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SOLO

Bangga Menggunakan Batik Tulis. PROFIL PERUSAHAAN

Penyusunan Data Awal Referensi Nilai Budaya Tak Benda Kota Jakarta Barat D.K.I. Jakarta Batik Betawi

Form Daftar Har. No. Nama Barang Harga (Rp) Kompor. Wajan. 12 Wajan khusus batik Wajan batik biasa Canting

BAB III BAHAN DAN METODE

merupakan transpormasi dari naskah/kitab sastra, seeperti: kakawin, kidung dan sebagainya,

KEGIATAN MEMBATIK PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN (Studi Deskriptif di TK Muslimat Salafiyah Karangtengah Pemalang)

4 PENGETAHUAN BAHAN DAN ALAT

PEMANFAATAN EKSTRAK WARNA DAUN ALPUKAT SEBAGAI ZAT PEWARNA ALAM (ZPA) TEKSTIL PADA KAIN SUTERA

PENGUATAN INDUSTRI BATIK NASIONAL DALAM MENGHADAPI ACFTA DAN MEA

BAB III IDENTIFIKASI DATA. A. Identifikasi Objek Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. Warna memiliki peranan dan fungsi penting dalam kehidupan yang dapat

TEKNIK EKSPLORASI ZAT PEWARNA ALAM DARI TANAMAN DI SEKITAR KITA UNTUK PENCELUPAN BAHAN TEKSTIL Noor Fitrihana,ST Jurusan PKK FT UNY

PENGARUH KOMPOSISI DAMAR MATA KUCING PADA PEMBUATAN LILIN BATIK TERHADAP KUALITAS PEWARNAAN HASIL PEMBATIKAN

Written by Anin Rumah Batik Tuesday, 06 November :59 - Last Updated Tuesday, 06 November :10

PENGENALAN TEKNOLOGI DASAR (PTD)

BAB III METODE DAN PROSES PENCIPTAAN

BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENERAPAN RAGAM HIAS PADA BAHAN TEKSTIL

Dian Ramadhania, Kasmudjo, Panji Probo S. Bagian Teknologi Hasil Hutan,Fakultas Kehutanan, UGM Jl. Agro No : 1 Bulaksumur Yogyakarta.

PENAMAS ADI BUANA Volume 02, Nomer 2, 01 Oktober 2017

of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober 2009.

PENELITIAN TEKNOLOGI PEMBATIKAN PADA TENUN SABUT KELAPA

BAB IV VISUALISASI. sesuai dengan semboyan Pati Bumi Mina Tani. Pengembangan visual desain batik

BAB V KAJIAN TEORI. Batik di Cirebon adalah langgam arsitektur Neo-Vernakular. Dalam bahasa. Yunani, neo memiliki arti baru, sedangkan vernakular

BAB III TINJAUAN DATA, EKSPERIMEN, DAN ANALISA. Pohon kapuk berbunga tiga atau empat kali dalam setahun dengan selang

NASKAH APA KABAR JOGJA

MOTIF DAN PEWARNAAN BATIK TULIS DI DUSUN GIRILOYODESAWUKIRSARI KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

DAFTAR ISI. Aan Sukmana, 2011 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

Titiek Pujilestari Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No.7 Yogyakarta

SILABUS. - Mengidentifikasikan besaran-besaran fisika dalam kehidupan sehari-hari lalu mengelompokkannya dalam besaran pokok dan turunan.

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Zat Warna Alami dari Buah Mangrove Spesies Rhizophora stylosa sebagai Pewarna Batik dalam Skala Pilot Plan

BAB II METODE PERANCANGAN

BAB I GAMBARAN USAHA. India, Cina, Thailand, dan terakhir Malaysia, mengakui bahwa Seni Batik berasal

Teknik dasar BATIK TULIS

BAB II BATIK PRING SEDAPUR MAGETAN. II.1 Batik

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. Dari segi peristilahan, kata potensi berasal dari bahasa Inggris to patent yang

ALAT PENGERING BERKABUT UNTUK MENGHASILKAN ZAT WARNA ALAMI DARI KULIT KAYU MAHONI, JAMBAL, DAN TINGI GUNA MENGGANTIKAN SEBAGIAN WARNA SINTETIK BATIK

SENI RUPA 2 DIMENSI DAN 3 DIMENSI

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

TUGAS SENI BUDAYA ARTIKEL SENI RUPA

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Seni lukis batik berawal dari seni batik yang sudah tua usianya. Seni batik

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru. Secara historis, batik

Titiek Pujilestari dan Irfa ina Rohana Salma Balai Besar Kerajinan dan Batik, Jl. Kusumanegara No.7 Yogyakarta

SERAT ALAMI DAN SERAT BUATAN (SINTETIS) SERAT ALAMI DAN SERAT BUATAN (SINTETIS)

BAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. dalam pengembangan motif Batik Bakaran. Ada beberapa permasalahan dan

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK. i KATA PENGANTAR. ii UCAPAN TERIMA KASIH. iii DAFTAR ISI. viii DAFTAR GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN UMUM BATIK DAN MUSEUM

KUESIONER PENELITIAN. tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara anggap benar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MAKNA FILOSOFI BATIK Sugiyem Jurusan PTBB FT UNY

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan penelitian yang relevan 1. Membatik Membatik dalam pembelajaran di sekolah termasuk kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan salah satu pusat industri batik yang dikenal sejak

KLASIFIKASI INDUSTRI A. Industri berdasarkan klasifikasi atau penjenisannya 1. Aneka industri 2. Industri mesin dan logam dasar

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. eksplorasi estetis atas kain seser, diperoleh kesimpulan bahwa: sebagai jaring nelayan untuk menangkap ikan.

Penerapan Ragam Hias pada Bahan Tekstil

KERAJINAN BATIK LUKIS DI HOME INDUSTRY BATIK SETYA KARYA SLAMET LAWEYAN SURAKARTA TAHUN Skripsi Oleh: Brian Mustika Sari K

Penggunaan Natrium Silikat pada Proses Pelorodan Batik Terhadap Pelepasan Lilin dan Kekuatan Tarik Kain

KAJIAN TEKNIK PRODUKSI BATIK DI PERUSAHAAN BATIK DANAR HADI SURAKARTA DENGAN PENDEKATAN DESAIN

Serba Pepes dan Botok

2014 EKSPERIMEN WARNA ALAM MANGGA ARUMANIS, MANGGA GEDONG GINCU DAN MANGGA SIMANALAGI SEBAGAI PEWARNA KAIN SUTERA

BATIK SERAGAM PESERTA DIDIK SMA N 1 JETIS BANTUL YOGYAKARTA

BISNIS BATIK ONLINE STMIK AMIKOM YOGYAKARTA. Mata Kuliah Lingkungan Bisnis : AKHMAD DAHLAN NIM :

NO HARI PERTEMUAN WAKTU PELAJARAN MATERI CATATAN

BAB III PERANCANGAN PROSES

BATIK DARI INDONESIA

Ragam Hias Kain Celup Ikat

Transkripsi:

WORKSHOP BATIK BAGI GURU DAN MASYARAKAT SEKITAR PESANTREN DARUL FIKRI 1 Oleh: Ismadi FBS UNY A. Pengertian Batik Batik sebagai karya seni bangsa Indonesia sudah tidak disangsikan lagi. Merupakan salah satu bentuk hasil budaya bangsa Indonesia yang termasuk tua. Kata batik sebenarnya berasal dari bahasa Jawa, dari akar kata mbatik berarti ngembat titik yaitu memberikan titik-titik yang sangat banyak dan berkaitan sehingga membetuk sebuah motif (Hamidin, 2010: 7). Pengertian batik secara umum adalah pembentukan gambar pada kain dengan menggunakan teknik tutup celup dengan menggunakan lilin atau malam sebagai perintang dan zat pewarna pada kain (Warsito, 2008: 12). Senada dengan pendapat tersebut, Yahya (1971: 2) menjelaskan bahwa batik merupakan karya yang dipaparkan di atas bidang datar (kain katun atau sutra) dengan dilukis atau ditulis, dikuas atau ditumpahkan atau dengan menggunakan canting atau cap, dengan menggunakan lilin (malam) untuk menutup pada bagian-bagian yang tetap dikehendaki warna yang lebih dari satu macam. Teknik tersebut dilakukan berulang kali. Setelah mencermati dari berbagai pendapat tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa batik adalah gambaran di atas mori atau kain atau bahan lain yang bisa menyerap warna yang dibuat dengan menggunakan alat-alat seperti canting, kuas, atau alat cap serta menggunakan bahan perintang lilin/malam, kemudian diberi warna dengan cara dicelup atau dicolet/dikuas, dan diakhiri dengan proses melorod/menghilangkan lilin/malam. 1 Disampaikan pada pelaksanaan Workshop bagi Guru dan Masyarakat Sekitar Pesantren Darul Fikri, Dusun Hijrah, Desa Bayeun, Kec. Rantau Selamat, NAD, pada tanggal 21 s.d 25 Januari 2013.. 1

B. Sekilas Sejarah Batik Indonesia Batik merupakan seni kebudayaan nusantara yang tinggi nilainya dan telah tumbuh berabad-abad yang lalu. Kapan awal mula munculnya batik di nusantara? Mungkin penjelasan seorang sarjana Belanda, J.L.A. Brandes dapat membantu, beliau (dalam Haryono, 2008: 79) menjelaskan terkait dengan asal mula keberadaan batik nusantara, beliau telah menyatakan bahwa ada 10 butir kekayaan budaya yang telah dimiliki bangsa Indonesia (Jawa) sebelum tersentuh oleh budaya India yang salah satu diantaranya adalah membatik. Senada dengan penjelasan tersebut di dalam Sejarah Industri Batik Indonesia (1986) dijelaskan bahwa kerajinan batik nusantara mulai berkembang abad ke 8 (hal ini dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan seni gamelan, candi, patung, dan lain sebagainya). Penjelasan selanjutnya berasal dari pendapat Ismunandar (1985: 11) yang menjelaskan bahwa perkembangan batik telah ada sebelum Belanda menginjakkan kaki di bumi nusantara ini, hal itu terlihat pada patung-patung dewa di candi-candi dan seolah-olah sudah memakai kain batik. Selanjutnya, perkembangan kerajinan batik nusantara dapat diikuti melalui adanya pakaian yang ada pada patung-patung di candi, antara lain terdapat motifmotif dasar lereng, ceplok, cecek sawut, liris, tritik, kawung, sidomukti, semen, dan sebagainya. Pendapat ini diperkuat pendapat Haryono (2008: 82) yang menjelaskan bahwa sekitar abad ke-12 masyarakat Indonesia telah dapat membuat bahan pewarna untuk menghasilkan batik bangun tulak (hitam putih). Lebih lanjut dijelaskan bahwa sekitar abad ke-15 kerajinan batik menuju ke arah keindahan setelah mendapat pengaruh dari India, Cina, dan Arab seiring dengan berkembangnya kebudayaan Islam yang masuk ke nusantara. Setelah runtuhnya Majapahit, penyebaran dan pengembangan batik kemudian banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, kerajinan batik banyak dilakukan para wanita di lingkungan kraton. Pada waktu itu mulai ditemukan pewarna merah dan kuning serta perpaduan warna gula kelapa. Kemudian, sekitar abad ke-17 perkembangan batik nusantara ditandai peraturan yang dibuat oleh Susuhunan Surakarta dikenal adanya motif parang rusak dan pada 2

zaman Sunan Paku Buwana III (abad 18) dikenal adanya motif dasar truntum, serta ditemukannya warna-warna seperti: soga (cokla t), kuning (kunyit). Setiap perkembangan desain batik sangat dipengaruhi oleh, di mana dan kapan batik tersebut muncul. Sebagai contoh batik daerah Demak, Jambi, pengaruh Islam sangat kuat sehingga terdapat desain batik berbentuk kaligrafis (menyerupai huruf arab) (Sejarah Industri Batik Indonesia, 1986). Batik yang merupakan seni budaya tersebut semakin berkembang dan tubuh menjadi industri kerajinan batik, yang bermula dari usaha untuk memenuhi kebutuhan khusus, berkembang menjadi industri kerajinan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat umum. Hingga saat ini, perkembangan lebih lanjut menunjukkan bahwa batik menjadi usaha industri yang dapat menunjang ekonomi masyarakat. Hal yang menggembirakan khususnya kita sebagai bangsa Indonesia, bahwa batik Indonesia telah diakui dunia oleh Organisasi Pendidikan dan Kebudayaan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada tanggal 2 Oktober 2009 yang telah mengakui bahwa batik merupakan warisan budaya tak benda masyarakat Indonesia. Hal-hal yang menjadi pertimbangan pengakuan UNESCO terkait batik sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia diantaranya sebagai berikut: (1) Tradisi Lisan/Tutur, yaitu pengrajin batik dalam belajar membatik dengan melihat dan mendengar dari orang lain, diajarkan secara lisan tidak di sekolah yang sudah terjadi sejak turun-temurun sampai 3-4 generasi sejak 400 tahun yang lalu; (2) Kebiasaan Sosial, yaitu kain batik dengan motif tertentu mempunyai makna sesuai dengan peran dan struktur hubungan sosial tertentu, kain batik digunakan dalam upacara adat dan ritual di berbagai daerah di Indonesia, seperti untuk keluarga bangsawan, upacara pernikahan, dan sebagai identitas daerah; (3) Kerajinan Tangan Tradisional, yaitu sejak awal hingga sekarang proses pembuatan alat batik, batik tulis dan cap dengan menggunakan tangan (Handoyo, 2012: 1). 3

C. Bahan Batik 1. Kain Sebagian besar batik menggunakan bahan mori (katun), karena di samping harganya relatif murah juga mudah diproses. Kualitas batik dapat dibedakan menurut proses pengerjaan, desain, maupun mori yang dipergunakan. Oleh karena itu (terutama untuk sandang) kualitas mori atau bahan kainnya sangat menentukan. Jika ditinjau dari segi kualitasnya, mori dibagi menjadi tiga golongan diantaranya sebagai berikut. a. Mori Primisima Mori primisima adalah golongan mori yang paling halus. Mori ini digunakan untuk batik tulis, jarang sekali untuk batik cap. Mori ini diperdagangkan dalam bentuk piece (gulungan) lebar 42" atau + 106 cm, panjang 17,5 Yard + 15,5 m. Susunan atau konstruksi mori primisima dengan nomor benang Ne, 50-56. Ketetalan atau kepadatan benang untuk lusi antara 105-125 per inchi (42-50 per sentimeter), dan untuk pakan 100-120 per inchi (40-48 per sentimeter). b. Mori Prima Mori prima adalah golongan mori halus kedua. Mori ini digunakan untuk batik tulis maupun cap. Mori ini diperdagangkan dalam bentuk piece (gulungan) lebar 42" atau ± 106 cm, panjang 17,5 Yard ± 15,5 m. susunan atau konstruksi mori primisima dengan nomor benang Ne, 36-46. jenis ini mengandung kanji ringan ±10%. c. Mori Biru Mori biru adalah golongan mori kualitas ketiga. Mori ini digunakan untuk batik kasar atau sedang, tidak untuk batik tulis halus. Mori ini juga diperdagangkan dalam bentuk piece (gulungan) lebar 40" atau ± 100 cm, panjang 16 yard, 30 yard, 40 yard, dan 45 yard, Susunan atau konstruksi mori primisima dengan nomor benang Ne, 28-36 untuk benang pakan, dan Ne, 26-34 untuk benang lusi. 4

Selanjutnya, sampai sekarang banyak bahan lain yang digunakan untuk batik, seperti: berkolin, sutera, shantung, wool, poliyester rayon dan lain-lain. 2. Lilin Batik Lilin batik berfungsi untuk menutup bagian-bagian permukaan kain. Hal ini agar kain yang diberi gambar tidak terkena warna dalam proses pewarnaan. Lilin batik yang digunakan merupakan campuran bahan-bahan pokok yang terdiri atas malam, damar, gondorukem, malam, parafin, microwax, dan kendal. a. Malam Malam merupakan liln tawon lanceng. Warnanya kuning suram, mudah meleleh pada suhu 59 0 celcius, mudah melekat pada kain, tahan lama dan tidak berubah karena iklim atau cuaca, mudah dilepas saat melorod, malam ini sebagai campuran lilin klowong. b. Damar Damar diambil dari pohon damar. Setelah diambil dari pohonnya, bahan ini tidak mengalami pengolahan lebih lanjut, tetapi cukup dipecah-pecah saja. Damar dipakai sebagai campuran dengan perbandingan tertentu. Damar dipakai sebagai campuran lilin untuk mendapatkan bekas atau garis-garis lilin yang baik. c. Gondorukem Gondorukem berasal dari getah pinus Merkussi. Getah pinus disuling untuk memisahkan terpentin dan airnya, sehingga tinggal getah gondorukemnya. Titik leleh bahan ini 70 0 celcius sampai 80 0 Celcius. Penggunaan gondorukem sebagai campuran malam klowong maupun malam tembokan agar lilin mejadi lebih keras tidak cepat membeku sehingga bentuk goresan lilin menjadi baik. d. Parafin Parafin mempunyai warna putih bersih atau kuning muda. Parafin sebagai campuran agar lilin batik memiliki daya tembus yang baik dan mudah dilepas saat melorod. Titik didihnya 56 0 celcius sampai 60 0 celcius. Biasanya untuk campuran 5

lilin klowong maupun tembokan. Jika parafin dipakai tanpa campuran, maka akan timbul efek retak/pecah. e. Microwax Microwax adalah sejenis parafin tetapi memiliki sifat halus, warna kuning muda, fisiknya lemas. Sukar menembus kain, tahan larutan alkali, titik lelehnya 70 0 celcius. Pemakaian microwax pada lilin batik sebagai lilin klowong maupun lilin tembok untuk batik jenis kualitas halus. f. Kendal Kendal merupakan lemak binatang, warnanya putih seperti mentega. Titik lelehnya 49 0 celcius sampai 55 0 celcius. Sebagai campuran llilin agar mudah dilorod. 3. Warna Bahan warna batik menggunakan zat warna tekstil yang sesuai dengan proses dan bahan baku batik. Zat warna tekstil ini tergolong ke dalam cat celup yang jumlahnya sangat banyak. Hanya ada beberapa jenis zat warna saja yang sesuai untuk batik yaitu yang dapat dipergunakan dalam suhu kurang dari 40 C. Zat warna tekstil pada sebagian besar dipergunakan dalam temperar tinggi. Pewarnaan batik dalam suhu di atas 40 C akan merusakan lilin penutup, sehingga hasilnya tidak seperti yang dikehendaki. Proses pencelupan merupakan suatu proses pemasukan zat warna ke dalam serat-serat bahan tekstil, sehingga diperoleh warna yang sifatnya dapat dikatakan kekal. Jika ditinjau menurut asal bahan, warna batik terbagi menjadi dua macam, diantaranya: zat warna alam dan zat warna kimiawi/sintetis. a. Zat Warna Alam Zat warna alam merupakan zat pewarna kain yang berasal dari tumbuhtumbuhan dan hewan. Zat warna tumbuh - tumbuhan diambil dari akar, batang (kayu), kulit, daun dan bunga. Sedangkan yang berasal dari getah buang (lac dye). 6

Zat warna tumbuh - tumbuhan diambil dari akar, batang (kayu), kulit, daun dan bunga. Sedangkan yang berasal dari getah buang ( Lac dye). Zat-zat warna alam dari tumbuh-tumbuhan antara lain: daun pohon nila (Indigofera), kulit pohon soga tingi (Ceriops Candolleana arn), kulit pohon soga tegeran, kulit soga jambal, akar pohon mengkudu, temu lawak, kunir, gambir, pinang, the, pucuk gebang (Corypha gebanga), dan sebagainya. Sebagai bahan untuk beits, menimbulkan dan memperkuat warna alam antara lain: jeruk sitrun, jeruk nipis, cuka, sendawa, borak, tawas, gula batu, gula jawa, gula aren, tunjung, prusi, tetes, air kapur, tape, pisang klutuk, daun jambu klutuk, dan sebagainya. Proses penggunaan zat warna alam relatif lebih lama dibanding zat warna sintetis. Larutan zat warna alam harus dipanaskan dahulu sebelum digunakan untuk pencelupan. Larutan ini harus cukup kepekatannya. Kain yang sudah siap untuk dicelup dimasukkan satu persatu dalam larutan yang telah didinginkan. Pencelupan dilakukan berulang-ulang, dan kain harus dalam keadaan kering, agar larutan lebih banyak menempel dan merata. Pencelupan rata-rata dilakukan 15-23 kali. Sehabis kain dicelup malamnya harus disimpan bertumpuk, supaya tetap dalam keadaan basah. Esok harinya baru diangin-anginkan di tempat yang teduh sampai kering, baru dicelup ulang. Setelah proses pencelupan cukup, dilakukan fixsasi (disareni), agar warna menjadi kuat. b. Zat Warna Sintetis 1) Indigosol Indigosol adalah zat warna secara kimiawi dari garam-garam natrium dari esterester disolfat. Ciri-ciri indigosol ialah kemampuannya segera membentuk zat warna aslinya. Larutan cat Indigosol berwarna kuning jernih. Pada waktu bahan dicelup dalam larutan ini belum diperoleh warna yang dimaksudkan. Baru setelah kain yang dicelup ini dimasukan ke dalam larutan asam, akan diperoleh warna yang diinginkan. 7

Bedanya dengan jenis cat bejana lainnya, yaitu dapat larut dalam air panas, dan tidak memerlukan pelarut tertentu. Cat ini hanya sedikit membutuhkan obat pembantu, dengan demikian cara pemakaiannya menjadi lebih mudah. Bahanbahan yang dicelup ke dalam larutan Indigosol ini warnanya dibangkitkan dengan asam. sebagai asamnya digunakan Asam belerang 1 %, atau Asam clorida. Pada umumnya yang lebih banyak dipergunakan, ialah Asam Clorida. Jenis Indigosol inilah cat batik yang sekarang paling banyak dipakai, di samping cat soga dan Naphtol. Karena di samping warnanya yang tidak mudah luntur, "indah", juga mudah diperoleh dan penggunaannya sangat mudah dan hemat. Warna-warna yang didapat biasanya warna terang. Akan sangat bagus bila dipergunakan bersama-sama dengan cat lainnya, misalnya Rapit dan Naphtol. Hasil-hasil tumpangan dengan cat Naphtol biasanya sangat bagus, sebab tidak langsung menjadi gelap. Penggunaan Indigosol sangat cocok dalam batik moderen, lebih-lebih dalam seni lukis batik. Sebagian besar warna-warna yang dihasilkan cat Indigosol ini kelihatan tipis dan lembut, maka untuk mendapatkan warna yang kuat dan rata pencelupan harus dilakukan berulang kali, dua atau tiga kali. Walaupun pencelupan dengan Indigosol berulang kali, namun tidak banyak merusakkan lilin penutup, karena larutan Indogosol tidak menggunakan obat pembantu yang "keras", seperti soda api pada cat Naphtol, maka coretan-coretan yang "ngrawit" pun tidak akan rusak karenanya. Hampir semua cat Indigosol ini memerlukan bantuan sinar matahari dalam pembangkitan warnanya, kecuali jenis hijau saja yang dapat digunakan tanpa bantuan sinar matahari. Maka pemakaiannya menjadi tidak terikat waktu. Secara kebetulan jenis hijau ini tidak dapat dicari gantinya pada jenis-jenis Naphtol, Soga maupun Rapid. Di samping Indigosol ini sangat bagus untuk pencelupan, juga dapat digunakan untuk coletan. Untuk coletan ini dipergunakan larutan yang amat pekat, yaitu dua gram setiap 50 cc air. Adapun cara mencoletnya dengan kuas atau rotan yang 8

diruncingi ujungnya. Mencolet ini sebaiknya dikerjakan bolak-balik, setelah rata baru dijemur, dan selanjutnya dibangkitan warnanya dalam asam. 2) Naphtol Dari golongan cat ini yang dapat dipakai dalam proses pembatikan hanya terbatas pada cat naphtol. Ditinjau dari sudut pemakaiannya cat naphtol ini sangat menguntungkan dalam proses pembatikan. Beberapa proses pencelupan cara lama dalam pembatikan diganti dengan cara baru, yaitu dengan naphtol, sehingga naphtol ini menjadi bahan pokok dalam pewarnaan batik. Pekerjaan menyoga bahan dan medel pada batik-batik pakai, yang biasanya dengan cat soga dan Indigo (nila) dapat diganti dengan naphtol, yang justru lebih praktis dan hemat. Kelemahan dari warna naphtol ini ialah tidak dapat menghasilkan warna-warna muda, seperti : hijau muda, biru muda, dan merah muda. Kekurangan ini biasanya dalam proses pembatikan diganti dengan cat-cat Indigosol. Apabila dipaksakan untuk mendapat warna muda dengan cara menggurangi kadar naphtol dalam larutannya, maka biasanya hasilnya kurang bagus, tidak merata dan kurang cemerlang. D. Alat Batik 1. Canting Canting merupakan alat pokok dalam membatik. Canting terbuat dari tembaga yang memiliki sifat ringan, lentur, dan kuat. Kegunaan canting untuk menulis atau melukiskan cairan malam dan membentuk motif-motif batik dengan pola yang diinginkan. 2. Gawangan Gawangan merupakan alat untuk menggantung dan mengembangkan kain yang sedang dibatik. Umumnya terbuat dari kayu. Ukiran panjangnya melebihi lebar kain, (> 125 cm). sedang tingginya menyesuaikan posisik duduk. 9

3. Bingkai Kayu Bingkai kayu berguna untuk membentangkan kain yang akan dibatik. Biasanya untuk membuat lukisan batik, atau bagi pemula yang menggunakan canting atau kuas. 4. Wajan Wajan ini berguna untuk mencairkan malam. Akan lebih baik jika menggunakan wajan dengan bahan logam baja/besi dibandingkan wajan alulumunium, karena wajan alumunium akan cepat panas dan bereaksi dengan lilin malam. 5. Kompor Kompor merupakan perapian saat mencairkan malam dalam wajan. Bisa menggunakan kompor minyak atau gas. 6. Ember, ijuk dan sepotong logam Ember sebagai tempat air, ijuk untuk melubangi canting yang tersumbat, logam untuk menghilangkan sisa malam pada kain (ngejos). Ngejos dilakukan dengan cara memberi air pada bagian kain yang terkena tetesan lilin, kemudian logam dipanaskan dan digunakan untuk menghapus tetesan lilin tersebut. 7. Dingklik dan celemek Dingklik sebagai tempat duduk saat membatik, celemek untuk menutupi kaki supaya tidak terkena tetesan malam panas sewaktu canting diangkat dan diitiup ketika membatik. 8. Meja Pola Merupakan meja dengan alas kaca yang permukaannya dapat disetel kemiringannya. Meja pola berguna untuk membuat pola batik (memola). Pada bagian bawah dapat diberi penerangan lampu listrik yang berfungsi untuk menjiplak pola motif yang berulang-ulang. 10

E. Proses Membatik 1. Persiapan bahan dan alat Mengolah mori Mengolah mori ini adalah menghilangkan kotoran dan kanji sampai bersih agar tidak menghalangi resapan lilin dalam membatik. Bisa dengan mencuci dengan air tawar atau bisa juga dengan direbus dilanjutkan dikanji dan dikemplong. Menyiapkan warna Menyiapkan peralatan 2. Membuat pola Membuat pola merupakan pekerjaan menggambar bentuk ornamen batik sebagai langkah awal untuk membuat pola batik secara menyeluruh. Membuat pola motif batik biasanya pada kertas gambar dan dijiplak pada kain dengan menggunakan alat bantu meja gambar dengan alas kaca. 3. Membatik Nglowong Nglowong merupakan membatik garis-garis terluar dari pola motif. Pekerjaan ini menggunakan canting klowong. Ngisen-iseni Ngisen-iseni merupakan pekerjaan membatik mengisi bagian dalam pola motif dengan menggunakan canting cucuk kecil atau canting isen. Nerusi Nerusi yaitu pekerjaan membatik mengikuti motif pembatikan pertama pada bekas tembusannya. Nerusi bertujuan untuk mempertebal batik pertama serta memperjelas. Nembok Nembok merupakan membatik bagian yang luas, misal bagian tengah motif. Pekerjaan ini menggunakan canting tembokan bercucuk besar. 11

Bliriki Bliriki merupakan proses kelanjutan dari nerusi, yaitu menutupi bagianbagian kecil yang belum tertutupi pada proses nembok. Canting yang digunakan canting tembok. 4. Pewarnaan Proses pewarnaan dapat dilakukan dengan celup atau colet, tergantung jenis warna dan bahan yang digunakan. a. Pewarna Naphtol - Siapkan air mendidih dan tempatnya untuk melarutkan naphtol - Tentukan takaran naphtol sesuai dengan kebutuhan - Naphtol sesuai takaran ditambah TRO (Turkish Red Oil) taruh di tempat yang disiapkan kemudian daduk sehingga menjadi pasta - Pasta dilarutkan dengan air mendidih kemudian diaduk supaya larut di dalam air sehingga terjadi larutan keruh. - Tambahkan kostik soda pada larutan keruh sehingga larutan tersebut berubah menjadi jernih - Tambahkan air dingin sesuai kebutuhan - Larutan siap untuk mencelup setelah agak dingin - Simpan larutan di tempat yang teduh. Larutan yang sudah lewat 1 hari tidak dapat digunakan lagi. Cara melarutkan garam pembangkit warna - Pada proses pelarutan garam, takaran yang dipakai lebih banyak dari warna naphtol, misalnya untuk 3 gram naphol diperlukan garam sebanyak 9 gram. - Serbuk garam dilarutkan dengan sedikit air dingin. Setelah semua larut, baru ditambah dengan air sesuai takaran. - Simpan ditempat yang teduh - Bahan batikan yang sudah dicelup dalam larutan zat warna naphtol, kini bisa dicelupkan dalam larutan garam sehingga warna akan timbul. 12

b. Pewarna Indogosol - Pewarna sesuai takaran dilarutkan dengan air dingin, kemudian tambahkan air panas sesuai takaran - Serbuk natrium nitrit dimasukkan dalam larutan indigosol, kemudian ditambah dengan air dingin secukupnya - Larutan siap pakai simpan di tempat yang teduh - Untuk bahan yang terlalu banyak mengandung kayu akan lebih baik jika dicusi dahulu - Pada saat pencelupan bahan harus bolak-balik dan ditekan-tekan sampai rata - Setelah cukup, angkat bahan dari larutan pewarna, tiriskan sampai warna tidak menetes lagi. - Untuk membangkitkan warna dengan mencelupkan pada larutan asam sulfat atau asam chlorida yang dilarutkkan dengan air dingin. - Kemudian kain dicuci sampai bersih dan ditiriskan. 5. Pelorodan Setelah selesai pewarnaan, maka bahan siap dilorod. Pelorodan yaitu melepaskan malam batik dari kain dengan cara mencelupkan kain batik pada air yang mendidih. Inti dari pelorodan ini adalah suhu air melebihi titik leleh malam, sehingga malam dapat meleleh dan lepas dari ikatan kain. Adapun cara melorod adalah sebagai berikut : Didihkan air + kanji (abu soda) Masukkan kain & diaduk Angkat + celupkan air dingin Keringkan 13

6. Finishing / Penyelesaian Akhir Penyelesaikan akhir adalah pekerjaan yang dilakukan setelah proses membatik selesai. Penyelesaian akhir ini dilakukan supaya kain hasil membatik lebih halus dan rapi. Daftar Pustaka Anggraeni, Dewi. 2008. Sekelumit Sejarah Batik di Indonesia, Batik Indonesia dalam Perspektif, Yogyakarta: PT. Mizan Publika. Djelantik, A.A.M, 2004. Arti Estetika Sebuah Pengantar, Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Djomene, Nian S, 1986. Ungkapan Sehelai Batik. Jakarta: Djambatan. Hamzuri, 1985. Batik Klasik. Jakarta: Djambatan. Haryono, Timbul, 2008. Seni Pertunjukan dan Seni Rupa dalam Perspektif Arkeologi Seni, Surakarta: ISI Pers Solo. Martin, B dan Dwidjoamiguno, R.P. Warindio,. Belajar Melukis Batik dan Motif-motif batik. Yogyakarta. Setiawati, Puspita, 2004. Kupas Tuntas Teknik Proses Membatik. Yogyakarta: Absolut. Suprapto, Hendri. Teknologi Pencelupan Zat Pewarna Alam dari Jenis Tumbuh- Tumbuhan untuk Batik. Makalah Pelatihan Zat Warna Alami di Solo, 2009. Susanto, S.K. Sewan, 1980. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Yogyakarta: Balai besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik., 1986. Sejarah Industri Batik Indonesia, Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik 14