BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat modern yang sangat kompleks dan heterogen,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pembahasan kriminalitas di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi membawa dampak pada terjadinya persaingan di segala bidang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang

0473/SN/F.Psi/UKM/ ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. terhadap masa depan seseorang. Seperti yang dituturkan oleh Menteri Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan seiring dengan itu, angka kemiskinan terus merangkak. Kenaikan harga

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi, persaingan yang sangat ketat terjadi di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah

BAB I PENDAHULUAN. Komersial) merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk bertahan hidup di tengah zaman yang serba sulit ini. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas hiburan yang mencakup permainan (game) di dalamnya. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber

B A B PENDAHULUAN. Setiap manusia yang lahir ke dunia menginginkan sebuah kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Universitas X merupakan salah satu universitas

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan pekerjaan di Indonesia saat ini semakin terbatas, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di dalam bidang pendidikan. Perubahan perubahan tersebut menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang dan merupakan salah satu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial, selalu berinteraksi dengan lingkungannya.

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat.

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. memasuki dunia pekerjaan. Mendapatkan predikat lulusan terbaik dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman yang semakin maju, pendidikan menjadi salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tanpa terkecuali dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Di indonesia tercatat bahwa pada tahun 2011 terdapat 1,87 juta jiwa anak

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencengahan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam pembangunan. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB 1 PENDAHULUAN. Asep Saputra, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

DINAMIKA KONSEP DIRI PADA NARAPIDANA MENJELANG BEBAS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SRAGEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. kalangan bermain olahraga ini mulai dari yang tua, muda, bahkan anak-anak pun

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. Dalam era pertumbuhan dan pembangunan dewasa ini, kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. menyerukan kepada seluruh bangsa di dunia bahwa jika ingin membangun dan

BAB I PENDAHULUAN. logis, kreatif serta mampu menggunakan nalarnya untuk memperoleh,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar ke-empat di dunia,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Penyesuaian..., Nice Fajriani, FPSI UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan hubungan hidup antara warga binaan dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan norma hukum yang berlaku untuk setiap warga negara, aturan norma

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang terjadi membawa perubahan yang signifikan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Indonesia merupakan negara hukum. Hal itu dibuktikan melalui Undang-

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Perubahan sistem pembinaan narapidana menjadi sistem pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu kunci yang penting terutama dalam era globalisasi. Pada era

PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MIKRO (MICROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYMPANGAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. komprehensif sebelum mengambil keputusan menentukan pilihan.

PENGARUH HARAPAN TERHADAP KECENDERUNGAN RESIDIVIS PADA NARAPIDANA DI LAPAS KLAS I MALANG

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. Masa ini menimbulkan perubahan-perubahan baik itu secara fisik maupun

PROFIL NARAPIDANA BERDASARKAN HIERARKI KEBUTUHAN ABRAHAM MASLOW. Skripsi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Semua ini membuat masyarakat semakin sadar akan pentingnya kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA PENCURIAN PADA SAAT TERJADI BENCANA ALAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM MEMPERSIAPKAN RESOSIALISASI WARGA BINAAN (Diteliti Di Lembaga Pemasyarakatan Paledang Kelas II A Bogor)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perampokan, pembunuhan, narkoba, penipuan dan sebagainya. Dari semua tindak

BAB III PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT MENURUT PERMEN. No.M.2.Pk Th 2007

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada

Kriminalitas Sebagai Masalah Sosial

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan segala usia (Soedijarto,2008). Di Indonesia, pendidikan terdiri

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. dialami manusia dari waktu ke waktu, bahkan sejak adam dan hawa

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, jumlah penyandang cacat di dunia sangat banyak dan berbedabeda

Religiusitas Terhadap Mantan Narapidana DISUSUN OLEH : DITA CAHYA PRATIWI

Transkripsi:

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat modern yang sangat kompleks dan heterogen, nampaknya perilaku anti-sosial dan kejahatan pun berkembang dengan cepatnya. Dari data yang diperoleh dari Dinas Lembaga Pemasyarakatan Pusat, narapidana yang berada di lembaga pemasyarakatan di Indonesia mengalami kenaikan dari tahun 1999 dan terus meningkat sampai tahun 2001 dengan tingkat hunian narapidana di atas 39.758 orang, terbagi dalam 150 Lembaga Permasyarakatan di Indonesia. Khususnya di Jawa Barat, yang memiliki kapasitas 2.821 penghuni, pada tahun ini harus sanggup menampung penghuni di atas 3.600 orang yang tersebar di 10 Lembaga Pemasyarakatan. Menurut pengakuan Wakil Kepala Polda Jabar yang dikutip dari Harian Pikiran Rakyat, beliau prihatin melihat tahanan yang harus ditampung di sel tahanan di lingkungan Polda Jabar. Menurutnya, tiap hari tahanan yang harus diinapkan di sel tahanan baik polsek, polres maupun polda selalu meningkat. Namun di lain pihak, kapasitas sel yang ada minim sekali. Apalagi setelah tahanan itu menjalani sidang pidana, Lembaga Pemasyarakatan pun tidak bisa menampung kesejahteraan mereka. Kapasitas sel yang hanya 375 tahanan, sekarang yang masuk ke selnya tiap hari tak kurang 1200 orang, apalagi setelah dimasukan ke Lembaga Pemasyarakatan. Selain kesejahteraan, pembinaan terhadap narapidana pun menjadi kurang efektif mengingat jumlah penghuni yang

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 18 semakin meningkat ditambah dengan kurangnya fasilitas pendukung dalam pembinaan para narapidana selama berada di lembaga pemasyarakatan. Narapidana di lembaga pemasyarakatan X Bandung berjumlah 705 orang yang keseluruhannya adalah laki-laki dan telah divonis hukuman pidana maksimal 3 tahun. Alasan para penghuni harus tinggal di lembaga pemasyarakatan bermacam-macam, antara lain pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, pembajakan, penadahan, penipuan, pemalsuan uang. Menurut Santrock (1998) tugas perkembangan pada masa dewasa antara lain sudah memulai aktivitas bekerja, membina keluarga dan mengambil tanggung jawab sebagai warga negara. Warga negara yang bertanggung jawab ialah warga negara yang taat dan patuh pada tata aturan perundang-undangan yang berlaku seperti menjaga ketertiban masyarakat, tidak melakukan tindak kekerasan, pencurian, penganiayaan yang semuanya tercantum pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Apabila warga negara tidak dapat mematuhi aturan, maka mereka akan dihukum dan diadili, setelah menerima keputusan hukum, mereka dimasukkan ke dalam lembaga pemasyarakatan dan mereka disebut narapidana. Narapidana yang tergolong remaja dan dewasa yang berada di lembaga pemasyarakatan juga memiliki tugas-tugas perkembangan seperti di atas namun bagi mereka untuk memenuhi tugas perkembangannya itu merupakan hal yang sulit karena faktor dari isolasi dan lingkungan yang terbatas yang memberikan pengaruh pada masa depannya khususnya dalam bidang pekerjaan. Untuk mempersiapkan narapidana kembali ke masyarakat, lembaga pemasyarakatan

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 19 memberikan pembinaan yang dilakukan selama narapidana tinggal di lembaga permasyarakatan. Salah satu bentuk pembinaan yang bersifat rohani di lembaga pemasyarakatan X Bandung yaitu kegiatan ibadah baik yang beragama Islam, Kristen maupun agama lain. Bagi narapidana yang beragama Islam, difasilitasi oleh pihak lembaga dengan program kegiatan Pesantren di dalam lembaga, dari informasi yang diperoleh kegiatan ini cukup efektif dan telah menghasilkan santri lebih dari 1000 orang sampai saat ini. Selain itu ada kegiatan pembinaan keterampilan dan pembinaan kerja antara lain kerajinan tangan, elektronika, memasak, perbengkelan. Pihak lembaga pun memberikan tugas-tugas khusus bagi penghuni yang dianggap telah mampu menyesuaikan diri dengan keadaan lembaga, yaitu dengan memberikan tugas kerja pada bagian bidang pembinaan tertentu, yang dikenal dengan sebutan corve. Corve yang ada di lembaga pemasyarakatan antara lain, corve binker yaitu pemberian tugas kerja yang berkaitan dengan program pembinaan bimbingan kerja bagi para penghuni, corve peltah yaitu pemberian tugas kerja yang berkaitan dengan pelatihan-pelatihan bagi para tahanan antara lain kepemimpinan dan motivasi. Corve pertamanan yaitu pemberian tugas kerja yang berkaitan dengan pemeliharaan taman dan kebersihan, corve dapur yaitu pemberian tugas kerja yang berkaitan dengan penyajian makanan. Walaupun sudah mendapat pembinaan, para narapidana masih menghayati dirinya tidak berguna dan pesimis terhadap masa depannya untuk bekerja karena lapangan kerja yang terbatas dan persaingan yang ketat dalam

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 memperoleh pekerjaan. Narapidana merasa tidak yakin diri karena proses pembekalan yang telah ia dapatkan selama berada di lembaga pemasyarakatan kurang memberikan bekal untuk merencanakan pekerjaannya. Selain itu ia memiliki kekhawatiran tidak akan dapat SKBB (Surat Keterangan Berkelakuan Baik) yang dikeluarkan kepolisian sebagai salah satu syarat untuk bekerja. Lebih dari itu, yang menimbulkan ketakutan bagi narapidana adalah tidak lagi mendapatkan kepercayaan dari masyarakat untuk dapat bekerja. Menurut data yang diperoleh, beberapa perusahaan di Indonesia tidak mau menggunakan bekas narapidana sebagai tenaga kerja di perusahaannya, karena perusahaan itu tidak mau mengambil risiko yang mungkin bisa timbul akibat mempekerjakan bekas narapidana. Selain itu lembaga pemasyarakatan sendiri sebagai badan yang pernah membina narapidana tidak berani memberikan jaminan bahwa bekas narapidana telah betul-betul sadar dan dapat dipertanggungjawabkan semua tingkah lakunya. (http://www.indopubs.com). Di sisi lain, menurut informasi yang diperoleh dari lembaga pemasyarakatan X Bandung, seorang mantan narapidana pada tahun 2004 telah berhasil membangun gedung sekolah bagi anak jalanan dan menampung para mantan narapidana di daerah Kampung Pasar Rebo Ciheras Kabupaten Bandung. Setelah dilakukan wawancara terhadap pimpinan lembaga diperoleh keterangan bahwa mantan narapidana tersebut selama menjalani hukuman, aktif mengikuti pembinaan dan telah menyusun rencana pembangunan gedung sekolah itu bersama teman sesama penghuninya. Setelah bebas mereka mulai mewujudkan

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 21 langkah-langkah rencana itu karena menyadari sulitnya mantan narapidana untuk mencari pekerjaan. Selain itu dari data yang diperoleh dari petugas di lembaga, ternyata mereka selama di lembaga telah mempersiapkan pekerjaannya dan umumnya mereka telah melakukan pekerjaan itu sebelum mereka berada di lembaga. Selain mereka yang berhasil mendapatkan pekerjaan, ada juga yang tidak mendapatkan pekerjaan dan kembali melakukan tindak kriminalitas. Dari wawancara kepada 20 orang narapidana diperoleh gambaran bahwa mereka ternyata memiliki minat, keinginan dan cita-cita mengenai pekerjaan di masa yang akan datang. Ada 60% narapidana yang memiliki minat kuat terhadap pekerjaan tertentu setelah bebas, walaupun narapidana itu ada yang tertarik dan ada yang kurang tertarik terhadap pembinaan pekerjaan selama di lembaga pemasyarakatan. Umumnya mereka sudah memiliki rencana dalam pekerjaannya dan menurut wawancara, mereka memiliki minat bekerja dalam wiraswasta, berdagang dan menjadi sopir. Selain itu ada 40% sisanya yang merasa bingung mengenai apa yang akan dilakukan kelak, mereka memiliki keinginan untuk bekerja namun belum dipikirkan secara matang, mereka merasa pembinaan yang dilakukan kurang sesuai dengan minat yang dimiliki sehingga selama berada di lembaga mereka jarang mengikuti pembinaan. Untuk mewujudkan pekerjaan tersebut ternyata mereka telah membuat perencanaan, 60% dari jumlah narapidana sudah memiliki perencanaan dalam pekerjaannya, perencanaan ini mereka lakukan dengan cara membaca buku, mencari informasi pekerjaan kepada pihak keluarga dan berdiskusi dengan

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 22 petugas mengenai pekerjaan yang ingin diwujudkan. Contohnya seorang narapidana (43 tahun, tindak penipuan) yang ingin membuka warung, selama di lembaga ia sering mencari informasi mengenai tempat usaha kepada keluarganya. Selain itu 40% sisanya belum memiliki perencanaan dalam pekerjaannya, bahkan mereka belum memikirkan mengenai pekerjaannya. Contohnya seorang narapidana (26 tahun, tindak penganiayaan) yang belum merencanakan pekerjaannya kelak setelah bebas, ia mengatakan bahwa pekerjaan belum dipikirkan dan belum ada persiapan apa pun untuk menghadapi kebebasannya nanti. Sebelum mereka bebas dan melaksanakan rencana dalam pekerjaannya, ternyata mereka perlu mengkaji apakah rencana pekerjaannya tersebut telah sesuai dengan kemampuan dirinya. Sebanyak 70% dari jumlah narapidana tersebut mengatakan bahwa pekerjaannya telah sesuai dengan dirinya dan mereka optimis rencana pekerjaannya akan dilakukan setelah mereka bebas, umumnya mereka merasa bahwa pekerjaan itu bisa dilakukannya dan mereka telah memahami apa saja yang harus dipersiapkan. Sedangkan 30% sisanya belum merasa yakin akan pekerjaannya dan umumnya mereka masih bingung mengenai apa saja yang harus dipersiapkan dalam mewujudkan pekerjaannya. Dari data di atas, ternyata 60% dari jumlah narapidana di lembaga pemasyarakatan X Bandung selama berada di lembaga telah memikirkan persiapan pekerjaan untuk masa depannya dan 40% sisanya belum mempersiapkan pekerjaannya. Terkait dengan hal ini peneliti ingin mengetahui

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 23 mengenai gambaran orientasi masa depan narapidana laki-laki dalam bidang pekerjaan di lembaga pemasyarakatan X Bandung. 1.2. Identifikasi Masalah Dalam penelitian ini akan diteliti tentang : Bagaimana gambaran Orientasi Masa Depan bidang Pekerjaan pada narapidana Laki-laki di Lembaga Pemasyarakatan X Bandung 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran orientasi masa depan bidang pekerjaan pada narapidana laki-laki di lembaga pemasyarakatan X Bandung. Sedangkan tujuan penelitian ini ialah untuk memperoleh gambaran yang komprehensif mengenai orientasi masa depan bidang pekerjaan pada narapidana, khususnya kaitan orientasi masa depan dengan variabel-variabel lain. 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Ilmiah Memberikan informasi tentang orientasi masa depan bidang pekerjaan pada narapidana laki-laki, bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang Psikologi Sosial dan Patologi Sosial. Selain itu untuk para peneliti lain agar menjadi suatu informasi dalam mengadakan penelitian mengenai orientasi masa depan di bidang pekerjaan.

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 24 1.4.2. Kegunaan Praktis Hasil Penelitian ini dapat dipergunakan oleh berbagai pihak terkait, yaitu : - Pihak Lembaga Permasyarakatan Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai informasi dan gambaran bagi pihak lembaga pemasyarakatan mengenai orientasi masa depan bidang pekerjaan pada narapidana, yang dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam upaya membina dan mengarahkan pada narapidana dalam menyiapkan diri menghadapi masa depan khususnya dalam bidang pekerjaan. - Narapidana Hasil penelitian ini dapat memberi informasi tentang orientasi masa depan dalam bidnag pekerjaan para narapidana, yang dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik bagi diri dalam upaya mencari pekerjaan. - Keluarga Narapidana Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada keluarga para narapidana dengan harapan agar keluarga dapat membantu perkembangan para narapidana, khususnya dalam upaya mendapatkan pekerjaannya. 1.5. Kerangka Pemikiran Seorang narapidana yaitu individu yang dipidana berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (dalam Direktorat

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 25 Jenderal Pemasyarakatan, 1981). Narapidana merupakan seorang yang terisolasi di suatu tempat yang dinamakan Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan akan mengalami hambatan dalam pemenuhan tugas perkembangannya. Seorang narapidana sama halnya dengan individu lainnya, mempunyai tuhas perkembangan antara lain sudah memulai aktivitas bekerja, memilih pasangan hidup, membina keluarga, mengasuh anak, mengelola rumah tangga dan bertanggung jawab sebagai warga negara (Santrock,1998). Bagi seorang narapidana, mempersiapkan diri untuk mencari kerja sesudah bebas nanti merupakan hal yang sulit dilakukan selama masih berada di lembaga pemasyarakatan karena kurangnya informasi dan kesempatan untuk berlatih selama di dalam lembaga pemasyarakatan. Persiapan untuk bekerja tersebut oleh Nurmi disebut orientasi masa depan. Orientasi masa depan di bidang pekerjaan perlu diusahakan oleh seorang narapidana, karena setelah bebas ia akan menghadapi kehidupan yang sebenarnya. Nurmi (1989) mendefinisikan orientasi masa depan khususnya dalam bidang pekerjaan adalah sebagai cara seseorang memandang masa depan yang mencakup tujuan, standar, perencanaan dan strategi pencapaian tujuan dalam pekerjaan. Nurmi (1991) mengemukakan bahwa orientasi masa depan merupakan suatu proses yang mencakup tiga tahapan, yaitu : motivasi, perencanaan dan evaluasi. Tahapan pertama yaitu motivasi. Motivasi mengacu pada energi yang dimiliki narapidana, kemauan dalam diri yang membawa ke dalam suatu tindakan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Dalam orientasi masa depan di bidang pekerjaan, motivasi meliputi motif, minat dan harapan pekerjaan yang

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 26 berkaitan dengan masa depannya. Minat dalam pekerjaan tertentu akan mengarahkan dalam menentukan tujuan pekerjaan yang ingin dicapai pada masa yang akan datang. Untuk menentukan tujuan yang realistis, motif-motif harus dibandingkan dengan pengetahuan yang berkaitan dengan masa depan. Seorang narapidana dikatakan mempunyai tujuan yang realistis bila ia mengetahui secara spesifik alasan pekerjaan yang diinginkan untuk dilakukan kelak, dengan mempertimbangkan kemampuan dan peluang yang dimilikinya. Narapidana yang memiliki motivasi menurut Emons (dalam Nurmi, 1989) adalah narapidana yang memiliki minat dan usaha dalam mewujudkan pekerjaan tertentu. Dalam kenyataannya, narapidana berada di lembaga pemasyarakatan yang hidup terisolasi dari dunia luar sehingga berpengaruh pada motivasinya, ada yang memiliki motivasi kuat dan lemah. Narapidana yang memiliki motivasi kuat dalam pekerjaannya akan mulai mempersiapkan dan menentukan jenis pekerjaan yang diminatinya selama berada di lembaga pemasyarakatan sehingga setelah bebas mereka mampu mewujudkan pekerjaannya, selain itu mereka telah menentukan tujuan yang spesifik untuk apa mereka bekerja ditambah dengan pembinaan yang diadakan di lembaga pemasyarakatan yang dapat memberi manfaat bagi narapidana, dapat menumbuhkan minat dan keinginannya dalam pekerjaan tersebut. Bagi narapidana yang memiliki motivasi yang lemah, mereka kurang memiliki minat dan keinginan terhadap jenis pekerjaan tertentu dan penentuan tujuan pekerjaannya belum jelas. Lebih lanjut, narapidana tersebut akan memiliki hambatan dalam proses sosialisasi di dalam lingkungan, narapidana dapat

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 27 bertindak menyerah, putus asa dan kehilangan energinya untuk melakukan sesuatu yang baik, bahkan mungkin terjadi tindak kriminalitas di sekitar lembaga yang dilakukan para narapidana ini. Selain itu pembinaan yang diadakan di lembaga pemasyarakatan kurang dapat memberikan manfaat bagi narapidana karena mereka kurang tertarik dan kurang berminat dalam melaksanakan pembinaan tersebut. Setelah narapidana memikirkan tentang jenis pekerjaan yang diminatinya, maka ia akan mulai untuk merencanakan langkah-langkah yang akan dilakukannya. Tahap yang kedua adalah perencanaan. Perencanaan merupakan suatu proses yang terdiri atas membangun rencana dan merealisasikan rencana itu (Hacker, 1985; Nuttin,1984; Pea & Hawkins, 1987). Pada tahap perencanaan, narapidana akan menyusun langkah-langkah dan strategi dalam mewujudkan pekerjaannya. Dalam proses ini hasil pemikiran narapidana mengenai langkahlangkah pekerjaannya dapat terarah, artinya penentuan langkah-langkah dan strategi mengarah pada pekerjaan yang akan dilakukannya. Sebaliknya narapidana juga dapat memikirkan langkah-langkah pekerjaan yang kurang terarah, artinya langkah-langkah dan strategi yang dibuat belum mengarah pada pekerjaan yang akan dilakukan. Bagi seorang seorang narapidana yang telah memiliki perencanaan yang terarah, pemecahan masalah pun tetap diperlukan (Nuttin, 1994). Walaupun dalam keadaan yang terisolasi di lembaga pemasyarakatan, bila mereka didorong oleh motivasi yang kuat pada jenis pekerjaan tertentu maka mereka akan dapat melakukan langkah-langkah untuk mempersiapkannya, seperti mempelajari lebih

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 28 dalam mengenai bidang pekerjaannya, meningkatkan pengetahuannya dan mengumpulkan informasi mengenai pekerjaan yang diinginkan dari petugas lembaga atau kepada pihak keluarga. Pembinaan yang diadakan di lembaga pemasyarakatan dapat membantu narapidana dalam menyusun langkah-langkah dan strategi untuk mewujudkan pekerjaan yang diminatinya karena pembinaan pekerjaan di lembaga pemasyarakatan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh kesadaran diri yang diharapkan akan mampu mengubah diri untuk menjadi lebih baik, lebih maju, lebih positif dan dapat menggunakan kemampuan melalui tahap pengenalan, membangun dan melatih kemampuan sesuai dengan tujuan dalam berkarir di masyarakat (Dr. Sahardjo, S.H dalam Konferensi Kepenjaraan tahun 1964 di Lembang). Bagi narapidana yang memiliki perencanaan yang tidak terarah, langkahlangkah dan strategi yang dibuat belum mengarah pada pekerjaan yang akan dilakukan. Dalam hal ini mereka tidak mempelajari lebih dalam mengenai bidang pekerjaan yang diminatinya walaupun telah memiliki minat dalam pekerjaannya juga tidak berusaha untuk mengumpulkan informasi mengenai rencana pekerjaannya. Selain itu pembinaan yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan tidak dapat dimanfaatkan oleh ybs untuk membantu dalam menyusun langkahlangkah dan strategi untuk mewujudkan pekerjaannya. Tahap ketiga adalah evaluasi. Pada tahap ini narapidana akan mengevaluasi tujuan yang telah ditetapkan dan rencana yang telah dibuat. Narapidana yang telah memiliki rencana pekerjaan akan melakukan evaluasi diri mengenai rencana pekerjaannya. Dalam proses ini berbagai masukan dan

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 29 feedback dari teman sesama penghuni, petugas lembaga ataupun keluarganya akan memberikan pengaruh. Evaluasi orientasi masa depan dalam bidang pekerjaan adalah pandangan diri terhadap kemampuan dan kecakapan dalam melakukan kontrol terhadap bidang pekerjaan yang diminati (Marsh Cairs, Relich, Barnes & Debus, 1984 dalam Nurmi, 1989). Evaluasi ini didasarkan pada pandangan dalam diri yang disadari tentang kesempatan dalam pekerjaan dan perasaanperasaan yang timbul secara tidak sadar dalam proses evaluasi. Ketiga proses tersebut kemudian berinteraksi dengan skemata yang berkaitan dengan perkembangan diri atau self development dan orientasi masa depan. Motivasi berkaitan dengan minat seseorang di masa mendatang. Hal ini menyiratkan bahwa seseorang menyusun tujuan yang berorientasi ke masa depan berdasarkan perbandingan antara motif-motif umum yang mereka miliki, nilai dan pengetahuan tentang perkembangan diri yang ia antisipasi. Persiapan dan perencanaan berkaitan dengan cara atau bagaimana seseorang merencanakan realisasi tujuan tersebut dalam konteks masa depan (Nurmi, 1989). Pengetahuan tentang konteks aktivitas masa depan yang diharapkan dapat dijadikan dasar dari perencanaan. Akhirnya dilakukan evaluasi dari tujuan yang diharapkan agar dapat direalisasikan. Evaluasi akan menimbulkan perasaan positif dan negatif yang berpengaruh pada konsep diri dan keyakinan diri individu akan kemampuannya. Narapidana akan merasa kecewa apabila evaluasi tentang tujuan dan rencana yang dibuatnya ternyata tidak tepat, sebaliknya akan merasa senang apabila evaluasi tentang tujuan dan rencana tepat. Setiap narapidana yang telah melakukan proses evaluasi, akan kembali ke tahap motivasi. Bagi seorang

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 30 narapidana yang mengalami kekecewaaan dalam proses ini, maka akan berpengaruh terhadap minat dan keinginannya dalam pekerjaan tertentu. Dalam hal ini mereka dapat memulai minat yang baru atau mereka tetap pada minat yang sama namun menyusun langkah-langkah baru. Dalam kenyataan narapidana di lembaga pemasyarakatan, evaluasi pekerjaan yang dilakukan narapidana dapat tidak sesuai dengan diri dan apabila ini terjadi maka dapat timbul konflik di dalam diri dan merasa frustrasi atas hasil evaluasi dirinya. Bagi narapidana yang merasa senang apabila evaluasi tentang tujuan dan rencananya tepat mereka akan kembali pada tahap motivasi untuk menguatkan minatnya, keinginan dan cita-citanya dan mematangkan langkah-langkah dan strategi sehingga lebih terarah dalam mewujudkan pekerjaannya lalu pada akhirnya kembali ke tahap evaluasi lagi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi orientasi masa depan seorang narapidana berhubungan dengan bidang pekerjaan. Trommsdorf (1983) mengemukakan empat hal yang berkaitan dengan pembentukan orientasi masa depan, yaitu dampak dari tuntutan situasional, kematangan kognitif, pengaruh lingkungan terhadap proses belajar individu, dan proses interaksi lingkungan. Dalam hal tuntutan situasional, dapat dilihat bahwa lingkungan tempat tinggal seorang narapidana adalah lembaga permasyarakatan. Lembaga pemasyarakatan didirikan untuk menampung para pelaku tindak pidana yang dimaksudkan agar tidak lagi melakukan tindak pidana. Menurut C.I. Harsono (1995), dalam sistem pemasyarakatan, tujuan pemidanaan adalah pembinaan narapidana. Dalam hal ini seorang narapidana dibina untuk meningkatkan kesadaran akan eksistensinya sebagai manusia. Pencapaian kesadaran dilakukan

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 31 melalui tahap mengenal diri sendiri, memiliki kesadaran beragama, mengenal cara memotivasi, mampu memotivasi orang lain, mampu memiliki kesadaran yang tinggi, mampu berpikir dan bertindak, memiliki kepercayaan diri yang kuat, memiliki tanggung jawab dan menjadi manusia yang utuh. Tahapan dari tujuan pemidanaan ini merupakan tuntutan situasi dari seorang narapidana dalam menjalani masa hukumannya. Dengan memperhatikan tujuan pemidanaan adalah kesadaran, nampak jelas peran narapidana untuk mengubah diri sendiri sangat besar. Perubahan bukan karena dipaksa, melainkan atas kesadaran sendiri. Apabila narapidana sadar akan situasi yang dialaminya akan berpengaruh pada kehidupan di masa depannya maka narapidana tersebut akan mampu meningkatkan motivasi dalam dirinya, merencanakan pekerjaannya dan hasil evaluasi diri yang tepat dalam memilih pekerjaannya yang pada akhirnya dapat mengubah dirinya ke arah yang lebih baik. Hal itu akan membentuk orientasi masa depan dalam pekerjaannya jelas. Apabila narapidana kurang mampu menyadari situasi, maka ia akan mengalami kesulitan dalam mengubah dirinya ke arah yang lebih baik dan orientasi masa depan dalam pekerjaannya akan tidak jelas Kematangan kognitif mempengaruhi kemampuan individu dalam mengantisipasi masa depannya dan berfikir mengenai konsekuensi. Menurut Jean-Piaget (dalam Trommsdorf, 1986) narapidana remaja dan dewasa telah mencapai tahap berpikir Formal Operational, yaitu merupakan tahap seorang individu memiliki kemampuan untuk memformulasakan hipotesis-hipotesis yang sesuai dengan faktor yang dihadapinya pada saat itu serta mampu mengeksplorasi

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 32 berbagai alternatif tindakan. Data empiris memperlihatkan seiring dengan pertambahan usia dan kematangan kognitif, individu akan membentuk orientasi masa depannya yang kompleks dan realistik (Klineberg 1967, Shanon 1975, dalam Trommsdorf, 1986). Narapidana telah mampu menggunakan pemikiran secara abstrak, namun karena pengaruh isolasi, kemampuan berpikir menjadi sangat terbatas dan kurang optimal, oleh karena itu informasi dan berita-berita aktual khususnya mengenai pekerjaan, akan sangat dibutuhkan untuk memunculkan kembali potensi berpikir yang dimilikinya. Ketika informasi mengenai pekerjaannya didapatkan, narapidana yang kematangan kognitifnya memadai akan mampu mengolah informasi tersebut dan membandingkan minatnya dengan rencana pekerjaannya sehingga evaluasi pada dirinya akan tepat. Sebaliknya, jika kematangan kognitif narapidana kurang berkembang, maka mereka akan mengalami kesulitan dalam mengolah informasi mengenai pekerjaan dan evaluasi dirinya pun dapat tidak sesuai, semua itu akan mengarah pada pembentukan orientasi masa depan yang tidak jelas. Faktor lain yang berpengaruh terhadap perkembangan orientasi masa depan narapidana ialah pengalaman belajar yang dialami selama berada di lingkungan lembaga pemasyarakatan yang berpengaruh terhadap motivasi, perencanaan/persiapan dan evaluasi. Pengalaman belajar yang narapidana peroleh dari lembaga akan memberi peran-peran sosial tertentu yang mempengaruhi pembentukan orientasi masa depan. Bagi narapidana yang berada di lembaga pemasyarakatan, pembinaan yang mengarah pada diri seperti pembinaan akhlak diri secara agama (rohani), pembinaan pendidikan teknologi, keterampilan dan

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 33 pembinaan pekerjaan harus dilakukan secara terus menerus dan selaras. Dengan melakukan pembinaan dan latihan kerja yang sesuai dengan minatnya selama di lembaga pemasyarakatan, motivasi dalam pekerjaannya pun akan kuat, selanjutnya motivasi yang kuat akan diikuti oleh perencanaan pekerjaan yang terarah dan hasil evaluasi diri akan lebih tepat sehingga orientasi masa depannya akan menuju pada kejelasan. Sebaliknya apabila selama berada di lembaga pemasyarakatan, narapidana tidak terlibat dalam pembinaan dan latihan kerja maka akan menurunkan motivasi terhadap pekerjaan yang diminatinya, perencanaan pekerjaan menjadi kurang terarah dan hasil evaluasi dirinya dapat tidak tepat yang pada akhirnya pembentukan orientasi masa depan dalam pekerjaannya tidak jelas. Proses interaksi narapidana juga memberikan pengaruh yang cukup besar dalam pembentukan orientasi masa depan. Bagi narapidana proses interaksi terbatas lingkupnya, dalam kesehariannya mereka hanya melakukan interaksi dengan sesama narapidana, petugas lembaga dan keluarga apabila jam besuk tiba. Dengan melakukan interaksi dengan narapidana lain, seorang narapidana dapat bertukar pikiran mengenai pengalaman hidup, berbagi pengetahuan pekerjaan dan saling membantu dalam membuat perencanaan pekerjaan. Seorang narapidana yang melakukan interaksi dengan petugas lembaga akan memperoleh berbagai pengetahuan dan pembinaan mengenai pekerjaan, hal itu akan meningkatkan motivasi dalam diri narapidana dalam memilih dan memantapkan pilihan pekerjaannya. Salah satu bentuk interaksi lain yaitu dengan pihak keluarga narapidana itu sendiri. Narapidana akan mengetahui keadaan di lingkungan luar

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 34 lembaga dan mendapatkan informasi mengenai kesempatan-kesempatan kerja dari kerabat atau keluarga yang menjenguknya. Pihak keluarga dapat memberi dukungan dalam merencanakan pekerjaan dan memberikan informasi perencanaan dalam merencanakan pekerjaannya sehingga lebih terarah. Meskipun pihak keluarga narapidana diperbolehkan untuk menjenguk, namun frekuensi dan intensitas interaksi yang diberikan oleh pihak lembaga terbatas. Selain itu tidak semua narapidana diperhatikan oleh keluarganya, ada pula di antara narapidana yang tidak mengetahui sanak keluarganya. Kurangnya interaksi dengan pihak keluarga berarti mengurangi peluang narapidana untuk memperoleh informasi tentang dunia luar, yang berharga baginya dalam usaha merencanakan masa depan di bidang pekerjaan. Menurut Drs. C.I. Harsono (1995), untuk mendapatkan hasil pembinaan yang optimal, pihak lembaga dan keluarga harus saling ikut serta membina narapidana, harus pula diberikan semangat dan dukungan. Perhatian dan dukungan dari keluarga sangat diharapkan bagi narapidana karena, dukungan akan meningkatkan motivasi dalam memilih pekerjaan, setelah motivasi akan dilanjutkan dengan perencanaan pekerjaan yang lebih terarah dan hasil evaluasi diri yang tepat sehingga pembentukan orientasi masa depannya akan jelas. Sarana dan prasarana di lembaga pemasyarakatan pun ikut memberikan pengaruh yang cukup besar. Sarana dan prasarana yang ada di lembaga pemasyarakatan mungkin bagi beberapa narapidana dianggap kurang mendukung dan kurang mampu memfasilitasi mereka. Misalnya peralatan pembinaan yang

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 35 kurang memadai, dapat menurunkan motivasi narapidana dalam melakukan pembinaan. Apabila faktor-faktor di atas menunjang, maka orientasi masa depan dalam bidang pekerjaannya jelas, sebaliknya bila tidak menunjang maka orientasi masa depan dalam bidang pekerjaannya tidak jelas. Hal di atas dapat digambarkan dengan skema berikut ini :

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 36

0473/SN/F.Psi/UKM/2005 37 1.6. Asumsi 1) Seorang narapidana memiliki tugas perkembangan yang sama dengan individu lainnya, namun bagi narapidana tugas perkembangan itu terhambat untuk dicapainya karena narapidana berada di lingkungan yang terbatas dan terisolasi. 2) Salah satu tugas perkembangan narapidana ialah mempersiapkan diri untuk bekerja, yang akan tercermin dalam bentuk orientasi masa depan. 3) Orientasi masa depan terdiri atas tahap motivasi, perencanaan dan evaluasi. 4) Setiap narapidana memiliki orientasi masa depan bidang pekerjaan, hanya berbeda kejelasannya (ada yang jelas dan ada yang tidak jelas). 5) Orientasi masa depan narapidana tergolong jelas bila narapidana memiliki minat dan tujuan dalam pekerjaan yang kuat, diikuti perencanaan yang terarah dan hasil evaluasi diri yang tepat dalam memilih pekerjaannya. 6) Orientasi masa depan narapidana tergolong tidak jelas apabila minat dan tujuan dalam pekerjaannya lemah, perencanaan dan persiapan yang kurang terarah dan hasil evaluasi diri yang tidak tepat dalam pilihan pekerjaannya.