VISUAL SECRET SHARING PADA CITRA WARNA DENGAN TEKNIK HALFTONE SKRIPSI ANDY MARHADI SUTANTO

dokumen-dokumen yang mirip
Studi dan Eksperimen terhadap Kombinasi Warna untuk Kriptografi Visual Warna Kromatik. Ibnu Alam

Kriptografi Visual pada Citra Biner dan Citra Berwarna serta Pengembangannya dengan Steganografi dan Fungsi XOR

KRIPTOGRAFI VISUAL (4,4) UNTUK BERBAGI 3 CITRA RAHASIA LEWAT 4 CITRA TERSANDI. Jevri Eka Susilo

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pemanfaatan Steganografi dalam Kriptografi Visual

Studi Kriptografi Visual dengan Enkripsi Gambar Lain

Pemanfaatan Kriptografi Visual untuk Pengamanan Foto pada Sistem Operasi Android

PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK KRIPTOGRAFI VISUAL TANPA EKSPANSI PIKSEL DAN ALGORITMA RLE

Perbandingan Metode Visual Sharing Scheme dan General Access Structure pada Kriptografi Visual

KRIPTOGRAFI VISUAL PADA CITRA BERWARNA MENGGUNAKAN METODE KOMBINASI PERLUASAN WARNA RED GREEN DAN BLUE

PELABELAN JUMLAH EKSKLUSIF PADA GRAF MATAHARI, GRAF KORONA, DAN GRAF HAIRYCYCLE DENGAN BANYAK SIMPUL LINGKARAN GENAP SKRIPSI

Kriptografi Visual Berwarna dengan Metode Halftone

BAB 2 LANDASAN TEORI

Kriptografi Visual tanpa Ekspansi Piksel dengan Pembangkitan Warna dan Kamuflase Share

BAB 2 LANDASAN TEORI

Kriptografi Visual dengan Memanfaatkan Algoritma ElGamal untuk Citra Berwarna

Penggunaan Ide Visual Kriptografi dalam Pengenkripsian Multimedia

Model Citra (bag. 2)

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

APLIKASI KRIPTOGRAFI VISUAL PADA DOKUMEN KEUANGAN

Kriptografi Visual, Teori dan Aplikasinya

Tanda Tangan Digital Untuk Gambar Menggunakan Kriptografi Visual dan Steganografi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KRIPTOGRAFI VISUAL UNTUK BERBAGI DUA CITRA RAHASIA MENGGUNAKAN METODE FLIP (2,2) Putri Kartika Sari

Pertemuan 2 Representasi Citra

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pengolahan citra. Materi 3

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Kriptografi Visual dengan Metode Color Split

IMPLEMENTASI SANDI HILL UNTUK PENYANDIAN CITRA

PERBANDINGAN CITRA DENGAN ALGORITMA DITHERING ZHIGANG FAN, SHIAU FAN DAN STUCKI SEBAGAI MASUKAN KRIPTOGRAFI VISUAL

Aplikasi Teori Kombinatorial Dalam Penomeran Warna

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

Perbandingan Kriptografi Visual dengan Penyembunyian Pesan Gambar Sederhana Adobe Photoshop

Pengembangan Fungsi Random pada Kriptografi Visual untuk Tanda Tangan Digital

Kriptografi Visual Berbasis Model CMY Menggunakan Mask Hitam Putih Untuk Hasil Digital Watermarking Menggunakan Teknik Penggabungan DWT Dan DCT

Kriptografi Visual Pada Berkas Video

IMPLEMENTASI ALGORITMA LEMPEL-ZIV-WELCH DAN ADAPTIVE HUFFMAN CODING PADA KRIPTOGRAFI VISUAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Pemanfaatan Himpunan Dalam Seleksi Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

dan c C sehingga c=e K dan d K D sedemikian sehingga d K

SAMPLING DAN KUANTISASI

Watermarking dengan Metode Dekomposisi Nilai Singular pada Citra Digital

PENGELOMPOKAN DOKUMEN BAHASA INDONESIA DENGAN TEKNIK REDUKSI DIMENSI NONNEGATIVE MATRIX FACTORIZATION DAN RANDOM PROJECTION SKRIPSI

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.4, No.1 April 2017 Page 420

PERSEPSI MANTAN NARAPIDANA TERHADAP IKLAN HAPPYDENT WHITE (VERSI MELARIKAN DIRI DARI PENJARA) SKRIPSI

PENGKODEAN CITRA MENJADI DUA BUAH CITRA BAYANG DAN PENDEKODEAN MENJADI CITRA ASAL ABSTRAK

Implementasi Enkripsi File dengan Memanfaatkan Secret Sharing Scheme

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

Studi dan Eksperimen Kombinasi Kriptografi Visual dan Aspek Steganografi IF3058 Kriptografi

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kriptografi

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI STEGANOGRAFI LEAST SIGNIFICA (LSB) DENGAN MODIFIKASI VIGENERE CIPHE PADA CITRA DIGITAL SKRIPSI HASINA TONI

IMPLEMENTASI KRIPTOGRAFI DAN STEGANOGRAFI MENGGUNAKAN ALGORITMA RSA DAN METODE LSB

ABSTRCTK & EXEUTIVE SUMMARY HIBAH BERSAING. Sistem Pengkodean File Image Kedalam Citra Foto Menggunakan Teknik Steganografi

BAB II LANDASAN TEORI

Penerapan Metode End Of File Pada Steganografi Citra Gambar dengan Memanfaatkan Algoritma Affine Cipher sebagai Keamanan Pesan

Studi Extended Visual Cryptography Schemes dan Kontribusinya Dalam Kehidupan

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE RASIO KEUANGAN PERIODE SKRIPSI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Sesi 2: Image Formation. Achmad Basuki PENS-ITS 2006

APLIKASI DAN IMPLEMENTASI SECRET SHARING MENGGUNAKAN KRIPTOGRAFI VISUAL PADA CITRA BINER PUBLIKASI JURNAL SKRIPSI

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Perancangan Perangkat Lunak untuk Penyembunyian Data Digital Menggunakan 4-Least Significant Bit Encoding dan Visual Cryptography

PENERAPAN METODE MOST SIGNIFICANT BIT UNTUK PENYISIPAN PESAN TEKS PADA CITRA DIGITAL

KARAKTER MATRIKS DARI ENDOMORFISMA SEBAGAI AUTOMORFISMA PADA GRUP HINGGA KOMUTATIF SKRIPSI CITRA NATALIA

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pengolahan Citra Warna 1 Semester Genap 2010/2011. Dr. Fitri Arnia Multimedia Signal Processing Research Group (MuSig) Jurusan Teknik Elektro-UNSYIAH

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

KRIPTOGRAFI KURVA ELIPTIK ELGAMAL UNTUK PROSES ENKRIPSI- DEKRIPSI CITRA DIGITAL BERWARNA

Kriptografi Visual dengan Plain Partition dan Skema (n-1,n)

PENDEKATAN MODEL PEMROGRAMAN LINIER UNTUK MENENTUKAN BOBOT-BOBOT DALAM METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS SKRIPSI UCI LESTIANA

BAB II LANDASAN TEORI

PENURUNAN FUNGSI PEMBANGKIT DARI POLINOMIAL CHEBYSHEV JENIS PERTAMA DAN KEDUA BERDASARKAN KUANTITAS KOMPLEKS SKRIPSI MEI INDAH SUSANTI

ALGORITMA ELGAMAL DALAM PENGAMANAN PESAN RAHASIA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

1.1 Intensitas. 1.2 Luminansi. 1.3 Lightness. 1.4 Hue. 1.5 Saturasi

KULIAH 1 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA PENGANTAR MATRIKS

Novi Indriyani

UNIVERSITAS INDONESIA

Pembebanan Overhead Cost di UI Pada Masa UI-BHMN dan Kemungkinan Penerapan Model Activity Based Costing

APLIKASI PENGAMANAN DATA TEKS PADA CITRA BITMAP DENGAN MENERAPKAN METODE LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB)

Kriptografi Visual Menggunakan Adobe Photoshop

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK DAN FRAKSI DARI EKSTRAK n-heksana BUAH KETAPANG DAN PENAPISAN FITOKIMIA DARI FRAKSI TERAKTIF SKRIPSI

Perbandingan Algoritma Kunci Nirsimetris ElGammal dan RSA pada Citra Berwarna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Nurnasrina

Transkripsi:

UNIVERSITAS INDONESIA VISUAL SECRET SHARING PADA CITRA WARNA DENGAN TEKNIK HALFTONE SKRIPSI ANDY MARHADI SUTANTO 0806452103 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI SARJANA MATEMATIKA DEPOK JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA VISUAL SECRET SHARING PADA CITRA WARNA DENGAN TEKNIK HALFTONE SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains ANDY MARHADI SUTANTO 0806452103 HALAMAN JUDUL FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI SARJANA MATEMATIKA DEPOK JUNI 2012

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar Nama : Andy Marhadi Sutanto NPM : 0806452103 Tanda Tangan : Tanggal : 18 Juni 2012 iii

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Andy Marhadi Sutanto NPM : 0806452103 Program Studi : Sarjana Matematika Judul Skripsi : Visual Secret Sharing Scheme pada Citra Warna dengan Teknik Halftone Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi S1 Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Dr. Kiki Ariyanti Sugeng ( ) Penguji I : Gatot F. Hertono, PhD. ( ) Penguji II : Dra. Siti Aminah, M.Kom. ( ) Penguji III : Drs. Suryadi MT, M.T. ( ) Ditetapkan di : Depok Tanggal : 18 Juni 2012 iv

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah swt atas segala rahmat dan hidayah yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis sadar bahwa penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang memberikan bantuan dan dukungan baik dalam proses penyelesaian tugas akhir ini maupun selama penulis menjalani perkuliahan. Ucapan terima kasih ditujukan kepada : 1. Ibu Dr. Kiki Ariyanti Sugeng selaku pembimbing, yang telah meluangkan waktu dan pikiran di tengah kesibukannya, dan selalu memberikan bantuan dan semangat dalam penyelesaian tugas akhir ini. 2. Bapak Dr. Yudi Satria, M.T selaku ketua departemen, Ibu Rahmi Rusin, S.Si, M.ScTech selaku sekretaris departemen, dan Ibu Dian Lestari selaku koordinator pendidikan yang telah membantu penyelesaian tugas akhir ini. 3. Ibu Dra. Saskya Mary Soemartojo M.Si selaku pembimbing akademik. Terima kasih atas dukungan dan saran yang telah diberikan selama proses perkuliahan hingga penyelesaian tugas akhir ini. 4. Seluruh staf pengajar Departemen Matematika UI. Terimas kasih atas ilmu yang diberikan, semoga penulis dapat menggunakannya dengan sebaikbaiknya. 5. Seluruh karyawan Departemen Matematika UI. Terima kasih atas segala bantuan dan kemudahan yang diberikan. 6. Bapak, Ibu, dan Adik tercinta. Terima kasih atas do a, dukungan, semangat dan kasih sayang yang telah diberikan. 7. Teman - teman yang berjuang bersama dalam penulisan tugas akhir (Adhi, Bowo, Tuti, Qq, Cindy, Risya, Ines, Numa, Citra, Hendry, Mei, Nita, Ade, Awe, Dhila, Anisah, Maul, Achi, Uchi L, Vika, Resti, Emy, Janu, Dhea, Oline, Ega, Eka, Icha, Sita, Luthfa, Arief, Fani, Wulan, Umbu, Anis 2007 Ayat 2007, Fauzan 2007, dan Putri 2007). v

8. Mereka yang telah memberi arti baru dalam kehidupan penulis, keluarga Matematika 2008 (Ade, Agnes, Maimun, Awe, Hindun, Dhewe, Nora, Qq, Luthfa, Umbu, Anisah, Puput, Arief, Arkies, Arman, Adhi, Ifah, Maulia, May, Mei, Yulial, Achi, Olin, Cindy, Citra, Danis, Nadia, Nita, Vika, Numa, Resti, Lian, Dede, Dhea, Dheni, Dian, Agy, Sita, Risya, Bowo, Ines, Tuti, Janu, Eka, Emy, Dhila, Siwi, Ega, Wulan, Fani, Icha, Uchi, Uchi L, Hendry, Purwo, Masykur, Juni, Ramos, Dini, dan Aya).Terima kasih atas kepercayaan yang diberikan. Terima kasih atas kebersamaan yang tak akan pernah mungkin terlupakan. Kita satu dan tak terpisahkan. 9. Agnes, Luthfa, Achi, Qq, Ifah, Tuti, Arman, Dheni, Risya, Arief, dan Ega. Terima kasih atas bantuan immaterial dan dukungan moral yang diberikan dalam menjalani amanah sebagai ketua angkatan 2008. 10. Sri Astuti. Seseorang yang selalu berusaha membuat penulis tersenyum disaat-saat tersulit. Terima kasih atas waktu, semangat, doa, perhatian, dan kasih sayang yang telah diberikan. 11. Cindy, Yanu 2005, Ines, dan Tuti. Terima kasih atas bantuan teknis yang diberikan dalam proses penulisan tugas akhir ini. 12. Teman-teman mahasiswa Matematika angkatan 2004, 2005, 2006, 2007, 2009, 2010, dan 2011 13. Teman-teman MIPA UI. Terima kasih atas do a dan semangatnya. 14. Ismi, Meita, Renta, Hadyan, Fika, dan Windy. Terima kasih atas do'a dan semangat yang telah diberikan. 15. Larry Page dan Sergey Brin (Penemu Google). 16. Semua pihak yang telah membantu penulis yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah membalas kebaikan mereka. Akhir kata, penulis mohon maaf atas kesalahan dan kekurangan pada tugas akhir ini. Semoga tugas akhhir ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca. Penulis 2012 vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Andy Marhadi Sutanto NPM : 0806452103 ProgramStudi : Sarjana Matematika Departemen Fakultas Jenis karya : Matematika : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam : Skripsi demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Visual Secret Sharing Scheme pada Citra Warna dengan Teknik Halftone beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalih media / formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH Dibuat di : Depok Pada tanggal :18 Juni 2012 Yang menyatakan (Andy Marhadi Sutanto) vii

ABSTRAK Nama : Andy Marhadi Sutanto NPM : 0806452103 Program Studi : Sarjana Matematika Judul : Visual Secret Sharing Scheme pada Citra Warna dengan Teknik Halftone Kriptografi merupakan suatu ilmu yang mempelajari teknik-teknik untuk menyandikan informasi. Dalam tugas akhir ini akan dikaji mengenai Visual Secret Sharing Scheme (VSSS), yang merupakan cabang studi dari kriptografi yang digunakan untuk mengamankan pesan berupa citra digital. Citra digital dienkripsi sehingga menghasilkan beberapa citra digital (transparan) yang kemudian didistribusikan ke sejumlah partisipan (orang) yang ditentukan. Proses dekripsi atau rekonstruksi citra dapat dilakukan dengan memanfaatkan indera penglihatan manusia, yaitu dengan mencetak transparan pada lembar transparan kemudian menumpuknya. Pada tugas akhir ini akan dibahas mengenai bagaimana mengkonstruksi VSSS untuk citra biner, selanjutnya dengan memanfaatkan teknik halftone dan dekomposisi warna, akan dikonstruksi VSSS untuk citra grayscale dan citra warna bersasarkan konstruksi VSSS untuk citra biner tersebut. Kata Kunci : Kriptografi, Visual Secret Sharing, Citra Warna, CMY, Halftone, Dekomposisi Warna, Transparan xiv + 56 halaman ; 31 gambar, 5 tabel Bibliografi : 12 (1995 2011) viii

ABSTRACT Name : Andy Marhadi Sutanto NPM : 0806452103 Program Study : Matemathics, Bachelor Degree Topic : Visual Secret Sharing Scheme for Color Image Using Halftone Technique Cryptography is a knowledge about several techniques to encode and decode information. In this skripsi, the construction of Visual Secret Sharing Scheme (VSSS) as a branch of cryptography will be discussed., VSSS is used to secure messages in the form of digital images. Digital image will be encrypted to produce a number of digital image (called transparent) which is then distributed to a number of participants (people). Decryption process or image reconstruction can be done by using the human senses of sight,. The result image, namely the transparent, is printed on transparent sheets and then stacked its together to recover the original image. In this skripsi, the discussion is focused on how to construct the VSSS for color image. First the VSSS will be constructed for binary image, then by using the decomposition technique and halftone technique, the VSSS for grayscale and color images based on the construction of VSSS for the binary image will be constructed. Keyword : Cryptography, Visual Secret Sharing, Color Image, CMY, Halftone, Color Decomposition, Transparent xiv + 56 pages ; 31 pictures, 5 tables Bibliography : 12 (1995 2011) ix

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv KATA PENGANTAR... v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... vii ABSTRAK... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xiv 1. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup... 2 1.3. Jenis Penelitian... 3 1.4. Tujuan Penelitian... 3 2. LANDASAN TEORI... 4 2.1. Citra Digital & Klasifikasinya... 4 2.2. Skema Warna... 6 2.3. Dekomposisi Warna... 9 2.4. Operator Boolean OR... 11 2.5. Ekspansi Piksel... 11 2.6. Teknik Halftone... 12 2.7. Secret Sharing Scheme (SSS)... 14 2.8. Shamir s SSS dan (k, n)-sss... 15 3. KONSTRUKSI SECRET SHARING SCHEME UNTUK CITRA DIGITAL... 16 3.1. Visual Secret Sharing Scheme (VSSS)... 16 3.2. Konstruksi -VSSS untuk Citra Biner (Hitam-Putih)... 19 3.2.1. -VSSS... 20 3.2.2. -VSSS... 21 3.2.3. -VSSS, untuk... 22 x

3.2.4. -VSSS, untuk... 24 3.2.5. Skema umum -VSSS, untuk... 26 3.3. Konstruksi VSSS untuk Citra Grayscale... 28 3.4. Konstruksi VSSS untuk Citra Warna... 30 3.4.1. Metode 1, -VSSS untuk Citra Warna dengan Tambahan Transparan Mask... 31 3.4.2. Metode 2, (2,2)-VSSS untuk Citra Warna dengan Pendistribusian Warna yang Merata pada Setiap Blok Piksel Hasil Ekspansi... 36 3.4.3. Metode 3, -VSSS untuk Citra Warna Berbasis VSSS untuk Citra Biner... 38 4. IMPLEMENTASI DAN HASIL... 41 4.1. Implementasi VSSS untuk Citra Grayscale (Algoritma 3.4)... 41 4.2. Implementasi VSSS untuk Citra Warna (Metode 3)... 46 5. KESIMPULAN DAN SARAN... 53 5.1. Kesimpulan... 53 5.2. Saran... 54 DAFTAR REFERENSI... 56 xi

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Representasi citra digital... 4 Gambar 2.2. Skema warna RGB (aditif)... 6 Gambar 2.3. Skema warna CMY (subtraktif)... 8 Gambar 2.4. Dekomposisi citra warna dengan skema warna CMY menjadi citra grayscale cyan (a), magenta (b), dan yellow (c)... 10 Gambar 2.5. Hasil operasi Boolean OR atau overlap pada piksel... 11 Gambar 2.6. Contoh ekspansi piksel hitam ke 4 subpiksel... 12 Gambar 2.7. Secret Sharing Scheme... 14 Gambar 3.1. Operasi Boolean OR pada dua share dari matriks S... 17 Gambar 3.2. Contoh visual secret sharing pada citra digital... 18 Gambar 3.3. Berbagai kemungkinan hasil ekspansi piksel skema -VSSS... 21 Gambar 3.4. Citra sebelum (a) dan sesudah (b) dilakukan teknik halftone... 29 Gambar 3.5. ekspansi blok piksel pada citra halftone C... 32 Gambar 3.6. Ilustrasi skema VSSS untuk citra warna berbasis VSSS untuk citra biner... 39 Gambar 4.1. Citra grayscale masukan... 41 Gambar 4.2. Citra halftone hasil teknik difusi error... 42 Gambar 4.3. Transparan 1 (hasil (2,4)-VSSS citra grayscale)... 42 Gambar 4.4. Transparan 2 (hasil (2,4)-VSSS citra grayscale)... 43 Gambar 4.5. Transparan 3 (hasil (2,4)-VSSS citra grayscale)... 43 Gambar 4.6. Transparan 4 (hasil (2,4)-VSSS citra grayscale)... 44 Gambar 4.7. VSSS citra grayscale - Penumpukan Transparan 2 dan Transparan 3... 45 Gambar 4.8. VSSS citra grayscale - Penumpukan Transparan 1 dan Transparan 4... 45 Gambar 4.9. VSSS citra grayscale - Penumpukan transparan 1, 2, dan 3... 46 Gambar 4.10. Citra warna masukan... 48 Gambar 4.11. Citra halftone hasil teknik difusi error... 48 Gambar 4.12. Transparan 1 (hasil (2,4)-VSSS citra warna)... 49 xii

Gambar 4.13. Transparan 2 (hasil (2,4)-VSSS citra warna)... 49 Gambar 4.14. Transparan 3 (hasil (2,4)-VSSS citra warna)... 50 Gambar 4.15. Transparan 4 (hasil (2,4)-VSSS citra warna)... 50 Gambar 4.16. VSSS citra warna - Penumpukan Transparan 1 dan Transparan 3. 51 Gambar 4.17. VSSS citra warna - Penumpukan Transparan 2 dan Transparan 4. 51 Gambar 4.18. VSSS citra warna - Penumpukan transparan 1, 3, dan 4... 52 xiii

DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Tabel hasil operasi Boolean OR... 11 Tabel 3.1. Ekspansi piksel ke dua buah share... 20 Tabel 3.2. Tabel kemungkinan hasil penumpukan ketiga share... 32 Tabel 3.3. Kemungkinan hasil penumpukan share setelah penambahan mask... 33 Tabel 3.4. Skema distribusi warna pada kedua share blok piksel... 36 xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Informasi atau data, merupakan salah satu hal penting yang dibutuhkan oleh manusia. Jika informasi yang dimiliki bersifat rahasia maka tentu dibutuhkan cara agar informasi yang dimiliki tidak diketahui pihak yang tidak diinginkan. Salah satu cara untuk mengamankan informasi adalah dengan kriptografi. Kriptografi merupakan ilmu yang mempelajari teknik-teknik matematika yang berhubungan dengan aspek keamanan informasi, seperti kerahasiaan data, keabsahan data, integritas data, serta autentikasi data (Menezes, Oorschot, & Vanstone, 1997). Kriptografi berasal dari bahasa Yunani yaitu kripto yang berarti menyembunyikan, dan graphia yang berarti tulisan. Menurut Bruce Schneier dalam bukunya Applied Cryptography, kriptografi merupakan ilmu sekaligus seni dalam menjaga keamanan pesan. Perkembangan kriptografi di masa kini sangat pesat. Pada tahun 1979 secara terpisah, Shamir dan Blakley memperkenalkan studi baru dalam kriptografi yaitu skema pembagian data rahasia (secret sharing schemes). Skema pembagian data rahasia merupakan suatu metode untuk mengamankan suatu data dengan cara membagi atau mendistribusikan data tersebut menjadi beberapa bagian (share) kepada beberapa partisipan, sedemikian sehingga data rahasia tersebut hanya dapat diketahui dengan cara menggabungkan beberapa share dengan kombinasi yang ditentukan (Tilborg & Jajodia, 2011). Setiap share ataupun kombinasi share yang tidak ditentukan tidak akan memberikan informasi apapun mengenai data yang dirahasiakan. Skema pembagian data rahasia ini banyak dikembangkan dikemudian hari untuk berbagai jenis data termasuk data berupa gambar/citra digital. Proses pembagian gambar menjadi beberapa bagian (enkripsi) dan proses penggabungan bagian bagian gambar (dekripsi) dilakukan secara komputasi, pada umumnya memerlukan bantuan mesin komputer karena komputasi yang dilakukan cukup sulit (Hou, 2003). Hingga pada tahun 1995, M. Naor dan A. Shamir 1

2 memperkenalkan skema pembagian data rahasia khusus untuk data berupa gambar, skema tersebut dinamakan Visual Secret Sharing Scheme (VSSS). Pada VSSS proses dekripsi dilakukan dengan sangat sederhana dengan memanfaatkan indera penglihatan manusia (visual), tidak memerlukan bantuan komputer, bahkan tidak memerlukan pengetahuan tentang kriptografi sekalipun bagi setiap partisipan. Proses dekripsi dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mencetak setiap share yang dibutuhkan pada lembar transparan, kemudian menumpuk semua share tersebut, sehingga akan terlihat gambar yang dirahasiakan. VSSS yang diperkenalkan Naor dan Shamir terbatas hanya untuk data berupa citra biner yaitu citra yang terdiri dari dua warna (biasanya hitam-putih). Misalkan gambar yang akan dirahasiakan berupa bendera suatu negara yang umumnya terdiri dari banyak warna maka skema tersebut tentu saja tidak dapat digunakan begitu saja, karena informasi warna pada gambar tersebut sangatlah penting. Untuk menggunakan skema tersebut pada citra berwarna (terdiri dari banyak warna) diperlukan modifikasi atau metode khusus. Salah satunya adalah dengan melakukan dekomposisi warna pada citra berwarna yang akan diproses lalu mengkonversi masing masing hasil dekomposisi tersebut menjadi citra biner (Hou, 2003). 1.2. Perumusan Masalah dan Ruang Lingkup Permasalahan yang menjadi bahasan dalam tugas akhir ini adalah bagaimana mengkonstruksi VSSS untuk citra berwarna dan bagaimana mengaplikasikan skema tersebut untuk merahasiakan data berupa citra digital baik biner (hitam putih) maupun berwarna. Konstruksi VSSS untuk citra warna yang dibahas pada skripsi ini dikhususkan untuk citra warna dengan skema warna CMY. Pada skripsi ini akan dikonstruksi 3 metode VSSS untuk citra warna, yaitu Metode 1, Metode 2, dan Metode 3, namun untuk implementasinya ke dalam program komputer dibatasi pada metode ketiga.

3 1.3. Jenis Penelitian Penelitian dilakukan dengan melakukan studi pustaka serta melakukan pembuatan program komputer sederhana untuk implementasi VSSS. 1.4. Tujuan Penelitian 1. Mengkaji lebih lanjut konsep VSSS 2. Mengkaji konstruksi suatu skema VSSS untuk citra berwarna 3. Mengimplementasikan VSSS pada suatu informasi berupa citra digital berwarna.

BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan diberikan definisi dari beberapa istilah yang akan digunakan untuk bab selanjutnya. Pada bagian akhir bab ini juga akan dijelaskan konsep dasar dari SSS (secret sharing scheme). 2.1. Citra Digital & Klasifikasinya Sebuah citra digital berukuran didefinisikan sebagai himpunan fungsi dua dimensi (dua variabel) dalam bentuk, dimana x dan y merupakan koordinat dalam bidang dua dimensi. Nilai dari merupakan representasi dari intensitas warna atau tingkat keabuan dari titik yang ditunjukkan oleh koordinat. bernilai diskrit dan terbatas. 0 1 2 3... 0 1 2 3...... n-1 y... m-1 x Satu Pixel f (x,y) Gambar 2.1. Representasi citra digital Elemen penyusun citra digital yaitu setiap titik pada citra digital biasa disebut piksel, dan merepresentasikan nilai pada piksel tersebut (Gonzales & Woods, 2001). 4

5 Citra digital dapat diklasifikasikan menurut rentang nilai -nya atau banyak elemen warna yang menyusun sebuah citra digital tersebut (Putra, 2010). Jenis citra digital menurut warna penyusunnya antara lain : Citra Biner Citra biner merupakan citra digital yang tersusun dari dua warna, biasanya hitam dan putih. Pada citra biner, akan bernilai 1 apabila piksel berwarna hitam dan bernilai 0 apabila piksel berwarna putih. Citra biner biasa disebut juga citra B&W (black and white) atau citra monokrom. Pada citra biner hanya dibutuhkan 1 bit untuk merepresentasikan nilai piksel. Citra biner berukuran dapat direpresentasikan oleh sebuah matriks Boolean, yaitu matriks dengan nilai elemen 0 atau 1. Citra grayscale Citra grayscale merupakan citra digital yang tersusun dari dua warna utama dan beberapa warna keabu-abuan dengan tingkatan tertentu (gradasi) diantara kedua warna tersebut. Citra grayscale yang biasa dikenal memiliki warna utama hitam dan putih dengan kedalaman warna 8 bit (setiap piksel direpresentasikan oleh 8 bit), yaitu memiliki 256 tingkatan warna dari hitam ke putih. Citra warna Tidak seperti citra biner yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai, citra warna memiliki rentang nilai yang cukup besar. Jenis citra warna antara lain, citra warna 8 bit (disusun oleh 256 warna), citra warna 16 bit (disusun oleh 65.536 warna) dan citra warna 24 bit (disusun oleh 16.777.216 warna). Citra warna 24 bit paling sering digunakan karena citra tersebut dirasa lebih dari cukup untuk memvisualisasikan seluruh warna yang dapat diterima oleh penglihatan manusia (Penglihatan manusia dipercaya hanya dapat membedakan 10 juta warna saja). Pada skripsi ini yang disebut sebagai citra warna adalah citra warna 24 bit.

6 Selain cara di atas, citra warna juga dapat direpresentasikan oleh beberapa warna utama (biasanya 3 warna) dan gabungan dari beberapa warna tersebut dengan rasio tertentu. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : dimana merupakan warna utama yang digunakan dan merupakan rasio dari warna ke-i. Metode tersebut biasa disebut sebagai sistem koordinat warna atau skema warna. Lebih lanjut mengenai skema warna akan dibahas pada subbab selanjutnya. 2.2. Skema Warna Semua citra warna yang ada saat ini telah menggunakan skema warna atau sistem koordinat warna (Putra, 2010). Setiap warna pada piksel merupakan kombinasi dari beberapa warna utama dengan rasio tertentu. Skema warna yang biasa digunakan antara lain : Skema warna RGB (Skema Aditif) Pada skema warna ini informasi warna pada citra digital direpresentasikan sebagai kombinasi dari tiga warna utama (warna primer) yaitu merah (red), hijau (green) dan biru (blue) dengan rasio tertentu. Skema warna RGB menggunakan sifat penyinaran cahaya, yaitu jika dilakukan penyinaran cahaya merah, hijau dan biru dengan intensitas cahaya yang sama pada ruang gelap maka akan menghasilkan cahaya putih. Oleh karena itu skema warna RGB juga disebut sebagai skema aditif. Gambar 2.2. Skema warna RGB (aditif)

7 Monitor komputer merupakan salah satu perangkat keras yang menggunakan skema ini untuk merepresentasikan warna. Monitor komputer menampilkan warna dengan cara memencarkan cahaya merah, biru dan hijau ke retina mata manusia. Pada skema warna RGB, semakin tinggi intensitas cahaya warna-warna utama maka warna gabungan yang dihasilkan akan semakin terang. Kombinasi dari warna merah, biru, dan hijau dengan intensitas cahaya yang sama akan menghasilkan warna putih. Kombinasi dari setiap dua warna dari ketiga warna tersebut akan menghasilkan warna cyan (hijau+biru), magenta (merah+biru), dan yellow (merah+hijau). Ketiga warna yang terbentuk disebut sebagai warna sekunder. Skema warna CMY (Skema Subtraktif) Skema ini merupakan kebalikan dari skema warna RGB. Warna utama pada skema warna CMY adalah cyan, magenta, dan yellow, yang merupakan warna sekunder pada skema RGB. Sedangkan warna sekunder pada skema warna CMY adalah merah, hijau dan biru yang merupakan warna utama pada skema warna RGB. Skema warna CMY menggunakan prinsip penyerapan cahaya pada suatu permukaan. Sebagai contoh, sebuah apel yang berwarna merah jika disinari cahaya terang akan terlihat merah karena sebenarnya permukaan apel tersebut menyerap bagian hijau dan biru dari cahaya dan memantulkan bagian merah dari cahaya sehingga mata manusia menerima informasi bahwa apel tersebut berwarna merah. Sebuah benda yang berwarna cyan akan menyerap cahaya merah, warna magenta menyerap cahaya hijau dan warna yellow meyerap cahaya biru.

8 Gambar 2.3. Skema warna CMY (subtraktif) Dengan mengatur intensitas pigmen warna-warna utama pada skema warna CMY maka dapat diperoleh warna lainnya. Semakin pekat pigmen gabungan warna utamanya maka akan semakin kecil intensitas cahaya yang dipantulkan ke mata manusia sehingga akan dihasilkan warna yang semakin gelap. Oleh karena itu skema warna CMY juga disebut sebagai skema subtraktif. Cyan, magenta dan yellow merupakan tiga pigmen warna utama yang tidak dapat diperoleh dari pigmen warna lainnya. Hasil kombinasi ketiga elemen warna pada skema CMY sesuai dengan prinsip pencampuran warna pada tinta, yaitu semakin pekat warna tinta yang akan dcampurkan maka akan semakin gelap warna hasil pencampuran. Printer warna merupakan salah satu perangkat keras yang menggunakan skema CMY untuk menghasilkan warna pada kertas. Sebelum melakukan pencetakan citra digital, printer melakukan konversi citra digital ke skema warna CMY agar dapat dicetak. Untuk menghasilkan warna hitam (black) maka printer akan mencampur tinta cyan, magenta, dan yellow dengan konsentrasi yang sangat pekat, hal ini membuat penggunaan tinta menjadi tidak efektif. Karena alasan tersebut ditambahkan satu jenis tinta lagi ke dalam printer, yaitu tinta hitam, sehingga untuk mencetak warna hitam, printer tidak lagi harus mencampurkan tinta cyan, magenta, dan yellow dengan konsentrasi yang sangat pekat. Oleh karena itu skema CMY dapat di interpretasikan sebagai skema CMYK (Cyan, Magenta, Yellow, Black).

9 VSSS untuk citra warna menggunakan media transparan untuk mencetak setiap share yang dihasilkan, kemudian dilakukan penumpukan trasnparansi pada proses dekripsi citra. Karena sistem kombinasi warna pada skema CMY sesuai dengan prinsip pencampuran warna pada tinta, maka skema CMY lebih tepat digunakan untuk mengkonstruksi VSSS untuk citra warna daripada skema RGB. 2.3. Dekomposisi Warna Citra dengan skema warna RGB sebenarnya terdiri dari 3 larik dua dimensi, yaitu larik R (red), larik G (green), dan larik B (blue), setiap larik berisi informasi warna yang bersesuaian, setiap elemen pada larik R suatu citra digital berisi informasi seberapa besar intensitas warna merah yang digunakan pada piksel citra warna yang bersesuaian dengan elemen tersebut, begitu pula untuk larik G dan B. Pada skema warna RGB, nilai pada piksel direpresentasikan sebagai berikut : merepresentasikan intensitas cahaya merah pada piksel, warna hijau, dan warna biru. Masing-masing nilai R, G, dan B direpresentasikan dengan 8 bit, atau dengan nilai 0 255 sehingga kombinasi ketiganya dapat merepresentasikan lebih dari 16 juta warna. Piksel hitam direpresentasikan oleh (0, 0, 0) dan piksel putih direpresentasikan oleh (255, 255, 255). Sedangkan citra dengan skema warna CMY sebenarnya terdiri dari larik C, larik M, dan larik Y. Setiap piksel direpresentasikan sebagai berikut : Seperti pada skema warna RGB, pada skema warna CMY, setiap warna utama direpresentasikan oleh 8 bit atau 256 tingkatan warna dari 0 hingga 255. Skema warna CMY merupakan komplemen dari skema warna RGB. Kedua skema tersebut memiliki hubungan sebagai berikut :

10 (0, 0, 0) pada CMY merepresentasikan warna putih sedangkan (255, 255, 255) merepresentasikan warna hitam. Dekomposisi warna merupakan teknik yang digunakan untuk memisahkan larik-larik pada citra warna sedemikian sehingga setiap lariknya merupakan citra grayscale. Pada citra warna dengan skema warna RGB, dekomposisi warna memisahkan larik R, G, dan B menjadi tiga citra grayscale yang independen, secara berurutan memiliki warna utama merah-hitam, hijau-hitam dan biru-hitam. Sedangkan pada skema CMY, dekomposisi warna menghasilkan tiga citra grayscale yang secara berurutan memiliki warna utama cyan-putih, magentaputih, dan yellow-putih. citra warna hasil dekomposisi (a) (b) (c) Gambar 2.4. Dekomposisi citra warna dengan skema warna CMY menjadi citra grayscale cyan (a), magenta (b), dan yellow (c)

11 2.4. Operator Boolean OR Suatu operator Boolean OR ( ) merupakan operator biner pada bilangan Boolean (bernilai 0 atau 1), dengan sifat diberikan pada tabel berikut : Tabel 2.1. Tabel hasil operasi Boolean OR 1 0 1 1 1 0 1 0 Hasil operasi OR akan bernilai 0 jika dan hanya jika kedua operan (bilangan yang di operasikan) bernilai 0. Jika salah satu operan bernilai 1 maka hasil operasi OR adalah 1. Oleh karena itu operasi OR disebut sebagai operasi overlap, operan 1 akan meutupi operan lainnya, sehingga hasil operasi bernilai 1 (Rosen, 1998). Jika nilai 1 direpresentasikan sebagai warna hitam pada piksel, dan nilai 0 direpresentasikan sebagai warna putih, maka sifat overlap pada operator Boolean OR dapat dilihat pada gambar berikut : V = V = V = Gambar 2.5. Hasil operasi Boolean OR atau overlap pada piksel Jika piksel berwarna putih dilakukan operasi OR (ditumpuk) dengan piksel berwarna putih, maka akan dihasilkan piksel berwarna putih pula. Operasi OR piksel berwarna hitam dengan piksel berwarna apapun akan menghasilkan piksel berwarna hitam. 2.5. Ekspansi Piksel Ekspansi piksel merupakan cara yang dilakukan untuk melakukan perluasan piksel pada citra digital sedemikian sehingga piksel hasil ekspansi

12 merepresentasikan piksel yang di ekspansi. Dengan melakukan ekspansi piksel, setiap satu piksel pada citra digital diperluas menjadi satu blok piksel yang terdiri dari m piksel. Masing-masing piksel pada blok piksel kemudian disebut sebagi subpiksel. Ekspansi piksel mengakibatkan citra baru hasil ekspansi mengalami perbesaran sebesar m-kali dari citra awal. Berikut ini adalah contoh ekspansi piksel dengan m = 4. Setiap satu piksel di citra awal diekspansikan menjadi empat piksel di citra baru. Hasil ekspansi setiap satu piksel tersebut dapat disusun dalam bentuk piksel atau piksel. Gambar berikut menunjukkan contoh ekspansi piksel hitam dengan m = 4. atau Gambar 2.6. Contoh ekspansi piksel hitam ke 4 subpiksel Jika piksel hitam direpresentasikan oleh angka 1 dan piksel putih direpresentasikan dengan angka 0, maka gambar di atas dapat direpresentasikan dalam matriks berikut : [ 1 ] 2.6. Teknik Halftone Teknik halftone dahulu digunakan pada percetakan-percetakan koran untuk mengubah citra grayscale menjadi citra biner (hitam-putih) sebelum dilakukan pencetakan. Hal tersebut dilakukan agar pencetakan citra cukup menggunakan satu tinta yaitu tinta hitam. Gradasi warna yang ada pada citra halftone akan direpresentasikan sebagai kumpulan titik pada citra hasil konversi. Citra biner hasil konversi tersebut, secara kasat mata akan terlihat sebagai citra grayscale menyerupai citra aslinya, padahal citra hasil konversi tersebut hanya terdiri dari warna hitam dan putih (Hou, 2003). Ada berbagai teknik halftone yang digunakan saat ini. Salah satu teknik halftone yang sampai saat ini masih digunakan adalah teknik difusi error. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Floyd dan Steinberg pada tahun 1975. Pada

13 teknik difusi error, piksel pada citra grayscale dikonversi menjadi piksel hitam atau putih dengan menggunakan suatu nilai ambang batas, kemudian dihitung beda nilainya (error) terhadap piksel awal. Perbedaan nilai atau error tersebut kemudian didistribusikan ke piksel-piksel disekitarnya dengan menggunakan matriks distribusi error. Proses tersebut dilakukan secara berurutan pada seluruh piksel pada citra grayscale (Kang, 1999). Algoritma 2.1. Teknik Difusi Error masukan : Citra grayscale berukuran, nilai ambang batas, dan langkah 2 : set matriks distribusi error ED langkah 3 : untuk x dari 1 hingga m kerjakan langkah 4 langkah 4 : untuk y dari 1 hingga n kerjakan langkah 5 hingga langkah 7 langkah 5 : jika maka (hitam) langkah 6 : hitung error jika maka (putih) langkah 7 : distribusikan error ke piksel sekitar berdasarkan keluaran : citra halftone matriks distribusi error ED Jenis teknik difusi error biasanya dibedakan menurut matriks distribusi errornya. Matriks distribusi error pada teknik difusi error yang diperkenalkan oleh Floyd dan Steinberg adalah sebagai berikut : 7/16 3/16 5/16 1/16 x menunjukkan piksel yang saat ini sedang diproses, ( ) menunjukkan piksel sudah diproses, sementara yang lainnya menunjukkan rasio distribusi error pada piksel yang bersesuaian. Pada skripsi ini, teknik difusi error yang digunakan adalah teknik difusi error Floyd-Steinberg.

14 2.7. Secret Sharing Scheme (SSS) Secret sharing scheme (SSS) atau skema pembagian data rahasia merupakan salah satu studi dalam ilmu kriptografi yaitu suatu skema untuk mengamankan suatu data dengan cara membagi atau mendistribusikan data tersebut menjadi n bagian (share) kepada n partisipan. Partisipan adalah orang orang yang berhak menerima share. Misalkan H adalah himpunan share hasil SSS, dan Hx merupakan himpunan yang elemen elemennya adalah himpunan bagian darsi H, yaitu himpunan share yang dapat merekonstruksi data rahasia, maka data rahasia tersebut hanya dapat direkonstruksi oleh. Setiap share atau sembarang himpunan share diluar dari yang telah ditentukan (terlarang) tidak akan memberikan informasi apapun mengenai data yang dirahasiakan. Pada proses enkripsi data rahasia menjadi n bagian share maupun pada proses rekonstruksi rahasia biasanya dilakukan dengan bantuan pihak ketiga yang disebut dealer. PESAN S1 S2 S3 DEALER Dealer yang sama DEALER S1 S2 S3 PESAN enkripsi Keterangan : Si : Share ke-i dekripsi H = {S1, S2, S3} Hx = { {S1, S2}, {S1, S3}, {S1, S2, S3} } Gambar 2.7. Secret Sharing Scheme

15 2.8. Shamir s SSS dan (k,n)-sss SSS (Shamir s SSS) diperkenalkan oleh Shamir pada tahun 1979. Idenya berasal dari masalah interpolasi, yaitu untuk membentuk suatu polinomial berderajat k 1, dibutuhkan sekurang kurangnya k titik yaitu hingga. Jika terdapat kurang dari k titik maka polinomial tersebut tidak akan dapat dikonstruksi. Shamir s SSS juga dikenal sebagai skema ambang batas (k, n)-shamir. Pada skema ini data rahasia dibagi kepada n partisipan sedemikian sehingga sembarang himpunan bagian yang terdiri dari k partisipan dapat merekonstruksi data rahasia tersebut, tetapi jika terdapat kurang dari k partisipan maka data rahasia tersebut tidak akan bisa derekonstruksi. k disebut sebagai ambang batas. Misalkan terdapat rahasia, maka skema (k, n) Shamir dapat dikonstruksi dengan melakukan tahapan tahapan berikut : 1. Pilih bilangan prima p yang cukup besar 2. Pilih k 1 sembarang koefisien pada GF(p) 3. Bentuk polinomial 4. Konstruksi n buah titik dari polinomial tersebut, i = 1, 2, 3,.., n 5. Untuk partisipan ke-i akan mendapat share berupa pasangan berurut yang bersifat rahasia. Untuk merekonstruksi rahasia tersebut dibutuhkan k share milik k partisipan yang merupakan representasi dari titik pada polinomial. Dengan menggunakan interpolasi, dari k titik tersebut dapat deperoleh kembali polinomial dapat diperoleh dengan menghitung nilai. Skema di atas merupakan cikal bakal (k, n) SSS, yaitu bentuk khusus dari SSS dimana untuk seluruh, kardinalitas dari lebih besar atau sama dengan k. Pada (k, n) SSS, pesan akan dienkripsi menjadi n bagian, serta dapat direkonstruksi oleh sembarang himpunan yang minimal terdiri dari k partisipan. Contoh untuk k = 2, dan n = 3, maka (2,3) SSS akan mengenkripsi pesan menjadi 3 bagian yaitu S1, S2, dan S3, dengan Hx = { {S1, S2}, {S1, S3}, {S2, S3}, {S1, S2, S3} }.

BAB 3 KONSTRUKSI SECRET SHARING SCHEME UNTUK CITRA DIGITAL Pada Bab 2 telah dijelaskan mengenai skema pembagian data rahasia atau SSS (secret sharing scheme). SSS sebenarnya dapat digunakan untuk berbagai jenis data digital, termasuk citra digital, namun penggunaannya pada citra digital dirasa kurang efektif karena membutuhkan komputasi yang cukup rumit. Pada bab ini akan dibahas mengenai bagaimana mengkonstruksi SSS khusus untuk data berupa citra digital. Skema ini selanjutnya disebut Visual Secret Sharing Scheme (VSSS). Dibandingkan dengan SSS, VSSS lebih efektif jika digunakan untuk citra digital (Shamir & Naor, 1995). Pada subbab 3.1 akan dikonstruksi VSSS untuk data berupa citra biner (hitam-putih). Selanjutnya dengan memanfaatkan teknik halftone dan dekomposisi warna akan dikonstruksi VSSS untuk data berupa citra grayscale dan citra warna dengan skema warna CMY(K). 3.1. Visual Secret Sharing Scheme (VSSS) Visual Secret Sharing Scheme (VSSS) merupakan bentuk khusus pengembangan dari SSS. Pada VSSS data yang akan dirahasiakan adalah berupa citra digital. Share yang dihasilkan oleh VSSS juga citra digital, jadi setiap partisipan yang bersesuaian akan menerima share berupa citra digital. VSSS juga disebut sebagai kriptografi visual. Berbeda dengan SSS sebelumnya, pada VSSS proses dekripsi data yang berupa citra digital dapat dilakukan dengan memanfaatkan indera penglihatan manusia. Selain itu partisipan tidak diharuskan membutuhkan pengetahuan yang cukup rumit tentang matematika ataupun kripografi. Proses dekripsi pada VSSS dapat dilakukan dengan mencetak share pada lembar transparan kemudian menumpuknya untuk mendapatkan citra digital aslinya. Pada skripsi ini share hasil VSSS kemudian disebut sebagai transparan. VSSS pertama kali diperkenalkan oleh Moni Naor dan Adi Shamir, pada tahun 1995 ( VSSS). VSSS tersebut hanya dapat diaplikasikan untuk data berupa citra biner, dimana untuk setiap piksel pada citra tersebut 16

17. Ekspansi piksel dengan besar m dilakukan pada setiap pikselnya, kemudian piksel hasil ekspansi tersebut dibagi menjadi n bagian sesuai jumlah partisipan. Proses tersebut dapat direpresentasikan oleh matriks Boolean berukuran, yaitu dimana jika dan hanya jika subpiksel ke-j pada trasnparan ke-i berwarna hitam, dan untuk lainnya. Karena terdapat dua kemungkinan warna piksel yaitu hitam atau putih, maka akan terdapat dua matriks S yang masing-masing berukuran,yaitu untuk merepresentasikan ekspansi piksel putih, dan untuk merepresentasikan ekspansi piksel hitam. Kedua matriks tersebut disebut matriks basis. Jika setiap ekspansi piksel hitam dan putih dilakukan menurut matriks basis tersebut maka akan timbul pola dan keseragaman pada citra hasil enkripsi, hal tersebut membuat skema ini menjadi sangat tidak aman. Oleh karena itu dibuatlah matriks dan yang lain, yaitu dengan melakukan permutasi kolom pada matriks basis awal. Untuk masingmasing matriks basis akan terbentuk sebanyak matriks hasil permutasi kolom tersebut. Dari seluruh permutasi kolom tersebut dibentuk dua himpunan yaitu : matriks ermutasi kolom dari matriks ermutasi kolom dari Proses dekripsi (penumpukan share) secara matematis dilakukan dengan operasi OR pada baris yang bersesuaian pada matriks S yang dipilih. 1 0 1 0 S 0 1 0 1 share 1 share 2 Boolean OR 1 1 1 1 Gambar 3.1. Operasi Boolean OR pada dua share dari matriks S

18 Citra awal Tranparan1 Transparan2 Penumpukan kedua transparan Gambar 3.2. Contoh visual secret sharing pada citra digital Misal menyatakan bobot dari vektor Boolean v, yaitu banyaknya elemen '1' pada suatu vektor Boolean v, maka dapat didefinisikan solusi dari -VSSS sebagai berikut (Shamir & Naor, 1995): Definisi 3.1. Solusi untuk -VSSS merupakan dua buah kumpulan matriks Boolean dan. Untuk membagi piksel berwarna putih ke n transparan dipilih satu matriks di secara acak, sedangkan untuk membagi piksel berwarna hitam dipilih satu matriks di secara acak. Syarat dari solusi tersebut harus memenuhi: (1) Untuk setiap di C 0, vektor v hasil operasi Boolean OR pada sembarang k baris dari n baris di harus memenuhi, (2) Untuk setiap di C 1, vektor v hasil operasi Boolean OR pada sembarang k baris dari n baris di harus memenuhi,

19 (3) Untuk setiap dan, vektor v hasil operasi Boolean OR pada sembarang q < k baris dari kedua matriks tersebut akan memiliki nilai yang sama. Kondisi 1 dan 2 disebut kontras, menyatakan bahwa setiap penumpukan k transaparan dari n trasnparan akan mengembalikan citra asli dengan kontras tertentu. Sedangkan kondisi 3 disebut keamanan, menyatakan bahwa setiap penumpukan kurang dari k transparan akan memiliki pola yang mirip, artinya dengan komputasi yang canggih sekalipun, akan sulit menentukan citra aslinya jika transparan yang ada kurang dari k. Besaran m menyatakan besarnya ekspansi satu piksel pada masing-masing transparan. Untuk mempertahankan rasio resolusi citra awal, maka sebaiknya m merupakan bilangan kuadrat. Semakin besar nilai m maka ukuran transparan yang dihasilkan akan semakin jauh dari citra awal. α menyatakan perbedaan relatif nilai hasil penumpukan transparan dari citra awal. Parameter ini merepresentasikan besarnya kontras (Shamir & Naor, 1995). -VSSS yang di definisikan di atas memiliki kerakteristik yang serupa dengan -SSS yang telah dibahas pada subbab 2.8. Dengan menggunakan (k, n) VSSS, citra digital akan dienkripsi menjadi n transparan sesuai jumlah partisipan, serta dapat direkonstruksi oleh sembarang himpunan yang minimal terdiri dari k transparan/partisipan ( ). Contoh untuk k = 2, dan n = 3, maka (2,3) SSS akan mengenkripsi citra digital menjadi 3 transparan yaitu T1, T2, dan T3, dengan Hx = { {T1, T2}, {T1, T3}, {T2, T3}, {T1, T2, T3} }. Pada subbab selanjutnya akan dijelaskan konstruksi beberapa skema -VSSS untuk citra biner, antara lain -VSSS, -VSSS, dan skema umum -VSSS. Skema tersebut akan mendasari skema VSSS baik untuk citra grayscale maupun citra warna. 3.2. Konstruksi (k, n)-vsss untuk Citra Biner (Hitam-Putih) Fokus studi dari -VSSS adalah pada bagaimana mengkonstruksi himpunan matriks dan, dengan kata lain solusi dari permasalahan - VSSS adalah bagaimana menentukan dan sedemikian sehingga Definisi 3.1

20 terpenuhi. Pada subbab ini akan dibahas bagaimana mengkonstruksi VSSS untuk beberapa kasus k dan n. (Shamir & Naor, 1995). Pembahasan ini sudah ditulis dan menjadi bagian dari skripsi (Santoso, 2010) dan pada subbab ini ditulis ulang karena konstruksi ini menjadi dasar untuk konstruksi VSSS untuk citra grayscale dan citra warna. 3.2.1. (2,2)-VSSS Skema ini menghasilkan dua transparan dari citra asli yang akan dirahasiakan. Kedua transparan tersebut dibutuhkan untuk mengkonstruksi kembali citra asli. Skema -VSSS didasari pada masalah kriptografi klasik. Satu transparan yang dihasilkan dapat diasosiasikan sebagai hasil enkripsi atau chiper image, sedangkan transparan yang lainnya diasosiasikan sebagai kunci enkripsi/dekripsi (key image). Untuk melakukan dekripsi chiper image, dibutuhkan key image. Skema ini dapat diselesaikan dengan ekspansi 2 piksel ( ), namun hal tersebut akan membuat rasio resolusi transparan berbeda dengan rasio resolusi citra asli. Oleh karena itu, untuk mempertahankan rasio resolusi transparan hasil enkripsi, penggunaan ekspansi 4 piksel dalam bentuk piksel lebih di anjurkan. Setiap piksel hitam atau putih akan di bagi menjadi 2 share yang masing masing berukuran piksel seperti pada tabel berikut : Tabel 3.1. Ekspansi piksel ke dua buah share Jenis Pixel Matriks S Share 1 Share 2 Tumpukan Share 1 & 2 [1 0 1 0] [1 0 1 0] [1 0 1 0] [1 0 1 0] [0 1 0 1] [1 1 1 1]

21 Dari dan pada tabel di atas maka dapat dikonstruksi dan sebagai berikut : matriks ermutasi kolom dari matriks ermutasi kolom dari sedemikian sehingga setiap share dari piksel merupakan salah satu dari bentuk berikut : Share horizontal Share vertikal Share diagonal Gambar 3.3. Berbagai kemungkinan hasil ekspansi piksel skema -VSSS Penumpukan dua hasil ekspansi piksel putih memiliki tingkat kecerahan kali piksel awal, sedangkan penumpukan dua hasil ekspansi piksel hitam memiliki tingkat kecerahan sama dengan piksel awal. Karena hal tersebut, citra hasil penumpukan transparan akan terlihat lebih gelap daripada citra asal, namun secara visual, mata manusia akan dapat mengenali objek tersebut dengan baik. 3.2.2. (3,3)-VSSS Skema ini dapat diselesaikan dengan ekspansi 4 piksel (m = 4) dengan menggunakan dan sebagai berikut : matriks ermutasi kolom dari matriks ermutasi kolom dari

22 Setiap baris pada matriks-matriks di maupun memiliki dua elemen '0' dan dua elemen '1', artinya setiap share hasil ekspansi piksel hitam maupun putih akan memiliki dua subpiksel hitam dan dua subpiksel putih. Penumpukan seluruh share dari piksel putih memiliki Hamming weight 3, sedangkan penumpukan seluruh share dari piksel putih akan memiliki Hamming weight 4. Maka skema tersebut memenuhi kondisi (1) dan (2) pada Definisi 3.1 dengan d = 4, dan α = ¼. Kondisi (3) pada Definisi 3.1 juga terpenuhi, karena setiap penumpukan dua share baik dari piksel hitam maupun piksel putih akan memiliki bobot yang sama yaitu 2. 3.2.3. (2,n)-VSSS, untuk n Skema ini merupakan generalisasi dari skema (2,2)-VSSS pada subbab 3.2.1. Pada skema -VSSS digunakan ekspansi m piksel, dimana m adalah bilangan genap dan. Konstruksi dan untuk skema tersebut dapat dilakukan menggunakan Algoritma berikut : Algoritma 3.1. Skema -VSSS masukan : n (jumlah partisipan),m (eskpansi piksel, m genap & ) langkah 1 : bentuk himpunan dasar W = {e 1, e 2,, e m } langkah 2 : bentuk n subset dari W dengan kardinalitas m/2 langkah 3 : simpan masing-masing subset tersebut ke dalam π 1, π 2,, π n langkah 4 : bangun matriks dan berukuran sebagai berikut : - untuk setiap i, j dengan dan, jika dan hanya jika. - untuk setiap i, j dengan dan, jika dan hanya jika. langkah 5 : bentuk himpunan C 0 dari seluruh matriks hasil permutasi kolom S 0 dan himpunan C 1 dari seluruh matriks hasil permutasi kolom di S 1 keluaran : C 0 dan C 1

23 Dengan konstruksi di atas, setiap baris pada matriks-matriks di maupun memiliki dua elemen '0' dan dua elemen '1', artinya setiap share hasil ekspansi piksel hitam maupun putih akan memiliki dua subpiksel hitam dan dua subpiksel putih. Setiap penumpukan dua share dari ekspansi piksel putih akan memiliki Hamming weight m/2, sedangkan penumpukan dua share dari ekspansi piksel hitam akan memiliki minimal Hamming weight sehingga akan terlihat lebih gelap. Perbedaan tersebut secara visual akan lebih terlihat jika dilakukan penumpukan transparan lainnya. Skema tersebut memenuhi kondisi (1) dan (2) pada Definisi 3.1 dengan dan. Contoh berikut akan menunjukkan bahwa skema generalisasi dari skema -VSSS. -VSSS merupakan Contoh 3.1 Akan dikonstruksi skema -VSSS dengan n = 2 dan m = 4, dengan menggunakan Algoritma 3.1. Bentuk himpunan dasar berukuran m = 4 yaitu : Bentuk subhimpunan dari W dengan kardinalitas yaitu : Bentuk matriks dan berukuran dengan ketentuan sebagai berikut : - untuk setiap i, j dengan dengan dan, jika dan hanya jika. Maka akan didapat - untuk setiap j dengan, jika dan hanya jika. Maka akan didapat Bentuk dan sebagai berikut : matriks ermutasi kolom dari

24 matriks ermutasi kolom dari Kedua himpunan tersebut identik dengan dan pada skema (2,2)-VSSS dalam subbab 3.2.1 3.2.4. (3,n)-VSSS, untuk n Solusi dari skema (3,3)-VSSS pada subbab 3.2.1 dapat digeneralisasi menjadi (3,n)-VSSS dengan ekspansi 2n 2 piksel. Konstruksi dan untuk skema tersebut dapat dilakukan melalui Algoritma berikut : Algoritma 3.2. Skema -VSSS masukan : jumlah partisipan n, langkah 1 : bentuk matriks B,, dimana semua elemennya adalah 1 langkah 2 : bentuk matriks identitas I berukuran langkah 3 : bangun matriks - dan berukuran sebagai berikut :, yaitu gabungan matriks B dan I -, yaitu komplemen Boolean dari matriks langkah 4 : bentuk himpunan C0 dari seluruh matriks hasil permutasi kolom S0 dan himpunan C1 dari seluruh matriks hasil permutasi kolom di S1 keluaran : C0 dan C1 Dengan konstruksi tersebut, setiap share tunggal dari piksel putih ataupun hitam akan memiliki subpiksel hitam dan subpiksel putih, sedangkan penumpukan setiap dua share hasil ekspansi piksel putih maupun hitam akan menghasilkan subpiksel yang terdiri dari subpiksel hitam dan subpiksel putih. Oleh karena itu, skema tersebut memenuhi kondisi (3) pada Definisi 3.1. Skema tersebut juga memenuhi kondisi (1) dan (2) pada Definisi 3.1 dengan nilai. Penumpukan seluruh share hasil ekspansi putih akan memiliki nilai Hamming weight atau, sedangkan penumpukan seluruh share hasil ekspansi piksel hitam akan memiliki nilai Hamming weight atau

25 sehingga secara visual akan terlihat lebih gelap. Penunpukan transparan tambahan akan membuat perbedaan antara hitam dan putih lebih terlihat. Contoh 3.2 akan menunjukkan bahwa konstruksi -VSSS diatas merupakan perumuman dari skema -VSSS pada subbab 3.2.2. Contoh 3.2 Akan dikonstruksi skema -VSSS untuk dengan menggunakan Algoritma 3.2 Bentuk matriks B berukuran berikut : yang elemen elemennya adalah 1, sebagai Bentuk matriks identitas I berukuran, sebagai berikut : Bentuk matriks dan sebagai berikut : dan Bentuk dan sebagai berikut : matriks ermutasi kolom dari

26 matriks ermutasi kolom dari Kedua himpunan tersebut identik dengan dan pada skema -VSSS dalam subbab 3.2.2. 3.2.5. Skema umum (k,k)-vsss, untuk k Skema umum VSSS dapat diselesaikan dengan menggunakan ekspansi piksel sebesar. Konstruksi dan untuk skema tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan Algoritma berikut : Algoritma 3.3. Skema umum -VSSS masukan : jumlah partisipan k, langkah 1 : bentuk himpunan dasar dengan kardinalitas k yaitu langkah 2 : bentuk subset dari W dengan kardinalitas genap, lalu inisialisasikan subset-subset tersebut ke langkah 3 : bentuk subset dari W dengan kardinalitas ganjil, lalu inisialisasikan subset-subset tersebut ke langkah 4 : bangun matriks - dan berukuran untuk setiap i, j dengan jika dan hanya jika - untuk setiap i, j dengan sebagai berikut : dan, dan,. jika dan hanya jika langkah 5 : bentuk himpunan C0 dari seluruh matriks hasil permutasi kolom S0 dan himpunan C1 dari seluruh matriks hasil permutasi kolom di S1 keluaran : C0 dan C1 Pada konstruksi (k, k)-vsss di atas, akan dihasilkan matriks dimana satu kolom pada matriks tersebut bernilai '0'. Kolom tersebut berasosiasi dengan

27 subset dari dengan kardinalitas 0 atau himpunan kosong ( ). Oleh karena itu hasil penumpukan k share hasil ekspansi piksel putih akan memiliki nilai Hamming weight sedangkan hasil penumpukan dua share piksel hitam akan memiliki nilai Hamming weight. Hal ini membuktikan bahwa skema di atas memenuhi kondisi (1) dan (2) pada Definisi 3.1 dengan dan. Penumpukan kurang dari k share baik dari hasil ekspansi piksel putih maupun hitam akan memiliki nilai Hamming weight yang identik, maka skema di atas juga memenuhi kondisi keamanan pada Definisi (3). Skema -VSSS di atas bukanlah generalisasi dari skema VSSS pada subbab 3.2.1. Pada skema VSSS pada subbab 3.1.1, nilai m = 4, sedangkan pada skema VSSS dengan k = 2 akan memiliki nilai = 2. Namun untuk k = 3, skema VSSS di atas identik dengan skema (3,3)-VSSS pada subbab 3.2.2. Contoh berikut akan menunjukkan bahwa skema VSSS untuk k = 3 akan identik dengan skema (3,3)-VSSS pada subbab 3.2.2. Contoh 3.3 Akan dikonstruksi skema VSSS untuk Bentuk himpunan dasar dengan kardinalitas 3 yaitu Subset dengan kardinalitas genap : dan Subset dengan kardinalitas ganjil : dan Bangun matriks dan berukuran sebagai berikut : - untuk setiap i, j dengan dan jika dan hanya jika Maka didapat :

28 - untuk setiap i, j dengan an jika dan hanya jika. Maka didapat : Bentuk dan sebagai berikut : Kedua himpunan dan diatas identik dengan dan pada subbab 3.2.2. 3.3. Konstruksi VSSS untuk Citra Grayscale Pada citra grayscale, setiap piksel direpresentasikan oleh 0 (putih) hingga 255 (hitam), dengan kata lain citra grayscale memiliki 256 kemungkinan warna. Konstruksi VSSS pada subbab 3.1 hanya dapat digunakan jika citra digital yang akan diproses memiliki 2 kemungkinan warna (biner). Oleh karena itu agar skema tersebut dapat digunakan untuk citra grayscale, diperlukan suatu teknik untuk mengubah citra grayscale menjadi citra biner. Teknik tersebut disebut teknik halftone, sedangkan citra biner hasil konversi biasa disebut citra halftone. (Kang, 1999)

29 (a) (b) Gambar 3.4. Citra sebelum (a) dan sesudah (b) dilakukan teknik halftone Teknik halftone mengubah citra grayscale yang setiap pikselnya memiliki 256 kemungkinan warna menjadi citra hailftone yang memiliki 2 kemungkinan warna. Konversi tersebut tentu akan menghilangkan beberapa informasi dari citra awal, sehingga citra halftone akan berbeda dengan citra awal, namun secara visual, citra awal maupun citra halftone akan terlihat mirip. Citra halftone secara kasat mata akan terlihat seperti citra grayscale, artinya walaupun teknik halftone mengubah informasi digital suatu citra grayscale, namun teknik tersebut mempertahankan informasi visual dari citra tersebut. Gambar 3.3 memperlihatkan citra sebelum dan sesudah dilakukan teknik halftone. Jadi skema VSSS untuk citra grayscale dapat dikonstruksi dengan cara mengubah citra grayscale menjadi citra halftone terlebih dahulu. Teknik halftone yang digunakan adalah teknik difusi error (Algoritma 2.1) yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Hasil teknik difusi error berupa citra halftone yang tidak lain merupakan citra biner, sehingga seluruh skema VSSS untuk citra biner yang telah dibahas pada subbab sebelumnya, dapat di aplikasikan pada citra halftone tersebut (Hou, 2003). Algoritma berikut menjelaskan bagaimana mengkonstruksi VSSS untuk citra grayscale.

30 Algoritma 3.4. Konstruksi VSSS untuk citra grayscale masukan : citra grayscale, jumlah partisipan n langkah 1 : ubah citra grayscale menjadi citra biner dengan menggunakan teknik difusi error (algortima 2.1). Simpan citra halftone hasil konversi. langkah 2 : untuk setiap piksel hitam dan putih pada citra halftone lakukan ekspansi piksel dan pembagian ke n transparan dengan menggunakan dan pada VSSS untuk citra biner (Algoritma 3.1 3.3). keluaran : citra grayscale yang telah dirahasiakan dalam bentuk n transparan. 3.4. Konstruksi VSSS untuk Citra Warna Seperti halnya citra grayscale, setiap piksel memiliki kemungkinan nilai pada citra warna yang lebih dari 2. Sehingga konstruksi VSSS pada subbab 3.2 tidak dapat langsung digunakan untuk citra warna. Pada subbab ini akan dibahas beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengkonstruksi VSSS untuk citra warna dengan memanfaatkan teknik halftone dan dekomposisi warna pada citra warna. Dekomposisi warna digunakan untuk mendekomposisi citra warna menjadi citra grayscale berdasarkan warna utamanya. Pada ketiga metode yang akan dijelaskan selanjutnya diasumsikan citra warna yang digunakan memiliki skema warna CMY. Setiap piksel citra tersebut memiliki nilai dengan Piksel hanya jika pada berwarna putih jika dan dan berwarna hitam jika dan hanya jika. (Putra, 2010) Citra asli akan didekomposisi menjadi tiga citra grayscale yaitu cyan grayscale, magenta grayscale, dan yellow grayscale. Kemudian masing-masing citra grayscale tersebut diubah menjadi citra biner dengan menggunakan teknik difusi error sehingga menghasilkan tiga citra halftone (biner) yaitu (magenta-putih), dan (cyan-putih), (yellow-putih). Karena setiap piksel pada citra halftone memiliki nilai '0' atau '1', maka jika ketiga citra halftone tersebut ditumpuk akan menghasilkan citra warna dengan rentang nilai antara (0,0,0) hingga

31 (1,1,1) untuk setiap ). Citra warna yang dihasilkan dinamakan citra warna halftone. (Hou, 2003) 3.4.1. Metode 1, (4,4)-VSSS untuk Citra Warna dengan Tambahan Transparan Mask Metode ini akan menghasilkan empat transparan, yang berupa citra biner dengan masing-masing memiliki warna utama cyan-putih, magenta-putih, yellowputih, dan hitam-putih. Transparan hitam-putih kemudian disebut sebagai trasnparan mask. Pertama-tama pada citra asli dilakukan dekomposisi warna dan teknik difusi error sehingga menghasilkan tiga citra halftone, dan. Kemudian setiap piksel pada ketiga citra halftone tersebut diekspansi menjadi blok piksel. Setiap blok piksel tersebut terdiri dari dua subpiksel putih dan dua subpiksel yang bersesuaian dengan warna pada masing-masing citra halftone. Contohnya pada citra halftone, setiap piksel diekspansi menjadi, dengan setiap blok pikselnya terdiri dari dua subpiksel putih dan dua subpiksel cyan. Posisi kedua jenis subpiksel bergantung pada warna yang muncul pada piksel citra halftone. Misalkan pada citra halftone C, blok piksel hasil ekspansi piksel putih memiliki komposisi subpiksel putih pada elemen pertama dan kedua, dan subpiksel cyan pada elemen ketiga dan keempat jika dan hanya jika blok piksel hasil ekspansi piksel cyan memiliki komposisi subpiksel cyan pada elemen pertama dan kedua, dan subpiksel putih pada elemen ketiga dan keempat. Proses tersebut diilustrasikan oleh Gambar 3.5.

32 Citra halftone C Gambar 3.5. ekspansi blok piksel pada citra halftone C Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa jika ketiga citra halftone C, M, dan Y, akan membentuk citra warna halftone yang menyerupai citra warna awal jika ketiganya ditumpuk. Citra warna halftone akan memiliki 8 kemungkinan nilai yaitu (0,0,0) (putih), (1,0,0) (cyan), (0,1,0) (magenta), (0,0,1) (yellow), (1,1,0) (cyan+magenta), (1,0,1) (cyan+yellow), (0,1,1) (magenta+yellow), dan (1,1,1) (hitam), maka akan terdapat 8 kemungkinan pula hasil penumpukan share blok piksel. Tabel 3.1 berikut menjelaskan kemungkinan hasil penumpukan tersebut. Tabel 3.2. Tabel kemungkinan hasil penumpukan ketiga share Nilai f (x,y ) Warna Piksel Share1 (C ) Share2 (M ) Share3 (Y ) Hasil Penumpukan (0,0,0) (1,0,0) (0,1,0) (0,0,1) (1,1,0) (1,0,1) (0,1,1) (1,1,1) Dari tabel di atas terlihat bahwa saat ketiga share dari masing-masing ekspansi piksel ditumpuk, muncul warna yang tidak di inginkan pada dua posisi

33 subpiksel, sehingga membuat hasil penumpukan dari tiap share akan terlihat berbeda dengan piksel awal. Untuk menghindari hal tersebut, maka dibuat satu transparan tambahan yang disebut transparan mask, transparan tersebut terdiri dari blok-blok piksel, dimana setiap bloknya terdiri dari dua subpiksel hitam dan dua subpiksel putih. Dua subpiksel hitam pada setiap blok piksel tersebut akan menutupi warna yang tidak diharapkan muncul pada hasil penumpukan ketiga transparan yang pertama. Tabel berikut menunjukkan perubahan hasil penumpukan setelah adanya transparan keempat. Tabel 3.3. Kemungkinan hasil penumpukan share setelah penambahan mask Mask Nilai f (x,y ) Warna Piksel Share1 (C ) Share2 (M ) Share3 (Y ) Hasil Penumpukan Nilai f (x,y ) Blok Piksel (0,0,0) (1/2, 1/2, 1/2) (1,0,0) (1, 1/2, 1/2) (0,1,0) (1/2, 1, 1/2) (0,0,1) (1/2,1/2, 1) (1,1,0) (1, 1, 1/2) (1,0,1) (1, 1/2, 1) (0,1,1) (1/2, 1, 1) (1,1,1) (1,1,1) Setelah adanya mask, hasil penumpukan share masing-masing piksel menjadi lebih baik, setiap blok piksel hasil penumpukan memiliki dua subpiksel hitam dan dua subpiksel warna piksel awal. Warna yang sebelumnya muncul dan mengganggu akurasi dari hasil penumpukan telah ditutup oleh dua piksel hitam. Pada blok piksel hasil penumpukan, warna putih tidak lagi terlihat putih murni (0, 0, 0) melainkan menjadi abu-abu (hitam-putih). Selain itu blok piksel hasil penumpukan akan memiliki rentang nilai dari hingga (1, 1, 1), berbeda dengan piksel awal dimana nilainya terdistribusi dari (0,0,0) hingga (1,1,1). Hal tersebut mengakibatkan citra hasil penumpukan akan terlihat 50% lebih gelap dibanding dengan citra awal. Hal ini juga terjadi pada VSSS untuk citra biner.

34 Untuk meningkatkan keamanan dari metode ini, maka penentuan posisi subpiksel warna dan putih pada blok piksel dapat dilakukan secara acak, sedemikian sehingga kombinasi warna dari setiap share membentuk salah satu blok piksel pada Gambar 3.3. Jika piksel hitam (gelap) direpresentasikan oleh '1' dan piksel putih (terang) direpresentasikan oleh '0', maka hasil ekspansi piksel dapat direpresentasikan oleh salah satu matriks pada himpunan berikut : Dapat dilihat bahwa masing-masing elemen pada himpunan tersebut berasosiasi dengan blok piksel pada Gambar 3.3. Berbagai kemungkinan hasil ekspansi piksel skema -VSSS

35 Algoritma 3.5. Konstruksi VSSS untuk citra warna, Metode 1 masukan : citra warna W berukuran dengan skema warna CMY langkah 1 : dekomposisi W menjadi tiga citra grayscale cyan, magenta, dan yellow langkah 2 : lakukan teknik difusi error pada ketiga citra grayscale hasil langkah1 sehingga menghasilkan citra halftone cyan, magenta dan yellow. Representasikan berturut-turut ke dalam matrik C, M, dan Y. langkah 3 : bentuk matriks K berukuran, yang seluruh entrinya '1'. (matriks ini akan digunakan untuk membuat transparan mask (hitam)). langkah 4 : untuk setiap piksel pada W, lakukan langkah5 hingga langkah7 langkah 5 : ambil, lakukan ekspansi piksel ke blok piksel berdasarkan matriks. langkah 6 : lakukan ekspansi piksel C(x, y) ke blok piksel dengan aturan sebagai berikut : - Jika C(x, y) = 1, ekspansikan piksel C(x, y) ke blok piksel berdasarkan matriks sebagai berikut : - Jika C(x, y) = 0, ekspansikan piksel C(x, y) ke blok piksel berdasarkan matriks sebagai berikut : langkah7 : ulangi langkah6 untuk matriks dan Konstruksi VSSS untuk citra warna, Metode 1Algoritma 3.5 akan menghasilkan 4 transparan yaitu transparan cyan, magenta, yellow, dan satu transparan hitam yang berfungsi sebagai mask. Transparan mask berfungsi untuk menutup warna yang tidak diharapkan muncul pada hasil penumpukan tiga transparan lainnya. Lebih lanjut transparan mask dapat diasosiasikan sebagai sebuah kunci untuk merekonstruksi citra asli.

36 3.4.2. Metode 2, (2,2)-VSSS untuk Citra Warna dengan Pendistribusian Warna yang Merata pada Setiap Blok Piksel Hasil Ekspansi Pada metode 1 yang dibahas pada 3.4.2, setiap transparan yang dihasilkan memang tidak memberikan informasi apapun mengenai citra awal yang dirahasiakan, namun masing-masing transparan memiliki warna penyusun yang berbeda-beda yaitu cyan-putih, magenta-putih, yellow-putih dan hitam-putih. Hal tersebut membuat setiap transparan terlihat berbeda. Pada bagian ini akan dikonstruksi skema VSSS untuk citra warna yang lebih baik, dimana transparan yang dihasilkan secara visual akan terlihat identik satu sama lain. Berbeda dengan metode sebelumnya yang menghasilkan empat transparan, metode ini akan menghasilkan dua transparan yang identik secara visual. Pada metode ini, setiap piksel pada citra warna halftone akan diekspansi menjadi 2 share blok piksel berukuran, dimana setiap blok piksel disusun oleh empat warna yaitu cyan, magenta, yellow, dan putih. Penentuan posisi keempat warna tersebut pada blok piksel share pertama dilakukan secara acak, sementara penentuan posisi keempat warna pada blok piksel share kedua bergantung pada posisi keempat warna pada blok piksel share pertama. Penentuan posisi keempat warna pada setiap share blok piksel dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.4. Skema distribusi warna pada kedua share blok piksel f (x,y ) Piksel Warna Piksel Share1 Share2 Hasil Penumpukan Pembentukan Share2 f (x,y ) Penumpukan Blok Piksel (0,0,0) share2 sama dengan share1 (1/4, 1/4, 1/4) (1,0,0) tukar posisi cyan dan putih (1/2, 1/4, 1/4) (0,1,0) tukar posisi magenta dan putih (1/4, 1/2, 1/4) (0,0,1) tukar posisi yellow dan putih (1/4, 1/4, 1/2) (1,1,0) tukar posisi cyan dan magenta (1/2, 1/2, 1/4) (0,1,1) tukar posisi yellow dan magenta (1/2, 1/4, 1/2) (1,0,1) tukar posisi cyan dan yelllow (1/4, 1/2, 1/2) (1,1,1) tukar posisi dua warna yang berseberangan (cyan dengan putih, magenta dengan yellow ) (1/2, 1/2, 1/2)

37 Karena setiap blok pada share1 terdiri dari kombinasi empat warna, maka akan terdapat kemungkinan penyusunan warna pada blok piksel share1. Penentuan bentuk blok piksel share2 tetap mengikuti aturan pada Tabel 3.4. Hal tersebut akan meningkatkan keamanan dari citra yang dirahasiakan. Algoritma 3.6. Konstruksi VSSS untuk citra warna, Metode 2 masukan : citra warna W berukuran dengan skema warna CMY langkah1 : dekomposisi W menjadi tiga citra grayscale cyan, magenta, dan yellow langkah2 : lakukan teknik difusi error pada ketiga citra grayscale hasil langkah 1 sehingga menghasilkan citra halftone cyan, magenta dan yellow. Lalu tumpuk ketiga citra tersebut sehingga menghasilka citra warna halftone H. langkah3 : inisialisasi transparan S1 dan S2 berukuran langkah4 : untuk setiap piksel pada H, lakukan langkah5 hingga langkah6 langkah5 : ekspansi piksel pada S1 ke blok piksel, kemudian isi keempat subpiksel dengan warna cyan, magenta, yellow, dan putih. Penentuan posisi keempat warna tersebut dilakukan secara acak. langkah6 : perhatikan nilai dari pada H, lakukan ekspansi piksel pada S2 ke blok piksel, kemudian isi keempat subpiksel dengan warna cyan, magenta, yellow, dan putih berdasarkan Tabel 3.4. Skema distribusi warna pada kedua share blok piksel keluaran : transparan S1 dan S2 berukuran. Dari Tabel 3.4, dapat terlihat bahwa kedua transparan akan memiliki distribusi warna yang sama satu sama lain, sehingga secara visual akan terlihat sama. Dengan skema distribusi warna tersebut, jika terdapat piksel putih yang saling berdekatan pada citra asli, maka hasil penumpukan ekspansi piksel putih tersebut akan menghasilkan warna yang secara visual menyerupai putih, dengan nilai, sementara hasil penumpukan ekspansi piksel hitam akan

38 menghasilkan warna kecoklatan dengan nilai. Penumpukan kedua transparan akan memiliki rentang nilai antara sampai. Hal tersebut mengakibatkan citra hasil penumpukan kedua transparan terlihat lebih terang dengan tingkat kecerahan 25% dari citra awal. 3.4.3. Metode 3, (k,n)-vsss untuk Citra Warna Berbasis VSSS untuk Citra Biner Telah diketahui bahwa metode 1 pada 3.4.1 memiliki kekurangan yaitu, setiap transparan yang dihasilkan memiliki distribusi warna yang berbeda sehingga setiap transparan secara visual berbeda satu sama lain. Kekurangan tersebut tidak terjadi pada metode 2 pada 3.4.2. Setiap transparan yang dihasilkan dengan menggunakan metode tersebut akan memiliki distribusi warna yang sama sehingga secara visual terlihat identik satu sama lain. Namun pada metode 2, citra hasil penumpukan akan mengalami penurunan tingat kecerahan yang cukup signifikan, yaitu 75%, dalam hal ini metode 1 lebih baik dengan hanya mengalami 50% penurunan tingkat kecerahan. Untuk mengatasi kekurangan yang terjadi pada kedua metode tersebut maka akan dikonstruksi metode ketiga yang akan menghasilkan transparantransparan yang memiliki distribusi warna yang sama, selain itu citra hasil penumpukan transparan tersebut tidak akan mengalami penuranan tingkat kecerahan yang cukup signifikan terhadap citra asli. Telah diketahui bahwa VSSS untuk citra biner memiliki kedua sifat di atas. Oleh karena itu, konstruksi VSSS untuk citra warna kali ini akan menggunakan VSSS untuk citra biner. Serupa dengan metode 1, pertama-tama dilakukan dekomposisi warna dan teknik difusi error pada citra warna sehingga dihasilkan tiga citra halftone C, M, dan Y. Misalkan terdapat n partisipan, maka lakukan VSSS untuk citra biner pada ketiga citra halftone tersebut sehingga masing-masing citra halftone akan menghasilkan n share yaitu, dan. Kemudian tumpuk ketiga share yang bersesuaian untuk menghasilkan n transparan. Contoh, tumpuk dan untuk mendapatkan transparan pertama, dan untuk transparan kedua, dan seterusnya. Hasil

39 penumpukan transparan akan memiliki sifat sesuai dengan konstruksi - VSSS untuk citra biner yang digunakan. Gambar 3.6. Ilustrasi skema VSSS untuk citra warna berbasis VSSS untuk citra biner Algoritma 3.7. Konstruksi VSSS untuk citra warna, Metode 3 masukan : citra warna W ( dengan skema CMY, jumlah partisipan n langkah1 : dekomposisi W menjadi tiga citra grayscale (cyan, magenta, yellow) langkah2 : lakukan teknik difusi error pada ketiga citra grayscale hasil langkah 1 sehingga menghasilkan citra halftone cyan, magenta dan yellow. Representasikan berturut-turut ke dalam matrik dan. langkah3 : pilih skema VSSS untuk citra biner yang diperlukan langkah4 : untuk setiap piksel pada W, lakukan langkah5 hingga langkah6 langkah5 : ekspansikan piksel langkah6 : ulangi langkah5 untuk matriks berdasarkan skema VSSS yang dipilih dan, sehingga dihasilkan matriks yaitu, dan. langkah7 : untuk dari 1 hingga lakukan langkah8 langkah8 : bangun transparan dengan menggunakan dan. keluaran : n buah Transparan.

40 Algoritma 3.7 akan menghasilkan citra warna yang telah didekripsi menjadi n buah transparan yang secara visual identik. Penurunan tingkat kecerahan pada citra hasil penumpukan bergantung pada konstruksi VSSS untuk citra biner yang digunakan. Implementasi metode ini untuk beberapa kasus - VSSS akan dibahas pada bab selanjutnya.

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN HASIL Pada Bab 3 telah dibahas konstruksi VSSS untuk berbagai citra digital baik citra biner, citra grayscale, maupun citra warna. Pada bagian ini beberapa skema yang telah dikonstruksi tersebut diimplementasikan ke dalam program dengan perangkat lunak MATLAB R2009a, pada komputer dengan spesifikasi sebagai berikut : Processor : AMD Brazos E350, DualCore @1.65 Ghz Memory : 2 2 GB OS : Windows 7 SP1 x86 (32bit) HD Free Space : ± 40 GB Skema yang diimplementasikan antara lain skema VSSS untuk citra grayscale (Algoritma 3.4) dan skema VSSS untuk citra warna metode 3 (Algoritma 3.7). Program hasil implementasi tersebut kemudian akan digunakan untuk melakukan VSSS pada citra grayscale dan citra warna. 4.1. Implementasi VSSS untuk Citra Grayscale (Algoritma 3.4) Dengan menggunakan program yang telah dibuat, akan dikonstruksi (2,4)- VSSS dengan besar ekspansi piksel m = 4 piksel (2 2 piksel) pada citra grayscale pada Gambar 4.1. Artinya, citra grayscale tersebut akan dibagi menjadi 4 transparan dengan ukuran 4 kali citra grayscale awal, serta dibutuhkan minimal 2 transparan untuk merekonstruksi citra grayscale awal. Gambar 4.1. Citra grayscale masukan 41

42 Setelah dilakukan teknik difusi error, citra grayscale pada Gambar 4.1 akan terlihat seperti gambar berikut : Gambar 4.2. Citra halftone hasil teknik difusi error Hasil keluaran dari program berupa 4 transparan yang dapat dilihat pada Gambar 4.3 hingga Gambar 4.6 yang masing-masing berukuran 4 kali citra awal. Gambar 4.3. Transparan 1 (hasil (2,4)-VSSS citra grayscale)

43 Gambar 4.4. Transparan 2 (hasil (2,4)-VSSS citra grayscale) Gambar 4.5. Transparan 3 (hasil (2,4)-VSSS citra grayscale)

44 Gambar 4.6. Transparan 4 (hasil (2,4)-VSSS citra grayscale) Dari hasil keluaran program dapat dilihat bahwa keempat transparan terlihat mirip satu sama lain, secara visual mata manusia tidak akan dapat membedakan antara satu transparan dengan transparan lainnya. Akan tetapi apabila dua trasnparan ditumpuk maka akan dapat diperoleh citra aslinya, seperti yang diperlihatkan pada gambar-gambar berikut :

45 Gambar 4.7. VSSS citra grayscale - Penumpukan Transparan 2 dan Transparan 3 Gambar 4.8. VSSS citra grayscale - Penumpukan Transparan 1 dan Transparan 4 Contoh hasil penumpukan 2 transparan dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8. Dengan menumpuk (menggabungkan) 2 transparan, informasi mengenai citra yang dirahasiakan dapat diketahui. Penumpukan tiga atau empat

46 transparan juga akan merekonstruksi citra awal, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.9. Gambar 4.9. VSSS citra grayscale - Penumpukan transparan 1, 2, dan 3 4.2. Implementasi VSSS untuk Citra Warna (Metode 3) MATLAB merepresentasikan citra sebagai sebuah matriks. MATLAB tidak dapat mengenali citra warna dengan skema CMY, akan tetapi MATLAB dapat mengenali citra warna dengan skema warna RGB dan CMYK. Untuk itu akan dilakukan penyesuaian antara bahasa MATLAB dan Algoritma 3.7. Jika menggunakan MATLAB, proses dekomposisi warna tidak lagi harus dilakukan, karena setiap citra warna akan direpresentasikan menjadi sebuah matriks berukuran, dimana menyatakan resolusi citra warna, dan c menyatakan jumlah warna utama pada skema warna tersebut. Sebuah citra warna RGB, direpresentasikan oleh matriks 3 dimensi ( ), atau terdiri dari 3 matriks berukuran dengan entri 0-255. Setiap matriks secara berturut-turut merepresentasikan layer Red, Green, dan Blue, dari citra warna masukan. Jika citra warna masukan merupakan citra dengan skema warna RGB, maka sebelumnya akan dilakukan konversi ke skema CMY. Misalkan W

47 merupakan matriks representasi citra warna RGB, maka W' = 255 W, merupakan matriks yang merepresentasikan skema warna CMY. (Hou, 2003) Sedangkan jika citra warna masukan merupakan citra warna untuk citra warna CMYK, MATLAB akan merepresentasikan citra tersebut sebagai sebuah matriks 4 dimensi ( ), atau 4 matriks berukuran dengan entri 0-255. Setiap matriks secara berturut-turut merepresentasikan layer Cyan, Magenta, Yellow, dan Black. Untuk kasus ini, VSSS dilakukan untuk setiap layer tersebut (Cyan, Magenta, Yellow, dan Black). Berikut adalah Algoritma hasil penyesuaian Algoritma 3.7 dengan MATLAB : Algoritma 4.1. Konstruksi VSSS untuk citra warna, Metode 3 (modifikasi Algoritma 3.7) masukan : citra warna dengan skema CMYK atau RGB, jumlah partisipan n langkah1 : representasikan citra warna masukan sebagai matriks - jika citra warna merupakan citra warna RGB (c = 3), maka lanjut ke langkah 2 - jika citra warna CMYK (c = 4) maka lanjut ke langkah3 langkah2 : set W = 255 W langkah3 : lakukan teknik difusi error pada tiap layer pada matriks W. langkah4 : pilih skema VSSS untuk citra biner yang diperlukan langkah5 : untuk setiap piksel pada W, lakukan langkah 5 hingga langkah 6 langkah5 : ekspansikan piksel berdasarkan skema VSSS yang dipilih langkah6 : ulangi langkah5 untuk, sehingga didapat himpunan matriks hasil ekspansi. dimana m' dan n' berturut turut menyatakan jumlah baris dan kolom setelah dilakukan ekspansi. keluaran : n buah Transparan yang masing-masing direpresentasikan oleh matriks

48 Jika citra warna masukan merupakan citra warna CMYK (c = 4) dan seluruh entri pada layer Black memiliki entri 0, maka layer Black dapat diabaikan (tidak dilakukan VSSS), sehingga nilai c pada langkah5 dapat diganti menjadi 3. Dengan menggunakan program yang dibuat berdasarkan Algoritma di atas, akan dikonstruksi (2,4)-VSSS dengan besar ekspansi piksel m = 4 piksel (2 2 piksel) pada citra warna yang diperlihatkan pada Gambar 4.10. Artinya, citra warna tersebut akan dibagi menjadi 4 transparan dengan ukuran 4 kali citra warna awal, serta dibutuhkan minimal 2 transparan untuk merekonstruksi citra awal. Gambar 4.10. Citra warna masukan Gambar 4.11. Citra halftone hasil teknik difusi error Hasil keluaran dari program berupa 4 transparan pada Gambar 4.12 hingga Gambar 4.15 yang masing-masing berukuran 4 kali citra awal.

49 Gambar 4.12. Transparan 1 (hasil (2,4)-VSSS citra warna) Gambar 4.13. Transparan 2 (hasil (2,4)-VSSS citra warna)

50 Gambar 4.14. Transparan 3 (hasil (2,4)-VSSS citra warna) Gambar 4.15. Transparan 4 (hasil (2,4)-VSSS citra warna) Dari hasil keluaran program dapat dilihat bahwa keempat transparan terlihat mirip satu sama lain, secara visual mata manusia tidak akan dapat

51 membedakan antara satu transparan dengan transparan lainnya. Dengan melakukan penumpukan minimal dua transparan, maka diperoleh citra aslinya. Gambar 4.16. VSSS citra warna - Penumpukan Transparan 1 dan Transparan 3 Gambar 4.17. VSSS citra warna - Penumpukan Transparan 2 dan Transparan 4

52 Contoh hasil penumpukan 2 transparan dapat dilihat pada Gambar 4.16 dan Gambar 4.17. Dengan menumpuk (menggabungkan) 2 transparan, informasi mengenai citra yang dirahasiakan dapat diketahui. Penumpukan tiga atau empat transparan juga akan merekonstruksi citra awal, dalam kasus ini citra hasil rekonstruksi akan terlihat lebih baik. Gambar 4.18. VSSS citra warna - Penumpukan transparan 1, 3, dan 4