BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. singkat pada tiga objek penelitian. Masing-masing objek kemudian dibagi menjadi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II MENEMUKENALI SPESIFIKASI TIRTA UJUNG DI KARANGASEM

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)


LAMPIRAN 1 DAFTAR PERTANYAAN. (Warga Sekitar)

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kondisi Sistem Setting dan Livabilitas Ruang Terbuka Publik di Lapangan Puputan

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk

Lampiran 7: Pertanyaan Kuesioner dan Wawancara

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VI HASIL RANCANGAN

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV ANALISA PERENCANAAN

BAB II FIRST LINE. ditinggalkan dan diabaikan oleh masyarakatnya sendiri. pada tahun yang berisi pengembangan Transit Oriented Development

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI KESIMPULAN. berdasarkan kebutuhan pengguna? 6.1 Penilaian Pengguna Mengenai Komponen Setting Fisik Ruang Terbuka Publik Kawasan Eks MTQ

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

BAB II FIRST IMPRESSION. perancang melakukan survey lokasi ke Istana Maimun, kesan pertama ketika perancang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis dari ruang lingkup pembahasan yaitu setting fisik, aktivitas

VI. PERENCANAAN HUTAN KOTA

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

BAB 4. TINJAUAN UMUM KAWASAN KAMBANG IWAK PALEMBANG

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI

6.1 Peruntukkan Kawasan

BAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN

Kondisi eksisting bangunan lama Pasar Tanjung, sudah banyak mengalami. kerusakan. Tatanan ruang pada pasar juga kurang tertata rapi dan tidak teratur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I KONDISI KAWASAN DALAM BEBERAPA ASPEK. kepada permukiman dengan kepadatan bangunan tinggi, dan permukiman ini

PEMANFAATAN SEMPADAN TUKAD BADUNG SEBAGAI SETTING KEGIATAN REKREASI PUBLIK KOTA DENPASAR

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri

VII. RENCANA TAPAK. Tabel 15. Matriks Rencana Pembagian Ruang, Jenis Aktivitas dan Fasilitas (Chiara dan Koppelman, 1990 dan Akmal, 2004)

BAB VI HASIL PERANCANGAN. apartemen sewa untuk keluarga baru yang merupakan output dari proses analisis

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DAN SINTESIS

BAB VI HASIL RANCANGAN. Perancangan Kembali Citra Muslim Fashion Center di Kota Malang ini

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan.

b e r n u a n s a h i jau

BAB VI HASIL PERANCANGAN Hasil Perancangan Tata Masa dalam tapak. mengambil objek Candi Jawa Timur (cagar budaya)sebagai rujukannya, untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya

BAB V KONSEP PERANCANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. alami maupun buatan manusia, yang merupakan total dari bagian hidup manusia

BAB V ANALISIS SINTESIS

DENAH LT. 2 DENAH TOP FLOOR DENAH LT. 1

ARAHAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN ALUN-ALUN LOR KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 5 HASIL PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI HASIL RANCANGAN. wadah untuk menyimpan serta mendokumentasikan alat-alat permainan, musik,

KONSEP RANCANGAN. Latar Belakang. Konteks. Tema Rancangan Surabaya Youth Center

BAB V KONSEP PERANCANGAN PASAR. event FESTIVAL. dll. seni pertunjukan

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

BAB III POTENSI OBYEK WISATA BATU SERIBU. A. Lokasi Obyek Wisata Batu Seribu. Kota Sukoharjo. Secara geografis sebagian besar merupakan wilayah

BAB I PENDAHULUAN Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian)

BAB VI HASIL RANCANGAN. terdapat pada Bab IV dan Bab V yaitu, manusia sebagai pelaku, Stadion Raya

Dimana saja tempat yang bisa dikunjungi di surabaya?

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 4 ANALISIS

Pemberdayaan Masyarakat

BAB 6 HASIL RANCANGAN. Perubahan Konsep Tapak pada Hasil Rancangan. bab sebelumnya didasarkan pada sebuah tema arsitektur organik yang menerapkan

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB V PERENCANAAN LANSKAP ANCOL ECOPARK

BAB VI HASIL RANCANGAN. produksi gula untuk mempermudah proses produksi. Ditambah dengan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI PENUTUP 6.1 KESIMPULAN

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

BAB IV KONSEP. 4.1 Ide Awal

1. ASPEK PENAMPAKAN SIMBOL KULTURAL

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU

Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang

PERANCANGAN TAPAK II DESTI RAHMIATI, ST, MT

BAB 2 ANALISA KAWASAN. Dalam menghasilkan sebuah pemrograman dan inventarisasi data yang maksimal,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Hasil Observasi Karakter Gang di Kawasan Kampung Kota Bantaran Sungai di Babakan Ciamis, Bandung

BAB V HASIL RANCANGAN

KISI-KISI PEDOMAN WAWANCARA

BAB 4 KONSEP PERANCANGAN

B A B 4 A N A L I S I S

ALTERNATIF KONSEP PERANCANGAN FASILITAS KORIDOR HIJAU BAGI PEJALAN KAKI DI KAMPUS KONSERVASI UNNES

Transkripsi:

50 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Setting Gambaran setting menjabarkan kondisi umum disertai dengan latar belakang singkat pada tiga objek penelitian. Masing-masing objek kemudian dibagi menjadi beberapa setting untuk memudahkan proses analisis fenomena yang terjadi pada setting. 4.1.1 Objek 1 (Bendungan Gerak Tukad Badung) Objek secara fisik berupa bangunan Bendungan Gerak Tukad Badung yang membendung sungai yang memiliki lebar cukup besar. Program wisata tirta pernah diupayakan pada objek ini dalam rangka promosi wisata Kota Denpasar. Promosi tersebut berupa program-program pemerintah kota dalam meningkatkan daya tarik kota sebagai suatu objek wisata yang dapat dibanggakan seperti Denpasar Sightseeing dan Denpasar City Tour. Tahap awal pengadaan objek wisata tirta yaitu dengan pembangunan bangunan bale sakapat untuk tempat tunggu pengunjung wahana air, dermaga, dan pengadaan wahana air itu sendiri. Objek ini diresmikan pada bulan februari 2011 dan dalam masa awal operasionalnya mendapatkan pencapaian kunjungan yang tidak telalu mengecewakan. Berdasarkan hasil wawancara, diperkirakan kunjungan perhari hingga 100 orang dengan hasil penjualan tiket 400-500 ribu rupiah.

51 Setelah dirintisnya proyek objek wisata tirta pada Bendungan Gerak Tukad Badung, pemerintah kemudian melaksanakan proyek lain yang mempengaruhi keberlanjutan wisata tirta. Tukad Mati di sebelah utara yang seringkali mengalami banjir mendorong dilaksanakan proyek pembuatan jalur drainase bawah tanah (sodetan) dari Tukad Mati di Jalan Pura Demak yang tembus hingga ke aliran Tukad Badung. Untuk memudahkan teknis penggalian saluran, maka jalur dibuat tepat dibawah jalan inspeksi dimana titik tembus berada di sebelah utara Jalan Pulau Batanta. Tukad Mati Penutupan jalan Jalur Sodetan banjir (dibawah jalan) Objek WIsata Tirta Tukad Badung Penutupan jalan Gambar 4.1 Peta lokasi proyek sodetan Tukad Mati Proyek tersebut menyebabkan jalan ditutup dan menghalangi akses utama menuju objek wisata tirta. Dampak lain dari proyek tersebut adalah polusi udara dan suara akibat aktivitas proyek yang menggunakan alat-alat berat. Proyek ini berjalan selama satu tahun yaitu sepanjang tahun 2012. Polusi udara, polusi suara yang mengenai objek, dan tertutupnya akses menuju objek menurunkan jumlah pengunjung secara signifikan, hal tersebut menyebabkan objek wisata tirta mengalami mati suri.

52 Gambar 4.2 Foto kondisi objek wisata tirta dan wahana air yang terbengkalai (dilihat dari dermaga) Setelah proyek drainase rampung, maka objek wisata tirta coba kembali dihidupkan, salah satu upaya adalah dengan membangun beberapa fasilitas tambahan yaitu dua buah bale bengong dan WC umum. Pada saat ini, beberapa bangunan pada objek yaitu bangunan pintu air DAM Tukad Badung dan beberapa bangunan disekitarnya seperti bale tunggu dan bale bengong. Objek ini merupakan ujung utara dari jalan inspeksi yang menyusur di sepanjang sisi barat Tukad Badung. Ujung selatan dari jalan inspeksi sendiri terhubung ke jalan Gelogor Carik. Lokasi objek berada di tengah pemukiman warga. Secara umum objek terlihat ramai pada waktu-waktu tertentu, saat melintas di jalan inspeksi, terlihat banyak kendaraan yang parkir di pinggiran jalan. Aktifitas memancing telihat paling dominan dilakukan pada objek, namun ada juga telihat aktivitas lain seperti orang yang berbelanja pada PKL dan orang yang duduk untuk bersantai. Ironisnya, kendaraan air yang awalnya merupakan rintisan objek wisata tirta terlihat mangkrak dalam kondisi yang cukup memprihatinkan.

53 Dalam mendeskripsikan temuan di lapangan, objek 1 akan dibagi menjadi 8 setting agar lebih mudah dan jelas yang dijabarkan dalam gambar dibawah. B A C D H E F G KETERANGAN A areal dermaga B Areal kosong berisi pelinggih dan warung rujak C Dua buah bale bengong D areal pengelola sisi barat yang dipakai pedagang E Bangunan pintu air F jalan tepi sungai timur G Areal pengelola sisi timur yang dipakai pedagang H sandaran sungai selatan Gambar 4.3 Pembagian Setting pada Objek 1 4.1.1.1 Seting A (Bale Bengong/gazebo) Setting ini awalnya dibangun sebagai fasilitas pendukung wisata tirta yang direncanakan dan dibangun pada lokasi yang dianggap strategis. Setting berada di sisi jalan (alternatif) sehingga mudah dijangkau saat melintas. Gambar 4.4 Foto bale tunggu dermaga dari seberang jalan Walaupun tidak difungsikan sesuai dengan rencana awal, objek ini ternyata tidak serta merta menjadi suatu ruang yang pasif. Masih terlihat sekelompok

54 orang yang mendatangi bale tunggu ini pada waktu-waktu tertentu. Berdasarkan observasi awal pengunjung berkumpul pada bale karena beberapa hal, yaitu bangunan yang memberi keteduhan dari terik matahari, udara yang sejuk dan panorama yang baik ke arah sungai. Pengunjung areal ini sebagian besar parkir di sebelah utara bangunan yaitu berupa areal lapang berumput yang dapat diakses dari jalan. (lihat gambar 4.5) Jalan Kolektor penghubung Jalan Imam Bonjol dengan Jalan Pulau Batanta sisi barat Penataan taman dan bangunan untuk mendukung objek daya tarik wisata tirta Tanaman hias Parkir Bale bengong Dermaga wahana air Arel sungai yang terbendung Panorama yang baik Populasi ikan rendah Gambar 4.5 Potongan arsitektural setting A 4.1.1.2 Setting B (Warung Rujak) Setting B berupa ruang sisa berupa gundukan tanah kosong yang ditanami sejumlah pohon dan tanaman perdu. Ruang ini merupakan ruang sisa yang terbentuk dari jalan lingkungan pemukiman dan jalan inspeksi. Sebuah pelinggih berada ditengah-tengah dan pohon besar meneduhkan areal ini. Dibawah pohon ini dimanfaatkan oleh salah satu warga untuk berjualan camilan seperti tipat dan rujak. Berbagai aktivitas yang terjadi adalah aktivitas berbelanja, berjualan dan

55 aktivitas duduk-duduk yang dilakukan oleh civitas warga, pegawai, pengunjung lain dan pemancing. Gang kecil penghubung antar Pemukiman Tanaman perdu Pelinggih Warung rujak Pohon besar parkir Sepeda motor Jalan Kolektor penghubung Jalan Imam Bonjol dengan Jalan sisi barat Pulau Batanta Ruang yang terbentuk antara gang pemukiman dengan jalan penghubung Gambar 4.6 Potongan arsitektural setting B Objek warung rujak memang tidak terlalu menarik perhatian pengendara di jalan, namun akan berbeda kasusnya jika objek dilihat oleh pengunjung yang sedang singgah pada bale tunggu dan dua bale bengong yang ada di seberang jalan. Warung rujak seringkali melayani pembeli hingga menyeberangi jalan untuk membawakan makanan yang dipesan. Beberapa elemen yang ditambahkan oleh pemilik warung rujak yaitu meja untuk berjualan yang beratap terpal, balai kecil, bangku dan tempat duduk dari batang pohon (lihat Gambar 4.7). Perlerngkapan pedagang pada setting ini hanya dirapikan dengan dibungkus terpal dan dibiarkan pada tempat itu pada saat warung tutup.

56 Gambar 4.7 Foto warung rujak dengan kondisi bangunan yang semipermanen 4.1.1.3 Setting C (Dua Buah Bale bengong) Dua buah bale bengong yang berdiri di tepi sungai berperan sebagai street furniture yang berguna untuk tempat duduk, beristirahat maupun berteduh. Bale bengong ini dibangun atas prakarsa Disparda Kota Denpasar dalam rangka menghidupkan kembali objek yang pernah dicanangkan sebagai wisata tirta. Objek ini memiliki daya tarik yang kuat karena berada dipinggir jalan dengan perkerasan aspal yang cukup ramai dilewati. Dua buah bale ini juga sekaligus berada di pinggir sungai sehingga dapat dengan jelas melihat ke sungai dan pintu air. Pada dua bangunan bale bengong ini, balai lebih sempit dari bale tunggu dermaga dan terbagi dua sehingga menyerupai kursi yang berhadap-hadapan. Bale bengong dikelilingi dinding pembatas kayu di ketiga sisi sehingga hanya bisa diakses dari satu sisi (depan). Kendaraan pengunjung bisa parkir hingga ke tanah berumput karena tidak ada penghalang

57 Jalan Kolektor penghubung Jalan Imam Bonjol dengan Jalan Pulau Batanta sisi barat Tanaman hias Bale bengong (Gazebo) Tanaman hias planter Tukad Badung Panorama yang baik Populasi ikan rendah Gambar 4.8 Potongan arsitektural setting C Kebun disekitar bangunan juga tertata cukup baik. Rerumputan menghampar disekitar bangunan mulai dari pinggiran jalan hingga ke planter dan bangku beton ditepi sandaran sungai (lihat Gambar 4.9). Tercetusnya ide untuk membangun dua buah bale bengong ini sebenarnya dipengaruhi oleh ramainya masyarakat yang memanfaatkan bale pada dermaga untuk tempat duduk dan bersantai. Hal tersebut dilihat oleh pemerintah sebagai suatu potensi untuk lebih menghidupkan fungsi objek sebagai ruang terbuka publik. Gambar 4.9 Foto dua buah bale bengong di pinggir sungai

58 4.1.1.4 Setting D (Areal Barat Pintu Air) Objek berupa areal sekitar pintu masuk ke bangunan pengelola bendung gerak yang menjadi setting dari beragam aktivitas. Banyak vegetasi yang ditanam sebagai element lansekap buatan yang meneduhkan. Areal ini menjadi akses utama menuju unit pintu air bendung gerak sekaligus menjadi jembatan ke seberang barat sungai. Jalan Kolektor penghubung Jalan Imam Pohon Bonjol dengan Perindang Jalan Pulau Batanta sisi barat Areal Pengelola bendungan Tukad Badung Pintu Air Panorama yang baik Areal tepi jalan dimanfaatkan oleh PKL Populasi ikan tinggi Gambar 4.10 Potongan arsitektural setting D Pengunjung yang hendak memasuki pintu air dan jembatan akan disambut oleh beberapa PKL yang berjualan di sekitar pintu masuk. Di sekitar objek ini juga terdapat areal sisa yang terbentuk diantara jalan dengan sungai yang sering dimanfaatkan untuk parkir pengunjung PKL. Dalam berjualan, PKL membentuk setting tambahan untuk mendukung dalam berjualan.

59 Pedagang minuman menempatkan suatu kotak etalase aluminium di depan pagar dinding kantor pengelola. Sarana pendukung seperti meja dan kursi ditempatkan menempel dengan pagar pembatas, dan menggunakan kain terpal sebagai atap. Saat tidak berjualan pun, etalase ini tetap ditinggalkan pada objek dengan keadaan terbungkus kain terpal. Gambar 4.11 Foto suasana setting ruang D dari tepi jalan Pedagang mi ayam berada di sebelah pedagang minuman, menggunakan rombong beroda yang bisa berpindah-pindah dan juga menyediakan tempat makan dengan meja pendek beralas dan beratapkan terpal yang terikat ke pagar pembatas. Gambar 4.12 Foto Setting yang terbentuk oleh pedagang minuman dan mi ayam Pengunjung juga banyak yang memarkir sepeda motor didalam areal bendung gerak karena lebih teduh dan kebanyakan adalah pengunjung yang menuju areal

60 sekitar pintu air. Banyak pengunjung yang parkir hingga ke atas teras bangunan untuk menghindarkan sepeda motornya dari panas dan hujan. (lihat Gambar 4.13) Gambar 4.13 Foto pengunjung yang parkir didalam areal pengelola pintu air 4.1.1.5 Setting E ( Bangunan Pintu Air) Bangunan bendung gerak terbagi menjadi koridor luar dan dalam. Areal ini menjadi daya tarik terutama bagi pemancing yang dominan memancing di koridor luar (menghadap ke arah selatan) yang beranggapan bahwa memancing pada bagian sungai yang berarus akan lebih banyak mendapatkan ikan (lihat gambar 4.14). Koridor luar yang terbuka ada di sebelah selatan yang didominasi pemancing, jalur sirkulasi dan parkir sepeda motor. Koridor dalam hanya dimanfaatkan oleh pejalan kaki untuk bersirkulasi dan melihat pemandangan sungai di sebelah utara.

61 Gambar 4.14 Bangunan pintu air bendungan Beberapa ruang-ruang mekanik pada pintu air juga ikut dimanfaatkan pengunjung untuk duduk dan bersantai. Pada koridor dalam tidak dijumpai pemancing dan sirkulasi lebih sepi daripada koridor luar. Ada beberapa ruang yang dianggap cukup nyaman oleh pengunjung untuk duduk-duduk bersantai dan minum kopi. Selasar kecil diantara pintu air yang menjadi penghubung antara koridor dengan luar dengan koridor dalam dijadikan tempat duduk-duduk. Sedangkan komponen pintu air yang bermaterial besi menjadi meja untuk menaruh barang, makanan ataupun minuman (lihat Gambar 4.15). Gambar 4.15 Pemanfaatan lain dimana mesin pintu air mekanis dimanfaatkan menjadi fungsi baru sebagai meja dan kursi

62 Di dekat pintu air terdapat ruang yang dibatasi terali besi berukuran sekitar 160x160 cm yang dibuat sebatas sebagai ruang untuk mengoperasikan pintu air mekanis juga muncul pemanfaatan lain yaitu kegiatan duduk-duduk mengobrol bahkan tidur. Gambar 4.16 Pemanfaatan lain pada ruang kontrol pintu air mekanis menjadi tempat tidur dan tempat untuk mengobrol oleh pengunjung Dibuatnya set ruang seperti ini sebenarnya sebatas untuk memenuhi standar keamanan dan kenyamanan operator yang bekerja di bendungan ini. Waktu penggunaan ruang yang teramat jarang justru menarik pengunjung pada objek untuk memanfaatkan ruang sebagai suatu setting kegiatan rekreatif. Bangunan beratap, tanpa sekat pembatas (terbuka) sehingga sirkulasi udara sangat baik. Bangunan ini juga berada di atas aliran sungai, dengan suara air mancur dari pintu air, menciptakan kesejukan dan kenyamanan bagi orang yang berada disana. Bentuk atap juga mendukung kenyamanan ruang dibawahnya dengan mengangkat beberapa bagian sehingga terbentuk celah yang semakin melancarkan sirkulasi udara ruang dibawahnya.

63 Aktivitas memancing selalu menjadi pemandangan rutin pada objek ini. Pemancing biasa memancing dari atas jembatan, sandaran maupun langsung turun memancing ditengah sungai. Gambar 4.17 Pemancing yang masih memperhatikan kenyamanan dan keselamatan dalam beraktivitas Areal air terbendung Bangunan pintu air Areal Aliran air dari bendungan Panorama yang baik Panorama yang baik Populasi ikan rendah Populasi ikan tinggi Gambar 4. 18 Potongan Arsitektural Setting E 4.1.1.6 Setting F (Jalan di Sisi Timur Sungai) Areal ini tidak terdapat pemancing karena berada di sebelah utara pintu air. Walaupun tidak ada pemancing, namun areal ini seringkali disinggahi penduduk sekitar untuk duduk-duduk dan sekedar menikmati pemandangan. Lingkungan sudah tertata cukup baik dengan jalan yang sudah di paving dan planter box di

64 pinggiran sungai. Tanaman yang ada ditata dan juga tumbuh alami (lihat gambar 4.19). Tukad Badung Pohon perindang Pohon perindang Panorama yang baik Populasi ikan rendah Jalan Penghubung Antara Jalan Imam Bonjol dengan Jalan Pulau Batanta sisi timur Gambar 4.19 Potongan arsitektural setting F Penataan yang sangat baik pada objek ini dilakukan pemerintah untuk memperbaiki wajah tepi sungai yang jorok karena keberadaan pemukiman padat (yang cenderung kumuh). Pemukiman tersebut terletak di sisi utara yang sering bersirkulasi pada jalan ini baik ke utara (Jalan Teuku Umar) ataupun ke selatan (Jalan Pulau Batanta). Sirkulasi yang terjadi selain untuk mencapai tujuan lokasi tertentu juga sengaja dilakukan warga untuk melihat-lihat pemandangan di sungai. Pada sisi jalan ditepi sungai sangat jarang terlihat orang yang memancing. Pemancing disini tidak seramai pemancing di sebelah selatan pintu air (lihat gambar 4.20). Gambar 4. 20 Foto jalan lingkungan di sebelah utara

65 4.1.1.7 Setting G (Areal di Sisi Timur Bangunan Pintu Air) Di sisi timur areal pintu air dimanfaatkan pedagang bakso untuk berjualan. Warung bakso yang berada di sisi barat jembatan menempatkan rombongnya tepat disebelah pagar pembatas areal pintu air. Areal sisa dekat sandaran sungai dimanfaatkan menjadi tempat makan dengan menempatkan meja dan kursi yang menciptakan setting baru pada objek ini. Pembeli banyak yang memarkir sepeda motor di sisi jalan untuk membeli bakso disini (lihat gambar 4.21). Gambar 4.21 Foto suasana setting yang terbentuk oleh pedagang bakso di sisi sungai Objek ini terasa lebih teduh karena banyaknya pohon disekitar warung dan di pinggiran jalan. Sirkulasi jalan aspal didepannya (timur sungai) cenderung lebih sepi dari jalan inspeksi di sebelah barat sungai.

66 Areal Pintu air Areal antara jalan dengan areal pengelola dimanfaatkan PKL Pohon Perindang Panorama yang baik Tukad Badung Populasi ikan tinggi Sandaran sungai Jalan Penghubung Antara Jalan Imam Bonjol dengan Jalan Pulau Batanta sisi timur Gambar 4.22 Potongan arsitektural setting G 4.1.1.8 Setting H (Areal Tanggul Tukad Badung) Tipe sandaran sungai seperti ini jarang terlihat di daerah tepi Tukad Badung yang didominasi tipe sandaran berupa kanalisasi. Sandaran dibuat miring dari batas atas sungai hingga mencapai permukaan air sungai. Pada sandaran banyak terdapat pemancing yang duduk seharian untuk mendapatkan ikan. Di puncak sandaran berupa undakan yang banyak diduduki pengunjung untuk melihat pemandangan sungai beserta orang-orang yang memancing. Pohon perindang Sandaran sungai Tukad Badung Pemandangan baik Jalan Penghubung Antara Jalan Imam Bonjol dengan Jalan Pulau Batanta sisi timur Populasi ikan tinggi Gambar 4.23 Potongan arsitektural setting ruang H objek 1

67 4.1.2 Objek 2 (Persimpangan Jalan Gelogor Carik- Jalan Taman Pancing) Objek berada pada ujung selatan jalan inspeksi (Jalan Taman Pancing) dan membentuk persimpangan dengan Jalan Gelogor Carik. Ruang yang ramai oleh pengunjung yaitu kanalisasi sungai berumput dan jembatan (bekas pintu air) di sebelah selatan. Pemerintah kota kemudian menggagas ide untuk memanfaatkan daerah tepi sungai agar dapat bermanfaat secara ekonomis bagi warga sekitar sekitar tahun 80an. Pemanfaatan dilakukan dengan menjadikan lahan di sisi kiri dan kanan sungai menjadi areal perkebunan. Pemanfaatan tersebut ternyata menyebabkan areal sungai menjadi semakin kotor dan tidak terawat, pohon-pohon yang ditanam justru terlihat seperti semak belukar dan berkesan liar. Sekitar tahun 1985 dilaksanakan proyek pelebaran sungai dan senderisasi (pembangunan dinding sungai secara permanen). Pelebaran sungai dilakukan untuk menanggulangi banjir. Dalam pelaksanaan pelebaran sungai, dilakukan pembebasan lahan di sisi sungai, kemudian pengerukan tanah yang menyisakan gundukan tanah di kiri dan kanan sungai. Gundukan ini seringkali menjadi areal sirkulasi warga sekitar yang lama kelamaan terbentuk menjadi jalan setapak. Jalan setapak ini kemudian dikembangkan oleh pemerintah menjadi jalan inspeksi dalam rangka peningkatan kebersihan sungai yang prosesnya terus berjalan hingga tahun 2002 seperti sistem kanalisasi dengan grassblok seperti saat ini. Adapun sistem kanalisasi pada Tukad Badung yaitu pembuatan undakan kecil di dalam sungai yang berfungsi untuk memudahkan aktivitas pembersihan dan perawatan sungai. Kanalisasi juga membuat areal sungai yang menjadi lebih

68 sempit karena ruang dipakai untuk kanalisasi di dua sisi. Sungai yang lebih sempit akan meninggikan permukaan air sungai sehingga aliran air selalu lancar walaupun saat debit air rendah.. Gambar 4. 24 Foto Tukad Badung diambil dari jembatan lama dengan kanalisasi di kedua sisi Titik keramaian pengunjung pada objek yaitu di pinggir jalan inspeksi, pinggiran kanal rumput dan di sekitar jembatan (bekas pintu air). Aktivitas yang dominan adalah memancing, kemudian duduk- duduk dan orang yang berbelanja pada PKL. Gambar 4.25 Foto PKL di pinggir jalan inspeksi dan foto pengunjung yang duduk-duduk di pinggir kanal berumput

69 Objek 2 dibagi menjadi tiga setting dari selatan ke utara. Pembagian setting yaitu pertama areal jembatan lama (A) persimpangan Jalan Inspeksi dengan Jalan Gelogor Carik dan kanal tepi Tukad Badung yang berpaving rumput (C). B C A Gambar 4.26 Pembagian Objek 2 menjadi 3 setting Areal kanal berumput pada objek ini juga sekaligus menjadi representasi dari areal kanal paving-rumput yang terhampar di sepanjang Jalan Inspeksi Tukad Badung yang memiliki karakteristik fisik dan aktivitas yang hampir serupa. 4.1.2.1 Setting A (areal sekitar jembatan lama) Jembatan lama merupakan bekas pintu air yang tidak digunakan lagi. Letaknya agak tersembunyi/ tidak terlihat langsung saat melintasi jalan inspeksi ataupun Jalan Gelogor Carik. Area ini dapat dijangkau melalui pertigaan jalan Inspeksi dengan Jalan Gelogor Carik (dari utara) atau melalui Jalan Griya Anyar (dari selatan). Walaupun jalan akses menuju areal ini hanya berupa jalan setapak, banyak pengunjung yang datang kesini dengan membawa sepeda motor dan memarkir di dekat jembatan (lihat gambar 4.27).

70 Gambar 4.27 Foto situasi setting A Pengunjung kebanyakan berkumpul di sekitar jembatan baik untuk dudukduduk maupun memancing. PKL yang sering berjualan pada objek adalah penjual umpan, pedagang kopi dan PKL yang tidak tetap lain seperti pedagang bakso. Gambar 4.28 Setting yang dibentuk oleh pedagang kopi dan pedagang umpan Pedagang kopi membawa dagangannya dengan sepeda motor yang diparkir di dekat jembatan, pembelinya biasa duduk dijembatan. Pedagang umpan menggunakan meja tambahan serta ember untuk menempatkan umpan dagangannya. Pembeli dari penjual umpan ini adalah pemancing yang ada disekitar objek. Aktivitas pedagang dan pengunjung yang bersantai pada setting ini cenderung berkumpul dibawah bayangan dari sebuah pohon besar di dekat jembatan.

71 Jalan Setapak Pohon Besar Jembatan lama Jalan setapak Panorama yang baik Panorama yang baik Populasi ikan tinggi Populasi ikan tinggi Gambar 4.29 Potongan arsitektural objek 2 setting A 4.1.2.2 Setting B (Areal sekitar Persimpangan Jalan Gelogor Carik- Jalan Taman Pancing) Setting B adalah areal disekitar persimpangan Jalan Gelogor Carik dengan Jalan Inspeksi (Jalan Taman Pancing). Elemen pembentuk pada setting ini adalah jalan inspeksi, pohon peneduh di pinggir jalan sebelah barat, kanal, paving, rumput, dan sandaran Tukad Badung (lihat gambar 4.). Pemancing pada objek cenderung berjajar membentuk teritorinya pada areal kanal berumput, sedangkan sepeda motor (baik pemancing maupun pengunjung lain) diparkir berjajar di sepanjang jalan inspeksi. Pemancing cenderung ramai di kanalisasi sisi barat karena lebih dekat dari Jalan Taman Pancing yang menyusur di sebelah barat sungai. Adapun di sisi timur sungai sebenarnya juga terdapat jalan inspeksi, namun lalu lintasnya tidak seramai jalan inspeksi di sisi barat. Jalan inspeksi timur lebih sempit dan kualitas aspal tidak sebaik jalan inspeksi barat.

72 Gambar 4.30 Foto pemancing dan pengunjung lain pada kanal rumput Di sebelah barat jalan, banyak pengunjung yang parkir sekaligus duduk-duduk santai dan mengobrol di sepeda motornya sendiri. Dari titik ini, memang masih dapat melihat pemandangan di sekitar sungai dengan sangat jelas dan juga lebih teduh. Berdasarkan lama waktu berjualan, ada dua jenis PKL yang berjualan pada objek ini. Pertama adalah PKL yang berjualan sepanjang hari pada objek tanpa berpindah ke tempat lain. Kedua, PKL yang berjualan berkeliling dan menjadikan objek sebagai salah satu tempat singgah. PKL yang menetap berjualan di tikungan sebelum persimpangan jalan. sedangkan PKL yang berkeliling selain berdiam di dekat PKL yang menetap, juga seringkali turun ke kanal rumput untuk menghampiri pemancing dan pengunjung lain. Gambar 4.31 PKL menetap yang membentuk setting dan menunjukkan areal teritorinya PKL yang berjualan menetap yaitu pedagang pentol dan deretan warung semi permanen di seberang jalan. Pedagang pentol membentuk setting tambahan pada

73 objek. untuk mendukung kegiatan seperti meletakkan meja, kursi dan payung. Warung di barat membuat bangunan semi permanen yang terkesan agak kumuh. Gambar 4.32 Warung semi permanen di sisi barat jalan inspeksi PKL yang berkeliling adalah pedagang bakpao, bakso dan pedagangg mi ayam. Selama berkeliling, objek menjadi tempat yang paling lama disinggahi oleh para PKL dibanding tempat singgah lainnya. Areal di tepi Jalan Taman Pohon persimpangan dimanfaatkan PKL Pancing perindang Kanalisasi Tukad Badung Tukad Badung Panorama yang baik Populasi ikan tinggi Gambar 4.33 Potongan arsitektural objek 2 setting B 4.1.2.3 Setting C (Tepi Jalan Taman Pancing) Setting areal kanalisasi dapat dijumpai pada sebagian besar areal sisi Tukad Badung. Penataan tersebut dilakukan oleh pemerintah dengann berbagai pertimbangan, terutamaa untuk mempermudah operasional pembersihan sungai sungai secara rutin (lihat gambar 4.34).

74 Gambar 4.34 Berbagai pemanfaatan lain pada kanalisasi Tukad Badung Beberapa penambahan bangunan fisik oleh warga yang tinggal disekitar sungai mewarnai areal kanalisasi Sungai Badung. Penambahan tersebut seperti pembangunan bale bengong, posko, ramp tambahan untuk parkir dan pagar-pagar kayu untuk membatasi binatang ternak. Gambar 4.35 Pengunjung yang parkir sekaligus duduk-duduk di atas sepeda motor Dibuatnya sistem kanalisasi di sepanjang Sungai Badung ternyata memiliki suatu dampak lain dari segi pemanfaatan oleh masyarakat umum yaitu sebagai ruang untuk memancing. Pembangunan-pembangunan fisik yang dilakukan oleh masyarakat juga mulai mengusik kinerja aparat pemerintah dalam pembersihan rutin sungai (lihat Gambar 4.34).

75 Pohon Jalan Taman Pohon perindang perindang Pancing Kanalisasi Tukad Badung Tukad Badung Panorama yang baik Populasi ikan tinggi Gambar 4.36 Potongan arsitektural setting C objek 2 4.1.3 Objek 3 (Waduk Muara Nusadua) Waduk Muara Nusa Dua, yang terletak di muara Tukad Badung, tepat di hilir Jembatan By Pass Ngurah Rai, Suwung, Denpasar dibangun untuk menyediakan air baku guna memenuhi kebutuhan air bersih. Dalam pembangunannyaa waduk ini melalui beberapa tahapan.pembangunan tahap-i seluas 35 Ha selesai pada tahun 1995/1996 dan telah dimanfaatkan untuk mensuplai kebutuhan air bersih di Kawasan Nusa Dua dan Kuta sebesar 300 lt/dt, yang dikelola oleh PDAM Kabupaten Badung PT. Tirta Buana. Gambar 4.37 Foto udara Waduk Muara Nusa Dua pada tahun 2003 Sumber : PU Propinsi Bali

76 Pendeskripsian setting pada objek tiga dibagi menjadi empat setting. Adapun pembagian keempat setting tersebut yaitu pada areal bangku beton (A) Areal Operasional (B) areal sekitar pintu air (C) dan areal sepanjang tepi waduk (D). A B D D c Gambar 4.38 Pembagian objek 3 menjadi 4 setting Pada awal tahun 2000an dilakukan beberapa penataan untuk mengembangkan objek ini menjadi objek rekerasi publik. Penataan yang dilakukan yaitu berupa pengadaan bangku-bangku beton, lampu taman, dan pohon perindang serta pavingisasi di jalan kontrol di sisi bendungan. Gambar 4.39 Foto penataan yang dilakukan pada objek

77 Pada tahun 2005 dilakukan kerjasama lanjutan untuk memanfaatkan sebagai objek rekreasi dengan memberlakukan retribusi parkir atas kerjasama LPD Desa Pemogan dengan PD Parkir Kota Denpasar. Kerjasama tersebut di tandai dengan pembangunan sebuah bale/gazebo yang dilengkapi papan tanda pemberlakuan parkir. Gambar 4.40 papan tanda pemberlakuan retribusi parkir pada objek 4.1.3.1 Setting A (Areal Bangku Beton) Beberapa elemen penyusun setting ini yaitu pohon perindang, bangku beton yang berpaving, tanggaa turunan ke waduk dan jalan inspeksi yang berpaving. Setting ruang seperti ini merupakan hasil karya dari pemerintah yang melihat adanya potensi aktivitas masyarakat yang duduk-duduk santai maupun memancing pada waduk (lihat gambar 4.41).

78 Gambar 4.41 Setting yang terbentuk karena aktivitas awal (kiri) dan Aktivitas yang semakin berkembang akibat setting yang dibentuk (kanan) Pada kenyataannya, fasilitas ini direspon dengan cukup baik oleh masyarakat untuk bersantai dan memancing. PKL pun berdatangan untuk mendekati pengunjung dengan jajanannya. Pohon palem Waduk Muara perindang Pohon perindang Tempat duduk Jalan kontrol waduk duduk Panorama yang baik Populasi ikan tinggi Gambar 4.42 Potongan arsitektural objek 3 setting A 4.1.3.2 Setting B (Areal Pengelola Waduk) Aktivitas yang banyak pada areal ini adalah aktivitas pengelola mengoperasikan alat berat serta orang-orang yang berbelanja pada warung. Salah satu bangunan pengelola di setting menjadi warung yang juga menjual perlengkapan memancing. Pemancing di sepanjang waduk banyak yang membeli perlengkapan memancing di warung ini.

79 Gambar 4.43 Foto bangunan pengelola dan warung didalam areal waduk Penjaga warung (Ibu Sudarmi) memiliki suami yang bekerja sebagai operator alat kebersihan di waduk muara. Elemen pembentuk setting warung yaitu etalase, balai kecil, meja dan kursi. Bangunan pengelola Pohon perindang Waduk muara Jalan kontrol waduk Parkir dan tempat turunnya alat berat ke dalam waduk Populasi ikan rendah Gambar 4.44 Potongan arsitektural objek 3 setting b 4.1.3.3 Setting C (Areal Sekitar Pintu Air Waduk Muara) Ada beberapa bangunan pada setting ini yaitu bangunan pintu air, bangunan warung dan bangunan pengelola. Ruang ini sebenarnya bukan ruang yang bisa diakses oleh umum, namun banyak pengunjung yang tidak mempedulikan larangan untuk memasuki areal ini (lihat gambar 4.45).

80 Gambar 4.45 Foto didepan pintu masuk areal pintu air (kiri) larangan masuk areal pengelola (tengah) dan sepeda motor yang parkir didalam areal pengelola (kanan) Pada pintu masuk ke areal pintu air terlihat parkir mengumpul. Pemilik kendaraan yang parkir disini ternyata memancing di sebelah selatan bendungan (berbatasan dengan hutan mangrove). Gambar 4.46 Suasana lingkungan di selatan pintu air yang berhadapan dengan hutan mangrove Mengumpulnya kendaraan di sini karena ada pagar pembatas yang menghalangi kendaraan masuk ke areal pintu air. Namun di saat-saat tertentu, banyak pula pengunjung yang memasukkan sepeda motor dengan membuka pagar dan parkir di dalam areal pengelola. Adapun dilarangnya akses masyarakat umum adalah untuk menjaga keamanan pintu air dan bangunan pengelola bendungan muara dan juga karena areal tersebut dapat membahayakan keselamatan (lihat Gambar 4.47).

81 Hutan Mangrove Pintu air Areal pengelola pintu air Parkir sepeda motor didalam areal pengelola Panorama yang baik Populasi ikan tinggi Populasi ikan tinggi Gambar 4. 47 Potongan Arsitektural Objek 3 Setting C 4.1.3.4 Setting D ( Areal Tepi Waduk Muara) Setting D merepresentasikan setting yang dominan pada objek ini, berupa areal yang berada di sisi waduk. Tempat para pemancing berjajar menghadap ke waduk di sepanjang hari. Pemancing tersebut menjadi fenomena yang menjadi ciri khas objek ini, yang dapat dilihat oleh pengguna jalan By Pass Ngurah Rai yang melintas di Jembatan Pura Luhur Tanah Kilap (lihat gambar 4.48). Pohon perindang Jalan kontrol waduk Areal sisi waduk Waduk Muara Populasi ikan tinggi Gambar 4.48 Potongan arsitektural setting D objek 3 4.2 Tipe Dasar Pola Penyusun Setting Menurut Edward T. Hall (1982),terdapat tiga tipe dasar pola penyusun setting yaitu fixed feature space (ruang berbatas tetap), semifixed feature space (ruang berbatas semitetap) dan informal space (ruang informal yang terbentuk karena

82 interaksi individu). Merujuk pada teori landscape akan digunakan membagi fixed feature space menjadi hardscape dan elemen Softscape. 4.2.1 Pola Penyusun Objek 1 (Bendungan Gerak Tukad Badung) 4.2.1.1 Pola Penyusun Setting A (Bale Tunggu) Fixed feature space pada setting A terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah dermaga wahana air (beton), bale bengong, perkerasan pavingblok, tangga dan jalan aspal. Elemen softscape pada setting adalah tanah dan tanaman yang tumbuh diatasnya. Semifixed feature space pada setting A yaitu wahana air dan kendaraan pengunjung yang keberadaannnya sementara dan selalu berubah. Informal space pada setting A terjadi pada areal bale tunggu, dermaga, areal paving dan areal rumput. Fixed Feature Space (Hardscape) Dermaga wahana air (perkerasan beton) Bale tunggu wahana air (kayu, genteng) Lantai Pavingblok penanda ruang Tangga beton yang membatasi akses kendaraan Jalan Aspal Fixed Feature Space (Softscape) Tanah berumput Tanaman hias Layout Setting A Gambar 4.49 Layout setting A objek 1 Semifixed Feature Space Wahana air yang diparkir selama masa rehat pengelola disekitar dermaga Kendaraan pengunjung diparkir di utara bale bengong Informal Space Pada bale tunggu, dermaga, areal paving, areal rumput Civitas Warga Pengunjung lain, pegawai Pedagang rujak (seberang jalan)

83 4.2.1.2 Pola Penyusun Setting B (Warung Rujak) Fixed feature space pada setting B terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah bangunan perlinggih dan jalan aspal. Elemen softscape pada setting adalah tanah dengan berbagai tanaman yang tumbuh diatasnya termasuk sebuah pohon besar. Semifixed feature space pada setting yaitu perlengkapan berdagang seperti meja, kursi dan kendaraan pengunjung (sepeda motor) yang keberadaannnya sementara dan selalu berubah. Informal space pada setting banyak terjadi pada areal teduh dibawah pohon terutama pada bangku lebar. Berbagai aktivitas yang terjadi disana yaitu duduk, berjualan, belanja, bermain. Fixed Feature Space (hardscape) Jalan Aspal Bangunan Pelinggih Fixed Feature Space (Softscape) Lantai Tanah berumput Pohon Besar Civitas Warga, Pegawai Pengunjung lain Pemancing Pengunjung lain Pedagang Layout Setting B Gambar 4.50 Layout setting B objek 1 4.2.1.3 Elemen Penyusun Setting C (Dua buah Bale bengong) Semi Fixed Feature Space Meja dagangan beratap Kursi untuk pengunjung Kendaraan pengunjung Informal Space Bangku lebar yang tersedia di warung Fixed feature space pada setting C terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, dua buah bale bengong, planter box dan sandaran sungai.

84 Fixed Feature Space (Hardscape) Dua balai Planter tempat duduk beton Sandaran tanggul perkerasan semen batu kali Jalan aspal Civitas Warga Pegawai Pemancing Pengunjung lain Pedagang rujak Layout Setting C Fixed Feature Space (Softscape) Rumput Tanaman di planter Semifixed Feature Space Kursi di dalam Bale Kendaraan pengunjung Informal Space Bale Rerumputan Gambar 4.51 Layout setting C objek 1 Elemen softscape pada setting adalah tanah disekitar bale bengong dan di dalam planterbox dengan berbagai tanaman hias yang tumbuh di atasnya. Semifixed feature space pada setting yaitu meja dan kursi di dalam bale bengong. Informal space pada setting adalah pada bale dan areal rumput. 4.2.1.4 Pola Penyusun Setting D ( Areal Barat Pintu Air) Fixed feature space pada setting D terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, dua buah bangunan pengelola,pagar pembatas dan sandaran sungai. Elemen softscape pada setting adalah tanah disekitar bale bengong dan didalam planterbox dengan berbagai tanaman hias yang tumbuh diatasnya. Semifixed feature space pada setting yaitu meja dan kursi didalam bale bengong. Informal space pada setting adalah berbagai aktivitas yang terjadi pada areal sandaran, areal pengelola maupun areal sisa tepi sungai.

85 Fixed Feature Space (hardscape) Bangunan pengelola bendungan (Areal yang tidak dapat diakses umum) gerbang masuk areal pintu air Sandaran sungai Jalan Aspal Fixed Feature Space (softscape) Layout Setting D Tanah + rumput Tanaman hias Civitas Warga, Pegawai, Pengunjung lain operator, pemancing Pemancing Pedagang minuman Pedagang mi ayam Gambar 4.52 Layout setting D pada objek 1 Semifixed Feature Space Sarana pendukung Pedagang minuman Sarana pendukung Pedagang Pedagang mi ayam Barang Dagangan Pedagang keliing Informal Space Pada areal sandaran, Areal pengelola, Ruang sisa pinggir jalan 4.2.1.5 Pola Penyusun Setting E (Pintu air Bendungan Gerak Tukad Badung) Fixed feature space pada setting E terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah beberapa komponen penyusun pintu air seperti pondasi, jembatan, railing dan ruang kontrol mekanis. Semifixed feature space pada setting yaitu sepeda motor yang dibawa pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada ruang kontrol mekanik dan sepanjang koridor jembatan.

86 Fixed Feature Space (Hardscape) SubStruktur bangunan pintu air (beton) Koridor dalam lantai semen, reling besi, beratap genteng Koridor luar lantai semen reling besi Ruang control mekanis (besi) Layout Setting E Semifixed Feature Space Sepeda motor Civitas Warga,Pegawai Pengunjung lain Pemancing Informal space Ruang kontrol mekanik, koridor Gambar 4.53 Layout setting E pada objek 1 4.2.1.6 Pola Penyusun Setting F ( Jalan sisi Barat bendungan) Fixed feature space pada setting F terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah perkerasan paving pada jalan, planterbox, hingga sandaran beton sungai. Fixed Feature Space Layout setting F Semifixed Feature Space (hardscape) Sepeda motor Akses jalan pavingblok yang tembus ke Jalan imam Bonjol Civitas Planter dan tempat Warga, Pengunjung duduk di puncak lain dinding sandaran sungai Informal space Sandaran bendungan Tempat duduk sungai Fixed Feature Space (softscape) pohon Rumput Tanaman hias Gambar 4.54 Layout setting F pada objek 1

87 Semifixed feature space pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung dimana posisinya tidak tetap/berubah-ubah. Informal space pada setting adalah tempat duduk. 4.2.1.7 Pola Penyusun Setting G (Areal Barat Pintu Air) Fixed feature space pada setting G terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, dinding pembatas areal pengelola dan sandaran beton sungai. Element Softscape pada setting yaitu tanah pada ruang-ruang sisa, pohon perindang dan tanaman-tanaman lain. Semifixed feature space pada setting yaitu perlengkapan berjualan pedagang bakso seperti rombong dan meja kursi untuk pembeli dan sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada areal sandaran sungai. Areal sandaran sungai memiliki banyak ruang yang seringkali dimanfaatkan oleh anak-anak untuk bermain dan membentuk informal space saat melakukan aktivitasnya. Fixed Feature Space (hardscape) Dinding pembatas Jalan aspal Sandaran sungai (pondasi batu kali) Fixed Feature Space (softscape) Pohon Tanah berumput Tanaman hias Semifixed Feature Space Rombong bakso Meja kursi pembeli bakso Layout setting G Gambar 4.55 Layout setting G pada objek 1 Civitas Warga,Pegawai Pengunjung lain pemancing Pemancing Pedagang bakso Informal space Areal sandaran sungai

88 4.2.1.8 Pola Penyusun Setting H (Sandaran Tanggul Sungai) Fixed feature space pada setting H terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal dan sandaran beton sungai. Fixed Feature Space (hardscape) Jalan aspal (Jalan taman pancing) Undakan batas atas sandaran Sandaran sungai (pondasi batu kali) Fixed Feature Space (softscape) Pohon/Tanaman hias Pinggiran jalan (Tanah berumput) Layout setting H Gambar 4.56 Layout setting H objek 1 Semifixed Feature Space Sepeda Motor Civitas Warga,Pegawai Pengunjung lain pemancing Pemancing Informal space Sandaran sungai Element Softscape pada setting yaitu tanah pada areal antara jalan dengan tanggul sungai yang ditanami rerumputan, tanaman dan pohon kecil. Semifixed feature space pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada sandaran sungai. 4.2.2 Pola Penyusun Objek 2 (Persimpangan Jalan Gelogor Carik-Jalan Taman Pancing) 4.2.2.1 Pola Penyusun Setting A (Areal Sekitar Jembatan Lama) Fixed feature space pada setting A terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah bangunan jembatan beserta railingnya, beserta bangunan. Element Softscape pada setting yaitu tanah pada jalan setapak, rerumputan yang tumbuh pada sedimentasi tepi sungai dan sebuah pohon besar. Semifixed feature space pada setting yaitu sarana pedagang yang berjualan dan

89 sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada ruang diatas jembatan. Fixed Feature Space Layout setting A Civitas (Hardscape) Warga,Pegawai Jembatan (beton) Pengunjung Railing pipa besi lain Deretan bangunan pemancing Pemancing Fixed Feature Space Pedagang (Softscape) (menetap Jalan Tanah & keliling ) Pohon besar Informal space sedimentasi sungai Aktivitas duduk-duduk yang ditanami rumput Aktivitas jajan Aktivitas berjualan Semifixed Feature Aktivitas memancing Space Sarana dagang Aktivitas jalan-jalan pedagang umpan dan pedagang kopi Gambar 4.57 Layout Setting ruang A objek 2 4.2.2.2 Pola Penyusun Setting B (Areal Persimpangan Jalan Gelogor Carik-Taman Pancing) Fixed feature space pada setting B terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, sandaran sungai dan pavingblok pada kanalisasi sungai. Element Softscape pada setting yaitu pohon perindang, rerumputan yang ada di tepi jalan dan rerumputan pada grassblok. Semifixed feature space pada setting yaitu sarana pedagang yang berjualan dan sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada areal kanalisasi.

90 Fixed Feature Space Layout setting B Civitas (Hardscape) Warga,Pegawai Jl Taman Pancing (aspal) Pengunjung Sandaran sungai lain Grassblok pada kanalisasi pemancing Fixed Feature Space Pemancing (Softscape) Pedagang Pepohonan (menetap & keliling ) Tanah berumput Rumput pada grassblok Informal space Sedimen pada Kanalisasi sungai muara anak sungai Semifixed Feature Space Sepeda motor Sarana pedagang Gambar 4.57 Layout setting B objek 2 4.2.2.3 Pola Penyusun Setting C (Areal Jalan Tepi Sungai) Fixed feature space pada setting C terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, sandaran sungai dan pavingblok pada kanalisasi sungai. Element Softscape pada setting yaitu pohon perindang, rerumputan yang ada di tepi jalan dan rerumputan pada grassblok. Fixed Feature Space (Softscape) Pepohonan Pinggiran jalan (tanah berumput) Fixed Feature Space (Hardscape) Jalan Taman Pancing (aspal) Sandaran (batu kali) Grassblok pada kanalisasi Layout setting C Gambar 4.58 Layout Setting C objek 2 Semifixed Feature Space Sepeda motor Informal space Kanalisasi sungai Civitas Warga, pengunjung lain,pemancing Pemancing Pedagang keliling (dagangan jinjing) lumpia, kopi, dll

91 Semifixed feature space pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung dengan posisi yang tidak tetap/berubah-ubah. Informal space pada setting terjadi pada areal kanalisasi sungai. 4.2.3 Pola Penyusun Objek 3 (Waduk Muara Nusadua) 4.2.3.1 Pola Penyusun Setting A (Areal Bangku Beton) Fixed feature space pada setting A terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal,bangku beton, tangga dan sandaran sungai. Element Softscape pada setting yaitu pohon perindang, rerumputan yang ada di tepi jalan. Semifixed feature space pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada areal rumput tepi jalan dan tepi waduk. Fixed Feature Space (hardscape) Anak tangga beton ke arah waduk Jalan kontrol waduk (aspal) Bangku beton Areal ber paving Fixed Feature Space (hardscape) Pohon peneduh Rumput Layout setting A Semifixed Feature Space Sepeda motor Civitas Warga, pengunjung lain, pegawai, pemancing Pemancing Informal space Gambar 4.59 Layout Setting A objek 3 Diluar areal bangku beton, terdapat areal berumput di tepi waduk yang seringkali dijadikan wadah aktivitas memancing, duduk-duduk dan istirahat kerja.

92 Tiap aktivitas ataupun kelompok pengunjung akan memiliki ruang informalnya tersendiri bergantung dari jumlah kelompok tersebut. 4.2.3.2 Pola Penyusun Setting B (Areal Pengelola Waduk) Fixed feature space pada setting B terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, sandaran sungai dan bangunan pengelola. Element Softscape pada setting yaitu pohon perindang, rerumputan yang ada di tepi jalan. Semifixed feature space pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung dan kendaraan berat yang sering parkir di tepi waduk. Informal space pada setting terjadi pada warung dimana pengunjung yang berbelanja di warung sering kali melakukan interaksi dengan kerabatnya yang membentuk ruang informal di warung. Fixed Feature Space (hardscape) Jembatan Jembatan kontrol Jalan kontrol waduk (aspal) Bangunan pengelola dan warung (menjual jajanan dan perlengkapan memancing ) milik pengelola Fixed Feature Space (Softscape) Pepohonan Tanah Tanah berumput Layout setting B Semifixed Feature Space Element Sepeda motor Kendaraan berat Civitas Warga,Pengunjung Lain, pemancing pedagang Pemancing Informal space Warung Gambar 4.60 Layout Setting B objek 3

93 4.2.3.3 Pola Penyusun Setting C (Areal sekitar Pintu Air Waduk Muara) Fixed feature space pada setting C terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal, sandaran sungai, bangunan pengelola (warung) dan bangunan waduk muara. Element Softscape pada setting yaitu pohon perindang, rerumputan yang ada di tepi jalan dan juga hutan bakau (mangrove). Semifixed feature space pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada areal sekitar pintu air muara. Fixed Feature Space (hardscape) Pagar pembatas masuk areal pintu air Warung pengelola Bangunan pengelola Pintu air Areal dan properti milik pengelola dilarang untuk umum Fixed Feature Space (Softscape) Layout setting C Semifixed Feature Space (Civitas) Sepeda motor Civitas warga,pengunjung Lain, Pedagang keliling Pemancing Informal space Areal pintu air Muara Areal berumput di sisi pintu air Hutan mangrove Gambar 4.61 Setting C objek 3 4.2.3.4 Pola Penyusun Setting D (Areal Tepi Waduk Muara) Fixed Element pada setting D terdiri dari hardscape dan softscape. Elemen hardscape pada setting adalah jalan aspal dan sandaran sungai. Element Softscape pada setting yaitu pohon perindang dan rerumputan yang ada di tepi jalan. Semifixed Element pada setting yaitu sepeda motor yang diparkir oleh

94 pengunjung. Informal space pada setting terjadi pada areal berumput di tepi waduk. Fixed Feature Layout setting D Semifixed Feature Space Space (hardscape) Jalan Kontrol Sepeda motor Waduk (aspal) Sarana pedagang Sandaran (Pasangan Civitas Batu Kali) warga, Pengunjung Fixed Feature lain Space (Softscape) Pedagang keliling Tanah berumput Pemancing Pohon Perindang Informal space Areal rumput tepi Gambar 4.62 Layout setting D objek 3 4.3 Pola Penyusun Setting dalam Mendukung Aktivitas Penjabaran tipe dasar pola penyusun setting dari ketiga objek diatas kemudian menjadi dasar dalam peninjauan terhadap pola penyusun setting yang mendukung aktivitas tertentu yang dijelaskan dalam Tabel 4.1. Beberapa temuan dapat diidentifikasi dari tabel tersebut. Temuan tersebut berupa adanya aktivitas yang memiliki kecenderungannya masing-masing terhadap tipe dasar pola setting yang ada. Sebagian besar aktifitas duduk dilakukan pada fixed feature space baik sudah terencana sebelumnya maupun ada unsur affordances. Aktivitas duduk yang dilakukan pada semifixed feature space terjadi pada setting yang minim akan fasilitas serta pada setting yang didiami pedagang dan setting pengunjung yang berdiam di kendaraan (sepeda motor) yang diparkir.

95 Tabel 4.1 Tabel pola dasar penyusun setting di ketiga objek Kegiatan OBJEK 1 OBJEK 2 OBJEK 3 A B C D E F G H A B C A B C D Duduk f,i s f f,s, i f,i f f, s f,i f, s f,s, i f,i f,s, i f f,s, i Bermain f,i f,i f,i f,i f, i f,i f, i f,i f,i f,i Istirahat f,i s f f,s, i f f, s f,i f,i Memancin g f f f f f f f f f f f Berjualan f, s f,s f, s f, s f, s f, s f,s, f,s, f,s, f, s f,s Jajan f s f f,s f f, f,i f,i f,i f,i f,i f f,i s Program Rekreasi f f Seremonia l f, s f, s f, s f, s f,s f : fixed feature space s : semifixed feature space i : informal space Aktivitas duduk pada ruang informal terjadi karena didalam fixed feature space memungkinkan terdapat lebih dari satu kelompok sehingga batas teritori masing-masing kelompok tersebut berupa badan mereka serta arah hadapnya. Aktivitas bermain dilakukan anak-anak dan orang dewasa dilakukan pada fixed feature space dan informal space. Instensifnya penggunaan ruang informal karena sifat aktivitas bermain yang dilakukan anak-anak mengeksplorasi ruangruang yang ada. Aktivitas bermain yang dilakukan orang dewasa yaitu bermain catur dilakukan pada areal rerumputan karena nuansa kegiatan yang santai, akrab dan kedekatan yang kuat dengan lingkungan alami. Kegiatan istirahat kebanyakan terjadi pada fixed feature space terutama yang bersifat teduh karena aktivitas ini terjadi di siang hari (jam makan siang). Kegiatan ini juga banyak membentuk ruang informal karena areal yang terbagi

96 menjadi beberapa teritori yang dibatasi oleh diri mereka sendiri sehingga dapat dikatakan sebuah ruang informal. Kegiatan memancing selalu terjadi pada fixed feature space yaitu aktivitas yang berorientasi pada tepi perairan sebagai habitat dari ikan.kegiatan berjualan melibatkan fixed feature space sebagai tempat bernaung dan semifixed feature space yang berasal dari perlengkapan berjualan yang dibawa. Untuk aktifitas jajan, selain memanfaatkan semifixed feature space dari pedagang justru kebanyakan memanfaatkan fixed feature space yang ada. Pada objek 2 dan 3 lebih banyak pada ruang informal karena minimnya fasilitas untuk mengakomodasi kegiatan mereka. Kebanyakan jajan pada areal tepi sungai dengan duduk membentuk lingkaran dengan kelompoknya sehingga terbentuk informal space. 4.4 Identifikasi Tipologi dalam Proses Terbentuknya Setting Adapun dalam penjabaran proses terbentuknya setting akan menggunakan skema dengan tahapannya. Dalam penjabaran tahapan tersebut terdapat komponen penyusun yang menggunakan beberapa tipologi yang kemudian diidentifikasi sebagai berikut. 4.4.1 Elemen Penyusun Lanskap Berbagai elemen fisik yang ada pada setting kemudian dijabarkan masingmasing dengan berlandaskan teori lanskap yang membagi elemen lanskap menjadi 3 (Burton, 1995) yaitu : 4.4.1.1 Bentang alam yang dijabarkan dalam panorama 4.4.1.2 Mahkluk hidup

97 (1) Vegetasi : berbagai tumbuhan yang ada pada setting baik tumbuhan hias maupun perindang. (2) Hewan : berbagai hewan yang hidup pada setting. 4.4.1.3 Penggunaan lahan (1) Setting yang terencana (a) Setting Terencana sebagai Fungsi Utama (b) Setting Terencana sebagai Fungsi Rekreasi T1 T2 (2) Setting yang tidak terencana (a) Setting yang tidak terencana sebagai ruang sisa TT1 (b) Setting yang tidak terencana sebagai ruang terbengkalai TT2 Tidak semua pengelompokan elemen ini tergambar secara simbolik pada skema namun dideskripsikan. 4.4.2 Kelompok kegiatan Secara umum Pengelompokan kegiatan pada setting dibagi menjadi dua yaitu kegiatan dengan fungsi utama dan kegiatan rekreasi. Kegiatan fungsi utama adalah berbagai kegiatan dalam mendukung fungsi utama sungai seperti kegiatan pada bangunan air dan kebersihan sungai. Kegiatan rekreasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk bersenang-senang/menghilangkan kejenuhan. Adapun simbol dari kedua kegiatan itu adalah seperti dibawah ini. 4.4.2.1 Kegiatan fungsi utama 4.4.2.2 Kegiatan rekreasi

98 4.4.3 Terencana tidaknya kegiatan Kegiatan yang muncul pada setting ada yang terencana (oleh pemerintah) dan ada juga yang tidak terencana. 4.4.3.1 Kegiatan yang terencana 4.4.3.2 Kegiatan yang tidak terencana 4.4.4 Terlarang Tidaknya Kegiatan Berbagai kegiatan yang dilakukan pada setting juga dibedakan menjadi yang terlarang dan tidak dilarang. Dilarangnya suatu kegiatan oleh pemerintah karena mempertimbangkan faktor keselamatan. Adapun simbol yang digunakan yaitu sebagai berikut. 4.4.4.1 Kegiatan yang tidak dilarang 4.4.4.2 Kegiatan yang dilarang 4.4.5 Jenis Kegiatan Komponen utama pembentuk proses terbentuknya setting yaitu aktivitasaktivitas yang ditemukan selama observasi. Adapun kegiatan-kegiatan tersebut yaitu : 4.4.5.1 Duduk-duduk 4.4.5.2 Memancing 4.4.5.3 Berjualan ( menetap : a, keliling : b) 4.4.5.4 Jajan 4.4.5.5 Beristirahat kerja 4.4.5.6 Kegiatan rekreasi oleh pemerintah 4.4.5.7 Kegiatan seremonial 1 2 3 4 5 6 7

99 4.4.5.8 Kegiatan operasional 4.4.5.9 Kegiatan yang memodifikasi setting (rumah makan,parkir, berternak) 8 9 4.4.6 Aspek Sosial Adapun penjabaran aspek sosial pada penelitian ini yaitu menjelaskan adanya pengaruh sosial dalam pemanfaatan setting. Adapun dalam aspek sosial terdapat istilah komunitas sosial yang dalam penelitian ini dijabarkan menjadi tiga yaitu : 4.4.6.1 Komunitas warga 4.4.6.2 Komunitas profesi 4.4.6.3 Komunitas hobi 4.5 Penjabaran Proses terbentuknya Setting Berdasarkan tipologi diatas maka penjabaran proses terbentuknya setting akan dilakukan pada tiga objek yang terdiri dari beberapa setting. Objek 1 terdiri dari delapan setting, objek 2 terdiri dari tiga setting dan objek 3 terdiri dari empat setting. 4.5.1 Proses terbentuknya Objek 1 (Bendungan Gerak Tukad Badung) 4.5.1.1 Proses terbentuknya Setting A (Bale Tunggu) Pada tahap 1, setting A hanya berfungsi sebagai bendungan gerak DAM Tukad Badung yang merupakan fungsi terencana sebagai fungsi utama (T1). Dalam perkembangannya setting mulai dikunjungi (1) untuk duduk-duduk di tepi sungai. Pada tahap 2, bendungan kemudian dikembangkan oleh pemerintah menjadi objek daya tarik wisata tirta (6) dengan beberapa penataan fisik.penataan tersebut masuk kategori setting terencana sebagai fungsi tambahan (T2). Penataan

100 fisik yaitu dengan dibangun sebuah bale bengong (gazebo), dermaga wahana air dan penataaan taman. Tabel 4.2 Tabel Proses terbentuknya setting A objek 1 <<Tinjauan Tipologi T1 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4. T1 T2 8 T1 8 1 T2 8 8 1A T1 1 1A 1 6 1A 1A 5 5 7 1 6 7 T2 Kegi atan Elemen Lanskap 1 : Kegiatan dudukduduk T1 :Terencana sebagai sandaran tepi sungai Sos - 1 : duduk-duduk 6 : Dicetuskan kegiatan wisata tirta 1 : duduk-duduk 5 :Istirahat 7 :Kegiatan seremonial 8 : Kegiatan operasional Panorama sungai Ikan sedikit, vegetasi tanaman hias T1 :Terencana sebagai sandaran tepi sungai T2 : Sarana pendukung wisata tirta 5 : Terbentuk komunitas profesi yang mengajak rekannya Pada tahap 3, beberapa sebab menyebabkan operasional daya tarik wisata tirta ditutup sementara. Setting yang telah berubah dengan keberadaan bale bengong kemudian dijadikan tempat istirahat oleh kelompok pekerja yang mobil (5). Setting ini digunakan menjadi salah titik yang dimanfaatkan dalam acara-acara seremonial seperti acara ulang tahun Kota Denpasar dan HUT RI (7). 4.5.1.2 Proses terbentuknya Setting B (Warung Rujak) Pada tahap 1, setting B awalnya hanyalah sebuah tanah kosong dengan sebuah pelinggih ditengah-tengah. Adanya ruang sisa pada setting ini mendorong salah satu warga membuat warung rujak yang menetap/tidak berpindah-pindah. Dimana terbentuk sebuah setting tak terencana pada ruang sisa (TT1). Keberadaan warung memunculkan setting tambahan berupa meja dagangan dan tempat duduk-duduk. Pada tahap 2, keberadaan warung rujak pada setting mendorong kedatangan pembeli (4) dan pedagang keliling (3b).

101 Tabel 4.3 Tabel Proses terbentuknya setting B objek 1 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 <<Tinjauan Tipologi 1B TT1 1 3a TT1 3a TT1 3a 1B 1 1B 1 3b 3b 4 4 eg ia Elemen Lanskap sosial : Duduk-duduk ta1 1 : Duduk-duduk 3a : berjualan menetap 3a : berjualan menetap 3b : berjualan keliling 4 : Orang berbelanja Panorama sungai Panorama sungai Panorama sungai vegetasi tanaman hias dan vegetasi tanaman hias dan vegetasi tanaman hias dan sebuah pohon perindang sebuah pohon perindang besar sebuah pohon perindang besar besar TT1 :Ruang sisa yang dimanfaatkan oleh pedagang TT1 :Ruang sisa yang dimanfaatkan oleh pedagang 3a &4 : Kedekatan sosial menarik warga berbelanja pada pedagang tetap (Sesama warga) 4.5.1.3 Proses terbentuknya Setting C (Dua buah Bale bengong) TT1 :Ruang sisa yang dimanfaatkan oleh pedagang 3a &4 : Kedekatan sosial menarik warga berbelanja pada pedagang tetap (Sesama warga) Pada tahap 1, setting C pada awalnya adalah areal tepi sungai yang dibendung pada bangunan bendungan gerak Dam Tukad Badung yang merupakan sebuah fungsi utama yang terencana (T1). Pada tahap 2, dalam rangka menghidupkan ruang menjadi aktif setelah program wisata tirta yang mangkrak, dibangunlah dua buah bale bengong/ gazebo yang direncanakan sebagai fungsi tambahan (T2). Referensi dari pembangunan dua bale bengong ini ialah fenomena yang terjadi pada setting A. Setelah dibangun, setting ini memasuki tahap 3 yaitu mengalami hal yang sama dengan setting A dimana muncul aktivitas duduk-duduk (1) dan dijadikan tempat istirahat oleh pekerja yang mobil (5). Bangunan ini juga seringkali dimanfaatkan dalam acara-acara seremonial yang bersifat insidental oleh banjar maupun desa setempat seperti saat HUT kemerdekaan RI (7).

102 Tabel 4.4 Tabel Proses terbentuknya setting C objek 1 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 <<Tinjauan Tipologi T1 1C T1 T2 1 1A 7 5 T1 1C T2 T1 7 1C 5 T2 1 T1 7 1C 5 1 T2 Kegi atan Elemen Lanska p Sos T1 : sandaran tepi sungai 1 : duduk-duduk 5 : Pegawai istirahat 7 :Kegiatan seremonial mulai dilakukan Panorama sungai Ikan sedikit, vegetasi tanaman hias T1 :Terencana sebagai sandaran tepi sungai T2 : direncanakan bua bale bengong 5 : Terbentuk komunitas profesi yang mengajak rekan kerjanya datang 4.5.1.4 Proses terbentuknya Setting D ( Areal Barat Pintu Air) Pada tahap 1, setting D merupakan areal sekitar gerbang masuk bangunan pintu air sebelah barat yang ramai dikunjungi pemancing yang akan memancing di sandaran dan diatas pintu air (2). Selain pemancing banyak juga orang yang duduk-duduk pada setting ini (1). Pada tahap2, banyaknya pemancing yang berlalu-lalang dan orang yang duduk-duduk mendorong munculnya pedagang yang menetap pada setting ini yaitu pedagang aneka minuman dan pedagang mie ayam bakso (3a) yang memanfaatkan ruang sisa diantara dinding batas areal pengelola dengan jalan (TT1). Pada tahap 3, keberadaan pedagang menetap (3a) pada setting mengundang orang untuk datang berbelanja (4) dan kemudian menarik pedagang keliling yang lewat untuk berhenti dan berjualan pada setting (3b).

103 <<Tinjauan Tipologi Tabel 4.5 Tabel Proses terbentuknya setting D objek 1 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 T1 1D 2 1 T1 1D 2 1 TT1 3a T1 3b 1D 2 4 3a 1 TT1 T1 3b 1D 4 2 1 TT1 3a Kegiata n Elemen Lanskap Sosial 1: Duduk-duduk 2: Memancing T1 : Setting bangunan bendungan TT1 : Ruang sisa 2 : Pemancing ada yang terdorong secara sosial melalui komunitas hobi ataupun komunitas warga 1: Duduk-duduk 1: Duduk-duduk 2: Memancing 2: Memancing 3a : Pedagang menetap 3b :Pedagangakeliling 3a : Pedagang menetap 4 : Jajan Panorama sungai Ikan banyak, vegetasi tanaman hias dan perindang sandaran tepi sungai, T1 : Bangunan bendungan TT1 : Pedagang membentuk setting pada ruang sisa 2: Memancing 3a: Berjualan tetap memiliki modal sosial sebagai warga yang tinggal dekat objek 2: Memancing 3a : Berjualan menetap 4 :Kedekatan sosial (sesama warga) menarik orang berbelanja pada pedagang tetap 4.5.1.5 Proses terbentuknya Setting E (Pintu air Bendungan Gerak Tukad Badung) Setting E adalah areal bangunan pintu air berupa jembatan yang menyeberangi sungai yang terencana sebagai fungsi utama (T1). Pada tahap 1, areal ini berkembang menjadi tempat orang memancing ikan yang ada di sungai dibawahnya (2). Aktivitas duduk-duduk juga ikut meramaikan setting ini (1) termasuk pegawai yang beristirahat kerja (5). Terkadang pedagang keliling masuk berjualan pada areal ini(3b) dan mengundang orang berbelanja (4).

104 <<Tinjauan Tipologi Kegiatan Elemen Lanskap Sosial T1 3b 5 Tabel 4.6 Tabel Proses terbentuknya setting E objek 1 1E Tahap 1 Tahap 2 1 :Duduk-duduk 2 : Memancing 3b : Berjualan keliling 4 : Jajan 5 : Istirahat Bekerja 8 : Kegiatan operasional Panorama sungai Ikan banyak, vegetasi tanaman hias dan perindang T1 : Setting terencana sebagai bendungan air 2 : Pemancing ada yang terdorong secara sosial melalui komunitas hobi ataupun komunitas warga 4.5.1.6 Proses terbentuknya Setting F ( Jalan sisi Barat bendungan) Pada tahap 1, setting F yang awalnya berupa areal tepi sungai yang dekat dengan bendungan gerak seringkali menjadi tempat berjualan bagi pedagang baik menetap (3a). Keberadaan pedagang tentu mengundang orang datang berbelanja (4), duduk-duduk (1). 4 8 2 1 T1 3b 5 1E 8 4 2 1 <<Tinjauan Tipologi Tabel 4.7 Tabel Proses terbentuknya setting F objek 1 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 T1 TT1 T1 TT1 TT1 3a T1 3a T1 3a 4 1F 1F 5 1F 4 3b 1F 1 4 1 1 1 5 3b T2 TT1 Kegi atan Elemen Lanskap 1: Duduk-duduk 1: Duduk-duduk 3a : Berjualan menetap 3a : Berjualan menetap 3b : Berjualan keliling 4 : Jajan 4 : Jajan 5 : Istirahat bekerja Panorama sungai Ikan sedikit, vegetasi pohon perindang T1 :Setting awal sebagai areal sandaran sungai TT1 : Pedagang tetap membawa setting baru pada ruang sisa Sos - 1: Duduk-duduk

105 Pada tahap 2 mulai datang pedagang keliling (3b) dan juga para pekerja jyang beristirahat. Pada tahap 3, dilakukan penataan pada daerah tepi sungai yang kemudian mengubah setting (T2) menjadi lebih rapi. Jalan ditata menggunakan perkerasan paving dan pinggiran sungai yang diberi tanaman hias dan tempat duduk beton. Beberapa pohon ditebang dan menghilangkan kerindangan pada setting. Setelah ditata keberadaan pedagang tetap (3a) tidak ditemukan lagi diikuti dengan hilangnya orang yang berbelanja (4) dan beristirahat kerja (5). Pada tahap 4, setting hanya digunakan untuk duduk-duduk (1) pada saat tertentu. 4.5.1.7 Proses terbentuknya Setting G (Areal Barat Pintu Air) Pada tahap 1, Setting G merupakan areal di sekitar gerbang masuk pintu air sebelah timur yang ramai dikunjungi pemancing (2) yang akan memancing di sandaran dan diatas pintu air. Selain pemancing banyak juga orang yang dudukduduk pada setting ini (1). Tabel 4.8 Tabel Proses terbentuknya setting G objek 1 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 <<Tinjauan Tipologi Kegi atan Elemen Lanskap Sosial T1 1G 2 1 :Duduk-duduk 2 : Memancing 1 T1 :Setting areal bendungan gerak TT1 : Ruang sisa 2 : Pemancing ada yang terdorong secara sosial melalui komunitas hobi ataupun warga T1 1G 1 2 3a TT1 1 :Duduk-duduk 2 : Memancing 3a : Berjualan tetap T1 1G TT1 1 :Duduk-duduk 2 : Memancing 3a : Berjualan tetap 4 : Jajan Panorama sungai Ikan banyak, vegetasi tanaman hias dan pohon perindang T1 :Setting awal terencana sebagai areal bendungan gerak TT1 : Pedagang tetap membawa setting baru pada ruang sisa 4 TT1 2 : Pemancing 3a : Pedagang memiliki modal sosial sebagai warga yang bermukim dekat setting 2 3a 1 T1 4 1G 2 3a 1

106 Pada tahap 2, dengan banyaknya pemancing yang berlalu-lalang dan orang yang duduk-duduk, muncul pula pedagang yang menetap pada setting ini yaitu pedagang mie ayam bakso (3a). Pada tahap 3 orang mulai datang berbelanja (4) dan semakin meramaikan objek. 4.5.1.8 Proses terbentuknya Setting H (Sandaran Tanggul Sungai) Setting H merupakan areal terencana sandaran sungai (T1) yang kemudian dimanfaatkan menjadi tempat memancing (2) oleh orang-orang secara rutin pada waktu-waktu tertentu. Tabel 4.9 Tabel Proses terbentuknya setting H objek 1 Tahap 1 Tahap 2 <<Tinjauan Tipologi T1 1H 2 T1 1H 2 Kegiatan 2 : memancing 2 : memancing Elemen Lanskap Sosial Panorama sungai Ikan banyak, vegetasi tidak ada T1 : Setting terencana sebagai tanggul sandaran sungai 2 : Pemancing ada yang terdorong secara sosial melalui komunitas hobi ataupun komunitas warga Panorama sungai Ikan banyak, vegetasi tidak ada T1 : Setting terencana sebagai tanggul sandaran sungai 2 : Pemancing ada yang terdorong secara sosial melalui komunitas hobi ataupun komunitas warga 4.5.2 Pola yang Terjadi pada Proses terbentuknya Objek 1 Pola yang terjadi pada proses terbentuknya objek 1 yaitu : 4.5.2.1 Terjadi fenomena pemanfaatan lain dari fungsi utama yang direncanakan pemerintah (T1) seperti duduk-duduk (1), memancing (2), berjualan (3), berbelanja (4) hingga istirahat kerja (5). 4.5.2.2 Aktivitas duduk-duduk (1) selalu terjadi pada objek dengan panorama yang baik walaupun tanpa ada fasilitas pendukung.

107 4.5.2.3 Penataan tambahan oleh pemerintah (T2) yang menambah elemen keteduhan memberikan dampak semakin banyaknya pengunjung (1), termasuk pengunjung yang memanfaatkan sebagai tempat beristirahat kerja (5). (Setting A dan C). 4.5.2.4 Penataan tambahan oleh pemerintah (T2) memiliki rencana sebagai tempat dilangsungkannya acara seremonial. 4.5.2.5 Elemen peneduh disertai ruang sisa yang terdapat pada setting akan mendorong munculnya pedagang tetap (3a), kemudian pedagang tersebut mengundang datangnya pembeli (4). Pedagang tetap dan pengunjung kemudian mengundang kedatangan pedagang keliling (Setting B, D, dan G) 4.5.2.6 Adanya populasi ikan menjadi pendorong utama kehadiran pemancing pada setting (Setting D, E, G dan H) 4.5.2.7 Pedagang keliling lebih fleksibel keberadaannya dibanding pedagang tetap karena sifatnya yang mobil. Pada setting E terdapat pedagang keliling sedangkan tidak ada pedagang tetap karena tidak ada ruang sisa yang merupakan suatu prasyarat mutlak. 4.5.2.8 Salah satu pendukung temuan bahwa ruang sisa dan elemen peneduh merupakan prasyarat mutlak bagi pedagang tetap ditunjukkan pada proses terbentuknya yang terjadi setting F dimana pada awalnya setting memiliki Pohon perindang dan ruang sisa, yang mengundang kedatangan pedagang (tetap dan keliling). Keberadaan pedagang pada saat itu menarik pengunjung datang untuk berbelanja, termasuk kalangan pekerja yang

108 berbelanja sambil beristirahat. Setelah dilakukan penataan oleh pemerintah, dua elemen tersebut hilang dan menghilangkan pedagang sekaligus menghilangkan pengunjungnya. Kini yang tersisa hanya segelintir orang yang duduk-duduk pada pada waktu tertentu, terutama saat suasana teduh (mendung/sore hari) 4.5.2.9 Kegiatan memancing merupakan kegiatan yang paling sedikit memerlukan prasyarat dalam melangsungkan kegiatannya. Hanya populasi ikan yang menarik keberadaan pemancing. Pada Setting H, adanya populasi ikan tanpa elemen lain seperti keteduhan dan panorama tetap menarik kedatangan pemancing. 4.5.3 Proses terbentuknya Objek 2 (Persimpangan Jalan Gelogor Carik- Jalan Taman Pancing) 4.5.3.1 Proses terbentuknya Setting A (Areal Sekitar Jembatan Lama) Setting A adalah sebuah jembatan lama yang dulunya terencana sebagai pintu air (T1) namun kini sudah tidak dipergunakan lagi. Setting memiliki panorama sungai yang baik, populasi ikan yang banyak, serta vegetasi tanaman hias dan pohon perindang yang mempengaruhi berbagai aktivitas yang muncul. Pada tahap 1, setting ini dimanfaatkan menjadi tempat memancing bagi orangorang secara rutin pada waktu-waktu tertentu (2). Munculnya kegiatan memancing diikuti pula dengan semakin banyaknya orang yang duduk-duduk (1). Para pemancing disini juga memiliki kedekatan yang erat sebagai suatu kelompok dengan hobi yang sama. Hal tersebut juga menjadi salah satu pendorong bertambahnya pemancing. Pada tahap 2, pedagang berjualan pada setting (3a)

109 karena terdorong ramainya orang yang duduk-duduk dan memancing. Pedagang yang berjualan pada setting ini ada yang berjualan hanya pada objek (menetap) dan ada juga pedagang yang berkeliling dari tempat lain dan singgah berjualan selama jangka waktu tertentu (3b). Pedagang yang berjualan menetap membentuk setting yang tak terencana pada ruang sisa (TT1) yang terbengkalai. Pada tahap 3, setting semakin ramai dengan orang yang datang berbelanja (4) dan pegawai yang mobil dalam beristirahat kerja (5) maupun pedagang keliling (3b). <<Tinjauan Tipologi Tabel 4.10 Tabel Proses terbentuknya setting A objek 2 Tahap 1 Tahap 2 Tahap3 Tahap 4 T1 TT2 TT2 3a 3b 3a 2A 3b 2A 3a 2A 1 2A 1 5 1 5 1 2 2 4 TT1 2 2 4 T1 Kegi atan Elemen Lanskap Sosial 1 :Duduk-duduk 1 :Duduk-duduk 1: Duduk-duduk 2: Memancing 2 : Memancing 2 : Memancing 3a : Pedagang menetap 3b :Pedagangakeliling 3a : Berjualan menetap 4 : Jajan 5 : Istirahat bekerja Panorama sungai Panorama sungai Panorama sungai Panorama sungai Ikan banyak, vegetasi Ikan banyak, vegetasi Ikan banyak, vegetasi Ikan banyak, vegetasi tanaman hias dan tanaman hias dan pohon tanaman hias dan pohon tanaman hias dan pohon pohon perindang perindang perindang perindang TT2 : Areal jembatan lama yang terbengkalai 2 : Pemancing ada yang terdorong secara sosial melalui komunitas hobi ataupun komunitas warga TT2 : Areal jembatan lama yang terbengkalai dijadikan tempat berdagang TT2 : Areal jembatan lama yang terbengkalai dijadikan tempat berdagang 2 : Pemancing pada k omunitas warga dan hobi TT2 : Areal jembatan lama yang terbengkalai dijadikan tempat berdagang 4.5.3.2 Proses terbentuknya Setting B (Areal Persimpangan Jalan Gelogor Carik- Taman Pancing) Setting B adalah persimpangan Jalan Taman Pancing dengan Jalan Gelogor Carik yang berada di tepi Tukad Badung. Jalan Taman Pancing direncanakan sebagai jalan inspeksi sekaligus jalan alternatif (T1). Pada tahap 1, setting menjadi

110 tempat memancing sejak lama (2) dan menarik pengunjung untuk duduk-duduk (1). Pada tahap 2, ruang sisa di sisi jalan dimanfaatkan oleh pedagang yang berjualan menetap (TT1). Pada tahap 3, Adanya penjual menarik pembeli untuk datang berbelanja (4). Pedagang keliling pun banyak yang menyinggahi setting ini untuk mendapatkan pembeli (3b). Setting ini seringkali dimanfaatkan pemerintah untuk menjadi tempat dilangsungkannya acara-acara seremonial seperti HUT kemerdekaan RI dan HUT Kota Denpasar (7). <<Tinjauan Tipologi Tabel 4.11 Tabel Proses terbentuknya setting B objek 2 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 T1 2B 2 1 T1 TT1 3a 2B 1 2 T1 3b 7 4 2B 2 3a 1 T1 3b 7 4 2B 2 3a 1 Kegiata n 1 :Duduk-duduk 2 : Memancing 1 :Duduk-duduk 2 : Memancing 3a : Berjualan menetap 1: Duduk-duduk 2: Memancing 3a : Pedagang menetap 3b :Pedagangakeliling 4 : Jajan 7: Kegiatan seremonial Elemen Lanskap sos T1 : Setting jalan inspeksi dan kanalisasi TT1 : Ruang sisa ditepi jalan Panorama sungai Ikan banyak, vegetasi tanaman hias, rumput T1 : Setting awal sebagai jalan inspeksi dan kanalisasi TT1 : Pedagang tetap membawa setting baru pada ruang sisa 2 : Pemancing ada yang terdorong secara sosial melalui komunitas hobi ataupun warga 4.5.3.3 Proses terbentuknya Setting C (Areal Jalan Tepi Sungai) Setting C merupakan areal tepi sungai yang bersisian dengan Jalan Taman Pancing. Pada tahap 1, akses yang mudah meningkatkan jumlah pemancing di tepi Tukad Badung (2). Keberadaan sungai dengan ramainya pemancing menarik perhatian orang untuk ikut duduk-duduk di tepi sungai (1). Pada tahap 2, Pedagang keliling secara natural memanfaatkan keramaian tersebut untuk berjualan (3b). Berbagai kegiatan seremonial (7) dilakukan pada setting

111 melakukan acara-acara tertentu seperti kegiatan desa/banjar, hingga kegiatan hajatan oleh warga. Pada tahap 3, muncul warga yang memiliki usaha yang memodifikasi setting yang ada (TT2). Modifikasi setting yang dilakukan tersebut ternyata mengganggu operasional kebersihan sungai (9) Pemanfaatan lain juga dilakukan pada setting seperti menjadikan tempat ternak seperti unggas, sapi, kuda dan lain-lain. <<Tinjauan Tipologi Kegiatan Elem en Lans Sos Tabel 4.12 Tabel Proses terbentuknya setting C objek 2 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 T1 8 2C 2 1 1 :Duduk-duduk 2 : Memancing 8 :Operasional sungai 1 :Duduk-duduk 2 : Memancing 3b : Be rjualan keliling 7 : Acara seremonial 8 :Operasional sungai Panorama sungai Ikan banyak, vegetasi pohon perindang rumput 1 :Duduk-duduk 2 : Memancing 3b : Be rjualan keliling 7 : Acara seremonial 8 :Operasional sungai 9 : Aktivitas lain (rumah makan, parkir, beternak) T1 :Setting awal terencana sebagai jalan inspeksi 2 :Pemancing ada yang terdorong secara sosial melalui komunitas hobi ataupun komunitas warga 4.5.4 Pola yang Terjadi dari Proses terbentuknya Objek 2 Pola proses terbentuknya yang terjadi pada objek 2 yaitu : 4.5.4.1 Terjadi fenomena pemanfaatan lain dari fungsi utama yang direncanakan pemerintah (T1) seperti berkunjung (1), memancing (2), berjualan (3), berbelanja (4). (setting B dan C) 7 T1 8 2C 3b 4.5.4.2 Aktivitas berkunjung (1) selalu terjadi pada objek dengan panorama yang baik walaupun tanpa ada fasilitas pendukung. 2 1 2 3b 4.5.4.3 Pemerintah yang memanfaatkan sebuah fungsi utama (T1) berupa kanalisasi untuk acara seremonial (7) justru mendorong masyarakat untuk 9 8 7 2C 1 T1 9 8 7 2C 3b 2 T1 1

112 memanfaatkan kanalisasi tersebut untuk kepentingannya masing-masing yang tidak jarang mengganggu fungsi utama (8) 4.5.4.4 Adanya sebuah bekas fasilitas pemerintah yang terbengkalai disertai, panorama, keteduhan tetap (Pohon perindang) yang terdapat pada setting akan mendorong munculnya pengunjung hingga pegawai yang beristirahat, selain itu juga muncul pedagang tetap (3a), dimana pedagang tersebut mengundang datangnya pembeli (4). Pedagang tetap dan pengunjung kemudian mengundang kedatangan pedagang keliling (3b) (Setting A) 4.5.4.5 Hanya ruang sisa saja juga dapat mendorong munculnya pedagang tetap (3a) meskipun tidak ada keteduhan, itu dikarenakan ada faktor pendorong lain yaitu lokasi yang strategis (Setting B). Keberadaan pedagang tersebut mengundang datangnya pembeli (4). Pedagang tetap dan pengunjung kemudian mengundang kedatangan pedagang keliling (3b) (Setting B). Namun karena tidak adanya keteduhan tetap maka pengunjung hanya ramai pada saat ada keteduhan yang bersifat temporal (mendung/sore hari) 4.5.4.6 Adanya populasi ikan menjadi pendorong utama kehadiran pemancing pada setting. 4.5.4.7 Pedagang keliling lebih fleksibel keberadaannya dibanding pedagang tetap karena sifatnya yang mobil. Pada setting C pedagang keliling berjualan hingga ke areal kanalisasi sedangkan tidak ada pedagang tetap karena tidak adanya ruang sisa yang merupakan suatu prasyarat mutlak.

113 4.5.4.8 Kegiatan memancing merupakan kegiatan yang paling sedikit memerlukan prasyarat dalam melangsungkan kegiatannya. Hanya populasi ikan yang menarik keberadaan pemancing. Pada Setting B dan C, adanya populasi ikan tanpa elemen lain seperti keteduhan dan panorama tetap menarik kedatangan pemancing. 4.5.5 Proses terbentuknya Objek 3 (Waduk Muara Nusadua) 4.5.5.1 Proses Terbentuknya Setting A (Areal Bangku Beton) Setting A adalah areal pertama yang dijumpai saat memasuki objek 3 Waduk Muara Nusadua dimana pada awalnya hanyalah areal tepi waduk biasa dengan jalan kontrol (T1) untuk menunjang kegiatan operasional (8). Tabel 4.13 Tabel Proses terbentuknya setting A objek 3 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 <<Tinjauan Tipologi Kegiatan Elemen Sos ial T1 8 3A 1 :Duduk-duduk 2 : Memancing 8 :Operasional waduk Lanskap Panorama sungai 1: Duduk-duduk 2: Memancing 3b : Berjualan keliling 4 : Jajan 5 : Istirahat bekerja 6 : Retribusi parkir 8 :Operasional waduk Ikan banyak, vegetasi pohon perindang rumput T1 :Setting awal sebagai jalan tepi waduk 2 1 5 T1 8 3A 1 2 4 T1 : Jalan kontrol waduk T2 :Penataan setting rekreasi 2 : Pemancing ada yang terdorong secara sosial melalui komunitas hobi 3b T2 6 1: Duduk-duduk 2: Memancing 3b : Berjualan keliling 4 : Jajan 5 : Istirahat bekerja 6 : Retribusi parkir 7 : Kegiatan seremonial 8 :Operasional waduk Pada tahap 1, ramainya orang yang memancing (2) diikuti dengan orang yang T1 6 8 3A 1 5 2 4 3b T2 7 T1 8 5 4 3A 3b 7 1 2 T2 duduk-duduk (1) melihat pemandangan sekitar dan diikuti oleh pedagang keliling

114 (3b). Setting yang ramai kemudian mendorong pemerintah merencanakan penataan (T2) dan memberlakukan retribusi (6) pada setting ini walaupun pemberlakuan retribusi tersebut tidak berjalan lama. Pada setting juga dijadikan tempat istirahat bagi para pekerja yang melewati Jalan By Pass Ngurah Rai (5). Hingga kini aktivitas memancing, duduk-duduk dan pedagang masih terus berjalan secara alami pada setting. 4.5.5.2 Proses terbentuknya Setting B (Areal Pengelola Waduk) Setting B dekat dengan jembatan kontrol dan juga bangunan pengelola (T1) termasuk sebuah warung (3a) yang menjual keperluan pemancing (T2). Bangunan berfungsi untuk memarkir alat berat untuk operasional waduk dan bangunan warung (8). Pada setting juga terdapat sungai kecil yang melintas dibawah jalan kontrol dan bermuara ke waduk. Pada tahap 1, banyak pemancing yang justru memancing di sungai yang bermuara ke waduk. <<Tinjauan Tipologi Kegiatan Elemen Lanska p sos T1 Tabel 4.14 Tabel Proses terbentuknya setting B objek 3 8 3B 3a 2 3b 2: Memancing 3a :Berjualan menetap 4 : Jajan 8 :Operasional waduk Tahap 1 Tahap 2 4 T2 2: Memancing 3a :Berjualan menetap 3b : Berjualan keliling 4 : Jajan 8 :Operasional waduk Panorama waduk Ikan banyak, vegetasi rumput T1 : Setting awal sebagai jalan tepi waduk dengan bengunan pengelola T2 : Setting tambahan berupa bangunan warung T1 8 3B 3a 2 4 3b 2 : Pemancing ada yang terdorong secara sosial melalui komunitas hobi T2

115 Pengunjung objek berbelanja (4) pada setting dan ikut menarik pedagang keliling (3b) untuk sesekali berhenti dan menunggu pembeli disini. 4.5.5.3 Setting C (Areal sekitar Pintu Air Waduk Muara) Setting C adalah areal sekitar pintu air muara ke perairan hutan mangrove dengan beberapa bangunan pengelola (T1) yang salah satunya dijadikan warung (T2). Pada tahap 1, adanya warung menarik pengunjung untuk berbelanja (1). Adanya larangan masuk pada pintu air tidak menghalangi para pemancing untuk memancing disana (2). Pada tahap 2, keberadaan pemancing mendorong datangnya pedagang keliling (3b) memasuki setting yang terlarang. Tabel 4.15 Tabel Proses terbentuknya setting C objek 3 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 <<Tinjauan Tipologi Kegiatan Elemen Lanskap sos ial T1 8 4 3C 2 3a T2 2: Memancing 3a :Berjualan menetap 4 : Jajan 8 :Operasional waduk 2: Memancing 3a :Berjualan menetap 3b : Berjualan keliling 4 : Jajan 8 :Operasional waduk Panorama waduk Ikan banyak, vegetasi rumput, pohon perindang T1 :Setting awal sebagai pintu air waduk muara T2 :Setting tambahan berupa bangunan warung 2 : Pemancing ada yang terdorong secara sosial melalui komunitas hobi T1 8 4 3b 3C 2 3a T2 T1 8 3C 4 3b 2 3a 2: Memancing 3a :Berjualan menetap 3b : Berjualan keliling 4 : Jajan 8 :Operasional waduk T2 4.5.5.4 Proses Terbentuknya Setting D (Areal Tepi Waduk Muara) Setting D merupakan setting yang mewakili sebagian besar objek yang terencana sebagai sandaran waduk yang landai (T1). Pada tahap 1, waduk secara alami mengundang pemancing (2) dan pengunjung datang (1). Pada tahap 2,

116 keberadaan aktivitas tersebut kemudian mendatangkan lebih banyak pedagang yang berjualan pada objek (3b) dan juga orang yang berbelanja (4). <<Tinjauan Tipologi T1 8 Tabel 4.16 Tabel Proses terbentuknya setting D objek 3 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 T1 T1 3D 8 3D 8 3D 1 4 1 1 4 2 3b 2 2 3b Kegi atan azele men Lans 1 : Duduk-duduk 1 : Duduk-duduk 2: Memancing 2: Memancing 3b : Berjualan keliling 4 : Jajan 8 :Operasional waduk 8 :Operasional waduk Panorama waduk Ikan banyak, vegetasi rumput, T1 :Setting awal sebagai tanggul waduk muara sos - 4.5.6 Pola yang Terjadi dari Proses Terbentuknya Objek 3 Pola proses terbentuknya yang terjadi pada objek 3 yaitu : 4.5.6.1 Terjadi fenomena pemanfaatan lain dari fungsi utama yang direncanakan pemerintah (T1) seperti berkunjung (1), memancing (2), berjualan (3), berbelanja (4). 4.5.6.2 Sistem pengelolaan (6) yang diberlakukan setelah penataan objek (T2) tidak berjalan lama dan hanya menyisakan setting baru yang kemudian menarik lebih banyak pengunjung dan kegiatan lain seperti orang yang berjualan (3), beristirahat kerja (5) 4.5.6.3 Aktivitas berkunjung (1) selalu terjadi pada objek dengan panorama yang baik walaupun tanpa ada fasilitas pendukung. 4.5.6.4 Adanya populasi ikan menjadi pendorong utama kehadiran pemancing (2) pada setting.

117 4.5.6.5 Kegiatan memancing merupakan kegiatan yang paling sedikit memerlukan prasyarat dalam melangsungkan kegiatannya. Hanya populasi ikan yang menarik keberadaan pemancing. 4.5.6.6 Pedagang keliling lebih fleksibel keberadaannya dibanding pedagang tetap yang hanya pada setting B dan C karena sifatnya yang mobil. Pada setting D pedagang keliling berjualan di sepanjang areal tepi waduk. Pedagang tetap yang bisa berjualan pada objek ini sebatas kerabat dari pengelola waduk. 4.5.6.7 Panorama berpengaruh terhadap pengunjung, pada setting B, panorama yang terganggu adanya tiang sutet dan lalu lalang alat berat berdampak pada sepinya pengunjung begitu pula dengan populasi ikan yang rendah menyebabkan sepinya pemancing. 4.5.6.8 Pada setting C terdapat setting yang direncanakan sebagai fungsi utama (pintu air) maupun kegiatan rekreasi yang terencana (dibuatnya warung dan penyewaan jukung). Pintu air waduk muara aksesnya dibatasi ternyata dilanggar oleh kegiatan memancing dan juga pedagang keliling. 4.6 Pola Hubungan Setting-Perilaku pada Proses Terbentuknya Setting Banyak pakar ilmu arsitektur/psikologi lingkungan yang menyetujui bahwa terdapat hubungan timbal balik antara perilaku manusia dengan lingkungan fisik sebagai wadah kegiatan manusia. Demikian halnya dalam penelitian ini ditemukan adanya beberapa hubungan timbal balik yang akan dijelaskan sebagai berikut.

118 4.6.1 Setting yang Mempengaruhi Perilaku Pola hubungan yang pertama adalah setting yang mempengaruhi perilaku.pada fenomena ini, setting yang memberi pengaruh terhadap segala perilaku yang terjadi didalamnya. Terdapat dua jenis fenomena ini yaitu setting yang mendorong terjadinya perilaku dan setting yang mengubah perilaku. 4.6.1.1 Setting yang mendorong terjadinya berbagai perilaku Fenomena ini terjadi saat setting memiliki kualitas fisik yang dinilai dapat mewadahi suatu aktivitas, baik terencana atau tidak. Pelaku aktivitas kemudian secara alami memanfaatkan setting tersebut untuk wadah kegiatannya. T1 N Perencanaan utama yang mempengaruhi setting n Berbagai aktivitas yang muncul Gambar 4.63 Diagram setting yang mendorong terjadinya berbagai perilaku Fenomena ini terjadi pada objek 1 yaitu pada setting A tahap 1, tahap 3, setting B tahap 2, setting C tahap 3, setting D tahap 1, tahap 3, setting E tahap 1, setting F tahap 1, setting G tahap 1, tahap 3, setting H tahap 1. Pada objek 2 terjadi pada setting A tahap 1, tahap 3, setting B tahap 1, tahap 3, setting C tahap 1, tahap 2. Pada objek 3 terjadi pada setting A tahap 1, tahap 2, setting B tahap 1, setting C tahap 1.

119 4.6.1.2 Setting yang merubah perilaku Fenomena ini terjadi pada saat setting memiliki kualitas fisik tertentu yang dapat merubah kegiatan yang ada didalamnya. Perencanaan tambahan yang masuk dan mempengaruhi setting Setting baru telah merubah aktivitas yang ada T1 n N n n T2 T1 n N n n T2 T1 n N T2 Setting dengan perencanaan awal dan berbagai aktivitas alami didalamnya Setting yang berubah karena perencanaan menjadi tidak ideal bagi beberapa aktivitas Gambar 4.64 Diagram setting yang merubah perilaku Terjadi pada objek 1 yaitu pada setting F tahap 3 dimana penataan yang dilakukan pemerintah kota mengubah setting dengan yang baru dan juga mengubah aktivitas yang ada didalamnya. 4.6.2 Perilaku yang Mempengaruhi Setting Pola hubungan berikutnya adalah perilaku yang mempengaruhi setting dimana perilaku yang terjadi akan memberi pengaruh terhadap bentuk fisik dari setting. Adapun terdapat dua jenis fenomena ini yang ditemukan pada penelitian yaitu perilaku yang mendorong terbentuknya suatu setting secara tidak langsung dan secara langsung.

120 4.6.2.1 Perilaku yang mendorong terbentuknya setting baru secara tidak langsung Pada fenomena ini, terdapat setting yang menjadi stimulus yang mendorong setting lain untuk berubah mengikuti setting tersebut. Proses perubahan setting yang terdorong setting lain tersebut melalui jangka waktu yang lama atau tidak spontan/tidak langsung. T1 N n 6 T2 setting dengan perencanaan tertentu (T1) Setting Perencanaan tambahan (T2) mengikuti setting T1 Aktivitas alami pada T1 yang memicu masuknya perencanaan tambahan pada T2 Gambar 4.65 Diagram setting yang mendorong terjadinya setting baru Fenomena ini terjadi pada objek 1 : setting A tahap 2, setting C tahap 2. Terjadi pada objek 3 yaitu pada setting A tahap 2. 4.6.2.2 Perilaku pada setting yang membentuk setting secara langsung Pada fenomena ini, terdapat setting yang menjadi stimulus yang mendorong setting lain untuk berubah mengikuti setting tersebut. Pada fenomena ini proses terbentuknya setting terjadi secara spontan/langsung atau dalam jangka waktu yang cenderung cepat. T1 N TT1 3a Perlengkapan yang dibawa pedagang membentuk setting baru Setting awal yang terencana sebagai fungsi utama Gambar 4.66 Diagram setting yang mendorong terjadinya setting baru

121 Fenomena ini terjadi pada objek 1 yaitu pada setting B tahap1, setting D tahap 2, setting F tahap 2 dan setting G tahap 2. Fenomena ini cenderung terjadi pada pedagang yang membawa peralatan berdagang pada setting. Peralatan dagangan tersebut kemudian membentuk setting baru pada objek. Pada objek 2 terjadi pada settting A tahap 2 dan setting B tahap 2. 4.6.3 Perilaku yang Melanggar Setting Kecenderungan pola hubungan yang ketiga adalah perilaku yang melanggar setting. Pada fenomena ini, kegiatan dilakukan bertentangan dengan peraturan yang berlaku pada setting. Ada dua jenis perilaku yang melanggar setting pada penelitian ini yaitu perilaku dalam areal yang dilarang dan perilaku yang membentuk setting yang mengganggu fungsi setting utama. 4.6.3.1 Perilaku dalam setting yang dilarang Fenomena ini merupakan perilaku yang melanggar fungsi utama setting. Fenomena ini terjadi pada objek 3 pada setting C tahap 2 dimana terdapat kegiatan memancing dan pedagang yang memasuki ruang yang dilarang untuk umum. Perencanaan awal pada setting melarang akses publik (berbahaya) Perilaku memasuki setting terlarang (2: memancing 3b : pedagang keliling 3b T1 2 N T2 n Perencanaan tambahan pada setting dengan beberapa kegiatan yang muncul didalamnya Gambar 4.67 Diagram perilaku dalam setting yang dilarang

122 4.6.3.2 Perilaku yang membentuk setting yang mengganggu fungsi setting utama Fenomena ini merupakan perilaku yang membentuk setting yang mengganggu fungsi setting utama. Fungsi utama setting pada objek yang berupa areal tepi sungai yaitu operasional pengendalian air sungai dan kegiatan pembersihan rutin. Fenomena ini terjadi pada objek 2 yaitu pada setting C tahap 3. Berbagai aktivitas yang muncul pada setting menciptakan setting baru yang menggaggu fungsi setting utama TT2 9 N T1 n Fungsi utama pada setting yang ditambahkan aktivitas seremonial (organizational) Gambar 4.68 Diagram perilaku yang membentuk setting yang mengganggu fungsi setting utama 4.7 Analisis Tipologi dalam Proses Terbentuknya Setting (Tema Temuan) Adapun dalam penjabaran proses terbentuknya setting akan menggunakan skema dengan tahapannya. Dalam penjabaran tahapan tersebut terdapat komponen penyusun yang menggunakan beberapa tipologi yang kemudian diidentifikasi sebagai berikut. 4.7.1 Elemen Penyusun Lanskap Berbagai elemen fisik yang ada pada setting kemudian dijabarkan masingmasing dengan berlandaskan teori yang membagi elemen fisik lanskap menjadi 3 yaitu (Burton,1995) : 4.7.1.1 Bentuk permukaan bumi dalam panorama Dalam pariwisata unsur ini menentukan ada tidaknya kenampakan alam yang dapat dijadikan sumber atraksi. Pada objek penelitian, terdapat bentuk geografis dari sungai yang terhampar luas dengan lebarnya memberikan pandangan yang

123 menjadi daya tarik/sumber atraksi. Hal penting yang dimiliki pada sungai adalah air dapat membentuk dan mempertajam landform. Bentang alam pada setting-setting dalam objek dapat direpresentasikan sebagai panorama. Terdapat enam panorama ditandai dengan V1, V2, V3, V4, V5 dan V6. Adapun pembagian panorama dijabarkan dalam gambar dibawah. A F B C V3 V2 E V1 G D V5 V4 H V6 Gambar 4.69 Peta pembagian panorama objek 1 Pada Objek 1, V1 yaitu perairan yang cukup luas dengan latar pepohonan di sisi timur termasuk setting F. Panorama V2 memperlihatkan jembatan pintu air tampak utara. Lebar sungai yang mencapai belasan meter dan dibendungnya air sungai menyebabkan permukaan air sungai yang tinggi dan beriak teratur oleh hembusan angin. Gambar 4.70 Panorama V1, V2 dan V3 pada objek 1

124 Panorama V3 melihat dari sisi timur sehingga dapat melihat setting A dan setting F sebagai pemandangan di seberang barat dengan beberapa pepohonan yang tidak serindang sisi timur sungai. Panorama V4 adalah hamparan sisi seberang timur sungai. Panorama V5 adalah melihat dari selatan air yang terjun dari pintu air badan Tukad Badung yang mengalir ke arah hilir. Panorama V6 adalah lingkungan di seberang barat sungai berupa jalan yang agak gersang dengan deretan perumahan penduduk. Gambar 4.71 Foto panorama V4, V5 dan V6 pada objek 1 B C V1 V2 A V3 V4 Gambar 4.72 Peta panorama objek 2 Panorama pada objek 2 yang dapat dinikmati yaitu ada di sisi timur sungai yang dapat dibagi menjadi empat yaitu V1, V2, V3 dan V4. PanoramaV1 yaitu sisi sebelah utara sungai yang terlihat pemandangan Tukad Badung beserta keadaan lingkungan disekitarnya berupa jalan, pepohonan dan pemukiman

125 penduduk. Panorama V2 meliputi lingkungan di seberang timur Tukad Badung berupa jalan tepi sungai, beberapa pepohonan dan pemukiman penduduk. Gambar 4.73 Foto panoramabentang V1 dan V4 pada objek 2 Panorama V3 adalah sisi utara jembatan lama diatas aliran Tukad Badung. PanoramaV4 yaitu hamparan di di sisi selatan objek yang terdapat jembatan jalan Grya Anyar yang melintasi Tukad Badung, Pura Luhur Griya Anyar di timur sungai dan jalan setapak di sisi barat sungai. Gambar 4.74 Foto panorama V2 pada objek 2 Gambar 4.75 Foto panorama V3 pada objek 2 Bentang alam pada objek 2 merupakan salah satu faktor pengaruh untuk menarik kedatangan pengunjung. Selain bentang alam ada beberapa faktor lain yang kemudian menjadi bahan pertimbangan dari kedatangan pengunjung pada objek.

126 A B V1 D D V2 V3 c Gambar 4.76 Peta panorama pada objek 3 Panorama pada objek 3 dapat dibagi menjadi 4 yaitu V1, V2 dan V3. Pada panoramav1 pemandangan yang ada adalah hamparan waduk di utara jembatan kontrol. Terdapat hamparan waduk yang luas dengan hijaunya pepohonan ditepinya dan langit diatasnya namun agak terganggu dengan jembatan kontrol dan tiang sutet. PanoramaV2 adalah pemandangan di selatan jembatan kontrol. Hamparan waduk dan juga areal hijau di tepi waduk. Di sisi selatan terdapat pemandangan hutan mangrove yang sangat indah di selatan waduk muara. Gambar 4.77 Panorama V1, V2 dan V3 pada objek 3 Panorama pada objek 3 merupakan salah satu faktor utama untuk menarik kedatangan pengunjung.