Bagi masyarakat yang belum menyadari peran dan fungsi Situ, maka ada kecenderungan untuk memperlakukan Situ sebagai daerah belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

a. data jumlah penduduk yang akan dimukimkan kembali; b. kondisi sosial, ekonomi, dan budaya penduduk yang akan dimukimkan kembali;

Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya Direktorat Pengembangan Permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

LAPORAN REKAPITULASI ANGGARAN T.A2017

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA

Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

KONSEP PENANGANAN SANITASI DI KAWASAN KUMUH PERKOTAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi dari tahun ke tahun

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

BAB I PENDAHULUAN 1.1. UMUM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR KUNCI UNTUK PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN KINERJA SISTEM DRAINASE PERKOTAAN

DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah atau disebut sebagai underground river, misalnya sungai bawah tanah di

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

BAB I PENDAHULUAN. Suatu bencana alam adalah kombinasi dari konsekuensi suatu resiko alami

II PENATAAN TAMAN KOTA DALAM KONTEKS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA KUPANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

ARTIKEL STRATEGI PENANGANAN KEBENCANAAN DI KOTA SEMARANG (STUDI BANJIR DAN ROB) Penyusun : INNE SEPTIANA PERMATASARI D2A Dosen Pembimbing :

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR DALAM KAWASAN HUTAN

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini. Selama ini air seperti halnya udara telah dianggap oleh manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PERMUKIMAN, TATA RUANG DAN LINGKUNGAN HIDUP BUPATI TASIKMALAYA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Pengelolaan Situ Rawa Badung. akibat pembangunan jalan dan pemukiman (lihat Gambar 3).

LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN KELEMBAGAAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

POHON KINERJA DINAS PEKERJAAN UMUM TAHUN 2016

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POHON KINERJA DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG TAHUN 2017 ESELON II ESELON III ESELON IV

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

RENJA K/L TAHUN 2016

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

PERUBAHAN PERATURAN MENTERI PU NOMOR: 03/PRT/M/2010 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PU

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. prasarana lingkungan di kawasan Kelurahan Tegalpanggung Kota Yogyakarta ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 1 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Gambaran Umum BPLH Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kondisi

Menyelamatkan Daerah Aliran Sungai (DAS): Saatnya Bertindak Sekarang

I. PENDAHULUAN. dan moril. Salah satu fungsi pemerintah dalam hal ini adalah dengan

Salah satunya di Kampung Lebaksari. Lokasi Permukiman Tidak Layak

Hari Air Dunia Mengingatkan Kembali Kepedulian Kita Pentingnya Air dan Pengelolaan Air Limbah

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

Transkripsi:

SUMBER DAYA AIR

S alah satu isu strategis nasional pembangunan infrastruktur SDA sebagaimana tercantum dalam Renstra Kementerian PU 2010 2014 adalah mengenai koordinasi dan ketatalaksanaan penanganan SDA untuk mengurangi konflik antarpengguna SDA. Relevan dengan hal tersebut, menurunnya kondisi Situ, sebagai salah satu prasarana SDA diakibatkan karena ketidakjelasan aspek kelembagaan, yaitu lembaga, wewenang pengelolaan, serta pemanfaatannya. Persoalan diperparah dengan minimnya anggaran pemeliharaan, serta lemahnya pengawasan pemanfaatan DAS secara umum. Situ adalah suatu wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan yang airnya berasal dari tanah atau air permukaan sebagai siklus hidrologis yang merupakan salah satu bentuk kawasan lindung. Berdasarkan terjadinya, Situ dibedakan menjadi Situ alami dan Situ buatan. Situ alami adalah wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alami dimana airnya bersumber dari dalam tanah atau permukaan. Sedangkan Situ buatan adalah wadah genangan air di atas permukaan tanah yang airnya berasal dari permukaan, cenderung berfungsi sebagai pengendali banjir. Situ merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar yang bersifat tergenang (lentik). Berfungsi sebagai salah satu sistem penyangga kehidupan yang sangat penting dalam tatanan lingkungan hidup, yang apabila mengalami kerusakan akan mengganggu keseimbangan ekosistemnya. Beberapa peran penting Situ dalam ekosistem adalah: pertama, sebagai daerah parkir air, pengendali banjir, ketersediaan air, irigasi, tempat memelihara ikan dan juga sebagai tempat rekreasi. Kedua, sebagai sumber air yang mempunyai fungsi bagi kehidupan dan penghidupan manusia. Menurut Aboejoeno (1999), Situ merupakan salah satu sumberdaya air yang mempunyai fungsi dan manfaat sangat penting bagi kehidupan dan lingkungannya, sehingga keberadaan Situ-situ dalam suatu wilayah sangat potensial untuk menciptakan keseimbangan hidrologi dan keanekaragaman hayati serta potensial meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat. Situ sangat dibutuhkan keberadaannya karena berfungsi sebagai tampungan air limpasan permukaan yang kemudian diresapkan ke dalam tanah sehingga akan memperkaya cadangan air, baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Namun banyak pihak yang kurang melihat peran

penting Situ dalam siklus hidrologi, sehingga yang tampak adalah semakin kurang optimalnya pemanfaatan Situ yang selanjutnya menurunkan upayaupaya pemeliharaannya. Sebagai salah satu sumberdaya alam, keberadaan Situ dapat dikategorikan sebagai sumberdaya yang hampir terlupakan. Kondisi Situ-situ di Indonesia sebagai tempat parkir air saat ini sudah sangat memprihatinkan. Bencana jebolnya tanggul Situ Gintung di Cirendeu, Ciputat, Tangerang yang tidak hanya menimbulkan kerugian materi tetapi juga menelan banyak korban jiwa adalah suatu bukti bahwa pengelolaan Situ kurang mendapat perhatian dari berbagai kalangan sehingga banyak Situ yang mengalami pendangkalan, penyempitan, dan hilang karena beralih fungsi. Ketidakjelasan wewenang pengelolaan Situ, minimnya anggaran pemeliharaan, tekanan penduduk akibat derasnya urbanisasi, lemahnya pengawasan pemanfaatan DAS secara umum adalah beberapa faktor penyebab menurunnya kondisi Situ-situ di Indonesia. Hal ini juga semakin diperparah dengan pergeseran fungsi lahan di sekitar situ dari waktu ke waktu sehingga menyebabkan pemanfaatan Situ secara langsung menjadi berkurang (bahkan tidak dimanfaatkan lagi selain hanya sebagai tampungan/wadah air saja). Hingga saat ini, data mengenai jumlah Situ di Jabodetabek masih bervariasi. Ditjen Sumberdaya Air Kementerian PU melaporkan jumlah Situ-situ yang terdapat di Jabodetabek ada 218 buah dengan luas total 2.116,5 Ha. Jumlah tersebut tersebar di kawasan DKI (35 buah), Bogor (122 buah), Tangerang (45 buah) dan Bekasi (16 buah). Namun karena berbagai hal Situ-situ tersebut kini luasnya tinggal 1.978,02 Ha dan jumlahnya telah semakin berkurang 1. Hampir seluruh Situ di Jabodetabek sudah tercemar, baik ringan maupun berat. Ulah masyarakat dan kebijakan yang tidak jelas ditengarai sebagai penyebab kondisi ini. Situ yang ada sudah tercemar polutan dari berbagai saluran air. Masalah lain adalah penyempitan lahan akibat semakin padatnya permukiman kumuh di sekitar Situ, pembuangan sampah di sekitar Situ, serta pengurugan Situ untuk dijadikan tempat tinggal. Beberapa instansi terkait menolak penilaian ini sebab dirasa masih perlu pengkajian lebih lanjut untuk mengukur tingkat akurasinya, karena faktanya tidak semua kondisi Situ separah yang dibayangkan. Bagi masyarakat yang belum menyadari peran dan fungsi Situ, maka ada kecenderungan untuk memperlakukan Situ sebagai daerah belakang

(backyard) yang tidak perlu dirawat. Beberapa Situ bahkan dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah, tempat membuang limbah industri dan rumah tangga, serta diurug untuk pembangunan perumahan atau kegiatan komersial lainnya. Sementara dari aspek kewenangan pengelolaan situ, semestinya ada kerjasama antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Namun karena berbagai keterbatasan, maka dalam pelaksanaan pengelolaannya membuat kondisi Situ menjadi semakin sangat terlantar. Melihat kompleksnya permasalahan, maka pada tahun anggaran 2011 lalu Balai Litbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan Bidang SDA, salah satu unit di bawah Badan Litbang Kementerian PU telah melakukan pemetaan mengenai pengelolaan Situ di wilayah Jabodetabek. Beberapa aspek seperti: sosial budaya masyarakat, potensi ekonomi wilayah, kondisi lingkungan di sekitar Situ, serta aspek kelembagaan pengelola dan pemanfaat Situ telah dibahas dalam penelitian ini. Agar manfaat dari kegiatan ini dapat segera dirasakan secara optimal oleh seluruh stakeholder, maka pada tahun 2012 penelitian akan dilanjutkan dengan uji model pengelolaan Situ skala lapangan agar konsep model yang telah disusun dapat divalidasi dan disempurnakan. Sebagai keluaran akhir, konsep pedoman pengelolaan Situ yang partisipatif dan berkelanjutan akan dihasilkan pada tahun ini. Dari uraian permasalahan tersebut, maka dirumuskan 3 (tiga) pertanyaan penelitian untuk menjawabnya yaitu: 1. Faktor-faktor sosekling apa yang menentukan keberhasilan ujicoba model pengelolaan Situ? 2. Apa kendala yang dihadapi dalam ujicoba model pengelolaan Situ? 3. Bagaimana merumuskan hasil ujicoba model kedalam konsep pedoman? 1. Menentukan faktor penentu keberhasilan ujicoba model pengelolaan Situ. 2. Menyusun konsep pedoman pengelolaan Situ.

Konsep pedoman (R0) pengelolaan Situ partisipatif dan berkelanjutan akan dihasilkan sebagai keluaran kegiatan ini. Secara khusus, penerima manfaat kegiatan ini adalah Ditjen SDA serta Pemerintah Daerah yang berada di lokasi penelitian. Namun secara umum, penelitian ini juga dapat digunakan untuk para stakeholder di bidang SDA yang hendak melakukan pengelolaan Situ yang berkelanjutan dengan tetap mengedepankan aspek sosekling masyarakat.