Ronny Loppies Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura - Ambon

dokumen-dokumen yang mirip
Aninda Nurry M.F., Ira Mutiara Anjasmara Jurusan Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya,

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

III. BAHAN DAN METODE

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

III. METODE PENELITIAN

Evaluasi Kesesuaian Tutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS AVNIR-2 Tahun 2009 Dengan Peta RTRW Kabupaten Sidoarjo Tahun 2007

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISA PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG NANING KABUPATEN SEKADAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

ANALISA PERUBAHAN POLA DAN TATA GUNA LAHAN SUNGAI BENGAWAN SOLO dengan menggunakan citra satelit multitemporal

Pemanfaatan Citra Aster untuk Inventarisasi Sumberdaya Laut dan Pesisir Pulau Karimunjawa dan Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

ANALISIS PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN BARRU

Pemetaan Potensi Batuan Kapur Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 di Kabupaten Tuban

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (XXXX) ISSN: XXXX-XXXX (XXXX-XXXX Print) 1

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

Pemanfaatan Citra Landsat Untuk Klasifikasi Tutupan Lahan Lanskap Perkotaan Kota Palu

III. METODOLOGI PENELITIAN

Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

Perubahan Nilai Konsentrasi TSM dan Klorofil-a serta Kaitan terhadap Perubahan Land Cover di Kawasan Pesisir Tegal antara Tahun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Statistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun Halaman 34 VI. PERPETAAN HUTAN

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh

BAB III METODE PENELITIAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

KAJIAN UKURAN TRAINING SAMPLE OPTIMUM UNTUK KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN DENGAN METODE KEMUNGKINAN MAKSIMUM ALFIANSYAH MUHAMMAD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

III. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014.

EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERAIRAN PESISIR SURABAYA TIMUR SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTITEMPORAL

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas

III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

LAPORAN PROYEK PENGINDERAAN JAUH IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN HIRARKI DI KOTA BATU

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Pantauan dan Klasifikasi Citra Digital Remote Sensing dengan Data Satelit Landsat TM Melalui Teknik Supervised Classification

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA

STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG. Walbiden Lumbantoruan 1. Abstrak

Sudaryanto dan Melania Swetika Rini*

Evaluasi Perubahan Penggunaan Lahan Pesisir Kabupaten Kendal Tahun dengan Menggunakan Data Citra Landsat-TM

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

PERBANDINGAN KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN DENGAN METODE OBJECT-BASED DAN PIXEL- BASED

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pemetaan Lahan Terbuka Tambang Batubara (Studi Kasus: Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat)

III. METODE PENELITIAN

Gambar 1. Satelit Landsat

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Monitoring Perubahan Ruang Terbuka Hijau (Studi Kasus : Wilayah Barat Kabupaten Pasuruan)

PEMETAAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI PESISIR KOTA MEDAN DAN KABUPATEN DELI SERDANG

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

III. BAHAN DAN METODE

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian atau metodologi suatu studi adalah rancang-bangun

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

IV. PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

STUDI TENTANG IDENTIFIKASI LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DAN ASTER (STUDI KASUS : KABUPATEN JEMBER)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak

Gambar 7. Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (2013) ISSN: ( Print) 1 II. METODOLOGI PENELITIAN

STUDI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI TELUK BANTEN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT MULTITEMPORAL

III. METODE PENELITIAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

KAJIAN CITRA RESOLUSI TINGGI WORLDVIEW-2

Transkripsi:

ANALISIS PENUTUPAN/PENGGUNAAN LAHAN MENGGUNAKAN KLASIFIKASI KEMIRIPAN MAKSIMUM (MAXIMUM LIKELIHOOD CLASSIFICATION) DI PULAU SAPARUA DAN MOLANA, KECAMATAN SAPARUA Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura - Ambon ABSTRACT The forest areas of Saparua and Molana island (District of Saparua) are only an example of many small island in Maluku that became as degraded forest. In related to the development of knowledge and technology, therefore the land space data can be obtained easily and fast only through the land-resource satellite programs. However in reality this facility is still scarcely used by almost all the institutions in Maluku. This research had objectives to know the total forest areal, especially in Saparua and Molana Island by using MLC Algorithm, and to obtain digital map of landuse/landcover in both islands. The research was used the Maximum Likelihood Classification (Supervised Classification Method). The result of the research indicated that the forest area of Saparua district in the year 2002 was 10,656.9 ha. Therefore can be concluded that MLC it can be used for landuse/landcover analysis. Keywords : Maximum Likelihood Classification, Landuse/Landcover, Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia dan Filipina merupakan negara yang memiliki laju deforestasi (kehilangan hutan) tertinggi di dunia. Selama periode 1985 1997 sebesar 1,6 juta hektar pertahun menjadi 2,1 juta hektar pertahun pada periode 1997 2001 (Anonim, 2008). Sedangkan menurut FAO, angka deforestasi Indonesia tahun 2000 2005 mencapai 1,8 juta hektar per tahun. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan angka resmi yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan yaitu 2,8 juta hektar pertahun (Anonim, 2007). Kekurangan informasi yang akurat mengenai lahan hutan menjadi salah satu kendala penting pengelolaan hutan pulau-pulau kecil seperti di Maluku. Terestris obeservasi merupakan tindakan yang sangat menghamburkan dana dan tenaga, dimana hal juga akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kekuratan data yang diinginkan. Saparua merupakan salah satu kecamatan yang terdiri dari tiga pulau kecil di Maluku yang kondisi hutannya juga belum terdata secara baik. Kesimpulan ini diambil karena hingga saat ini, informasi keruangan yang dimiliki dalam Kecamatan Saparua masih belum menunjukan adanya nilai yang pasti. Landsat merupakan suatu program sumber daya bumi yang dikembangkan oleh NASA (The National Aeronautical and Space Administration) Amerika Serikat pada awal tahun 1970-an (Lo, 1986). Landsat-7 adalah satelit sumberdaya alam yang diluncurkan pada tahun 1999, dengan kisaran panjang gelombang meliputi daerah sinar tampak dan inframerah. Satelit ini menggunakan sensor ETM + (Enhanced Thematic Mapper Plus), yang terdiri dari delapan band dengan aplikasi khusus pada tiap band. Keakuratan Landsat dalam pencitraan, menjadikannya sebagai satelit sumber daya alam yang paling sering dipakai oleh para peneliti lingkungan. Menurut Jaya (2002) dalam Humaidi (2005), sarana penginderaan jauh digunakan dalam bidang kehutanan karena memiliki beberapa keunggulan khusus: 1). Mampu memberikan data yang unik yang tidak bisa diperoleh dari sarana lain, 2). Mempermudah pekerjaan lapangan, 3) Mampu memberikan data yang lengkap dalam waktu relatif singkat dan biaya relatif murah. Penggunaan algoritma Maximum Likelihood Classification (MLC) dalam pengelolaan data penginderaan jauh merupakan algoritma yang secara statistik sangat baik untuk digunakan. Asumsi dari algoritma ini ialah bahwa objek

Jurnal Agroforestri Volume V Nomor 1 Maret 2010 homogen selalu menampilkan histogram yang terdistribusi normal (Bayesian). Pada algoritma ini, piksel dikelaskan sebagai objek tertentu tidak karena jarak euklidiannya, melainkan oleh bentuk, ukuran dan orientasi sampel pada feature space (yang berupa elipsoida). Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka informasi tentang kondisi hutan di Pulau Saparua dan Pulau Molana, Kecamatan Saparua merupakan hal penting dalam melaksanakan penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah a) Mengetahui luas penggunaan/ Penutupan Lahan khususnya lahan hutan di Pulau Saparua dan Pulau Molana menggunakan Algoritma MLC, b) Membuat peta digital tutupan lahan hutan dan non hutan Pulau Saparua dan Pulau Molana dari citra satelit tahun 2002. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai: a) Bahan masukan bagi instansi terkait dalam pengelolaan lahan hutan kedepan di Kecamatan Saparua b) Menghasilkan informasi awal tentang luas hutan di Kecamatan Saparua c) Bahan pertimbangan bagi penelitian lanjutan. METODE PENELITIAN Pelaksanaan Penelitian Penelitian berlangsung selama di Laboratorium Perencanaan Hutan Jurusan Kehutanan Unpatti (Pengolahan dan analisis data). Alat-alat yang digunakan antara lain : Seperangkat komputer dengan kapasitas hardisk 80 Gbytes, dan kemampuan RAM 1.00 Gbytes, Printer, Global Positioning System (GPS), Program Earth Resourcing Mapping (Er- Mapper) versi 7.0, Program Arc-View versi 3.3 dan alat tulis menulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah : data digital Landsat-7ETM +, keluaran LAPAN dengan akusisi tahun 2002 yang mengambil cuplikan Pulau Saparua dan Pulau Molana. Analisis Data Penelitian ini dibagi dalam 2 (dua) tahap penting, yaitu Tahap Persiapan meliputi : a) Studi pustaka b) Penyiapan data digital Landsat-7ETM + cuplikan Kecamatan Saparua c) Penyiapan data rujukan seperti peta topografi dan data penunjang lainnya Tahap pelaksanaan meliputi : a) Pemotongan (cropping) citra satelit, sesuai daerah yang akan dianalisis b) Memanipulasi citra jamak (citra komposit) menggunakan beberapa saluran pilihan sehingga mendapatkan gambaran visual yang lebih baik untuk tujuan mempermudah pengamatan dan analisa c) Rektifikasi (pembetulan) koordinat citra sesuai koordinat geografi d) Penajaman citra (image enchancement) dengan melakukan proses pemfilteran (filtering). Filter spasial membuat harga tiap pixel dalam data set sesuai dengan harga pixel di sekitar untuk interpretasi visual. e) Cek lapangan terhadap posisi hutan agar disesuaikan dengan posisi pada citra (pembuatan training sample). f) Mengklasifikasi citra (image classification) menggunakan metode klasifikasi terselia (supervised classification) untuk mengelompokan penutupan lahan hutan sesuai atribut kelas yang telah didapat. g) Uji Ketelitian Klasifikasi Tiap penelitian yang menggunakan data / metode tertentu perlu mengalami uji ketelitian, karena hasil uji ini sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan pengguna terhadap data dan metode yang digunakan. Purwadhi (2002) menjelaskan, beberapa teori uji ketelitian telah dikemukakan oleh para peneliti seperti Kalensky dan Wilson (1975), Short (1982), Jensen (1983), dan Sutanto (1986). Masing masing teori memiliki kelebihan dan keterbatasannya. Namun demikian, sebagian besar perangkat lunak untuk proses dan analisis data penginderaan jauh sebagian besar menggunakan uji ketelitian yang disarankan oleh Short (1982). Uji ketelitian yang disarankan Short (1982) dapat dilakukan dalam beberapa cara. Dua cara yang paling sering digunakan adalah sebagai berikut: Analisis Penutupan/penggunaan Lahan Menggunakan Klasifikasi Kemiripan Maksimum (Maximum Likelihood Classification) di Pulau Saparua dan Molana, Kecamatan Saparua

Jurnal Agroforestri Volume V Nomor 1 Maret 2010 Melakukan pengecekan lapangan (survey lapangan). Membuat matriks kesalahan (confusiun matrix) pada setiap bentuk penutup / penggunaan lahan dari hasil interpretasi (evaluasi akurasi). Ketelitian tersebut meliputi jumlah piksel area contoh (training area), persentase piksel murni dalam masing masing kelas, serta persentase kesalahan total. Ketelitian pemetaan dibuat dalam beberapa kelas X yang dapat dihitung dengan rumus: Xcr pixel MA = 100% Xcr pixel + Xo pixel + Xco (Short, 1982 dalam Purwadhi, 2002) Keterangan : MA = Ketelitian pemetaan (mapping accuracy) Xcr = Jumlah kelas X yang terkoreksi Xo = Jumlah kelas X yang masuk ke kelas lain (omisi) Xco = Jumlah kelas X tambahan dari kelas lain (komisi) Ketelitian seluruh hasil klasifikasi (KH) adalah: Jumlah pixel KH = Tahap Akhir murni semua kelas Jumlah semua pixel 100% a) Membandingkan luasan hutan yang terdeteksi dalam dua waktu berbeda, sehingga ditemukan perbedaan kondisi yang terjadi. b) Penarikan kesimpulan c) Pembuatan Layout HASIL DAN PEMBAHASAN Areal Contoh (Training Area) Komposit warna yang digunakan merupakan kombinasi daripada band 542, guna menghasilkan komposisi citra yang secara visual akan mempermudah pengenalan objek seperti disajikan pada Gambar 1. Pengkelasan yang dilakukan menggunakan klasifikasi terselia (Supervised classificatian), dimana dibutuhkan areal contoh (training area) sebagai areal informasi untuk pengenalan dan pengelompokan objek sesuai metode pengkelasan kemiripan maksimum (Maximum Likelihood Clasification). Bagi kepentingan analisis dibuat training area dengan empat kelas penutupan lahanyang terbagi atas 2 kelompok besar yaitu hutan dan non hutan. Kategori hutan yang dipergunakan adalah untuk setiap kelas yang berwujud hutan dari berbagai struktur dan komposisi. Sedangkan kategori non hutan adalah setiap objek di daratan yang bukan berwujud hutan antara lain; pemukiman masyarakat, lahan pertanian, lahan terbuka, daerah batu karang, alang alang, dan semak belukar. Penggabungan kategori penutupan lahan disini dimaksudkan untuk mempermudah proses perhitungan. Training area digunakan untuk menghitung nilai nilai dasar penciri kelas. Secara teoritis, jumlah piksel yang perlu diambil untuk mewakili setiap kelas adalah N+1 (N = jumlah band yang digunakan), namun pada prakteknya jumlah piksel yang dianjurkan adalah 10N sampai 100N (Swain dan Davis, 1978 dalam Jaya, 2002). Gambar 1. Peta Citra Komposit band 542 Kecamatan Saparua, 2002 Tabel 1. Jumlah Piksel Yang Digunakan Dalam Training Area Jumlah Piksel No Kelas dalam Training Area Tahun 2002 1 Awan 462 2 Laut 630 3 Non Hutan 560 4 Hutan/ dusun 630 Jumlah 2.282 Sumber : Hasil Penelitian Dengan demikian, maka klasifikasi terselia yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan sejumlah 2.282 piksel dari citra Kecamatan Saparua tahun 2002 sebagai training sample. Dalam training area yang dibuat ini, tidak sepenuhnya merupakan piksel murni suatu kelas penutupan lahan. Dalam uji yang

Jurnal Agroforestri Volume V Nomor 1 Maret 2010 dilakukan, pada training area, terdapat 10 piksel kelas hutan yang masuk dalam kelas non hutan. Hal ini akan mempengaruhi tingkat kepercayaan data, namun hal ini tidak mempunyai pengaruh yang siginifikan. Saat penelitian berlangsung, telah diuji pengkelasan (pembuatan training area) dengan jumlah piksel bervariasi. Namun, ternyata dari uji yang dilakukan menunjukan bahwa semakin besar jumlah piksel, maka pemisahan kelas yang dihasilkan akan semakin jelas. Hal ini terjadi karena, informasi (sample pixel) yang digunakan dalam proses pengkelasan ini akan lebih banyak sehingga pengenalan, pengelompokan dan pemisahan objek berdasarkan digital number pixel akan lebih akurat. Penutupan Lahan Hasil Klasifikasi Dengan melakukan poligonize terhadap hasil klasifikasi supervised, maka dapat dihitung luasan penutupan lahan Kecamatan Saparua seperti yang disajikan dalam tabel berikut: Tabel 2. Hasil klasifikasi objek Pulau Saparua Kategori Luas (ha) pada tahun 2002 Awan 662.67 Hutan 9.855,81 Non hutan 7.753,86 Jumlah 18.272,34 Sumber : Hasil Penelitian Tabel 3. Hasil klasifikasi objek Pulau Molana Luas (ha) pada Kategori tahun 2002 Awan - Hutan 138,42 Non hutan 92,34 Jumlah 230,76 Sumber : Hasil Penelitian Dengan menggunakan klasifikasi terselia (supervised classified) maka terdeteksi dalam cuplikan Pulau Saparua: daerah tertutup awan sebesar 662,67 ha; hutan seluas 9.855,81 ha; non hutan seluas 7.753,86 ha dan sisanya laut. Untuk cuplikan Pulau Molana, terdeteksi kawasan hutan seluas 138,42 ha; non hutan 92,34 ha dan sisanya laut tanpa penutupan awan. Untuk mempersempit objek pengamatan, maka dalam analisa dan pembahasan, objek laut sengaja diabaikan. Berdasarkan acuan yang ada (pengamatan lapangan), maka citra Kecamatan Saparua terklasifikasi memiliki penutupan seperti yang disajikan dalam Gambar 2. Gambar 2. Peta P enutupan Hutan Lahan Hasil Klasifikasi Terselia Kecamatan Saparua, 2002. Analisis Penutupan/penggunaan Lahan Menggunakan Klasifikasi Kemiripan Maksimum (Maximum Likelihood Classification) di Pulau Saparua dan Molana, Kecamatan Saparua

Jurnal Agroforestri Volume V Nomor 1 Maret 2010 Bagan 1. Prosentase Penutupan Lahan di Pulau Saparua Bagan 2. Prosentase Penutupan Lahan di Pulau Molana merupakan lahan yang lebih banyak menyerap gelombang (Black body). Namun presentase penutupan yang dihasilkan akan digunakan untuk memprediksi keterbukaan lahan hutan yang terjadi. Salah satu kelemahan yang terjadi dalam penelitian ini adalah terdapatnya penutupan awan yang mengganggu analisa di sebagian objek pulau Saparua. Untuk melanjutkan tujuan penelitian ini, maka kategori penutupan awan dalam objek diabaikan dan kondisi yang terjadi dibawah penutupan awan diasumsikan tidak berubah sehingga dihasilkan peta penutupan lahan hutan seperti yang disajikan dalam gambar 3. Prosentase Penutupan Lahan (%) Non Hutan 42% Hutan 58% Luasan hasil klasifikasi ini tidak sama besar dengan database kecamatan sebab objek Pulau Saparua dan Pulau Molana, karena lebih banyak dipengaruhi oleh laut. Sehingga gelombang yang mencapai objek sebagian besar diserap oleh laut. Saat pengklasifikasian, daerah pantai ikut terbaca sebagai kelas laut. Hal ini disebabkan digital number (DN) yang dimiliki kedua kelas ini sulit dipisahkan. Sebab keduanya Gambar 3. Peta Penutupan Hutan Kecamatan Saparua, 2002 (Awan diabaikan) Uji Ketelitian Menggunakan Matriks Kesalahan (confusion matrix) Untuk menguji tingkat keakuratan yang dipakai dalam penelitian ini, digunakan matriks kesalahan (confusion matrix) seperti yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Matriks kesalahan untuk objek tahun 2002 No Data Acuan Kelas 1 2 3 4 total baris omisi pixel MA (%) 1 Awan 462 0 0 0 462 0 100 2 Laut 0 630 0 0 630 0 100 3 Non hutan 0 0 550 10 560 10 98.21 4 Hutan / dusun 0 0 0 630 640 0 98.44 Total / KH 462 630 550 640 2282 10 99.56% Komisi Pixel 0 0 0 10 10 0.44%

Jurnal Agroforestri Volume V Nomor 1 Maret 2010 Dari hasil uji ketelitian menggunakan matriks kesalahan (confusion matrix), maka diketahui bahwa penelitian ini dilakukan dengan presentase kesalahan interpretasi sebesar 0,44 %dan tingkat kepercayaan data sebesar 99,56%. Adanya piksel tak murni yang masuk dalam training area kelas tertentu menjadi alasan mengapa presentase tingkat ketelitian pengolahan data pada kedua citra belum mencapai 100%. Dalam penginderaan jauh citra satelit, jumlah piksel murni suatu kelas penutupan lahan yang dipakai dalam training area, sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan data. Hal ini berpengaruh langsung terhadap pengenalan objek suatu kelas, dan pemisahan antar kelas. Semakin banyak piksel murni yang digunakan, maka semakin kecil galat dari pengenalan objek oleh komputer dan makin jelas pemisahan kelas yang dilakukan. Namun bertolak dari pendapat Wedastra, 2000 dalam Annisa, 2002, bahwa tingkat ketelitian dengan menggunakan data penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85% dan atau kurang lebih sama untuk setiap kelas atau kategori, maka data ini bisa digunakan untuk dianalisis dan dapat dipercaya keakuratannya. Komposisi Hutan dan Non Hutan Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, ditemukan penutupan lahan Saparua berupa hutan/dusun, areal pertanian / perkebunan, pemukiman masyarakat, daerah bebatuan, semak dan alang alang. Hasil pengamatan lapangan menunjukan bahwa kondisi penutupan lahan di lapangan memiliki kesamaan dengan hasil analisa laboratorium (walaupun tidak seluruhnya, karena data yang digunakan telah kadaluarsa sehingga ada beberapa perubahan saat diamati pada saat ini. Sedangkan daerah di bawah penutupan awan menunjukan kondisi yang tidak terlalu berbeda sehingga asumsi yang dipakai untuk menganalisa citra dapat diterima. Hutan yang ada pada sebagian besar daerah Saparua berbentuk hutan milik dan hutan adat yang dikelola dengan pola dusun. Komposisi hutan Saparua pada umumnya terdiri dari; vegetasi mangrove (Soneratia sp, Bruguiera sp, Rhizophora sp, Avicenia sp), bintanggur (Calopyllum inophylum) kenari (Canarium sp), durian (Durio sp), lansat (Lansium domesticum), gayang (Inocarpus edulis), cengkeh (Eugenia aromatica), sengon (Paraserianthes mollucana), jati (Tectona grandis), akasia (Acacia sp), sagu (Metroxilon sp), aren (Arenga pinnata). Kelemahan lain yang ditemui dalam penelitian ini adalah kecamatan Saparua tidak memilki gambaran tata batas yang jelas antara petuanannya sehingga tidak ada data dasar untuk melakukan perbandingan khusus tentang penutupan hutan antar negeri di dalamnya. Dari hasil pengamatan dalam 6 bagian (jazirah), maka dapat dideskripsikan bahwa daerah non hutan banyak tersebar di daerah Haria-Porto, Booi- Paperu, Saparua Tiouw, dan Pia Kulur yang disusun oleh pemukiman warga, areal pertanian/ kebun campuran, dan lahan kritis (daerah batu karang) yang ditumbuhi semak dan alang - alang. Sedangkan penutupan hutan yang lebih dominan terdapat pada daerah jazirah Tenggara dan Hatawano. Pulau Molana ikut dideteksi dalam penelitian ini, mengingat pulau ini merupakan daerah petuanan Haria. Pulau kecil ini ditutupi oleh daerah hutan, kebun campuran, dan semak semak. Berdasar pengertian Pulau oleh Soehartono (2006), maka dalam penelitian ini, pulau Pombo di daerah Booi tidak ikut dideteksi. Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Semakin besar jumlah sampel yang digunakan dalam pembuatan training area, maka semakin kecil pula galat yang terjadi dalam proses klasifikasi. 2. Luas hutan Kecamatan Saparua sebesar 10.656,9 ha. Sedangkan daerah non hutan sebesar 7.846,2 ha. 3. Informasi yang dihasilkan ini dapat digunakan dalam perencanaan dan monitoring kondisi lahan ke depan sebab analisis matriks kesalahan (Confusion matrix) menunjukan data citra Kecamatan Saparua memiliki tingkat kepercayaan 99,56%. Analisis Penutupan/penggunaan Lahan Menggunakan Klasifikasi Kemiripan Maksimum (Maximum Likelihood Classification) di Pulau Saparua dan Molana, Kecamatan Saparua

Jurnal Agroforestri Volume V Nomor 1 Maret 2010 Saran 1. Perlu dilakuan penelitian dan pengawasan lanjutan (bertahap) mengingat data yang dipakai untuk deteksi dan prediksi ini merupakan data lama dengan penutupan awan yang cukup mengganggu. 2. Perlu dilakukan perbandingan dan peninjauan ulang database Kecamatan Saparua. 3. Untuk meningkatkan kualitas data dalam analisis selanjutnya, diharapkan dari lembaga lembaga pengguna untuk melakukan pengadaan data (citra) terbaru. DAFTAR PUSTAKA Annisa. 2004. Identifikasi Kerusakan Mangrove dengan Citra Satelit Landsat ETM dan Sistem Informasi Geografis di Pesisir Selatan Propinsi Gorontalo. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasian. Humaidi, D. 2005. Pemanfaatan Citra Landsat ETM + Dalam Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan: Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Propinsi Sumatera Selatan. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasian. Hutauruk, F. H. 2005. Evaluasi Kawasan Lindung Dengan Menggunakan Citra Landsat TM tahun 2001 dan Sistem Informasi Geografis (Studi kasus di Wilayah Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan. Lillesand, T. M dan R.W. Kiefer. 1990, Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Lo, C. P. 1996. Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan. UI Press. Jakarta. Purwadhi, S. H. 2002. Interpretasi Citra Digital. Grasindo. Jakarta.