PENGGUNAAN JAMUR DAN BAKTERI DALAM PENGENDALIAN PENYAKITTANAMAN SECARA HAYATI YANG RAMAH LINGKUNGAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

PENGENDALIAN OPT PADI RAMAH LINGKUNGAN. Rahmawasiah dan Eka Sudartik Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar.

BAB IV. EKOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Smith.) sudah tidak asing lagi bagi. penting dalam pemenuhan gizi masyarakat. Dalam buah tomat banyak

APLIKASI Trichoderma virens MELALUI PENYEMPROTAN PADA DAUN, AKAR DAN PERENDAMAN AKAR UNTUK MENEKAN INFEKSI PENYAKIT DOWNY MILDEW PADA TANAMAN CAISIN

I. PENDAHULUAN. Pisang Cavendish merupakan komoditas pisang segar (edible banana) yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman perkebunan yang bernilai ekonomi

CARA CARA PENGENDALIAN OPT DAN APLIKASI PHESTISIDA YANG AMAN BAGI KESEHATAN 1) SUHARNO 2) 1) Judul karya ilmiah di Website 2)

tanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

Kompos, Mikroorganisme Fungsional dan Kesuburan Tanah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura

PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN SECARA TERPADU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. dari daerah Brasilia (Amerika Selatan). Sejak awal abad ke-17 kacang tanah telah

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. persoalan lingkungan dan ketahanan pangan yang dilanjutkan dengan. daripada melaksanakan pertanian organik (Sutanto, 2006).

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. bertambahnya jumlah penduduk, sehingga bahan pangan yang tersedia harus

LAPORAN AKHIR MATA KULIAH TEKNOLOGI PUPUK DAN PEMUPUKAN PUPUK HAYATI MIKORIZA MIRPROB

Hama Patogen Gulma (tumbuhan pengganggu)

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang terus meningkat. Segala upaya untuk meningkatkan produksi selalu

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan mikroorganisme, baik itu mikroorganisme yang menguntungkan. maupun yang merugikan. Jamur merupakan mikroorganisme yang

BAB I PENDAHULUAN. allin dan allisin yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).

Deskripsi FORMULA PUPUK HAYATI TANAMAN KEDELAI

I. PENDAHULUAN. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang sangat dikenal

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura yang tergolong tanaman semusiman. Tanaman berbentuk perdu

Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ A0 T1 20,75 27,46 38,59 86,80 28,93 T2 12,98 12,99 21,46 47,43 15,81 T3 16,71 18,85 17,90 53,46 17,82

PENDAHULUAN Latar Belakang

Bersama ini kami informasikan beberapa produk/teknologi unggulan kami yang layak untuk digunakan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung

POTENSI CENDAWAN RHIZOSFER DALAM MENGINDUKSI KETAHANAN TANAMAN

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays var. saccarata) adalah tanaman pangan yang kebutuhan

I. PENDAFIULUAN. Tanaman kelapa sawit {Elaeis guineensis Jacq') merapakan tanaman

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang menghasilkan salah satu komoditas unggulan di Indonesia yaitu

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

A. Latar Belakang Masalah

Cara Menyerang Patogen (1) Mofit Eko Poerwanto

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati.

IbM Produksi Biopestisida Trichoderma harzianum di Pusat Pemberdayaan Agens Hayati ( PPAH) Ambulu Jember

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan sayuran rempah yang tingkat

TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Enzim ACC Deaminase dan Etilen

PENGELOLAAN HAMA SECARA HAYATI Oleh : Awaluddin (Widyaiswara)

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pergeseran dari sistem beternak ektensif menjadi intensif

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Moch Taufiq Ismail_ _Agroekoteknologi_2013

I. PENDAHULUAN. untuk menambah cita rasa dan kenikmatan makanan. Berbagai kegunaan bawang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian OPT. Status Pengendalian

ANTAGONISME BAKTERI Pseudomonad fluorescens TERHADAP JAMUR PATOGEN Fusarium oxysporum f. sp. melonis DI RIZOSFER PERKECAMBAHAN MELON SKRIPSI

PENDAHULUAN Latar Belakang

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN HAMA TERPADU

Bioteknologi Mikroba Untuk Pertanian Organik

1.2 Tujuan Untuk mengetahui etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit pada tanaman.

KAJIAN INTRODUKSI RHIZOBAKTERIA PSEUDOMONAD FLUORESCENS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI CABAI DI LAPANG ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. yang multiguna, dapat digunakan sebagai bumbu masakan, sayuran, penyedap

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia.

KEDAULATAN PANGAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Karet. Budidaya Karet

Memahami Konsep Perkembangan OPT

Mengapa menggunakan sistem PHT? Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Mengapa menggunakan sistem PHT? Mengapa menggunakan sistem PHT?

BAB I PENDAHULUAN. dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000 dalam Suwarno, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGENDALIAN PENYAKIT TANAMAN HUTAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan pangan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dilakukan

Transkripsi:

PENGGUNAAN JAMUR DAN BAKTERI DALAM PENGENDALIAN PENYAKITTANAMAN SECARA HAYATI YANG RAMAH LINGKUNGAN Nurhayati. J urusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Kampus Unsri Indralaya, Jl. Raya Prabumulih OI 30662, Sumatera Selatan. ABSTRAK Rendahnya produktivitas lahan pertanian di Negara kita erat hubungannya dengan berbagai faktor yang terlibat dalam proses budidaya itu sendiri. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas tersebut adalah adanya serangan penyakit tanaman. Umumnya pengendalian penyebab penyakit tanaman ini dilakukan dengan menggunakan bahan kimia. Penggunaan bahan kimia yang terus menerus ternyata memberikan dampak yang tidak baik terhadap lingkungan. Akhir-akhir ini orang semakin menyadari bahwa penggunaan pestisida yang berlebihan tidak saja berakibat buruk terhadap lingkungan pertanian itus sendiri seperti matinya organism berguna, kebalnya hama atau pathogen akan tetapi residu yang terbawa oleh tanaman akan sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Oleh karenanya pelaksanaan program pengendalian hama dan penyakit terpadu merupakan angka strategis untuk mencapai tujuan yang digagas oleh pemerintah selama ini. Hal ini karena dengan meminimalkan penggunaaan bahan kimia dan menggantikannya dengan penggunaan bahan-bahan yang ramah linkungan maka diharapkan produksi yang dihasilkan akan aman dikonsumsi disamping terjaganya kelestarian lingkungan serta pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan. Pengembangan pertanian yang memanfaatkan pengendalian hama ataupun penyakit secara hayati tidak saja akan memberikan hasil yang efektif, tidak merusak atau mematikan organisma berguna, tidak berdampak negatif terhadap konsumen ataupun menghasilkan ledakan hama atau penyakit skunder akan tetapi lebih berwawasan ramah terhadap lingkungan. Akhir-akhir ini telah banyak dikembangkan pemanfaatan agensia dari jenis jamur dan bakteri untuk menggendalikan serangan pathogen pada tanaman. Pemanfaata jamur dan bakteri sebagai agensia pengendalian hayati mempunyai prospek yang cukup menjanjikan karena selain mudah diperoleh, agensia ini dapat, mencegah timbulnya ledakan OPT sekunder; produk tanaman yang dihasilkan bebas dari residu pestisida; terdapat di sekitar pertanaman sehingga dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap pestisida sintetis; menghemat biaya produksi, aman bagi manusia serta ramah lingkungan. PENDAHULUAN Pertumbuhan dan produktivitas suatu tanaman sangat bergantung pada ketersediaan hara dan air dalam tanah, faktor pemeliharaan, faktor lingkungan seperti cahaya, temperatur, kemasaman areal pertanamannya serta pemeliharaan dan pencegahan hama dan penyakit. Tanaman dikatakan sehat apabila tanaman tersebut dapat melakukan fungsi-fungsi fisiologisnya dengan baik. Fungsi-fungsi tersebut meliputi: pembelahan sel secara normal, differensiasi, penyerapan bahan hara dan air dari dalam tanah dan translokasinya ke seluruh bagian tanaman, fotosintesa dan translokasi hasil fotosintesa, perkembangan dan lain sebagainya (Agrios, 1997). 316

Dalam proses pertumbuhan tanaman seringkali dijumpai adanya gannguan penyakit baik pada benih yang akan digunakan sampai tanaman telah ada di lapangan. Apabila tanaman terganngu oleh patogen ataupun oleh keadaan lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhannya maka tanaman akan mengalami proses penyimpangan dalam proses fisiologinya sehingga dikatakan sakit. Penyakit dapat terjadi bila terjadi interaksi antara tanaman, lingkungan serta patogen. Tanaman yang rentan apabila terinfeksi oleh patogen yang virulen serta didukung oleh keadaan lingkungan yang lebih menguntungkan patogen maka akan terjadi penyakit. Apabila lingkungan terus menerus menguntungkan bagi perkembangan patogen maka dapat dipastikan akan terjadi serangan penyakit yang cukup parah di areal tersebut. Umumnya para petani menggunakan bahan pestisda kimia untuk mengatasi serangan penyakit. Hal ini dikarenakan pestisda kimia dapat memberikan hasil yang cepat dan nyata. Namun akhir-akhir ini masyarakat dunia mulai sadar akan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia yang terus menerus. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan lingkungan. Gaya hidup sehat telah menjadi trend dan kebutuhan sehari-hari. Orang sudah mulai menyadari bahwa pestisida kimia berdampak negatif sehingga mulai ditinggalkan walaupun belum sepenuhnya (Anonimous, 2002). Penerapan teknologi pertanian yang berwawasan lingkungan haruslah mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat sebagai landasan pembangunan pertanian sehat, berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dalam konsep pengendalian penyakit tanaman dikembangkan dua strategi utama yaitu mengurangi jumlah inokulum awal dan mengurangi laju infeksi. Usaha pengendalian secara hayati terhadap penyakit tanaman sangatlah penting sebab dapat membatasi pertumbuhan patogen untuk jangka waktu yang cukup lama. Disamping itu juga tidak berbahaya bagi tanaman serta ekosistim. Tulisan ini merupakan uraian umum mengenai pengendalian penyakit tanaman secara hayati yang ramah lingkungan. PENGENDALIAN PENYAKIT TANAMAN SECARA HAYATI YANG RAMAH LINGKUNGAN Usaha untuk mengendalikan patogen umumnya dilakukan dengan menggunakan bahan kimia atau pestisida. Petani sebagai pelaku utama kegiatan pertanian seringkali menggunakan pestisida sintetis terutama untuk patogen yang sulit dikendalikan seperti patogen soil borne, virus. Petani cenderung menggunakan pestisida sintetis secara berlebihan sehingga menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. penggunaan pestisida yang berlebihan dan terus menerus telah menunjukkan suatu dampak negatif seperti timbulnya resurjensi hama atau patogen ke dua, resisten jasad patogen, matinya musuh-musuh alami sehingga mengganggu keseimbangan eksosistem. Umumnya petani melakukan hal tersebut karena modal yang telah dikeluarkan untuk produksi sudah cukup besar, sehingga mereka tidak berani menanggung resiko kegagalan usaha taninya. Disamping itu ketertarikan para petani menggunakan pestisida kimia disebabkan karena para konsumen bisanya mencari produk yang bersih dan cantik terutama untuk hortikultura serta kurang tersedianya bahan pengendalian non kimia yang efektif sehingga sampai saat ini pestisida sintetis masih menjadi primadona petani (Istikorini, 2002). Sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu lingkungan maka usaha pengendalian hama dan penyakit sekarang lebih di arahkan kepada pemanfaatan musuh-musuh alami hama dan patogen yang lebih kita kenal dengan pengendalian secara hayati. 317

Pengendalian penyakit tanaman secara hayati dalam arti luas adalah setiap cara pengendalian penyebab penyakit atau pengurangan jumlah atau pengaruh patogen tersebut yang berhubungan dengan mekanisme kehidupan oganisma lain selain manusia (Campbell, 1989). Pengendalian hayati ini dapat meliputi: 1). pergiliran tanaman dn beberapa system pengelolaan tanah, pemupukan, dan sebagainya yang dapat mempengaruhi mikroba tanah, 2). Menempatkan atau menambahkan lansung mikroba antagonistik pada patogen atau yang sesuai dengan tanamannya, 3). Penggunaan bahan kimia untuk merubah mikroflora serta 4). Pemuliaan tanaman yang diketahui dapat merubah genom tanaman yang dapat mempengaruhi mikloflora baik pada pilosfere maupun rizosfere. Dalam arti sempit pengendalian penyakit secara hayati adalah penambahan suatu mikroflora antagonis secara buatan ke dalam lingkungan untuk mengendalikan patogen. Pengendalian hayati dapat juga didefinisi sebagai upaya pengurangan kepadatan inokulum atau pengurangan kegiatan patogen atau parasit baik pada waktu aktif maupun dorman dengan menggunakan satu atau lebih organisma yang dilakukan secara alami atau melalui manipulasi lingkungan, inang atau antagonis atau melalui penambahan satu atau lebih antagonis (Cook and Baker, 1983). Tujuan pengendalian penyakit secara hayati tidak lain adalah mengurangi laju perkembangan penyakit melalui penurunan daya hidup patogen pada tanaman, menurunkan jumlah propagul yang diproduksi serta mengurangi penyebaran inokulum, mengurangi infeksi patogen pada tanaman serta mengurangi serangan yang berat oleh patogen. Pengendalian penyakit hayati oleh mikroorganisme baik jamur ataupun bakteri dapat terjadi melalui satu atau beberapa mekanisme seperti: antibiosis, kompetisi, hiperparasit, induksi resistensi dan memacu pertumbuhan tanaman (Cook dan Baker, 1974., Van Loon,2000., Kloeppet et al,1999.,schippers et al, 1987). Mekanisme antibiosis merupakan penghambatan patogen oleh senyawa metabolik yang dihasilkan oleh agensia hayati seperti: enzim, senyawa-senyawa volatile, zat pelisis dan senyawa antibiotik lainnya. Salah satu contoh adalah agensia hayati kelompok jamur. Jamur diketahui mampu menghasilkan bermacam senyawa beracun (toksis) untuk melawan organisma lainnya (Burge, 1988). Dalam mengkolonisasi suatu substrat jamur mempunyai kemampuan untuk menghasilkan sejumlah produk ektraselular yang bersifat racun. Kemampuan jamur menghasilkan suatu antibiotik sangatlah penting dalam menentukan kemampuannya untuk mengkolonisasi dan mengatur keberadaannya dalam suatu substrat. Antibiotik dapat juga mengakibatkan terjadinya endolisis atau autolisis yaitu pecahnya sitoplasma suatu sel oleh enzim yang diikuti kematian yang mungkin disebabkan kekurangan hara, antibiotik ataupun kerusakan dinding sel. Dengan demikian berhasil tidaknya suatu organisma pengendali hayati sebagai agensia hayati bergantung pada kemampuan antibiotik yang dihasilkannya menekan pertumbuhan dan perkembangan patogen tanaman (Baker dan Cook, 1982) Kompetisi adalah suatu mekanisme penekanan aktivitas patogen oleh agensia hayati terhadap sumber-sumber terbatas seperti zat organik, zat anorganik, ruang dan faktor faktor pertumbuhan lainnya. Salah satu contoh adalah persaingan akan ruang/tempat pada akar. Contoh ektomikoriza merupakan agensia yang dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati. Jamur tersebut mampu membungkus secara efektif seluruh akar dan menempati bagian rizosfer sehingga apabila ada mikroorganisme lain seperti misalnya Armilaria mellea atau Phytophthora spp, maka patogen tersebut tidak dapat lagi mengkolonisasi bagian tersebut. 318

Mekanisme hiperparasit merupakan perusakan patogen oleh senyawa atau zat yang dihasilkan oleh agensia hayati seperti kitinase, selulase, glukanase, enzim pelisis dan lainnya (Baker dan Cook, 1974) Agensia pengendali hayati juga dapat menginduksi resistensi tanaman terhadap patogen dengan cara mengaktifkan suatu lintasan sinyal dan melibatkan hormon asam jasmonik dan etilen tanaman (Van Loon, 2000). Beberapa agensia hayati juga mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman. JAMUR DAN BAKTERI AGENSIA PENGENDALI HAYATI PENYAKIT TANAMAN Penggunaan agensia pengendali hayati dalam mengendalikan organisma pengganggu tanaman (OPT) semakin berkembang karena cara ini lebih unggul dibanding pengendalian berbasis pestisida. Beberapa keunggulan tersebut adalah: (1) aman bagi manusia, musuh alami; (2) dapat mencegah timbulnya ledakan OPT sekunder; (3) produk tanaman yang dihasilkan bebas dari residu pesti sida; (4) terdapat di sekitar pertanaman sehingga dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap pestisida sintetis; dan (5) menghemat biaya produksi karena aplikasi cukup 1 atau 2 kali dalam satu musim panen. Pengendalian penyakit secara hayati dapat dilakukan dengan menggunakan tanaman yan tahan terhadap serangan patogen tertentu, atau dengan menggunakan mikro-organisme lain yang bersifat antagonistik atau parasit terhadap patogen tanaman. Penggunaan agensia hayati atau mikro-organisma antagonis dalam pengendalian hayati di Indonesia khususnya, baru mendapat perhatian dalam tahun-tahun terakhir ini. Beberapa agensia hayati yang telah diketahui dapat digunakan dalam pengendalian penyakit secara hayati antara lain jamur dan bakteri (Tabel 1) (Campbell, 1989) Banyak jamur yang dapat bersaing secara antagonis. Hal ini data mempengaruhi keseimbangan alami mikroflora dalam tanah, filosfer ataupun rizosfer sehingga dapat dimanfaatkan sebagai agensia hayati. Jamur parasit fakultatif dengan bantuan enzim dan senyawa toksik yang dapat dihasilkannya dapat merusak inangnya serta menyerap makanan dari sel-sel inang yang telah mati. Sebaran inang jamur golongan ini sangat luas dan dapat diperbanyak pada media buatan. Jamur mampu masuk melalui dinding hifa inang sehingga sagat potensial untuk dimanfaatkan sebagai agensia pengendali hayati. Beberapa diantara nya adalah Trichoderma spp, yang data digunakan untuk menekan jamur patogen seperti damping off. Jamur antagois dengan modus aksi mikoprasitisme berpotensi untuk terus dikembangkan sebagai biofungisida karena mampmengandalikan struktur istirahat patogen (Adams, 1990) bel 1. Beberapa agensia pengendali hayati tanaman. Agensia hayati Nama ilmiah Mekanisme pengendalian Jamur Trichoderma viride, T. harzianum,t. koningii, T. hamatum, T. pseudokoningii Mikoparasit, pesaing, antibiotik dan enzimatik Penicillium sp Peniophora gigantean Phytium oligandrum Sporodesmium sclerotivorum Gliocladium virens Pesaing dan antibiosis. Mikoparasit 319

Laccaria laccata Lactarius sp Fusarium solani, F. oxysporum Ampelomyces quisqualis Bakteri Bacillus cereus, B. subtilis, B. pumilus, Erwinia herbicola Pseudomona s sp Steptomyces praecox, S. griseus Pesaing,proteksi silang dengan jenis Fusarium yang tidak virulen Mikoparasit. Antibiosis Pesaing, Antibiosis dan kolonisasi Kemampuan jamur untuk berada di habitat tertentu seperti tanah ataupn di permukaan bagian tanaman sebagian ditentukan oleh hubungan interaksi dengan mikro-organisme lainnya. Hubungan yang bersifat antagonis satu dengan lainnya sehingga berpotential digunakan sebagai agensia hayati. Diantara contoh jamur yang bersifat antagonis ini adalah Trichoderma spp, Peniillium spp dan Gliocladium. Jamur-jamur tersebut dapat bersifat antagonis terhadap patogen tanaman baik yang terdapat pada tanah, permukaan inang seperti biji, benih dan didekat bagian terinfeksi. Kelompok jamur Trihoderma saat ini telah diformulasikan sebagai biofungisida terdaftar untuk pengendalian hayati beberapa atogen pertanian dan kehutanan (Direktorat pupuk dan Pestisida, 2001) Beberapa golongan jamur seperti Ascomycetes, Basidiomycetes dan jamur inferfect umumnya dapat menghasilkan senyawa-senyawa antibiotik. Antibiotik merupakan senyawa yang bersifat toksik terhadap pathogen dan mempunyai sebaran yang sangat luas. Kemampuan menghasilkan senyawa toksin tersebut akan sangat penting dalam menentukan keuntungan persaingan. Disamping itu hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan agensia hayati adalah kemampuan relative untuk mengkolonisasi lingkungan mikro yang berbeda dan menggunakan substrat yang berbeda. Contoh kasus ini adalah ektomikoriza yang dapat berperan sebagai pengendali hayati terhadap pathogen yang menginfeksi akar (Campbell, 1989). Pengendalian hayati oleh bakteri antagonis dapat terjadi melalui satu atau beberapa mekanisme seperti halnya pada jamur pengendali hayati yaitu: antibiosis, kompetisi, hiperparasit. Selain itu baik bakteri maupun jamur pengendali hayati ada yang mempunyai kemampuan induksi reistensi dan memacu pertumbuhan tanaman (Van loon, 2000). Agensia hayati dapat menginduksi resistensi tanaman terhadap patogen dengan cara mengaktifkan lintasan sinyal dan melibatkan hormone asam jasmoik dan etilen tanaman. Selain itu bakteri antagonis khususnya rizobakteria dapat meningkatkan pertumbunan tanaman. Hasil penelitian Agustin (2011) menunjukkan bahwa penyemprotan dan penyiraman Trichoderma virens dan Pseudomonas florencens sebagai agensia hayati mampu menekan infeksi Peronospora parasitica dan meningkatkan berat basah tanaman caisin. PENUTUP Penggunaan mikro-organisme dari golongan jamur dan bakteri sebagai pengendali hayati penyakit tanaman mempunyai prospek yang sangat baik di masa yang akan datang. Hal ini 320

dikarenakan kedua mikro-organisme ini selain mudah dibiakkan dan diperbanyak juga dapat diperoleh diareal pertanian itu sendiri. Selain itu penggunaan agensia pengendali hayati dalam mengendalikan organisma pengganggu tanaman (OPT) semakin berkembang karena cara ini lebih unggul dibanding pengendalian berbasis pestisida. Beberapa keunggulan tersebut adalah: ) aman bagi manusia dan musuh alami; dapat mencegah timbulnya ledakan OPT sekunder; produk tanaman yang dihasilkan bebas dari residu pesti sida; muda didapat karena ada di sekitar pertanaman sehingga dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap pestisida sintetis; menghemat biaya produksi serta ramah terhadap lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Adams, P. B. 1990. The potential of mycoparasites for biological control of plant: Diseases. Annun.rev.Phytopathol, 28:59-72. Anonimous. 2002. Prospek pertanian organic di Indonesia. http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/17/. diakses maret 2010 Agrios. G.N. 1997. Plant pathology. Ed ke-4. San Diego, Academic Press. Agustin, S. E. 2011. Effektivitas pengendalian Perenospora parasitica Pers, ex Fr dengan menggunakan Pseudomonas flourecens, Trichoderma virens, Bacillus sp dan fungisida sintetik pada tanaman caisin (tidak dipublikasikan). Baker, K. F dan R. J. Cook. 1974. Biological control of microbial plant pathogen. San Fransisco: Freeman WH. Baker, K. F. dan R. J. Cook. 1982. Biological control of plant pathogen. The American Phytopathological Society. St. Paul, Minnsota. 433pp. Burge, M. N. 1988. Fungi in biological control systems. Manchester Univ. Press. 296 pp. Campbell. 1989. Biological control of microbial plant pathogens. Cambridge Uni. Press. 218 pp. Direktorat pupuk dan Pestisida, 2001. Pestisida untuk pertanian dan kehutanan. Jendral Bina Sarana Pertanian. Departemen Pertanian Jakarta. Direktorat Istikorini, Y. 2002. Pengendalian penyakit tumbuhan secara hayati yang ekologis dan berkelanjutan. http://rudyct.com/pps702-ipb/05123/yunik_istikorini.htm. Kloepper, J.W., Zablotowicz, R.M., Tipping, E.M., Lifshitz, R. 1999. Plant root-bacterial interaction in biological control of soil borne diseases and potential extension to systemic and foliar diseases. Austral Palnt Pathol. 70:44-49. Schipper, B., Baker, A. W., Baker, P.A.H.M. 1987. Interactions between deleterious and beneficial rhizosphere microorganisms and the effect of cropping practices. Ann. Rev. Phytopathol 25:339-358. Van Loon, L. C. 2000. Syastemic induced resistance dalam Susarenko, A., Fraser, R.S.S., Van Loon, L. C. editor. Mechanisms of resistance to plant diseases. Netherland:Kluwr academic publisher. 521-574. 321