HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PEKERJA WIRASWASTA TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA IBU RUMAH TANGGA DI RW 5 KELURAHAN MERANTI PANDAK

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DENGAN SIKAP TENTANG PENCEGAHAN HIV/AIDS DI RW 15 KELURAHAN UMBULMARTANI NGEMPLAK SLEMAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

3740 kasus AIDS. Dari jumlah kasus ini proporsi terbesar yaitu 40% kasus dialami oleh golongan usia muda yaitu tahun (Depkes RI 2006).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health

BAB I PENDAHULUAN. yang mengakomodasi kesehatan seksual, setiap negara diharuskan untuk

Keywords: Level of knowledge, HIV-AIDS, Counseling

BAB I PENDAHULUAN. suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan. meningkatkan kesehatannya (Notoatdmodjo, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang akan disampaikan (Azrul & Azwar, 1983). Sedangkan Glanz, dkk.,

BAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

PENGARUH PEMBERIAN PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS PADA REMAJA SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011

Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian HIV dan AIDS Di Puskesmas Kassi-kassi Kota Makassar

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP BAGI WANITA PENGHUNI PANTI KARYA WANITA WANITA UTAMA SURAKARTA TENTANG PENCEGAHAN HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB 1 PENDAULUAN. menyerang system kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acquired Immune

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELOMPOK RISIKO TINGGI TENTANG HIV-AIDS DI KOTA BANDUNG PERIODE TAHUN 2014

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan jumlah kasus Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMA TENTANG HIV/AIDS DI SMU NEGERI 1 WEDI KLATEN. Sri Handayani* ABSTRAK

BAB 1 : PENDAHULUAN. terdapat orang terinfeksi HIV baru dan orang meninggal akibat AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. Immuno Deficiency Syndrom) merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia

PERAN CERAMAH TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AIDS PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 4 SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN HIV DAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI LOKALISASI SUNAN KUNING SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) merupakan sekumpulan gejala

PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

PERBEDAAN PENGETAHUAN HIV/AIDS PADA REMAJA SEKOLAH DENGAN METODE PEMUTARAN FILM DAN METODE LEAFLET DI SMK BINA DIRGANTARA KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang merupakan sindrom

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELOMPOK RISIKO TINGGI TENTANG HIV-AIDS DI KOTA BANDUNG PERIODE TAHUN 2014

Hubungan Pengetahuan Pengguna Jasa Female Condom Di Lokalisasi Pekerja Seks Komersial Dengan Perilaku Pemakaian Tegal Panas Kabupaten Semarang

BAB I PENDAHULUAN sebanyak 1,1 juta orang (WHO, 2015). menurut golongan umur terbanyak adalah umur tahun dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS, 2013) melaporkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 5 ayat 1, yang

RSUD Ratu Zalecha Martapura, Jl. Menteri Empat, Martapura, Kalimantan Selatan. Dinas Kesehatan Kabupaten Balangan, Jl. A.Yani km. 2,5 Paringin Selatan

TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes RI, 2006). Seseorang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMA TENTANG HIV/AIDS DAN PENCEGAHANNYA

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

PENDAHULUAN. Sumber : Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, 2014 [1]

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PEKERJA WIRASWASTA TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS 1 Fatmawati, 2 Yulia Irvani Dewi, 3 Ari Pristiana Dewi Email: fatma_wati27@yahoo.com 082381753327 Abstract This study aims to determine the relationship level of knowledge and attitude entrepreneur workers with the effort of HIV/AIDS prevention. The research method used was descriptive design with cross sectional correlation. The research is conducted at location in Sail sub-district, Tenayan Raya distric of 130 entrepreneur workers using cluster sampling technique. The analysis used was Chi-square. The result showed the there is no relationship level of knowledge entrepreneur workers with the effort of HIV/AIDS prevention (p -value = 0,690, p-value > 0,05) and there is a relationship the attitude of comersial entrepreneur workers with the effort of HIV/AIDS prevention (p - value = 0,020, p-value < 0,05). The results of this research it s recommended that to related side (community health centers or clinic) for more int ensive to give information about the prevention of HIV/AIDS, so that can implement a safe sexual behavior and can be avoid from sexually transmitted diseases especially Key word : attitude, effort to prevent, HIV/AIDS, knowledge PENDAHULUAN Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yaitu kumpulan gejala penyakit karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV (Farman & Enriquiez, 2012). Penyebaran virus HIV terus berlanjut lebih cepat dan lebih memiliki efek membinasakan dibandingkan dengan wabah atau bencana lain yang terjadi dalam sejarah manusia. Oleh karena itu peperangan melawan AIDS adalah satu prasyarat untuk mewujudkan cita-cita hak asasi manusia yang sangat berharga (Pettrucci, 2006). HIV/AIDS pertama kali ditemukan di Asia sekitar tahun 1980-an. Sejak saat itu, lebih dari 6 juta orang di kawasan Asia terinfeksi HIV. Benua Asia diindikasikan memiliki laju infeksi HIV tertinggi di dunia. Saat ini prevalensi HIV/AIDS terus meningkat. Umumnya infeksi HIV di Asia disebarkan melalui hubungan seksual heteroseksual yang tidak aman. Pada tahun 2011 di Asia Tenggara diperkirakan sebanyak 2.2 juta orang terinfeksi HIV dan sebanyak 1.7 juta orang meninggal akibat penyakit tersebut. Sebelumnya organisasi dunia WHO memberikan peringatan bahaya kepada tiga negara di Asia yang memiliki populasi penduduk terbesar di dunia yaitu Cina, India dan Indonesia yang saat ini berada pada titik infeksi HIV (WHO, 2011). Insiden HIV/AIDS di Indonesia saat ini masih cukup tinggi dan terus meningkat setiap tahunnya. Hasil riset kesehatan dasar oleh badan penelitian dan pengembangan Kemenkes RI tahun 2012 menyatakan di Indonesia secara kumulatif, jumlah kasus HIV/AIDS tersebar di 300 Kabupaten/Kota di 33 Provinsi. Jumlah kasus HIV sebanyak 82.870 orang dan

AIDS sebanyak 30.430 orang. Dari data tersebut didapatkan bahwa jumlah kasus AIDS pada laki-laki tiga kali lipat dari perempuan. Jumlah kasus AIDS pada lakilaki sebanyak 20.665 orang dan perempuan sebanyak 8.339 orang. Sebagian besar penderita HIV/AIDS berada pada usia dewasa (usia subur) (Kemenkes RI, 2012). Data kasus AIDS terbanyak di Indonesia tahun 2012 adalah DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, Bali, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Riau dan Yogyakarta (Kemenkes RI, 2012). Provinsi Riau pada tahun 2012, secara kumulatif jumlah kasus HIV sebanyak 956 orang dan AIDS sebanyak 801 orang. Hasil laporan dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Riau tahun 2012, Kota Pekanbaru menempati urutan pertama dari 389 orang yang teridentifikasi HIV dan 466 orang yang teridentifikasi AIDS. Mayoritas penderita HIV/AIDS berada pada usia produktif yaitu 25-50 tahun. Dari data tersebut didapatkan penderita HIV pada laki-laki sebanyak 194 orang dan perempuan 195 orang, sedangkan penderita AIDS pada laki-laki sebanyak 354 orang dan perempuan 112 orang (KPA Provinsi Riau, 2012). Hasil survei tim KPA Provinsi Riau tahun 2012 menyatakan kasus AIDS berdasarkan pekerjaan terus meningkat disepanjang tahun. Secara kumulatif pada tahun 2011-2012 kasus AIDS yang terjadi pada pekerja wiraswasta sebanyak 122-129 orang, TNP sebanyak 22-123 orang, penjaja seks sebanyak 9-21 orang dan IRT sebanyak 50-54 orang. Berdasarkan datadata dari KPA Provinsi Riau tahun 2012 kasus AIDS terus meningkat sepanjang tahun disetiap bidang pekerjaan dan pada tahun 2011-2012 pekerja wiraswasta menempati jumlah kasus AIDS tertinggi di Kota Pekanbaru. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja wiraswasta merupakan kelompok yang rentan dan beresiko tinggi tertular HIV/AIDS di Ibu Kota Provinsi Riau yaitu Kota Pekanbaru (KPA Provinsi Riau, 2012). Berdasarkan laporan dari KPA Provinsi Provinsi Riau, Kota Pekanbaru ditemukan lokasi-lokasi dengan jumlah kasus yang beresiko tinggi Lokasi dengan jumlah kasus terbanyak khususnya pekerja wiraswasta yaitu di Kelurahan Sail Kecamatan Tenayan Raya dengan jumlah kasus Pekerja Seks Komersial (PSK) sebanyak 70 orang bahkan lebih. Alasan dari PSK memilih lokasi ini karena akses untuk mendapatkan pelanggan mudah khususnya pekerja wiraswasta. Tingginya jumlah kasus PSK di Kelurahan Sail Kecamatan Tenayan Raya disebabkan banyaknya jumlah kasus pekerja wiraswasta yang datang ke lokasi untuk melakukan hubungan seksual dengan PSK. Lokasi ini dijadikan lokasi transaksi melalui vaginal seks. Oleh sebab itu sebagian besar PSK mengetahui dan menyadari akan infeksi HIV/AIDS (KPA Provinsi Riau, 2012). Lurah Sail Kecamatan Tenayan Raya mengatakan bahwa Kelurahan Sail merupakan Kelurahan terluas di Kota Pekanbaru dengan luas wilayah 98.74 Km.2 dan jumlah penduduk yang cukup banyak yaitu 36.974 orang, dari data tersebut terdapat penduduk yang bekerja sebagai wiraswasta dan menetap di Kelurahan Sail. Wilayah Kecamatan Tenayan Raya yang sebelumnya pernah ada kumpulan PSK di Teleju khusus saat ini sudah berkeliaran dan bercampur dengan masyarakat sehingga tidak tertutup kemungkinan masyarakat melakukan hubungan seksual dengan PSK khususnya pekerja wiraswasta yang berdomisili di wilayah ini. Menanggulangi hal tersebut Lurah Sail dan Puskesmas Rejo Sari yang merupakan pusat pelayanan kesehatan mayarakat di Kecamatan Tenayan Raya menyatakan bahwa dalam kasus HIV/AIDS ini sudah di tanggulangi oleh Yayasan Siklus. Sebagian diantaranya berobat di klinik yang tidak jauh dan

mudah dijangkau. Penyuluhan kesehatan tentang HIV/AIDS kepada masyarakat sudah dilakukan oleh Yayasan Siklus. Seyogyanya pengetahuan masyarakat setempat tentang HIV/AIDS sudah bagus. Hasil studi pendahuluan dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap pencegahan HIV/AIDS 60% sudah baik, akan tetapi angka kasus HIV/AIDS terus meningkat di kalangan pekerja wiraswasta. Hal ini dapat terjadi karena upaya pencegahan terhadap HIV/AIDS tidak dilakukan oleh pekerja wiraswasta. Berdasarkan fenomena dan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap pekerja wiraswasta terhadap upaya pencegahan TUJUAN PENELITIAN Mengidentifikasi hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap pekerja wiraswasta terhadap upaya pencegahan METODE Desain Penelitian: menurut Nursalam (2008) mengatakan desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian yang memungkinkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang bisa mempengaruhi akurasi suatu hasil. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian deskriptif korelasi dan pendekatan cross sectional. Penelitian cross sectional adalah jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data variabel independent dan dependent hanya satu kali pada satu saat (Nursalam 2008). Sampel: sampel yang digunakan sebanyak 130 responden. Respondennya yaitu pekerja wiraswasta di Kelurahan Sail Kecamatan Tenayan Raya Pekanbaru dengan kriteria inklusi pekerja wiraswasta yang menetap di Kelurahan Sail, pekerja wiraswasta di beberapa bidang usaha yaitu pembuatan batu bata, supermarket atau minimarket, toko-toko penjualan alat bangunan dan bengkel motor atau mobil, tidak buta huruf dan bersedia menjadi responden. Instrumen: instrumen yang digunakan berupa lembar kuesioner. Kuesioner berisi karakteristik responden yang berupa umur, pendidikan, agama dan suku. HASIL Analisa Univariat Tabel 3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur, tingkat pendidikan, agama dan suku. No Karakteristik Responden 1. Umur Dewasa Tengah (28-32 Tahun) Keterangan Frekuensi (%) Dewasa Akhir (33-39 Tahun) 47 36,2 83 63,8 2. Tingkat Tamat SD 36 27,7 Pendidikan Tamat 40 30,8 SMP Tamat 54 41,5 SMA 3. Agama Islam 115 88,5 Kristen 14 10,8 Hindu 1 0,8 4. Suku Melayu 106 81,5 Minang 11 8,5 Batak 11 8,5 Jawa 2 1,5 Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 130 orang responden yang diteliti, responden terbanyak berusia 33-39 tahun sekitar 83 orang (63,8%). Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan diketahui responden terbanyak tamat SMA, yaitu sebanyak 54 orang (41,5%). Mayoritas responden

beragama Islam, yaitu sebanyak 115 orang (88,5%) dan suku Melayu, yaitu sebanyak 106 orang (81,5%). Tabel 4. Distribusi frekuensi gambaran pengetahuan pekerja wiraswasta terhadap upaya pencegahan No Pengetahuan Frekuensi (%) 1. Baik 114 87,7 2. Cukup 16 12,3 Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik tentang pencegahan HIV/AIDS yaitu sebanyak 114 orang (87,7%). Adapun hasil statistik menunjukkan tidak ada responden yang memiliki pengetahuan kurang tentang pencegahan Tabel 5. Distribusi frekuensi gambaran sikap pekerja wiraswasta terhadap pencegahan No Sikap Frekuensi (%) 1. Negatif 58 44,6 2. Positif 72 55,4 Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa, sebagian besar responden bersikap positif terhadap pencegahan HIV/AIDS yaitu sebanyak 72 orang (55,4%). Tabel 6. Distribusi frekuensi gambaran upaya pekerja wiraswasta terhadap pencegahan No Upaya Frekuensi (%) 1. Buruk 63 48,5 2. Baik 67 51,5 Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa upaya pekerja wiraswasta terhadap pencegahan HIV/AIDS tidak jauh berbeda antara upaya buruk dan baik. Lebih dari sebagian responden yaitu 67 orang (51,5%) melakukan upaya yang baik dalam pencegahan HIV/AIDS dan responden lainnya yaitu 63 orang (48,5%) melakukan upaya yang buruk dalam pencegahan Analisa Bivariat Tabel 7. Hubungan tingkat pengetahuan pekerja wiraswasta terhadap upaya pencegahan N o Penget ahuan Upaya Pencegahan HIV/AIDS Buruk Baik Total F % F % F % 1. Baik 54 47,4 60 52,6 114 100 2. Cukup 9 56,3 7 43,8 16 100 Total 63 51,9 67 48,2 130 100 Hasil analisa statistik pada tabel diatas diketahui bahwa sebanyak 60 orang (52,6%) responden yang memiliki pengetahuan baik dan melakukan upaya yang baik dalam pencegahan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan pekerja wiraswastaa terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS (p value = 0,690). Tabel 8. Hubungan sikap pekerja wiraswasta terhadap upaya pencegahan N o Sikap Upaya Pencegahan HIV/AIDS Buruk Baik Total F % F % F % 1. Negatif 21 36,2 37 63,8 58 100 2. Positif 42 58,3 30 41,7 72 100 Total 63 47,3 67 52,8 130 100 Hasil analisa hubungan sikap pencegahan HIV/AIDS didapatkan bahwa pekerja wiraswasta yang memiliki sikap positif dalam melakukan upaya yang buruk terhadap pencegahan HIV/AIDS, yaitu

sebanyak 42 orang ( 58,3%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap pekerja wiraswasta terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS (p value = 0,020). PEMBAHASAN Hasil analisa penelitian didapatkan dari 130 orang responden yang diteliti, usia responden terbanyak adalah 33-39 tahun yaitu 83 orang ( 63,8%). Usia tersebut tergolong kedalam usia dewasa akhir dan merupakan usia produktif (Perry & Potter, 2009). Berdasarkan Ditjen PP & PL Depkes RI (2011), penderita HIV/AIDS terbanyak berada pada rentang usia produktif yaitu 25-50 tahun sebesar 50,4%. Penelitian ini didukung oleh penelitian Ayu (2009), tentang persepsi pengguna jasa Wanita Pekerja Seksual (WPS) tentang kondomisasi dalam pencegahan HIV/AIDS dimana usia pengguna jasa WPS terbanyak yaitu 30-40 tahun sebesar 57%. Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa sebagian besar responden beragama Islam yaitu sebanyak 115 orang ( 88,5%). Hasil penelitian ini dikuatkan oleh hasil wawancara dengan Kepala Kelurahan Sail bahwa mayoritas penduduk di lokasi tersebut beragama Islam. Hasil analisa terhadap keseluruhan responden yang diteliti dapat diketahui bahwa berdasarkan suku bangsa, sebagian besar responden bersuku Melayu yaitu 106 orang (81,5%). Lebih lanjut hasil penelitian ini dikuatkan oleh hasil wawancara dengan Kepala Kelurahan Sail yang menyatakan bahwa lokasi tersebut mayoritas penduduknya bersuku Melayu. Penelitian ini juga menemukan bahwa tingkat pendidikan tertinggi responden adalah tamat SMA, sebanyak 54 orang ( 41,5%). Menurut Pearson (2005) semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin mudah untuk menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dapat dimiliki. Sebaliknya, pendidikan yang rendah akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai yang baru dikenal karena pendidikan formal yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan seseorang dalam memahami sesuatu. Hasil penelitian tentang tingkat pengetahuan pekerja wiraswasta terhadap pencegahan HIV/AIDS didapatkan bahwa pekerja wiraswasta yang memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 114 orang (87,7%). Tingkat pengetahuan pekerja wiraswasta yang baik pada penelitian ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti mudahnya mendapat informasi melalui media masa ataupun melalui penyuluhanpenyuluhan kesehatan. Menurut Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah informasi. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tapi jika mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang. Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Penelitian ini didukung oleh penelitian Gandari (2010), tentang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap pekerja seks komersial terhadap tindakan pencegahan HIV/AIDS dari 30 responden, 18 orang (60%) berpengetahuan tinggi. Hal ini disebabkan karena para pekerja seks komersial sudah sering mendapatkan penyuluhan tentang HIV/AIDS yang diberikan oleh Yayasan Utama. Pengalaman dan keseringan mendapat informasi dapat meningkatkan pengetahuan meskipun pendidikan seseorang rendah (Yeni, 2010). Berdasarkan hasil penelitian tentang sikap pekerja wiraswasta terhadap pencegahan HIV/AIDS didapatkan bahwa, sebanyak 72 orang (55,4%) pekerja wiraswasta memiliki sikap positif terhadap

pencegahan Ini berarti bahwa pekerja wiraswasta memiliki persepsi dan pandangan yang positif terhadap pencegahan Hal ini dapat saja disebabkan karena tingkat pengetahuan pekerja wiraswasta yang baik tentang Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007), terbentuknya perilaku baru yaitu sikap, dimulai dari domain kognitif dalam arti subjek atau individu mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus berupa materi atau objek diluarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada individu sehingga terbentuk respon batin yang tampak dalam bentuk sikap individu terhadap objek yang diketahuinya tersebut. Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hasanudin (2008) tentang hubungan pengetahuan, sikap dan lingkungan keluarga dengan upaya pencegahan HIV/AIDS pada siswa SMAN 5 Palu. Sekitar 54,4% atau 44 dari 81 responden diantaranya memiliki sikap yang positif terhadap pencegahan Mereka yang bersikap positif mempunyai peluang 3 kali untuk melakukan upaya pencegahan HIV/AIDS dibandingkan mereka yang mempunyai sikap yang negatif. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden memiliki upaya baik dalam pencegahan HIV/AIDS, yaitu sebanyak 67 orang ( 51,5%). Hal ini dapat saja disebabkan karena pekerja wiraswasta sudah memiliki pengetahuan yang baik dan persepsi yang positif tentang HIV/AIDS, sehingga mereka juga memiliki upaya yang baik dalam pencegahan Hal ini sesuai dengan pendapat Rogers dalam Notoatmodjo (2007), mengatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Hasanudin (2008) tentang hubungan pengetahuan, sikap dan lingkungan keluarga dengan upaya pencegahan HIV/AIDS pada siswa SMAN 5 Palu. Hasil penelitian tersebut menunjukkan dari 81 siswa 43 orang (53,1%) diantaranya memiliki upaya yang baik terhadap pencegahan Kemenkes RI (2010) menya takan bahwa dalam menanggulangi penyebaran HIV/AIDS telah dilakukan upaya seperti memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pencegahan HIV/AIDS melalui seminar besar yang mengacu pada HIV/AIDS dan khususnya untuk PSK dan kelompok yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS dengan melakukan sosialisasi kondom. Dalam hal ini pemerintah menegaskan bahwa akan terus menjadi bagian dari upaya besar yang dilakukan pemerintah untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS sehingga seluruh komponen masyarakat mempunyai upaya yang baik terhadap pencegahan Hasil analisa statistik pada tabel diatas diketahui bahwa sebanyak 60 orang (52,6%) responden yang memiliki pengetahuan baik dan melakukan upaya yang baik dalam pencegahan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan pencegahan HIV/AIDS (p value = 0,690). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Gandari (2010), tentang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap pekerja seks komersial terhadap tindakan pencegahan HIV/AIDS dimana hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan pekerja seks komersial terhadap tindakan pencegahan Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian Sudradjat (2008), tentang hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap penyakit HIV/AIDS dengan tindakan pencegahan risiko tertularnya di kalangan petugas pelayanan perinatal yang dilakukan pada 330 responden dimana hasil analisa didapatkan tidak ada hubungan antara pengetahuan terhadap penyakit HIV/AIDS dengan tindakan pencegahan

risiko tertularnya di kalangan petugas pelayanan perinatal. Beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya motivasi menerapkan tindakan pencegahan risiko tertular HIV/AIDS, seperti kurangnya supervisi dan sarana prasarana. Menurut Notoatmodjo (2003), ada faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Adapun faktor eksternal terdiri dari informasi, sosial, budaya dan lingkungan dan faktor internal terdiri dari pendidikan, motivasi serta persepsi. Seseorang mempunyai pengetahuan tentang suatu hal tidak hanya melalui jenjang pendidikan saja, tetapi didukung karena terpapar informasi dari media massa yang ada seperti televisi, radio, koran dan majalah. Selain itu motivasi juga mempengaruhi seseorang untuk berusaha ingin tahu terhadap sesuatu. Semakin tinggi rasa ingin tahu semakin tinggi pula motivasi untuk mencari informasi. Hasil analisa hubungan sikap pencegahan HIV/AIDS didapatkan bahwa pekerja wiraswasta yang memiliki sikap positif dalam melakukan upaya yang buruk terhadap pencegahan HIV/AIDS, yaitu sebanyak 42 orang (58,3%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap pekerja wiraswasta terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS (p value = 0,020). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitan Hasanudin (2008) tentang hubungan pengetahuan, sikap dan lingkungan keluarga dengan upaya pencegahan HIV/AIDS pada siswa SMAN 5 Palu, dimana hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara sikap siswa dengan upaya pencegahan Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian Tiarlan (2008), tentang gambaran sikap mahasiswa FKM UI terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS melalui penggunaan kondom menunjukkan bahwa penggunaan kondom cukup tinggi (67,1%). Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa dibutuhkan tindak lanjut dari beberapa pihak, diantaranya pihak Perguruan Tinggi, Pemerintah dan Mahasiswa untuk bekerja sama memberikan pengetahuan-pengetahuan yang lebih mendalam tentang upaya pencegahan HIV/AIDS melalui penggunaan kondom. Kecenderungan pekerja wiraswasta untuk melakukan upaya pencegahan HIV/AIDS erat kaitannya dengan pengetahuan yang dimilikinya. Azwar (2005) menyatakan bahwa, sikap merupakan predisposisi evaluasi yang banyak menentukan cara individu berupaya, akan tetapi sikap dan upaya adalah berbeda. Sikap terbentuk akibat dari interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam interaksi ini individu membentuk pola sikap tertentu terhadap objek psikologis yang dihadapinya. Upaya tidak hanya ditentukan oleh sikap tapi dipengaruhi oleh faktor eksternal. Hal ini juga dinyatakan oleh Notoatmodjo (2007), bahwa untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan atau tindakan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan seperti faktor fasilitas dan faktor pendukung. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan dari hasil penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan dan sikap pekerja wiraswasta terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS yang dilakukan, ada beberapa kesimpulan dan saran yang disajikan pada bab ini. Berdasarkan karakteristik responden, diketahui responden terbanyak adalah dewasa akhir, pendidikan tertinggi SMA, agama Islam dan berasal dari suku Melayu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pengetahuan responden tentang pencegahan HIV/AIDS adalah baik, bersikap positif dan memiliki upaya yang baik. Berdasarkan uji statistik, diketahui tidak ada hubungan antara pengetahuan

pencegahan HIV/AIDS (p -value = 0,690). Sedangkan untuk analisa hubungan sikap pencegahan HIV/AIDS diperoleh p-value = 0,020 dimana p-value < 0,05. Hal ini berarti ada hubungan antara sikap pekerja wiraswasta terhadap upaya pencegahan Hasil penelitian ini dapat berguna untuk semua khalayak masyarakat termasuk ruang lingkup tenaga kesehatan sebagai sumber informasi tentang pentingnya upaya pencegahan terhadap Adapun saran yang diberikan agar dapat lebih meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan tentang upaya masyarakat khususnya pekerja wiraswasta terhadap pencegahan HIV/AIDS, meningkatkan pemberian penyuluhan kesehatan khususnya tentang bahaya HIV/AIDS melalui media-media yang menarik seperti media bergambar dan video sehingga motivasi masyarakat khususnya pekerja wiraswasta meningkat, bagi masyarakat diharapkan tetap menerima informasi yang diberikan untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang HIV/AIDS dan Bagi perkembangan ilmu keperawatan penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dan data dasar untuk peneliti selanjutnya terkait apakah ada hubungan motivasi pekerja wiraswasta terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS 1. Fatmawati, S.Kep. Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau. 2. Yulia Irvani Dewi, M.Kep, Sp.Mat. Dosen Departemen Keperawatan Maternitas Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau 3. Ns. Ari Pristiana Dewi, M.Kep. Dosen Departemen Keperawatan Komunitas Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau. DAFTAR PUSTAKA Azwar, S. (2005). Sikap manusia, teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ditjen PP & PL Depkes RI. (2011). Laporan triwulan pertama 2010 kasus Diperoleh pada tanggal 18 Juni 2013 dari http://www.depkes.go.id/index.html. Farman, R., & Enriquez, M. (2012). What nurses know New York: Demos Medical Publishing, LIC. Gandari. (2010). Hubungan tingkat pengetahuan dan sikap pekerja seks komersial terhadap tindakan pencegahan HIV-AIDS. Laporan Penelitian Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau Pekanbaru. Tidak Dipublikasikan. Hasanudin. (2008). Hubungan pengetahuan, sikap dan lingkungan keluarga dengan upaya pencegahan HIV/AIDS pada siswa SMAN 5 Palu. Diperoleh pada tanggal 7 Januari 2013 dari http://www.undip.ac.id. Kemenkes RI. (2010). Laporan triwulan pertama 2009 kasus Diperoleh pada tanggal 18 Juni 2013 dari http://www.kemenkes.go.id/index.html Kemenkes RI. (2012). Laporan t riwulan pertama 2011 kasus Diperoleh pada tanggal 13 November 2012 dari http://www.kemenkes.go.id/index.html Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Riau. (2012). Laporan pemetaan HIV/AIDS populasi 7 Kab/Kota di Provinsi Riau. Pekanbaru: KPA Provinsi Riau. Notoatmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2008). Konsep & penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Pettruci, A. (2006). Gambaran epidemi AIDS di Asia dan Indonesia. Diperoleh pada tanggal 8 Januari 2013 dari http://www.mallarchive.com. Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009). Fundamental keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Sudradjat. (2008). Hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap penyakit HIV/AIDS dengan tindakan pencegahan risiko tertilarnya di kalangan petugas pelayanan perinatal. Diperoleh pada tanggal 18 Juni 2013 dari http://lontar.ut.ac.id. Tiarlan. (2008). Gambaran sikap mahasiswa FKM UI terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS melalui penggunaan kondom. Diperoleh pada tanggal 18 Juni 2013 dari http://lontar.ui.ac.id. WHO. (2011). Epidemiologi dan angka kejadian HIV/AIDS di Dunia dan Indonesia. Diperoleh tanggal 13 November 2012 dari http://www.who.int. Yeni, M. E. (2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit menular seksual pada pekerja seks komersial. Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau. Pekanbaru. Tidak dipublikasikan.