RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 071/PUU-II/2004

dokumen-dokumen yang mirip
PUTUSAN Perkara Nomor: 071/PUU-II/2004 Perkara Nomor: /PUU-III/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Perkara Nomor: 071/PUU-II/2004 Perkara Nomor: /PUU-III/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 004/PUU-I/2003

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 066/PUU-II/2004

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 98/PUU-XV/2017 Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Aparatur Sipil Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XIV/2016 Pembatasan Masa Jabatan dan Periodesasi Hakim Pengadilan Pajak

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 80/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Penjara 5 (lima) Tahun atau Lebih Bagi Calon Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 53/PUU-XIV/2016 Persyaratan Menjadi Hakim Agung dan Hakim Konstitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIII/2015 Pengumuman Terhadap Hak Cipta Yang Diselenggarakan Pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIII/2015 Proses Seleksi Pengangkatan Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 133/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pengajuan Banding, Penangguhan Pembayaran Pajak, dan Pengajuan Peninjauan Kembali

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU 1/2004).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 070/PUU-II/2004

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XV/2017 Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 128/PUU-XIII/2015 Syarat Calon Kepala Desa dan Perangkat Desa

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 24/PUU-XV/2017 Penyelesaian Perselisihan Kepengurusan Partai Politik

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 49/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 30/PUU-XIV/2016

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/2014).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 18/PUU-XV/2017 Daluwarsa Hak Tagih Utang Atas Beban Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 137/PUU-XII/2014 Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon Warga Negara Asing dalam Pengujian Undang-Undang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Februari 2013

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-I/2003

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 3/PUU-XV/2017 Pelaksanaan Tugas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 3/PUU-XV/2017 Pelaksanaan Tugas Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 45/PUU-XIV/2016 Kewenangan Menteri Hukum dan HAM dalam Perselisihan Kepengurusan Partai Politik

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XV/2017 Kewenangan Menteri Keuangan Dalam Menentukan Persyaratan Sebagai Kuasa Wajib Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 55/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 19/PUU-XIII/2015 Batas Waktu Penyerahan/Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016 Pengelolaan Pendidikan Tingkat Menengah Oleh Pemerintah Daerah Provinsi

Kuasa Hukum: Fathul Hadie Utsman sebagai kuasa hukum para Pemohon, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 20 Oktober 2012.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 115/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilukada Serentak Akibat Calon Tunggal

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 79/PUU-XIII/2015 Ketentuan Tidak Memiliki Konflik Kepentingan Dengan Petahana

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 061/PUU-II/2004

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

Nomor 005/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 29 Maret 2006

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 019/PUU-I/2003

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 75/PUU-XII/2014 Status Hukum Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 dan Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Transkripsi:

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 071/PUU-II/2004 I. PEMOHON Mira Amalia Malik, SH., MH dan Djawoto Jowono, SE., M.M. (Ketua Harian dan Sekretaris) bertindak untuk dan atas nama Yayasan Lembaga Konsumen Asuransi Indonesia (YLKAI). Kuasa Hukum : Lucas, SH, dkk. II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang: 1. Pasal 2 ayat (5): Dalam hal Debitor adalah Perusahaan asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha milik Negara yang bergerak dibidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. 2. Pasal 6 ayat (3): Panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) jika dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat-ayat tersebut. 3. Pasal 223: Dalam hal debitur adalah Bank, Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik maka yang dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang adalah lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5). 4. Pasal 224 ayat (6): Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) berlaku mutatis mutandis sebagai tata cara pengajuan permohonan penundaan kewajiban utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)."

III. DASAR DAN ALASAN UU No. 37 Tahun 2004 bertentangan dengan UUD 1945: - Pasal 24: (1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. (3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. - Pasal 24C ayat (1): Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang Undang Dasar... - Pasal 27 ayat (1): Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. - Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. IV. ALASAN-ALASAN 1. Pasal 2 ayat (5) jo. Pasal 223 Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang telah melanggar hakhak konstitusional konsumen asuransi untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban utang (PKPU) terhadap perusahaan asuransi di hadapan pengadilan niaga. A. Pelanggaran atas Hak Konstitusional Konsumen Asuransi Atas Pengakuan, Jaminan, Perlindungan, dan Kepastian Hukum yang Adil serta Perlakuan Yang Sama di Hadapan Hukum Sebagaimana Diatur Dalam Pasal 27 ayat (1) Jo. Pasal 28D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Adanya hak bagi Konsumen Asuransi untuk mendapatkan pembayaran atas uang pertanggungan atau manfaat asuransi pada saat mengajukan klaim telah menempatkan Konsumen Asuransi menjadi Kreditur yang mempunyai piutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih terhadap suatu perusahaan asuransi (vide Pasal 1 ayat (6) UU No. 37 Tahun 2004). Jika atas klaim uang pertanggungan/manfaat asuransi yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih tersebut ternyata tidak dilakukan pembayaran oleh perusahaan asuransi dengan berbagai alasan yang tidak jelas dan hanya dimaksudkan untuk menghindar dari kewajibannya, maka secara hukum Konsumen Asuransi mempunyai hak untuk mengajukan tuntutan/upaya hukum ke pengadilan, termasuk dengan mengajukan permohonan pernyataan pailit atau mengajukan permohonan PKPU terhadap perusahaan asuransi yang bersangkutan ke Pengadilan Niaga. Namun hak-hak Konsumen Asuransi tersebut telah dicabut/dihilangkan/dibatasi dengan adanya/berlakunya Pasal 2 ayat (5) jo. Pasal 223 UU No. 37 Tahun 2004 yang secara limitatif hanya memberikan kewenangan tersebut kepada Menteri Keuangan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit atau permohonan PKPU terhadap perusahaan asuransi yang bersangkutan ke Pengadilan Niaga. Hal tersebut merupakan pelanggaran hak konstitusional Konsumen Asuransi atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum dan karenanya Pasal 2 ayat (5) dan Pasal 223 UU No. 37 Tahun 2004 bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. B. Pencabutan, Pembatasan dan Penghilangan Hak Konsumen Asuransi Untuk Mengajukan Upaya Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perusahaan asuransi telah melanggar Ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Adanya kewenangan untuk mengajukan upaya hukum dengan permohonan pernyataan pailit dan PKPU yang hanya ada pada Menteri Keuangan berarti telah membatasi dan menghalangi hak setiap orang atau Konsumen Asuransi untuk mendapatkan keadilan kepada Lembaga Yudikatif (access to justice) dan juga proses peradilan oleh Pengadilan yang mandiri/merdeka bebas dari intervensi/campur tangan Lembaga Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 jo. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. C. Pencabutan, Pembatasan dan Penghilangan Hak Konsumen Asuransi Untuk Mengajukan Upaya Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perusahaan Asuransi Telah Melanggar Ketentuan-Ketentuan Mengenai Hak Asasi Manusia.

Pembatasan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit dan PKPU terhadap perusahaan asuransi hanya oleh Menteri Keuangan saja merupakan bentuk diskriminasi dan melanggar ketentuan-ketentaun mengenai hak asasi manusia yang berlaku secara universal yang telah diakui oleh Negara RI. 2. Pasal 6 ayat (3) jo. Pasal 224 Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah melanggar hak-hak konstitusional Konsumen Asuransi untuk mendaftarkan permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban utang (PKPU) terhadap perusahaan asuransi di hadapan pengadilan niaga. Terhadap setiap permasalahan/tuntutan hukum, termasuk permohonan pernyataan pailit dan PKPU yang diajukan di depan Pengadilan maka Hakim adalah satusatunya otoritas yang dapat memberikan Putusan. Putusan tersebut akan diberikan oleh Hakim karena jelas-jelas telah memasuki lingkup judicial (bukan administratife) dan sama sekali bukan wewenang Panitera. Dengan demikian penolakan atas pendaftaran permohonan pernyataan pailit dan PKPU yang diajukan selain oleh Menteri Keuangan oleh Panitera (Pasal 6 ayat (3) jo Pasal 224 ayat (6) UU No. 37 Tahun 2004) jelas-jelas menunjukkan pengambilalihan tugas judicial oleh Panitera yang hanya merupakan petugas administratif. Dengan demikian diberlakukannya Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 224 ayat (6) UU No. 37 Tahun 2004 berarti telah membatasi, menghilangkan dan bahkan merampas hak setiap orang yang mempunyai piutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih untuk mendaftarkan permohonan pernyataan pailit dan PKPU terhadap suatu perusahaan asuransi, termasuk pendaftaran oleh Konsumen Asuransi. V. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan permohonan PEMOHON untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 2 ayat (5) dan Pasal 223 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Menyatakan Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 224 ayat (6) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 4. Menyatakan Pasal 2 ayat (5) dan Pasal 223 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) TIDAK MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM MENGIKAT;

5. Menyatakan Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 224 ayat (6) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) TIDAK MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM MENGIKAT; 6. Memerintahkan pencoretan Pasal 2 ayat (5), Pasal 6 ayat (3), Pasal 223 dan Pasal 224 Ayat (6) dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan memerintahkan pengumumannya dimuat dalam lembaran Berita Negara Republik Indonesia.

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 071/PUU-II/2004 Perbaikan Tgl, 27 Januari 2004 I. PEMOHON Mira Amalia Malik, SH., MH dan Djawoto Jowono, SE., M.M. (Ketua Harian dan Sekretaris) bertindak untuk dan atas nama Yayasan Lembaga Konsumen Asuransi Indonesia (YLKAI). Kuasa Hukum : Lucas, SH, dkk. II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang: 1. Pasal 2 ayat (5): Dalam hal Debitor adalah Perusahaan asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha milik Negara yang bergerak dibidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. 2. Pasal 6 ayat (3): Panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) jika dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat-ayat tersebut. 3. Pasal 223: Dalam hal debitur adalah Bank, Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik maka yang dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang adalah lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5). 4. Pasal 224 ayat (6): Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) berlaku mutatis mutandis sebagai tata cara pengajuan permohonan penundaan kewajiban utang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)."

III. DASAR DAN ALASAN UU No. 37 Tahun 2004 bertentangan dengan UUD 1945: - Pasal 24: (1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. (3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. - Pasal 24C ayat (1): Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang Undang Dasar... - Pasal 27 ayat (1): Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. - Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. V. ALASAN-ALASAN 1. Pasal 2 ayat (5) jo. Pasal 223 Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang telah melanggar hakhak konstitusional konsumen asuransi untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban utang (PKPU) terhadap perusahaan asuransi di hadapan pengadilan niaga. a. Pelanggaran atas Hak Konstitusional Konsumen Asuransi Atas Pengakuan, Jaminan, Perlindungan, dan Kepastian Hukum yang Adil serta Perlakuan Yang Sama di Hadapan Hukum Sebagaimana Diatur Dalam Pasal 27 ayat (1) Jo. Pasal 28D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Adanya hak bagi Konsumen Asuransi untuk mendapatkan pembayaran atas uang pertanggungan atau manfaat asuransi pada saat mengajukan klaim telah menempatkan Konsumen Asuransi menjadi Kreditur yang mempunyai piutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih terhadap

suatu perusahaan asuransi (vide Pasal 1 ayat (6) UU No. 37 Tahun 2004). Jika atas klaim uang pertanggungan/manfaat asuransi yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih tersebut ternyata tidak dilakukan pembayaran oleh perusahaan asuransi dengan berbagai alasan yang tidak jelas dan hanya dimaksudkan untuk menghindar dari kewajibannya, maka secara hukum Konsumen Asuransi mempunyai hak untuk mengajukan tuntutan/upaya hukum ke pengadilan, termasuk dengan mengajukan permohonan pernyataan pailit atau mengajukan permohonan PKPU terhadap perusahaan asuransi yang bersangkutan ke Pengadilan Niaga. Namun hak-hak Konsumen Asuransi tersebut telah dicabut/dihilangkan/dibatasi dengan adanya/berlakunya Pasal 2 ayat (5) jo. Pasal 223 UU No. 37 Tahun 2004 yang secara limitatif hanya memberikan kewenangan tersebut kepada Menteri Keuangan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit atau permohonan PKPU terhadap perusahaan asuransi yang bersangkutan ke Pengadilan Niaga. Hal tersebut merupakan pelanggaran hak konstitusional Konsumen Asuransi atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum dan karenanya Pasal 2 ayat (5) dan Pasal 223 UU No. 37 Tahun 2004 bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. b. Pencabutan, Pembatasan dan Penghilangan Hak Konsumen Asuransi Untuk Mengajukan Upaya Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perusahaan asuransi telah melanggar Ketentuan Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Adanya kewenangan untuk mengajukan upaya hukum dengan permohonan pernyataan pailit dan PKPU yang hanya ada pada Menteri Keuangan berarti telah membatasi dan menghalangi hak setiap orang atau Konsumen Asuransi untuk mendapatkan keadilan kepada Lembaga Yudikatif (access to justice) dan juga proses peradilan oleh Pengadilan yang mandiri/merdeka bebas dari intervensi/campur tangan Lembaga Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 jo. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. c. Pencabutan, Pembatasan dan Penghilangan Hak Konsumen Asuransi Untuk Mengajukan Upaya Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Terhadap Perusahaan Asuransi Telah Melanggar Ketentuan-Ketentuan Mengenai Hak Asasi Manusia. Pembatasan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit dan PKPU terhadap perusahaan asuransi hanya oleh Menteri Keuangan saja merupakan bentuk diskriminasi dan melanggar ketentuan-ketentaun mengenai hak asasi manusia yang berlaku secara universal yang telah diakui oleh Negara RI.

2. Pasal 6 ayat (3) jo. Pasal 224 Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah melanggar hak-hak konstitusional Konsumen Asuransi untuk mendaftarkan permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban utang (PKPU) terhadap perusahaan asuransi di hadapan pengadilan niaga. Terhadap setiap permasalahan/tuntutan hukum, termasuk permohonan pernyataan pailit dan PKPU yang diajukan di depan Pengadilan maka Hakim adalah satu-satunya otoritas yang dapat memberikan Putusan. Putusan tersebut akan diberikan oleh Hakim karena jelas-jelas telah memasuki lingkup judicial (bukan administratife) dan sama sekali bukan wewenang Panitera. Dengan demikian penolakan atas pendaftaran permohonan pernyataan pailit dan PKPU yang diajukan selain oleh Menteri Keuangan oleh Panitera (Pasal 6 ayat (3) jo Pasal 224 ayat (6) UU No. 37 Tahun 2004) jelas-jelas menunjukkan pengambilalihan tugas judicial oleh Panitera yang hanya merupakan petugas administratif. Dengan demikian diberlakukannya Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 224 ayat (6) UU No. 37 Tahun 2004 berarti telah membatasi, menghilangkan dan bahkan merampas hak setiap orang yang mempunyai piutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih untuk mendaftarkan permohonan pernyataan pailit dan PKPU terhadap suatu perusahaan asuransi, termasuk pendaftaran oleh Konsumen Asuransi. V. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan permohonan PEMOHON untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 2 ayat (5) dan Pasal 223 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 3. Menyatakan Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 224 ayat (6) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 4. Menyatakan Pasal 2 ayat (5) dan Pasal 223 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) TIDAK MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM MENGIKAT;

5. Menyatakan Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 224 ayat (6) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) TIDAK MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM MENGIKAT; 6. Memerintahkan pencoretan Pasal 2 ayat (5), Pasal 6 ayat (3), Pasal 223 dan Pasal 224 Ayat (6) dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan memerintahkan pengumumannya dimuat dalam lembaran Berita Negara Republik Indonesia.