ME NT E R I PE R E NCANAAN PE MBANGUNAN NASIONAL / K E PAL A BADAN PE R E NCANAAN PE MBANGUNAN NASIONAL Paparan Menteri Perencanaan Pembangunan Nas ional/ K epala Bappenas Pada acara S eminar Nasional Peran S trategis Zakat dalam Cetak B iru E konomi Pembangunan Indones ia J akarta, 8 Agustus 2016 Y th. Bapak K etua Badan Amil Zakat Nasional yang saya hormati, Para undangan dan hadirin yang berbahagia, A ssalamu alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh 1. Pertama, saya mengucapkan syukur Alhamdu lillah atas terselenggaranya seminar nasional ini yang akan membahas tentang peran strategis zakat dalam cetak biru ekonomi pembangunan Indonesia. Kedua, saya 1
mengucapkan terima kasih kepada Badan Amil Zakat Nasional untuk mengundang kami dalam acara ini. S esuai dengan tema yang dimintakan oleh panitia kepada saya, inilah saat yang tepat bagi kita untuk membicarakan pemikiran, kebijakan dan strategi kita dalam mengembangkan zakat di Indonesia. 2. Bapak dan Ibu yang saya hormati. Minggu lalu, atas nama Pemerintah, saya telah meluncurkan Masterplan Arsitektur Keuangan S yariah Indonesia ( atau Masterplan AKS I) dalam acara World Islamic E conomic F orum. Peluncuran dokumen ini pada acara WIE F amat strategis karena kita ingin menyampaikan kepada dunia, dan kepada segenap rakyat Indonesia khususnya, bahwa Pemerintah bersama para regulator independen seperti OJ K, BI, LPS dan MUI, berketetapan untuk mengembangkan keuangan syariah di Indonesia. Masterplan AKS I berisi kajian dan perbaikan sistem keuangan syariah kita. Dua hal besar yang direkomendasikan adalah, pertama, perbaikan sistem perbankan, pasar modal, lembaga keuangan bukan bank, dan dana sosial keagamaan dari berbagai aspek seperti permodalan, tata kelola, sumber daya manusia, 2
perlindungan konsumen dan pengembangan produk. R ekomendasi kedua adalah dibentuknya Komite Nasional Keuangan S yariah yang akan mengawal pelaksanaan rekomendasi pertama. Alhamdu lillah, bersamaan dengan peluncuran Masterplan AKS I, atas nama Pemerintah saya juga meresmikan peluncuran lembaga yang dikenal sebagai KNKS ini. S aat ini kita masih dalam proses harmonisasi peraturan yang diperlukan dan Insya Allah proses ini dapat kita selesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi. 3. Pelaksanaan Masterplan AKS I membutuhkan dukungan penuh dari segenap pihak. J ika seluruh pemangku kepentingan secara konsisten melaksanakan seluruh rekomendasi dalam Masterplan ini, porsi keuangan syariah kita terhadap seluruh sistem keuangan nasional Insya Allah akan meningkat dari kurang 5% saat ini menjadi sedikit di atas 10% dalam lima tahun pertama pelaksanaan AKS I. Kenaikan 5% ini, secara nominal dapat kita hitung dalam bentuk kenaikan asset industri keuangan syariah adalah sebesar R p. 728 trilyun. Kenaikan asset ini berdampak pada kenaikan kemampuan pembiayaan untuk investasi sebesar R p. 3
1.285 trilyun. Dari R p. 1.285 trilyun ini, sekitar R p. 337 trilyun berasal dari dana sosial keagamaan seperti dana haji, zakat dan wakaf. Tantangannya sekarang adalah bagaimana kita meralisir potensi dana keagamaan ini. 4. Untuk komponen zakat, kita memberikan perhatian khusus dalam Masterplan AKS I. Berbagai studi menunjukkan bahwa potensi pengumpulan zakat di Indonesia berkisar antara R p. 11 hingga R p. 19 trilyun per tahun. Namun dari jumlah ini, dan menurut laporan yang kami terima dari BAZNAS, lembaga BAZNAS Pusat baru dapat mengumpulkan dibawah R p. 70 milyar tahun 2015 lalu. Masterplan AKS I mengidentifikasi beberapa persoalan utama dalam pengelolaan zakat. 5. Pertama adalah kepercayaan masyarakat umum akan lembaga pengelolaan zakat. Temuan ini sejalan dengan survei kecil yang kami lakukan di BAPPE NAS pada akhir tahun lalu yang menunjukkan bahwa sebagian besar pegawai kami tidak bersedia adanya pemotongan zakat otomatis dari gaji bulanan mereka. Mereka, dan saya yakin sebagian besar masyarakat muslim Indonesia, berpendapat bahwa zakat adalah urusan pribadi dan 4
tidak seharusnya negara ikut campur didalamnya. Persoalan yang juga muncul adalah bahwa jika pemotongan zakat dilakukan oleh bendaharawan, apakah akan dihitung berdasarkan penerimaan bruto atau setelah dikurangi pengeluaran? S urvei ini menunjukkan adanya persepsi yang belum terbangun akan pentingnya membayar zakat, disamping rendahnya pengetahuan dan kesadaran para pembayar zakat (muzakki) tentang cara penghitungan zakat. Persoalan lainnya adalah rendahnya kepercayaan masyarakat akan lembaga zakat yang mengakibatkan rendahnya insentif untuk membayar zakat melalui lembaga zakat formal. Persoalan terakhir adalah masih tingginya persepsi masyarakat bahwa pembayaran zakat adalah kewajiban agama yang hanya dapat dipenuhi melalui pembayaran langsung kepada para penerimanya. 6. Ibu dan Bapak yang berbahagia. Masalah pengelolaan zakat berikutnya adalah masih belum berfungsinya peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan zakat diantara Pemerintah, BAZNAS dan lembaga amil zakat (LAZ) atau lembaga penyalur zakat. Masalah ini jauh lebih sensitif karena menyangkut kewenangan. UU 5
23/2011 tentang Pengelolaan Zakat telah meletakkan dasar yang baik bagi pengelolaan zakat di Indonesia. Namun kita masih memiliki persoalan dalam kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan BAZNAS sendiri sebagai lembaga independen yang bertanggung jawab kepada Presiden. S elain itu isu tentang independensi, proses perijinan, pengawasan dan supervisi, serta penyaluran dana zakat juga masih banyak berpeluang untuk diperbaiki. Dalam hal penyaluran zakat, kita pun masih memiliki persoalan dengan jumlah dan kompetensi sumber daya manusia yang akan menyalurkan dana zakat kepada yang berhak. 7. Dari berbagai persoalan ini, kita sadari bahwa agenda kerja kita dalam memperbaiki pengelolaan dana zakat masih berpeluang untuk kita kembangkan. S ebagai pemikiran awal, kita perlu memikirkan bagaimana mendudukan peran Pemerintah, Pemerintah Daerah, BAZNAS dan LAZ kedepan agar proses pengelolaan zakat menjadi cepat maju dan berkembang. Kita perlu pula memikirkan bagaimana transisi pengawasan dan supervisi BAZNAS dapat kita dudukkan dalam proporsi 6
yang lebih tepat dari sebuah lembaga sosial keagamaan menjadi sebuah lembaga keuangan keagamaan. Dengan demikian standar tata kelola dana zakat mendekati standar pengelolaan lembaga keuangan syariah yang selama ini kita ketahui. 8. S osialisasi juga merupakan persoalan besar. Penggunaan media sosial, pendekatan sosiologiskultural lainnya perlu dipikirkan disamping ceramahceramah agama di mesjid, pesantren atau wadah pertemuan lainnya. S osialisasi pun harus kita rancang untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana zakat oleh BAZNAS dan lembaga amil zakat. S emua strategi perbaikan pengelolaan dana zakat ini perlu kita rumuskan secara lebih rinci mulai dari sekarang. Kita mengharapkan BAZNAS dapat terus membangun kredibilitasnya sehingga kepercayaan publik terhadap lembaga ini akan tetap dan terus membaik sejalan dengan membaiknya tata kelola pengelolaan zakat di Indonesia. 9. Ibu dan Bapak peserta seminar yang dirahmati Allah S WT. Dari sisi kelembagaan, saya perlu umumkan 7
kegembiraan saya bahwa kami di BAPPE NAS dan Kementerian Keuangan khususnya di Badan Kebijakan F iskal, baru-baru ini juga mendirikan unit kerja yang akan menangani keuangan syariah. Bahkan Bank Indonesia mendirikan sebuah departemen khusus ekonomi syariah. Lembaga-lembaga ini harus menjadi mitra kerja BAZNAS dalam pengembangan dana zakat. S elaku S ekretaris Komite Nasional Keuangan S yariah, Insya Allah saya akan memberi perhatian khusus untuk pengembangan zakat dan dana sosial keagamaan lain seperti wakaf dan dana haji. 10. S ebelum mengakhiri sambutan saya ini, perkenankan saya mengucapkan selamat kepada pimpinan BAZNAS atas berdirinya Pusat Kajian S trategis BAZNAS. Inilah waktu yang lama kami tunggu untuk dapat segera melaksanakan rekomendasi perbaikan pengelolaan sakat di Indonesia. Terima kasih. Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. J akarta, 8 Agustus 2016 8
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Prof. Dr. Bambang P.S. Brodjonegoro 9