MITIGASI DAN REKONSTRUKSI PASCA GEMPA :PENGALAMAN DARI JEPANG. Retna Hidayah Staf Pengajar FT UNY

dokumen-dokumen yang mirip
UKDW BAB 1 PENDAHULUAN

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

Rumah Tahan Gempa (Bagian 2) Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT.

KELAYAKAN BANGUNAN RUMAH TINGGAL SEDERHANA (SETENGAH BATA) TERHADAP KERUSAKAN AKIBAT GEMPA INTISARI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Beton merupakan salah satu material utama yang banyak digunakan untuk

KERENTANAN (VULNERABILITY)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

TIPIKAL & JENIS KERUSAKAN BANGUNAN AKIBAT GEMPA?

Gambar 1. Posisi Indonesia dalam Area Ring of Fire Sumber: Puslit Geoteknologi

Alternatif Menghadapi Gempa dengan "Segitiga Kehidupan"

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil

STUDI PENGARUH PEMASANGAN ANGKUR DARI KOLOM KE DINDING BATA PADA RUMAH SEDERHANA AKIBAT BEBAN GEMPA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Bab III. Analisa Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber: Suku Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta

DAFTAR ISI. Desain Premis... BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Gempa Bumi di Indonesia... 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

Penataan Kota dan Permukiman

BAB I PENDAHULUAN. terletakm pada 3 pertemuan lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia

BAB V PEMBAHASAN. PT. INKA (Persero) yang terbagi atas dua divisi produksi telah

PROSEDUR KESIAPAN TANGGAP DARURAT

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB 1 PENDAHULUAN. di wilayah Sulawesi terutama bagian utara, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.

AKADEMI SEPAKBOLA INDONESIA KONSEP EKSTERIOR

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB VI KONSEP PERANCANGAN MONUMEN GEMPA BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

Penggunaan APAR dan Kedaruratan

Segitiga Kehidupan Saat terjadi gempa. Doug Copp, Kepala Penyelamat dan Manajer Bencana dari American Rescue Team International (ARTI),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V KONSEP PERANCANGAN

KAJIAN EKSPERIMENTAL PADA DINDING BATA DI LABORATORIUM DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISPLACEMENT CONTROL ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

MANAJEMEN BENCANA PENGERTIAN - PENGERTIAN. Definisi Bencana (disaster) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

TEORI TEKTONIK LEMPENG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV TINJAUAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Tsunami 26 Desember 2004 yang disebabkan oleh gempa 9.1 SR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISA PENGARUH DINDING GESER PADA STRUKTUR BANGUNAN HOTEL BUMI MINANG AKIBAT BEBAN GEMPA ABSTRAK

BAB V. Konsep Perancangan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

The Via And The Vué Apartment Surabaya. Dyah Tri S

Materi Kuliah Manajemen Risiko Bencana Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Agus Setyo Muntohar, Ph.

MENCERMATI STANDAR PENGAMANAN GEDUNG UNTUK ANTISIPASI BAHAYA KEBAKARAN

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB V KONSEP. perencanaan Rumah Susun Sederhana di Jakarta Barat ini adalah. Konsep Fungsional Rusun terdiri dari : unit hunian dan unit penunjang.

ABSTRAK. Kata Kunci: gempa, kolom dan balok, lentur, geser, rekomendasi perbaikan.

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Perkembangan pembangunan yang sangat pesat, juga diikuti munculnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh faktor alam, atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGENALAN. Irman Sonjaya, SE

Metodologi Penilaian Kerusakan dan Kerugian Akibat Bencana. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Pasca Bencana

Disaster Management. Transkrip Minggu 2: Manajemen Bencana, Tanggap Darurat dan Business Continuity Management

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah inti, putih telurnya adalah selubung, dan cangkang telurnya adalah kerak.

BENCANA GERAKAN TANAH DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan

BAB I PENDAHULUAN. Dinding geser pelat baja (Steel Plate Shear Walls, SPSW) sebenarnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam selama ini selalu dipandang sebagai forcemajore yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG)

POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*)

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH KERETAKAN PADA BETON. Beton merupakan elemen struktur bangunan yang telah dikenal dan banyak

MITIGASI BENCANA BENCANA :

BAB I PENDAHULUAN. informasi dapat diwujudkan lingkungan yang cerdas.

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.

BAB I PENDAHULUAN. penyimpanan bagi produk dan bahan baku tetapi juga menjaga kelancaran

BAB 1 : PENDAHULUAN. bumi dan dapat menimbulkan tsunami. Ring of fire ini yang menjelaskan adanya

PENGARUH PENGGUNAAN SEISMIC BASE ISOLATION SYSTEM TERHADAP RESPONS STRUKTUR GEDUNG HOTEL IBIS PADANG ABSTRAK

PENERAPAN EMERGENCY RESPONSE PLAN PADA GEDUNG PERKANTORAN DAN PERDAGANGAN PROYEK PT. TATA. Oleh: Inggi Irawan ( )

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

RUMAH DAN SEKOLAH TERBUKA KORBAN BENCANA TSUNAMI DI ACEH DAN SUMATERA UTARA

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2004 yang melanda Aceh dan sekitarnya. Menurut U.S. Geological

SISTEM STRUKTUR PADA BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT

Shanghai World Finansial Center Shanghai, China

PERBAIKAN ELEMEN STRUKTUR PASCA KEBAKARAN. Kusdiman Joko Priyanto. Abstrak

ANALISA STRUKTUR DI WILAYAH SUMATERA BARAT (KOTA PADANG) PASCA GEMPA 30 SEPTEMBER 2009

Rambu evakuasi tsunami

Transkripsi:

MITIGASI DAN REKONSTRUKSI PASCA GEMPA :PENGALAMAN DARI JEPANG Retna Hidayah Staf Pengajar FT UNY ABSTRAK: 27 Mei 2006, 05.53 WIB Yogyakarta digoncang gempa dengan kekuatan 5,9 skala Richter. Gempa mengakibatkan lebih dari 5.800 korban jiwa dan 38.000 korban luka-luka dan merusakkan lebih dari 610.000 bangunan. Ini bukan kejadian pertama di Indonesia, publik pun sadar, bahwa Indonesia yang terletak pada pertemuan dua lempeng berpotensi mengalami gempa berulang, sebagaimana Jepang. Paper ini bertujuan menggambarkan pengalaman-pengalaman Jepang dalam menangani gempa, terutama berkaitan dengan :1) tahapan rekonstruksi; 2) problem konstruksi, rancangan bangunan tahan gempa, dan strategi retrofitting. Keywords: fase rekonstruksi, penanganan gempa, bangunan tahan gempa, Jepang 1. PENDAHULUAN Jepang terletak pada pertemuan 4 lempeng tektonik; kondisi yang menghasilkan potensi besar bagi negara ini untuk selalu mengalami gempa secara terus-menerus (gambar 1.1.). Salah satu gempa besar terjadi pada 17 Januari 1995 yang mengguncang Kobe, wilayah pusat kota berpopulasi 1,5 juta jiwa dengan kepadatan tinggi, dengan kekuatan 7.2 skala Richter (gambar 1.2.). Gempa yang dikenal dengan Gempa Besar di Hanshin-Awaji ini membuat 6.434 penduduk meninggal dunia, 43.792 Gambar 1.1. Empat lempeng tektonik yang bertemu di wilayah Jepang (Ukai T, 1996) Gambar 1.2. Episentrum gempa Hanshin-Awaji dan wilayah yang mengalami kerusakan (Ukai T, 1996) Disampaikan dalam Seminar Mengelola Bencana Ala Jepang di Lemlit UNY, 21 September 2006 1

luka-luka, dan 250.000 bangunan rusak Hampir 80% korban meninggal karena tertimpa reruntuhan rumah kayu yang banyak ditemukan di pusat kota dan juga diakibatkan kebakaran yang terjadi sesaat setelah gempa. Banyaknya korban dan kerusakan akibat gempa Hanshin-Awaji di high-tech contemporary city ini, membawa kesadaran baru bagi pemerintah Jepang untuk lebih serius mengantisipasi bencana akibat gempa. Hari kejadian gempa Hanshin-Awaji dimanfaatkan sebagai titik tolak untuk mengevaluasi penanganan bencana gempa yang masih diperingati setiap tahunnya dan proses rekonstruksinyapun masih berlangsung hingga saat ini meskipun telah lewat lebih dari 11 tahun dari kejadian. 2. TAHAP REKONSTRUKSI GEMPA HANSHIN-AWAJI 2.1. Tahap 1: Penanganan Awal ( 72 jam pertama pasca gempa) Proses penanganan bencana diawali dengan mengidentifikasi kerusakankerusakan dan korban meliputi: pemetaan vibrasi gempa dan kondisi geologis, pendataan korban meninggal dan luka, kejadian dan sebaran kebakaran, kerusakan jalur transportasi dan fasilitas publik. Temuan ditindaklanjuti dengan mem-breakdown komunikasi, mengevakuasi korban, dan mencegah kerusakan - kerusakan lanjutan.. 2.2. Tahap 2: Langkah Darurat Penanganan Bencana (hari ke-4 sampai minggu ke-3 pasca gempa) Fasilitas-fasilitas publik mulai dievakuasi, termasuk penyediaan lingkungan hunian sementara untuk korban yang kehilangan rumah. Korban sementara tinggal di aula-aula sekolah dan universitas maupun di kantor-kantor pemerintah. Menjadi kebijakan pemerintah Jepang, bahwa sekolah-sekolah (SD sampai SMA) dirancang memenuhi standar fungsi tertentu, termasuk keberadaan lapangan indoor dan outdoor yang dapat dimanfaatkan sekaligus pada kondisi darurat sebagai tempat penampungan sementara ketika terjadi bencana. Pemerintah daerah, Hyogo perfectural government, bekerja sama dengan sukarelawan yang datang dari kota-kota sekitar mensupport keperluan korban, termasuk membersihkan puing-puing akibat gempa. Public utility diprioritaskan untuk dibenahi termasuk penyediaan air bersih, gas, listrik dan jaringan telepon. Listrik dan jaringan telepon dapat berfungsi kembali dalam jangka waktu 2-3 minggu pasca gempa, sementara jaringan gas dan system penyediaan air bersih dapat normal kembali setelah 2-3 bulan (table 2.1). Disampaikan dalam Seminar Mengelola Bencana Ala Jepang di Lemlit UNY, 21 September 2006 2

Tabel 2.1. Kerusakan dan Perbaikan Public Utility (Shiozaki, 2005) Public utility Kerusakan Perbaikan Listrik 2,6 juta rumah padam total (termasuk Osaka perfecture bagian utara) 23 Januari 1995 bisa disambung lagi, kecuali pada rumah yang rusak total Gas Suplai pada 845.000 rumah terhenti 11 April 1995 tersuplai lagi, kecuali pada rumah yang rusak total Air bersih Suplai pada 1,27 juta rumah terhenti 28 Februari 1995 perbaikan sementara 17 April 1995 diperbaiki seluruhnya Sistem sanitasi 18 titik pengelolaan sanitasi rusak, 47 titik pompa rusak, 316 km saluran pipa rusak 20 April 1995 perbaikan sementara 27 April 1999 diperbaiki seluruhnya Telepon 285.000 line jaringan utama putus 18 Januari 1995 line jaringan utama 193.000 line jaringan putus tersambung seluruhnya 31 Januari 1995 line tersambung seluruhnya kecuali pada rumah rusak total 2.3. Tahap 3: Perbaikan dan Rekonstruksi Total (minggu ke-4 sampai bulan ke-6) Pada tahap ini, rumah-rumah sementara (T-shelter) mulai direncanakan dan dibangun sehingga korban yang kehilangan rumah dapat dievakuasi dari tempat tinggal daruratnya. Sebanyak 48.300 unit rumah sementara tipe 2K (dua kamar tidur, 1 dapur dengan luas rata-rata 26,4 m2, dengan biaya per unit 2,8 juta yen atau setara dengan 215, 6 juta rupiah) dibangun di daerah sub-urban di luar wilayah Hyogo perfecture; jumlah sebanyak ini hanya mencukupi 31,7% total kebutuhan akan rumah sementara. Shigeru Ban, seorang arsitek ternama Jepang menyumbang satu dari sekian rancangan rumah sementara dari kertas dengan pertimbangan kemudahan dalam pengerjaan, low cost, dan dapat direcycle (gambar 2.1.), juga sebuah public hall yang juga difungsikan sebagai gereja (gambar 2.2.) Gambar 2.1. Rumah sementara rancangan Shigeru Ban. Pondasi kotak bir berisi pasir, dinding pipa kertas, atap dan plafon tenda vinil yang dipasang terpisah Gambar 2.2. Gereja takatori rancangan Shigeru Ban. Selesai dibangun minggu ke-5 pasca gempa, luas 10 x 15 m2 untuk 80 tempat duduk, disusun dari 58 buah kertas silinder dengan ketebalan 15mm (panjang 5 m, diameter 330 mm). Disampaikan dalam Seminar Mengelola Bencana Ala Jepang di Lemlit UNY, 21 September 2006 3

Kebijakan membangun rumah sementara di luar wilayah gempa, belakangan memunculkan perdebatan. Di samping secara fisik tidak cukup nyaman ditinggali: ruang yang sempit, material tidak menahan panas sehingga pada musim panas suhu ruang mencapai 40 C dan mencapai 0 C di musim dingin, sementara instalasi AC tidak terpasang; sistem pendistribusian rumah sementara dianggap mengabaikan local community network. Banyak keluarga kehilangan kontak dengan tetangganya, dan dilaporkan 235 orang meninggal dalam kesendirian (kodokushi) dan jumlah pelaku bunuh diri meningkat. Selain membangun rumah sementara pada tahap ini program pembangunan kembali rumah-rumah juga dimulai. Pemerintah menargetkan membangun 70.800 unit public rental housing, 8.200 unit private rental housing, dan 42.000 unit rumah siap bangun sesuai dengan jumlah korban yang kehilangan rumah. HAT Kobe, adalah salah satu blok yang dibangun untuk maksud tersebut (gambar 2.4.). Blok ini dibangun dengan konsep mixed land use yang mewadahi aktivitas rumah tinggal, pertokoan, sekolah, klinik-klinik kesehatan dan panti jompo bagi korban gempa. Pada tahap ini restorasi dan rekonstruksi industri juga mulai dicanangkan. Area-area komersial dan industri dibangun kembali untuk menormalkan kehidupan kota. Komunitas kota didorong untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan pembangunan kembali yang diekspresikan dalam community development (machizukuri) dalam bentuk kolaborasi. Gambar 2.4. HAT Kobe, satu blok yang dibangun dalam rangka rekonstruksi unit hunian pasca gempa, mencakup public dan private rental housing. Gambar 2.5. Museum Hyogo dan Earthquake Memorial Building dibangun berdampingan di HAT Kobe Bagaimanapun, city planning yang digagas pemerintah Jepang tak luput dari kritik. Beberapa area yang rusak berat dibangun kembali dengan bentuk highrise building, yang di kemudian hari justru memunculkan persoalan baru, dengan adanya ketimpangan ekonomi. Disampaikan dalam Seminar Mengelola Bencana Ala Jepang di Lemlit UNY, 21 September 2006 4

2.4. Tahap 4: Evaluasi Berkelanjutan Pasca Pelaksanaan Tahap ke-3 (mulai bulan ke-6) Setelah 6 bulan lewat dari kejadian gempa, ditetapkan sebagai tahapan untuk memulai proses pemulihan kehidupan masyarakat menuju kondisi yang normal. Proyek-proyek pendampingan bagi korban yang tinggal di rumah sementara tetap berlangsung, selain mengusahakan pembangunan kembali unit-unit hunian. Lapangan kerja mulai dibuka bersamaan dengan pembangunan kembali pusat-pusat industri dan pusat komersial untuk me-recovery kehidupan industri dan kota, termasuk me-recovery jumlah populasi. Sebagai akibat adanya program evakuasi ke luar Hyogo prefecture, sensus penduduk bulan April 1996 menunjukkan bahwa jumlah populasi menurun hingga 162.000 jiwa. Gambar 3.1. Jalan layang yang patah akibat gerakan permukaan Gambar 3.2. Jalur kereta api patah akibat gerakan permukaan 3. PERMASALAHAN KONSTRUKSI 3.1. Kerusakan yang Disebabkan Gerakan Permukaan Gerakan tanah dan permukaan yang yang ditimbulkan gempa mampu merusakkan jalan, jalur kereta api, dan pondasi bangunan. Struktur bangunan sangat mungkin patah sebagai akibat adanya gerakan permukaan ini (gambar 3.1. dan 3.2.). Bangunan berkonstruksi kayu mempunyai potensi besar untuk runtuh keseluruhannya (gambar 3.3.). Gambar 3.3. Salah satu bangunan kayu yang runtuh secara keseluruhan Kerusakan-kerusakan tersebut memberi- kan pemahaman bahwa: 1) bangunan yang membentang pada garis patahan mempunyai potensi untuk mengalami kerusakan; 2) struktur rangka yang mampu menahan momen merupakan sistem struktur yang mampu mencegah kerusakan bangunan. Disampaikan dalam Seminar Mengelola Bencana Ala Jepang di Lemlit UNY, 21 September 2006 5

3.2. Kerusakan pada Rumah Tinggal Berkonstruksi Kayu Banyak bangunan kayu lama rusak berat, sebagai akibat tidak dipasangnya penguat diagonal dan tidak mampu menahan gaya-gaya horisontal. Beberapa bangunan kayu yang lebih baru, yang menerapkan penguat diagonal, juga rusak sebagai akibat tidak sempurnanya pemasangan penguat tersebut. Identifikasi permasalahan struktur kayu sebagai konstruksi bangunan memberikan pemahaman bahwa: 1) penguat diagonal dirancang agar bekerja secara efisien menahan tegangan dan tarikan; 2) Rigiditas horisontal pada lantai dan atap perlu ditingkatkan dengan memasang penguat horisontal pada tiap sudut. 3.3. Bangunan Tahan Gempa dan Strategi Retrofitting Pemerintah Jepang mengeluarkan New Seismic Provision pada tahun 1981 untuk memperbaharui standar bangunan tahan gempa yang sudah ada untuk meningkatkan performa ketahanan bangunan terhadap gempa. Dampak adanya standar baru untuk bangunan tahan gempa dapat dilihat pada tabel 3.1., bangunan yang dibangun sebelum 1981 mengalami lebih banyak kerusakan saat gempa dibanding dengan bangunan yang dibangun setelah 1981. Dengan standar baru ini, seluruh bangunan di Jepang harus dievaluasi lagi ketahanannya terhadap gempa. Apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa suatu bangunan tidak tahan terhadap gempa, maka perlu dilakukan retrofitting untuk memperkuat struktur bangunan. Di Yokohama, dilakukan evaluasi terhadap 7.800 bangunan kayu, sekitar sepertiganya didiagnosa dalam kondisi bahaya. Di seluruh Jepang masih ada sekitar 13 juta rumah yang belum memenuhi standar ketahanan terhadap gempa yang perlu di-retrofitting. Tabel 3.1. Sejarah gempa di Jepang dan kerusakan 100 80 60 40 20 1930 Fully collapsed Partially damage Little damage 1940 1950 1960 1970 1980 1990 2000 Year of complete Daftar Pustaka Shigemura, Tsutomu e.a. 2006. On Strategic Viewpoints for Mitigation and Reconstruction for the Mid-Java Earthquake Disaster from Lessons of Disasters in Japan. Shiozaki, Yoshimitsu e.a. 2005. Lessons from the Great Hanshin-Awaji Earthquake. Creates, Kamogawa. Ukai,T. 1996. Problem of Emergency Medical Care at the Time of the Great Hanshin-Awaji Earthquake. Annals of burns and Fire Disaster Vol IX No 4, Dec 1996. Disampaikan dalam Seminar Mengelola Bencana Ala Jepang di Lemlit UNY, 21 September 2006 6