HIRARKI BELAJAR: SUATU TEORI DARI GAGNE

dokumen-dokumen yang mirip
Apa Implikasi dari Inti Psikologi Kognitif Terhadap Pembelajaran Matematika?

BILAMANA PROSES PEMBELAJARAN MENJADI BERMAKNA BAGI SISWA? SUATU TEORI BELAJAR DARI DAVID P. AUSUBEL. Fadjar Shadiq (WI PPPPTK Matematika)

EMPAT OBJEK LANGSUNG MATEMATIKA MENURUT GAGNE Fadjar Shadiq

BAGIAN I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tugas seorang guru adalah membantu siswanya mendapatkan informasi, ide-ide, keterampilan-keterampilan,

Peta Kompetensi Guru Matematika SMK Non Teknik. Jenjang Dasar

PENERAPAN TEORI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD

Sri Purnama Surya, S.Pd, M.Si. Anang Heni Tarmoko. Dra. Sri Wardhani. Penilai: Editor:

DOBEL STELD MEMPERMUDAH OPERASI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN

APLIKASI TEORI BELAJAR. Oleh: Fadjar Belajar, M.App.Sc

PSIKOLOGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

BELAJAR BERMAKNA DAVID P. AUSUBEL DI SD/MI. Nur Rahmah (Dosen Pendidikan Matematika IAIN Palopo)

Sri Purnama Surya, S.Pd, M.Si. Anang Heni Tarmoko. Dra. Sri Wardhani. Penilai: Editor:

IMPLIKASI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR Fadjar Shadiq

ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENERAPKAN ATURAN EKSPONEN

HALAMAN SAMPUL DAFTAR ISI PENDAHULUAN

E.E.L. THORNDIKE Belajar merupakan peristiwa asosiasi antara stimulus (S) dengan respon (R) Supaya tercapai hubungan antara S dengan R, dibutuhkan kem

Tiga Hal yang Sering Ditanyakan Guru. Fadjar Shadiq, M.App.Sc & fadjarp3g.wordpress.com) Widyaiswara PPPPTK Matematika

BAB II KAJIAN TEORI A. Masalah Matematika

Pembelajaran Matematika dengan Pemecahan Masalah

Peran Penting Guru Matematika dalam Mencerdaskan Siswanya

PENTINGNYA PEMECAHAN MASALAH Fadjar Shadiq, M.App.Sc (Widyaiswara PPPPTK Matematika)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. zaman inilah yang mendorong para pendidik untuk lebih kreatif dalam. nasional (Marsigit dalam Renni Indrasari,2005:1).

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), tujuan yang

BAB II KAJIAN TEORI. hakekatnya adalah belajar yang berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. cita manusia yang berkualitas, juga melatih ketrampilan di dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, dituntut sumber daya manusia yang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGENALAN KONSEP DASAR ALJABAR MELALUI PERMASALAHAN KONTEKSTUAL

POLA PENERIMAAN SISWA TUNANETRA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SMPLB. Keywords: reception pattern, blind students, mathematics learning

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Metode Pembelajaran. - Ceramah - Diskusi - Presentasi Tugas. - Diskusi. - Presentasi Tugas.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya

PROFIL BELAJAR KONSEP MATEMATIKA SISWA AKSELERASI BERDASARKAN TEORI BRUNER DAN CARA BELAJAR LIANG GIE DI SMP NEGERI 3 JEMBER

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP KRISTEN 2 SALATIGA DITINJAU DARI LANGKAH POLYA

BAB I PENDAHULUAN. sesuai nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Pendidikan merupakan suatu

Peta Kompetensi Strategi Pembelajaran MatematikA/PEMA4301/4sks

BAB I PENDAHULUAN. yang signifikan. Beberapa penerapan pola peningkatan kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. ketidakpastian. Pendidikan sebagai sumber daya insani sepatutnya mendapat

Pentingnya Pengetahuan Prasyarat dalam Memecahkan Masalah

Pertidaksamaan Jika Dikalikan dengan Bilangan Negatif, Harus Dibalik Tandanya? Oleh : Rachmadi Widdiharto*)

BAB I PENDAHULUAN. [[ 1.1 Latar Belakang Masalah

DIAGNOSIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL SERTA UPAYA MENGATASINYA MENGGUNAKAN SCAFFOLDING

Bagaimana Cara Guru Matematika Memfasilitasi Siswanya agar dapat Membangun Sendiri Pengetahuan Mereka?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wulan Nurchasanah, 2014

BAGAIMANA MENENTUKAN BENAR TIDAKNYA SUATU PERNYATAAN?

2015 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP SISWA KELAS II D I SD N HARAPAN 1 BAND UNG

Penggunaan Strategi Pemodelan dengan Diagram di Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. 1 Khoerul Umam, Makalah Pengajaran Matematika 2012, diakses dari

Pertidaksamaan Jika Dikalikan dengan Bilangan Negatif, Harus Dibalik Tandanya? Oleh : Rachmadi Widdiharto*)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses perubahan tingkah laku dan kemampuan seseorang menuju ke arah yang lebih baik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

Sumber

Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KESULITAN BELAJAR SISWA Oleh: Fadjar Shadiq, M.App.Sc. (WI PPPPTK Matematika)

KAJIAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA (HASIL TAHAPAN PLAN SUATU KEGIATAN LESSON STUDY MGMP SMA)

TEORI BELAJAR MATEMATIKA DAN PENERAPANNYA DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Dasar-dasar & Proses Pembelajaran Matematika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. aktif serta dari berbagai pihak yang terkait, sehingga bidang pendidikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH PADA SOAL CERITA SPLDV DITINJAU DARI HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMK PGRI 2 SALATIGA

BAB I PENDAHULUAN. pada program jurusan Pendidikan Matematika. Seperti yang kita ketahui, Matematika

KESALAHAN MENYELESAIKAN SOAL BANGUN RUANG SISI LENGKUNG SISWA KELAS VIII SMP PGRI 1 KEDIRI

PEMAHAMAN INSTRUMENTAL DAN RELASIONAL MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN

Apa dan Mengapa Guru Matematika Harus Menggunakan Teknik Bertanya?

BAB II LANDASAN TEORITIS. tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingka laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

PERAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERFIKIR ANALITIS SISWA SMK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

I. PENDAHULUAN. menyempurnakan Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana telah ditetapkan

ANALYSIS OF MATHEMATICS TEACHER PROBLEM IN LEARNING IMPLEMENTATION SENIOR HIGH SCHOOL

Bagaimana Mengintegrasikan Kegiatan Eksplorasi di Kelas? Belajar dari Olimpiade Matematika SD

BAB I PENDAHULUAN. yaitu membekali diri dengan pendidikan. Terdapat pengertian pendidikan menurut

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA MATERI SPLDV SISWA KELAS VIII DI SMP KRISTEN 2 SALATIGA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MENGAPA TIDAK MENGGUNAKAN PENBELAJARAN REALISTIK UNTUK MENYELESAIKAN SOAL SUSUL-MENYUSUL?

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL BELAJAR KOGNITIF FISIKA SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING PADA MATERI POKOK KINEMATIKA DI KELAS XI IPA MAN I PEKANBARU

MATEMATIKA DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR

P 21 THE CHALLENGE OF MATHEMATICS TEACHERS IN DEALING WITH VARIOUS CURRICULUM CHANGES (A THEORETICAL REVIEW)

Bagaimana Cara Guru Memanfaatkan Faktor Sikap dalam Pembelajaran Matematika? Fadjar Shadiq &

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional, dalam kurikulum 2006, bertujuan antara lain agar siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide/konsep-konsep abstrak yang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hana Riana Permatasari, 2013

2013 PENGGUNAAN MEDIA GARIS BILANGAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. baik jika ada komunikasi yang baik antara guru dengan siswa maupun siswa

Transkripsi:

HIRARKI BELAJAR: SUATU TEORI DARI GAGNE Fadjar Shadiq, M.App.Sc Widyaiswara PPPG Matematika A da tulisan menarik yang dikemukakan Bell (1978:97) berikut ini: Understanding of theories about how people learn and the ability to apply these theories in teaching mathematics are important prerequisites for effective mathematics teaching. Apa yang dikemukakan bel di atas, menunjukkan kepada para guru akan pentingnya pemahaman teori-teori yang berkait dengan bagaimana para siswa belajar dan bagaimana mengaplikasikan teori tersebut di kelasnya masing-masing. Robert M, Gagne adalah salah seorang ahli teori belajar (learning theorist) yang namanya dapat disejajarkan dengan nama-nama besar dan terkenal lain di zamannya seperti Jean Piaget, J.F. Guilford, Zoltan P. Dienes, Richard R. Skemp, David P. Ausubel, Jerome Bruner, Burrhus F. Skinner, maupun Lev. S. Vygotsky. Para ahli yang disebut tadi, telah mengkaji perkembangan intelektual dan mempelajari hakikat belajar dari berbagai segi sehingga bisa saja terjadi kemiripan atau kesamaan antara teori yang satu dengan teori yang lainnya, saling melengkapi dan tidak menutup kemungkinan akan ada dua teori yang sepertinya saling bertentangan. Karena tiap-tiap teori memiliki keunggulan dan kelemahan sendiri-sendiri, maka hal paling penting yang perlu diperhatikan para guru seperti yang disarankan Bell tadi adalah para guru hendaknya dapat menggunakan dengan tepat keunggulan setiap teori tersebut di kelasnya masing-masing. Tulisan ini akan membahas salah satu aspek penting dari teori yang dikemukakan Gagne yang patut diketahui dan dipahami para guru, khususnya para guru matematika, yaitu suatu teori yang disebut dengan hirarki belajar (learning hierarchies). Apa itu Hirarki Belajar? Para guru matematika, fisika, kimia, bahasa inggris ataupun mata pelajaran lainnya tentunya sudah mengalami sendiri bahwa satu Standar Kompetensi diajarkan mandahului Standar Kompetensi lainnya, dan satu Kompetensi Dasar diajarkan mandahului Kompetensi Dasar lainnya. Pada dasarnya, pengetahuan yang lebih sederhana harus dikuasai para siswa terlebih dahulu dengan baik agar ia dapat dengan mudah mempelajari pengetahuan yang lebih rumit. Pertanyaan yang sering muncul adalah mengapa suatu Standar Kompetensi harus diajarkan mendahului Standar Kompetensi lainnya? Atas dasar apa penentuan itu? Apakah hanya didasarkan pada kata hati para guru dan pakar saja? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Gagne memberikan alasan pemecahan dan pengurutan materi pembelajaran dengan selalu menanyakan pertanyaan ini: Pengetahuan apa yang lebih dahulu harus dikuasai siswa agar ia berhasil 1

mempelajari suatu pengetahuan tertentu?. Setelah mendapat jawabanya, ia harus bertanya lagi seperti pertanyaan yang di atas tadi untuk mendapatkan prasarat yang harus dikuasai dan dipelajari siswa sebelum ia mempelajari pengetahuan tersebut. Begitu seterusnya sampai didapatkan urut-urutan pengetahuan dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Dengan cara seperti itulah kita akan mendapatkan hirarki belajar. Apa yang dipaparkan di atas dapat diperjelas dengan tulisan Resnick dan Ford (1984) berikut ini: A hierarchy is generated by considering the target task and asking: What would (this child) have to know and how to do in order to perform thisk task? Karena itu, hirarki belajar menurut Gagne harus disusun dari atas ke bawah atau top down (Orton,1987). Dimulai dengan menempatkan kemampuan, pengetahuan, ataupun keterampilan yang menjadi salah satu tujuan dalam proses pembelajaran di puncak dari hirarki belajar tersebut, diikuti kemampuan, ketrampilan, atau pengetahuan prasyarat (prerequisite) yang harus mereka kuasai lebih dahulu agar mereka berhasil mempelajari ketrampilan atau pengetahuan di atasnya itu. Hirarki belajar dari Gagne memungkinkan juga prasyarat yang berbeda untuk kemampuan yang berbeda pula (Orton, 1987). Sebagai contoh, pemecahan masalah membutuhkan aturan, prinsip dan konsepkonsep terdefinisi sebagai prasyaratnya, yang membutuhkan konsep konkret sebagai prasyarat berikutnya, yang masih membutuhkan kemampuan membedakan (discriminations) sebagai prasyarat berikutnya lagi. Contoh Pemanfaatan Hirarki Belajar Pada suatu hari, seorang teman guru matematika yang sudah mengajar beberapa tahun di SMP mengeluh tentang sebagian besar siswanya yang tetap tidak bisa atau belum mampu untuk memfaktorkan bentuk-bentuk aljabar seperti: x² 2x 35 menjadi (x 7)(x + 5); x² 6x + 8 menjadi (x 4)(x 2) ataupun x² + 6x 7 menjadi (x 7)(x + 1). Padahal, menurut guru tersebut, ia sudah berulang-ulang menjelaskan dengan berbagai cara; namun tetap saja siswanya tidak dapat memfaktorkan beberapa soal baru yang angkanya berbeda dari yang dicontohkannya. Pertanyaannya sekarang, mengapa hal seperti itu dapat terjadi? Jika Bapak atau Ibu guru yang dimintai bantuanya, apa yang Bapak atau Ibu dapat sarankan kepada teman guru yang mengajukan pertanyaan itu tadi? Dengan kata lain, apa yang dapat Anda sarankan untuk memecahkan masalah di atas? Mungkin sudah sering kita mendengar bahwa ada obat khusus untuk penderita penyakit typus. Seseorang yang didianogsis atau dinyatakan menderita malaria oleh seseorang padahalnya ia menderita typus akan mengakibatkan ketidak berhasilan proses penyembuhannya. Alasanya, obat malaria yang diberikan tadi tidak akan dapat menyembuhkan penyakit typus. Analoginya, proses pemecahan masalah di atas akan sangat bergantung kepada keberhasilan menentukan penyebab timbulnya masalah atau penyakit itu. Selama penyebab atau akar suatu permasalahan atau penyakitnya belum dapat ditemukan dengan 2

tepat, selama itu pula tindakan atau program pemecahannya dapat dikategorikan sebagai tindakan coba-coba (trial and error). Sebagai akibatnya, program pemecahan tersebut sangat kecil kemungkinannya untuk berhasil. Kalaupun berhasil, hal itu dapat terjadi secara kebetulan saja. Dalam kasus di atas, guru yang telah berulang-ulang menjelaskan hal tersebut kepada para siswanya dapat dianggap salah mendianogsis penyebab ketidak mampuan para siswa tersebut dalam memfaktorkan bentuk-bentuk aljabar tadi meskipun sudah berulangkali si guru menjelaskan cara memfaktorkanya. Penyelesaian masalah di atas tadi dapat didekati dengan menggunakan teori hirarki belajar yang digagas Gagne tadi. Pertanyaan awal yang dapat diajukan sebagaimana disarankan Gagne tadi adalah: Pengetahuan apa yang lebih dahulu harus dikuasai siswa agar ia berhasil memfaktorkan?. Jawabannya, di saat memfaktorkan bentuk seperti x² 2x 35 dimana 2 disebut koeffisien x dan 35 disebut konstanta, para siswa harus mencari dua bilangan bulat yang kalau dijumlahkan akan menghasilkan 2 (koeffisien x) dan kalau dikalikan akan menghasilkan 35 (konstanta). Kedua bilangan yang dicari tersebut adalah 7 dan +5, karena 7 + (+5)= 2 dan ( 7) (5) = 35. Ketika ditanyakan kepada guru tersebut tentang kemampuan siswanya untuk menjumlahkan dan mengalikan dua bilangan bulat, sang guru menyatakan bahwa para siswanya sering mengalami kesulitan dengan dua tugas tersebut. Pertanyaan selanjutnya, kalau mereka tidak dapat menentukan dua bilangan bulat yang jumlah dan hasil kalinya sudah tertentu, bagaimana mungkin mereka akan mampu memfaktorkan bentuk-bentuk tersebut?. Bapak guru tersebut pada akhirnya menerima dengan sepenuh hatinya faktor penyebab kesulitan siswanya. Pada saat itu, sang guru menyepakati bahwa para siswa tersebut harus dibimbing sedemikian rupa sehingga mereka dapat menjumlahkan dan mengalikan dua bilangan bulat dengan lancar. Contoh Hirarki Belajar Dari ceritera di atas, dapatlah disusun suatu hirarki belajar tentang memfaktorkan bentuk aljabar seperti ditunjukkan Gambar 1 di bawah ini. Bapak dan Ibu Guru dapat saja menyempurnakan hirarki belajar ini berdasar pengalaman di lapangan. Dari gambar 1 terlihat jelas bahwa pengetahuan atau ketrampilan memfaktorkan yang telah ditetapkan menjadi salah satu tujuan pembelajaran khusus harus diletakkan dipuncak dari hirarki belajar tersebut, diikuti di bawahnya, ketrampilan atau pengetahuan prasyarat (prerequisite) yang harus dikuasai lebih dahulu agar para siswa berhasil mempelajari ketrampilan atau pengetahuan di atasnya itu. Begitu seterusnya sehingga didapatkan hirarki belajar tersebut. Hal paling penting yang perlu mendapat perhatian serius para guru matematika adalah bersifat hirarkisnya mata pelajaran matematika. Tidaklah mungkin seorang siswa mempelajari suatu materi tertentu jika mereka tidak memiliki pengetahuan prasyarat yang cukup. Hal tersebut berlaku dari jenjang Sekolah 3

Dasar sampai dengan tingkat Perguruan Tinggi. Seorang siswa SD yang baru belajar menjumlahkan dua bilangan antara 1 sampai 5 harus memiliki pengetahuan prasyarat awal seperti dapat menulis dan membilang angka 1 sampai 5 secara berurutan. Di samping itu, ia harus menentukan banyaknya suatu kelompok benda dengan tepat. Gambar 1. Contoh Hirarki Belajar Memfaktorkan Bentuk x 2 + Cx + D Menjabarkan Bentuk Seperti (X + A) (X + B) Menentukan Dua Bilangan Bulat Yang Jumlah Dan Hasil Kalinya Tertentu Menentukan Faktor-Faktor Suatu Bilangan Bulat Menentukan Hasil Kali Dua Bilangan Bulat Menentukan Jumlah Dua Bilangan Bulat Menurut seorang guru SD, sering terjadi seorang anak, ketika membilang dengan benda konkret, ia mengucapkan empat padahal jarinya menunjuk benda ketiga atau malah benda kelima. Di tingkat perguruan tinggi, seorang mahasiswa tidak akan mungkin mempelajari integral rangkap tiga jika ia tidak memiliki bekal yang cukup tentang integral biasa. Tentunya hal yang sama akan terjadi di bangku SMP. Di samping itu, matematika sudah dikenal sebagai mata pelajaran yang sulit. Pendapat seperti ini harus dikikis sedikit demi sedikit oleh setiap guru matematika. Karenanya, perlu bagi penulis untuk mengingatkan para guru matematika bahwa di saat menemui para siswa yang mengalami kesulitan atau melakukan kesalahan, cobalah untuk berpikir jernih dalam menetapkan penyebab kesulitan maupun kesalahan siswa tersebut dan dapat menggunakan teori tentang hirarki belajar ini sebagai salah satu alat pentingnya. Sekali lagi, seorang siswa tidak akan dapat mempelajari atau menyelesaikan tugas tertentu jika mereka tidak memiliki pengetahuan prasyaratnya. Karena itu, untuk memudahkan para siswa selama proses pembelajaran di kelas, proses tersebut harus dimulai dengan memberi kemudahan bagi para siswa dengan mengecek, mengingatkan kembali, dan memperbaiki pengetahuan-pengetahuan prasyaratnya. Sebagai penutup, penulis ingin menyatakan bahwa tugas guru matematika memanglah berat, namun sangat mulia dan akan sangat menentukan kemajuan bangsa ini di masa 4

yang akan datang. Di atas pundak Bapak dan Ibu gurulah tugas mulia tersebut terletak. Daftar Pustaka Bell, F.H. (1978). Teaching and Learning Mathematics. lowa: WBC. Orton, A. (1987). Learning Mathematics. London: Casel Educational Limited. Resnick, L.B. & Ford, W.W. (1981). The Psychology of Mathematics for Instructions. New Jersey: LEA. 5